Konflik didefinisikan sebagai bentuk peradaban atau pertentangan ide, pendapat, paham, dan kepentingan diantara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk fisik dan nonfisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan nonfisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent) dan bisa berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (nonviolent). Selain itu, konflik juga dapat didefinisikan sebagai interaksi antara individu, kelompok, atau organisasi dan golongan yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang atau kelompok lain dianggap sebagai pengganggu yang potensial terhadap pencapaian tujuan mereka (Pook dalam Sujak, 1990). Para teoretisi mendefinisikan pertentangan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak-pihak yang bertentangan. Di samping itu, pertentangan juga dilakukan di atas kesadaran pada masing-masing pihak yang di antara mereka saling berbeda atau berlawanan (Fatah, 1994). Dalam kehidupan masyarakat, konflik juga dapat berupa proses instrumental yang mengarah pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial serta dapat menetapkan dan menjaga haris batas antara dua atau lebih kelompok. Dengan konflik antara kelompok dengan kelompok lain misalnya, suatu kelompok dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Sementara itu, Ketahanan nasional hakikatnya adalah kondisi suatu bangsa yang menggambarkan kemampuan mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, gangguan dan tantangan. Faktor penguat ketahanan nasional suatu bangsa yaitu ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan. Sosial budaya sebagai salah satu faktor penguat ketahanan nasional, maka dalam pembangunannya tidak dapat lepas dari kondisi objektif masyarakat Indonesia yaitu masyarakat yang multikultural. Pendekatan multikulturalisme di Indonesia masih dipandang sebagai pendekatan yang paradoksal, disebabkan ada kesalahan pemahaman. Bahwa di satu sisi menginginkan persatuan tetapi di lain sisi mempertajam perbedaan. Namun kenyataannya wajah masyarakat Indonesia adalah multikultural, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun di atas pondasi masyarakat yang plural berdimensi multikultural. Jadi, basis ketahanan nasional Indonesia sesungguhnya adalah pluralitas multikulturalisme. Permasalahan yang ingin diangkat dalam makalah ini yaitu : (1) Apa problem ketahanan nasional Indonesia saat ini, (2) apa urgensi pendekatan multikulturalisme dalam ketahanan nasional, dan (3) bagaimana pola pendekatan multikulturalisme dalam mengatasi problem ketahanan nasional Indonesia.
Substansi pokok ketahanan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa
yang tergambar dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan (ipoleksosbudhankam). Dengan substansi itu, tujuan ketahanan nasional Indonesia adalah menciptakan prakondisi kehidupan yang aman dan sejahtera bagi bangsa dan negara. Kondisi yang demikian, pada gilirannya juga menjadi prasyarat ketika bangsa Indonesia akan melakukan pemikiran-pemikiran politik terbaik bagi kebijakan nasional yang terjabar dalam politik dan strategi nasionalnya. Jika ketahanan nasional Indonesia tidak mampu menciptakan kondisi yang aman, perumusan politik dan strategi nasional tadi, tidak akan bisa dilakukan dengan cermat dan penuh dengan pertimbangan. Akibatnya, kebijakan nasional tidak memiliki nilai fungsional, terutama dalam memberikan layanan serta pemberdayaan masyarakat, rakyat dan warga negara. Itulah sebabnya, penyelenggaraan ketahanan nasional harus mempertimbangkan secermat mungkin tentang kemungkinan antisipasi dan munculnya konflik di kalangan masyarakat bangsa Indonesia. Daftar Pustaka
Choirul Machfud. (2005). Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik