Anda di halaman 1dari 4

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara multietnis terbesar di dunia, masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 237 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar. Tercatat bahwa dalam dua puluh tahun terkhir banyak terjadi bencana sosial di Indonesia, teruma setelah tumbangnya masa orde baru, bencana soaial seperti konflik sara ( konflik ambon, konflik poso, konflik sampit), maupun bencana sosial yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan seperti tawuran antar penduduk desa . Meningkatnya konflik sosial akhir akhir ini tentunya menuntut adanya mitigasi konflik sosial dari pemerintah, karena yang disebut dengan bencana bukan hanya

bencana fisik seperti tsunami, tanah longsor, banjir, angin rebut. Namun juga bencana sosial seperti perang, konflik antar suku, hingga bencana moral.
2. Rumusan masalah Apa langkah langkah mitigasi non struktural dalam mengatasi suatu bencana sosial 3. Tujuan Mengetahui mitigasi non struktural dalam bencana soaial, utamanya dalam hal konflik

BAB II PEMBAHASAN Bencana sosial merupakan salah satu bencana yang amat membahayakan manusia, berbeda dengan becana fisik yang lebih banyak membutuhkan mitigasi struktural, dalam mitigasi bencana sosial, mitigasi non struktural memainkan lebih banyak peran. Bencana sosial di Indonesia sebagian besar berbentuk konflik, Konflik pada hakikatnya adalah segala sesuatu interaksi pertentangan antara dua pihak dan lebih didalam suatu kelompok masyarakat atau pun organisasi masyarakat, konflik dapat terjadi karena ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota dalam kelompok tersebut yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi atau berebut sumber-sumber daya yang terbatas serta merebutkan sumber kehidupan maupun lapangan kerja, dimana masing-masing mempunyai perbedaan, status, tujuan, nilai atau persepsi masing-masing . Konflik sara merupakan salah satu bencana sosial yang utama di Indonesia, konlik sara menurut bentuknya adalah merupakan konflik horizontal, dimana pihak pihak yang berkonflik adalah mempunyai posisi yang sama, konflik sara amat mudah dipicu bahkan oleh hal yang amat kecil seperti pertikaian , ataupun hanya ejekan. Kadang konflik sara juga diakibatkan oleh adanya kecemburuan sosial antar kelompok masyarakat. Langkah langkah dalam mitigasi konflik meliputi pencegahan konflik, penangan saat konflik , pemuliahan pasca konflik semua langkah tersebut harus

dilakukan dengan cermat dan terencana dengan baik, mengingat subyek merupakan manusia dan bukan barang, langkah mitigasi yang salah bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik kembali. Mitigasi dalam mencegah terjadinya konflik sosial meliputi penguatan sistem deteksi dini, membangun potensi masyarakat ntuk mencegah konflik, meningkatkan kapasitas kepolisian, memperkuat penegakan hukum, menangkal isu yang berkembang, membangun jurnalisme yang pro-perdamaian, memetakan daerah rawan konflik, mengembangkan jaringan kerjasama untuk memantau kemungkinan terjadinya konflik, menyusun agenda perdamaian dan pembangunan berkelanjutan khususnya di daerah-daerah rawan, namun yang harus menjadi perhatian sesunggahnya adalah masalah pemerataan ekonomi, karena banyak konflik sosial yang berawal dari masalah ekonomi dan kesenjangan. Langkah mitigasi selanjutnya adalah mitigasi ketika konflik sedang terjadi , pada saat konflik terjadi mitigasi dilakukan dengan tujuan meredam konflik yang ada , langkah langkah yang harus dilakuakan adalah melakukan dialog untuk penghentian konflik, mengurangi senjata ilegal, mengupayakan penyelesaian masalah secara damai, menegakkan hukum, mitigasi konflik yang lain adalah dilakukannya konsiliasi, mediasi, arbitrasi, dan bahkan jika perlu koersi (paksaan), detente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian cara yang formal. Mitigasi konflik ynag terakhir adalah mitigasi ketika konflik sudah usai, mitigasi non struktural yang perlu dilakukan adalah pemulihan trauma pasca konflik dan juga rekonsiliasi pihak pihak yang berkonflik. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus berperan erat dalam melaksanakan mitigasi bencana konflik

BAB III KESIMPULAN Dalam bencana sosial, bentuk mitigasi non struktural lebih berperan daripada migrasi struktural, dimana langkah langkah mitigasi harus dilakukan dengan penuh perhitungan, mitigasi non struktural lebih suliat dilakukan karena objek dari mitigasi adalah manusia. Dalam mitigasi konflik perlu diperhatikan penyebab konflik itu terjadi, karena hampir setiap konflik mempunyai ciri khas tersendiri, hal ian yang tidak kalah penting adalah rehabilitasi dan rekonstruksi pasca konflik, terutama pada pemulihan trauma akibat konflik, karena hal ini akan berpengaruh langsung terhadap kualitas SDM.

Sumber : Indonesia CPR update 2008. UNDP Sugeng, Bambang. 1998. Penanganan Konflik Sosial. Pusat kajian Bencana dan Pengungsi . STKS : Bandung www.dissos.jabarprov.go.id/Penanganan%20Konflik%20Sosial.pdf . diakses pada 25 november 2011 pukul 17.00 http://www.psmbupn.org/article/mereduksi-risiko-bencana-dan-konflik.html pada 25 november 2011 pukul 17.05 diakses

Anda mungkin juga menyukai