Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Interaksi dengan kepentingan yang beragam secara ekonomi, politik, dan social
budaya pada gilirannya akan mendorong berbagai macam konflik atau
pertentangan. Disadari, konflik merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia.
Tanpa konflik, manusia tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan
dewasa.
Tahap lanjut dari konflik biasanya adalah munculnya perilaku kekerasan. Dengan
demikian, yang mendasar bagi masyarakat adalah kecakapan mengelola konflik yang
cenderung destruktif (merusak) ke arah konstruktif (membangun), sehingga
perdamaian dan anti kekerasan menjadi nilai budaya yang mampu meredam bagi
munculnya konflik yang bernuansa kekerasan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Konflik dapat dilihat sebagai sarana dan konflik sebagai tujuan. Konflik terbagi 2
macam, yakni konflik realistik dan konflik non realistik. Konflik realistik adalah konflik
yang timbul karena tuntutan-tuntutan tertentu dan diarahkan pada objek tertentu.
Sebaliknya konflik non realistik, konflik itu sendiri adalah tujuan, tidak dikondisikan
oleh objek dan berfungsi untuk meredakan ketegangan dari sekurang-sekurangnya
salah satu pihak yang bertentangan.

Kekerasan
Kekerasan dalam arti luas merujuk pada tindakan fisik maupun tindakan psikologik
yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, baik yang dilakukan secara
sengaja maupun secara tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, personal atau
struktural.

Jenis-jenis kekerasan Dalam buku Pengantar Sosiologi Konflik (2009) karya Novri
Susan, dijelaskan beberapa jenis kekerasan, antara lain:

1. Kekerasan struktural
Kekerasan struktural adalah kekerasan yang diciptakan oleh suatu sistem
yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Contoh kekerasan struktural adalah tidak dilibatkannya peran masyarakat


Papua di dalam industri Freeport dengan alasan tidak memiliki keterampilan
atau keahlian yang memadai untuk industri. Karena tidak bisa mengakses
pekerjaan dalam indsutri Freeport, maka masyarakat Papua tidak memiliki
penghasilan yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan dasar mereka, seperti
pendidikan yang berkualitas dan kesehatan.

2. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung bisa dilihat pada kasus pemukulan seseorang terhadap
orang lain yang menyebabkan luka pada tubuh. Kekerasan langsung bisa juga
berbentuk ancaman atau teror dari suatu kelompok yang menyebabkan

2
ketakukan dan trauma psikis. Contoh kekerasan langsung yang terjadi di
Indonesia adalah kekerasan antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan,
penculikan wartawan oleh gerakan separatis di Aceh maupun Papua,
kekerasan antaretnis Ambon Kristen dan BBM Muslim, dan sebagainya.
3. Kekerasan Budaya
Kekerasan budaya merupakan pemicu terjadinya kekerasan struktural dan
kekerasan langsung. Sebab sifat budaya bisa muncul pada dua jenis
kekerasan tersebut. Sumber kekerasan budaya bisa bersumber dari etnisitas,
agama, maupun ideologi.

Contoh kekerasan budaya adalah persepsi masyarakat terhadap etnis China.


Etnis China dipersepsikan pelit, kurang bisa bersosialisasi, hanya mau bekerja
sama dengan etnis mereka sendiri, dan lain-lain.

Contoh persepsi tersebut merupakan bentuk kekerasan budaya karena


melalui persepsi tersebut masyarakat bisa menyisihkan etnis China dalam
pergaulan sehari-hari.

Perdamaian

Perdamaian /per·da·mai·an/ n penghentian permusuhan (perselisihan dan


sebagainya); perihal damai (berdamai) Kamus Besar Bahasa Indonesia

Perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih yang merupakan langkah kesepakatan
untuk mengakhiri perkara yang sedang berlangsung atau untuk mencegah timbulnya
suatu perkara dengan melepaskan sebagian hak atau tuntutan masing-masing;
kompromi (compromise). Otoritas Jasa Keuangan

Apa Itu Perdamaian?

Secara umum, seperti dalam berbisnis, berwirausaha, atau bahkan dalam kehidupan
sehari-hari, perdamaian merupakan solusi untuk mengakhiri adu kepentingan
dengan pihak lain.

3
Yang dimaksud perdamaian dalam konteks ini adalah kompromi. Dimana kedua
belah pihak saling memiliki itikad untuk mengakhiri masalah atau perkara yang
sedang berlangsung demi mencegah perkara yang lebih besar dengan saling
mengurangi tuntutan kepada satu sama lain.

Strategi penyelesaian dengan perdamaian atau kompromi biasanya tercapai kalau


berbagai pihak yang terlibat menyadari atau sepakat akan adanya keinginan
bersama. Hal ini juga sering diibaratkan sebagai lose - lose situation karena
mementingkan kepuasan parsial. Dalam artian, semua pihak mencari sebuah solusi
dan bukan kepuasan optimal. Kendati demikian, tidak ada pihak yang menang
ataupun kalah secara mutlak.

2.1 SOSIOLOGI KONFLIK DAN KEKERASAN


Dalam kehidupan sehari-hari, kecenderungan individu menandai perbedaan sikap
antar masing-masing, memang sulit dihindarkan. Padahal, pergaulan yang diikuti
perilaku membeda-bedakan kepada asal usul individu pada kelompok etnik tertentu,
bisa melahirkan lingkaran kebencian manakala tidak ada usaha pencairan. Situasi
perjumpaan antarindividu yang semula wajar bisa menjadi arena saling melecehkan.
Akibatnya, relasi antar kelompok masyarakat menjadi sangat rentan. Bahkan,
masing-masing kelompok etnik yang berbeda menjadi mudah terpengaruh.

2.2 PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL : MODEL, PROSES, DAN ANATOMI


Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk/bhinneka tunggal ika, yaitu sebuah
masyarakat negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang
dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional.
Dalam menangani sebuah konflik ada beberapa istilah yang biasa digunakan yang
dibedakan berdasarkan tujuan-tujuan kegiatan dilakukan :
1) pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras
2) penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku melalui suatu
persetujuan perdamaian
3) pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan
dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat

4
4) resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang
bermusuhan.

A. Dilema dalam Penanganan Konflik Etnis


Di atas segalanya, penanganan dan pencegahan pembunuhan, pembersihan, atau
pengusiran akibat konflik etnis perlu mendapat prioritas dalam pembuatan
kebijakan. Bukan saja karena kita dibangun di atas keragaman etnis, tapi juga
karena kesadaran universal. Dengan demikian, menunda penanganan masalah etnis
berarti percepatan menuju keterasingan, baik dari komunitas internasional maupun
dari tataran kemanusiaan, serta bertentangan dengan cita-cita UUD 1945 yang
menjadi dasar NKRI.

2.3 MEMBANGUN PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN


Hakikat mendalam dari perdamaian tidak hanya ketiadaan suatu peperangan/konflik
kekerasan. Dalam mengembangkan cara-cara yang menunjang transformasi konflik
internal yang berbahaya, kita harus mempunyai komitmen untuk menciptakan
perjanjian yang adil dan abadi melalui alat perdamaian yang menyeluruh dengan
mengakui bahwa konflik yang tidak berbahaya dapat menjadi suatu kekuatan yang
konstruktif menuju perubahan. Proses terciptanya budaya perdamaian memerlukan
niat baik, keterlibatan, dan keseriusan semua pihak, terutama mereka yang terlibat
langsung dalam kekerasan yang terjadi. Proses tersebut merupakan perjalanan
panjang yang harus dilakukan dengan sabar. Perdamaian tidak mungkin terjadi jika
trauma dan luka akibat kekerasan yang terjadi masih menganga lebar. Perdamaian
pun tidak mungkin didorong jika berbagai ketidakadilan masih terjadi.

2.4 PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN : WACANA DAN AGENDA


KEDEPAN
Perdamaian merupakan tahap yang sangat menentukan bagi terwujudnya
kesejahteraan umat manusia. Unsur yang paling mendasar dan terpenting dari
pengertian umum perdamaian tersebut adalah adanya “pengakuan (kesalahan
sendiri)”, sehingga memunkinkan terjadinya proses saling melupakan (sakit hati,

5
dendam, atau kepedihan yang diakibatkan oleh perselisihan atau pertikaian yang
telah terjadi) dan memaafkan satu sama lain”.
Dengan kata lain, “ saling member dan menerima” (take and give), kata orang lain
selama ini , atau dalam ungkapan lainnya yang kini banyak digunakan dalam
berbagai proses perdamaian di seluruh dunia “Lupakan dan maafkan” (forgot and
forgive).
A. Pelajaran dan Nilai-nilai yang dapat Dipetik
Berdasarkan kajian dari success story proses rekonsiliasi di Afsel serta berdasarkan
pengamatan empiris, maka ada 9 faktor untuk terjadinya suatu rekonsiliasi dan
perdamaian, yaitu :
1) visi yang kuat untuk masa depan
2) membangun sistem hukum
3) partisipasi kelompok masyarakat sipil
4) penggunaan atribut/cara local
5) leadership
6) media kampanye
7) berfokus kepada korban
8) workshop kritis
9) penggunaan fasilitator

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada beberapa hal penting yang perlu direnungkan terutama dalam konteks
pencegahan konflik di Indonesia di masa mendatang.
1)    diperlukan suatu visi bersama dari bangsa Indonesia untuk menata masa depan
yang lebih baik dengan berlandaskan pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan,
demokrasi, dan HAM
2)      membangun sistem hokum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif
dalam rangka untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik
3)      pendidikan resolusi konflik dan perdamaian bagi masyarakat luas perlu terus
disosialisasikan, sehingga masyarakat mempunyai kemampuan sendiri untuk
menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian di masa mendatang
4)      peran media massa yang pro-damai dalam kerangka pencegahan konflik perlu
dioptimakan, terutama peran media massa local
5)      kerjasama yang sinergis antara Pemerintah dan masyarakat mutlak
dibutuhkan dalam upaya penanganan dan pencegahan konflik sosial di Indonesia.

B. Langkah-langkah Strategis Menuju Terwujudnya Perdamaian dan Anti


Kekerasan

1. Jadilah Pribadi yang Baik tanpa Mengharapkan Imbalan

Menjadi baik tidak berarti kamu harus memberi uang atau memberi hadiah kepada
seseorang. Kebaikan yang kamu tujukan kepada orang-orang menunjukkan bahwa
mereka itu penting. Kamu bisa melakukan berbagai hal untuk melakukan kebaikan,
misalnya dengan menyisihkan uang jajan dan memberikannya pada tunawisma,
menyumbangkan sesutu kepada sesama yang membutuhkan, mempedulikan rekan-
rekan, atau bahkan hanya menebar senyuman. Bete nggak sih kalau kita melihat
wajah orang lain yang jutek atau cemberut?

7
2. Berhenti Menghakimi Orang Lain

Sangat mudah memang untuk melontarkan komentar atau bahkan menilai


seseorang hanya dengan melihat penampilannya. Namun prasangka buruk yang
kamu lakukan hanya akan membuat kamu tidak nyaman.
Jangan takut atau berprasangka buruk pada orang-orang hanya dari cara mereka
berpakaian, dimanapun kamu berada. Karena belum tentu mereka seburuk yang
kamu bayangkan.

Setiap orang memang memiliki keyakinan hidup tersendiri. Tak menutup


kemungkinan dengan kita tak berprasangka buruk serta berbuat baik kepada orang
lain, maka orang lain itu akan merasa bahwa kita adalah orang yang berarti dan
menyadari manusia sebagai saudara.

3. Berhenti Berperan sebagai Korban

Jika kamu mengalami hal yang buruk dalam hidup, sangat mudah untuk merasa
bahwa kita merupakan korban. Namun, perasaan itu hanya akan membawa kamu
pada perasaan yang melulu lemah hingga akhirnya menjadi paranoid.

Lepaskan saja beban itu, dan lupakan hal yang membuat kamu takut, karena itu
hanya akan membuat kamu kehilangan kesempatan untuk menyebarkan
perdamaian di dunia. Semakin kamu terus berperan layaknya seorang korban,
semakin mereka yang menyakiti kamu merasa puas. Jadilah diri sendiri untuk
menguatkan dirimu dan tersenyumlah. Hal ini akan membuatmu merasa damai, dan
mencintai diri sendiri yang ujungnya akan membawa kedamaian.

4. Cintai Orang Lain

Merasa damai atau bahkan mencintai orang yang pernah melakukan kejahatan
kepada kita tentu bukan perkara mudah. Saat seseorang telah menyakiti kita,
biasanya hal yang ingin kita lakukan adalah membalasnya, menggosipkannya, dan
membicarakan keburukannya. Gimana mau menciptakan perdamaian dunia kalau
diantara sesama saja tidak berdamai?

8
Memaafkan adalah kunci besar untuk sebuah perdamaian dunia. Dalam hal ini tak
hanya orang lain yang pernah menyakiti kita, tapi juga kerabat dan teman dekat
yang pernah menyakiti kita di masa lalu.

5. Ciptakan Suasana Damai di Rumah

Rumah menjadi tempat kita kembali dari aktivitas sehari-hari. Tentu saja kita
mengharapkan suasana rumah yang damai, dan yang tidak membuat kita stres.
Karena itu, lepaskan semua beban kerja saat kita ada di rumah, berbahagialah dan
dengarkan musik yang menyejukkan hati. Hindari musik-musik bertemakan cinta
yang seringkali membuat orang atau bahkan kita galau berkepanjangan. Pilih musik
yang memotivasi dan membantu membawa kedamaian baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Saat kita merasa damai di rumahmu sendiri, kita akan keluar
dari rumah dengan energi yang positif.

6. Luapkan Sisi Kreatif Dalam Diri

Setiap orang memiliki sisi kreatif tersendiri. Gali sisi kreatif yang ada di dalam kita,
misalnya dengan mewarnai, melukis, menggambar, bermusik, atau apapun yang
bisa kita lakukan untuk menghilangkan stres. Kita juga bisa memajang semua karya
kreatif kita di seluruh sudut rumah untuk memancing energi positif sehingga
membawa kedamaian dalam diri sendiri dan menyebarkannya kepada orang lain.

7. Sisihkan Waktu dan Bantu Orang Lain

Mungkin kita terlalu sibuk dengan aktivitas sehari-hari, entah itu belajar ataupun
bekerja. Namun, ada baiknya untuk menyisihkan sebagian waktu untuk membantu
orang lain yang membutuhkan. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk
menjadi seorang relawan. Misalnya membantu para tunawisma dengan memberikan
mereka makanan atau membantu membersihkan tempat tinggal mereka. Beberapa
rumah sakit bahkan membutuhkan para relawan terutama saat hari libur.

9
Jika tak memungkinkan untuk keluar rumah, kita bisa mengunjungi situs seperti
Kitabisa.com untuk melihat bagaimana kita bisa memberikan kontribusi dalam
membantu orang lain.

8. Makan Makanan Sehat

Untuk menciptakan perdamaian dunia, tentu saja membutuhkan energi. Jaga diri
agar tetap prima dengan mengkonsumsi makanan yang sehat. Dengan kondisi fisik
yang sehat, kita bisa menyebarkan lebih banyak kebaikan dan perdamaian.
Disamping tentu saja lebih mudah.

9. Meditasi

Satu hal yang harus kita ingat, menciptakan perdamaian di dunia itu harus bermula
dari diri sendiri. Tak hanya soal fisik, jiwa yang damai juga akan mendatangkan
energi yang positif. Lakukan meditasi atau berdoa dan mendekatkan diri kepada
sang khalik, niscaya kedamaian dalam diri akan kkita dapatkan. Jika diri kita sendiri
sudah damai, kita tentu akan lebih siap untuk menyebarkan dan menciptakan
perdamaian dunia.

10
C. Pasca Kesepakatan Damai
Penyelesaian damai untuk konflik di daerah, baik konflik suku, agama, politik,
maupun SDA, harus mendapat perhatian amat serius dari segala pihak termasuk
Pemerintah Pusat, sebab konflik itu sudah berdimensi nasional. Bahkan, dunia
internasional seringkali menaruh perhatian serius.
Ada 2 hal yang harus diupayakan terus menerus pasca kesepakatan perdamaian,
yaitu :
1) menangani insiden awal -> insiden awal sekecil apapun yang melibatkan warga
kelompok yang bertikai, harus segera ditangani aparat keamanan dengan
mengedepankan wibawa hokum dan penegakkan hukum yang tegas
2) mencegah pembusukkan kolektif -> kesepakata damai di atas kertas di ruang
tertutup sering melupakan fakta pembusukkan kolektif yang hidup di alam bawah
sadar kellompok bertikai. Kesepakatan damai belum mampu meniadakan rasa
permusuhan sampai ke akar-akarnya. Proses rekonsiliasi sepenuh hati butuh waktu.
Tujuan jangka panjang dari kesepakatan damai adalah mengembalikan rasa saling
percaya yang sempat hilang. Rasa tersebut diantara kelompok-kelompok bertikai
tidak dapat tumbuh bersama-sama dengan proses pembusukkan kolektif. Proses
tersebut harus dicegah dan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam
resolusi konflik dan perdamaian.

Bagaimana Kesepakatan Damai Dapat Dilaksanakan dan Bertahan?

Jika kita tanyakan kepada kepada para mediator apa ukuran keberhasilan mediasi
atau perundingan? Salah satu jawaban yang umum diberikan adalah dicapainya
kesepakatan damai, dan mungkin kesepakatan bekerjasama.  Jawaban itu tentu
tidak salah.  Namun CRU menemukan bahwa, setelah melalui proses mediasi dan
para pihak mencapai kesepakatan damai dan (mungkin) kesepakatan kerjasama,
kemudian para pihak kembali kembali ke kehidupan masing-masing dengan rasa
lega, tetapi tidak terjadi perubahan apa pun sesuai kesepakatan.

Kesepakatan yang telah ditandatangani oleh para pihak itu, bisa jadi tidak
dilaksanakan atau ada juga kesepakatan mulai dijalankan, tetapi kemudian muncul
masalah baru. Ada juga, kesepakatan yang telah dicapai, digugat oleh salah satu

11
pihak. Akhirnya konflik berlanjut, dan dokumen kesepakatan hanya menjadi
dokumen sejarah yang berdebu dalam arsip. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Ada beberapa kemungkinan mengapa hal tersebut terjadi. Diantaranya,


kesepakatan para pihak tidak realistis. Oleh karena kuatnya desakan dari para pihak
atau semangat berlebih untuk segera menghentikan konflik, para pihak mengajukan
butir-butir kesepakatan yang  pelaksanaannya di luar kemampuan mereka. Hal ini
bisa terjadi karena para pihak baik tidak mempunyai sumber daya yang memadai.
Atau sering juga terjadi, hal disepakati berada di luar kewenangannya sebagai
perwakilan pihak. Misalnya, salah satu pihak menjanjikan melepas hak pengelolaan
suatu lahan, namun ternyata pihak tersebut hanya berwenang terkait akses
pemanfaatan bukan kepemilikan lahan.

Kemungkinan lain adalah jika ada salah satu pihak atau pemangku kepentingan lain
yang tidak ikut serta dalam proses mediasi dan merasa terabaikan. Selain dua hal
tadi, bisa juga kesepakatan yang telah dicapai, menjadi tidak relevan dan tidak bisa
untuk dilaksanakan karena dinamika kebijakan, regulasi atau pun politik.

Lalu bagaimana kemungkinan-kemungkinan ini dapat diantisipasi dalam


proses mediasi dan perumusan kesepakatan? Hal ini membawa kita kepada
beberapa hal dasar tentang mediasi, diantaranya:

 Identifikasi dengan cermat semua pemangku kepentingan dan


kepentingannya. Bukan hanya pihak yang terlibat konflik secara langsung,
tetapi juga pihak lain yang berkepentingan pada pokok konflik, tidak hanya
pada tuntutan awal yang diungkapkan, tetapi juga mempertimbangkan
kepentingan yang absah di balik tuntutan
 Tuntutan yang diajukan hendaknya cukup realistis untuk dapat dipenuhi pihak
lainnya. Tuntutan tersebut akan menjadi pertimbangan dalam perumusan
kesepakatan yang dapat mengintegrasikan secara optimal kepentingan para
pihak atau common ground. Inilah yang menjadi landasan untuk mencapai
win-win solution.

12
 Rencana pelaksanaan kesepakatan yang realistis, nyata dan terjadwal dengan
baik. Perlu disadari bahwa kesepakatan barulah setengah dari perjalanan, dan
konflik sejatinya baru selesai setelah kesepakatan tersebut Untuk itu perlu
dikembangkan rencana kerja menjelaskan jenis kegiatan, pelaksana dan
waktu yang disepakati bersama. Termasuk dalam rencana kerja ini analisa
risiko dan antisipasi kemungkinan perubahan dalam konteks kebijakan dan
regulasi.
 Pengembangan informasi dasar yang memadai untuk perundingan dan
perumusan kesepakatan. Para pihak dan mediator perlu memahami dengan
baik apa yang menjadi pokok konflik, faktor-faktor penyebab dan pemicu
konflik, para pemangku kepentingan dan kepentingannya serta apa saja
alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan. Karenanya, diperlukan informasi
dasar yang dibangun melalui rangkaian kajian sebelum dan selama proses
pengelolaan konflik.
 Rencana pemantauan yang melibatkan para pihak dan pihak yang
berwenang. Untuk memastikan dipenuhinya kesepakatan, maka pelaksanaan
kesepakatan harus dapat dipantau bersama. Pemantauan bersama ini juga
merupakan ajang untuk saling menagih-janji dan mengingatkan akan
kesepakatan yang telah tercapai, sertamembangun kerjasama dalam
penyelesaian masalah bersama.
 Mediator yang berorientasi jangka-panjang, mampu meredam emosi
berlebihan dan mengajak para pihak untuk mempertimbangkan kepentingan
jangka-panjang mereka. Sering kali dalam proses perundingan, para pihak
terbawa emosi dan ingin segera mencapai kata sepakat. Hal ini kerap
membawa para pihak untuk memberikan kesepakatan yang tidak optimal,
misal tidak berorientasi jangka panjang. Di sini, penting bagi mediator untuk
berperan sebagai pemandu yang dapat mengelola proses mediasi secara baik
dan bijak.

Singkatnya, agar suatu perjanjian atau kesepakatan benar-benar dapat


menyelesaikan konflik, maka kesepakatan itu harus antisipatif, berwawasan jangka-
panjang serta realistis. Beberapa butir catatan di atas mungkin bisa menjadi

13
petunjuk untuk mengarahkan kita ke sana. Tapi, bagaimana hal ini  dilakukan tentu
menjadi tantangan kita bersama.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://mirani-mirani.blogspot.co.id/2010/11/konflik-kekerasan-dan-perdamaian.html
http://cerdassosiologi.blogspot.co.id/2016/12/konflik-kekerasan-dan-
perdamaian.html.
https://elearn.id/blog/9-cara-ini-mampu-ciptakan-perdamaian-dunia-kamu-bisa-kok-
lakukan-semuanya/
https://www.conflictresolutionunit.id/warta-mutakhir/20220125/bagaimana-
kesepakatan-damai-dapat-dilaksanakan-dan-dapat-bertahan.html

15

Anda mungkin juga menyukai