Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ajeng Gandari Primalia

NIM / Kelas : 20180510441 / B


Mata Kuliah : Negosiasi dan Resolusi Konflik
Dosen Pengampu : Sugito, S.I.P., M.Si.

UJI KOMPETENSI 1

1. Segitiga Konflik

1. Attitude dalam segitiga konflik

Attitude dalam segitiga konflik merupakan sikap aspek-aspek kognisi (seperti


konstruksi ‘musuh’) dan emosi (seperti rasa benci dan bermusuhan) yang dialami
pihak-pihak yang terlibat konflik.

Proses yang ada dalam diri kognisi manusia, Alam pikiran manusia untuk
mengkonstruksi musuh  diawali oleh sebuah kemarahan terhadap pihak lawan

Contoh : Racism, discriminatory, attitudes, sexism, victimhood, trauma

2. Kapan saat terjadinya manifest conflict?

Konflik laten terjadi ketika pihak pihak yang terlibat hanya merasakan atau persepsi
adanya ketidakcocokan diantara mereka (levelnya masih pada contradiction and
attitude). Konflik laten muncul menjadi puncak dari segitiga itu ketika persepsi
kemudian ketidakcocokan / kemarahan dilanjutkan oleh perilaku (behavior) yang
bersifat merusak (destruktif). Konflik yang terwujud dari ketidakcocokan tersebut
disebut konflik yang bersifat manifest (nampak / nyata). Konflik manifest cenderung
ada kekerasan di dalamnya.

2. Upaya menciptakan perdamaian negative

Perdamaian negative adalah absence of war (tidak adanya perang) or direct violence
(kekerasan secara langsung). Dimaknai dengan ketiadaan kekerasan personal. Contoh :
Perang yang berhenti setelah dua pihak mengumumkan gencatan senjata. Tidak ada
konflik antarpersonal yang terjadi.
Perdamaian tercipta ketika adanya perjanjian perdamaian.

Contoh : Kasus konflik komunal yang terjadi di Ambon dan Maluku pada tahun 1999-
2004. Diselesaikan melalui penjanjian Malino. Perjanjian ini berhasil membuat kedua
belah pihak berhenti bertikai. Akan tetapi, perdamaian yang terjadi di Ambon dan Maluku
hanya sebatas penghentian kekerasan langsung. Segregasi antara masyarakat Muslim dan
Kristen pun masih bisa dirasakan.

Merubah konflik menjadi perdamaian. Konflik  relasi antar manusia

Konflik harus ditransformasikan menjadi perdamaian, dilakukan dengan cara-cara non-


kekerasan.

Peacemaking  langkah persuasi untuk menghilangkan sikap atau pikiran manusia untuk
memusuhi manusia lainnya. Intinya, bagaimana dalam segitiga violence itu, cultural
violence (kekerasan tidak langsung, tidak nampak. Kekerasan pemaksaan ideologi,
memanfaat keyakinan-keyakinan kita untuk menjustifikasi kekerasan yang akan
dilakukan kepada orang lain) harus dihilangkan. Memberikan pendidikan non-kekerasan
terhadap manuis, pikiran terhadap permusuhan bisa dihilangkan (dengan cara damai)

Peace Building  bagaimana menghilangkan sumber sumber konflik atau kontradiksi


(structural violence, juga tidak nampak. Bisa disebabkan oleh struktur sosial dan politik
yang dapat menghalangi orang lain untuk mendapatkan hak-haknya), dengan cara
membangun

Pembangunan adalah resolusi konflik, menghilangkan gap antara miskin dan kaya,
menghilangkan kebodohan, mereduksi / menghilangkan kemiskinan, kelaparan, dan
sebagainya.

Peacekeeping  upaya yang bisa dilakukan ketika mengetahui adanya kekerasan secara
langsung (direct violence). Harus mengerahkan kekuasaan kita (Sumber daya ekonomi)
untuk menghentikan kekerasan itu.

3. Mengapa konflik etnis marak terjadi?

Dewasa ini, konflik etnis marak terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, ada banyak
konflik-konflik etnis yang pernah terjadi, seperti konflik Sampit, pemberontakan GAM,
atau OPM. Konflik etnis terjadi diawali karena adanya local context, yaitu ketika suatu
grup etnis merasa di diskriminasi, dimana adanya ketidakberuntungan secara kolektif
(tidak mendapatkan hak-hak yang sama atau ssumber daya yang diekspoitasi oleh
kelompok mayoritas). Konflik etnis juga bisa terjadi ketika grup etnis tersebut menyadari
bahwa identitas grup merupakan sesuatu yang sangat penting, serta ketika mereka
mendapat tekanan dari kelompok yang dominan (mayoritas), dan juga adanya keeratan
dan mobilisasi kelompok.

Tak hanya karena konteks lokal, konflik etnis juga dapat terjadi karena faktor situasi
nasional (national context), yaitu ketika adanya dominasi penggunaan kekuasaan negara,
kemudian institutionalisasi demokrasi, kemudian ketika adanya transisi menuju
demokrasi (muncul elit-elit politik yang oportunitis dan pragmatis  muncul sentiment
entitas.

Selain situasi lokal dan nasional, konflik etnis juga dapat diperkuat oleh adanya situasi
internasional yakni adanya dukungan asing terhadap perjuangan kelompok etnis.

Co : Gerakan separatisme Timor Leste berhasil memisahkan diri dari Indonesia karena
bantuan dari Portugal

Adanya pengaruh langsung maupun tidak dari konflik etnis di negara lain

Co : Separatisme Lebanon di Timur Tengah terjadi karena pengaruh lingkungan 


mengakibatkan terjadinya Arab Spring

Terakhir, karena adanya manajemen konflik internasional

Co : Balance of Power  dunia ini terbelah dua (Amerika vs Uni Soviet)


1. Segitiga Konflik
a. Attitude dalam segitiga konflik merupakan sebuah sikap atau proses yang ada dalam
diri manusia untuk mengkonstruksi seorang musuh. Sikap ini biasanya diawali oleh
adanya rasa kebencian dan kemarahan terhadap pihak lawan, yang menghasilkan
suatu permusuhan.
Contoh dari attitude dalam segitiga konflik antara lain adalah rasisme, diskriminasi,
sexism, playing victim (berlagak menjadi korban), serta adanya trauma.

b. Konflik manifest terjadi diawali oleh adanya konflik laten, dimana ketika ada
ketidakcocokan diantara kedua pihak, ketidakcocokan tersebut dilanjutkan oleh
sebuah tindakan atau perilaku yang nyata, yang bersifat merusak (destruktif).
Sehingga konflik tersebut akan bersifat manifest atau nyata. Konflik manifest
cenderung ada kekerasan (violence) di dalamnya.

2. Perdamaian negatif adalah sebuah perdamaian dimana tidak adanya kekerasan secara
struktural, contohnya meniadakan perang. Cara untuk menciptakan perdamaian negatif
antara lain dengan melakukan gencatan senjata, dan menyepakati perjanjian perdamaian.
Tak hanya itu perdamaian negatif juga dapat diwujudkan dengan membuat aturan untuk
memisahkan kedua etnis yang bertikai agar dapat mengurangi adanya konflik
terbuka. Perdamaian negatif cenderung diwujudkan melalui cara-cara non-kekerasan.

3. Dewasa ini, konflik etnis marak terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, ada banyak
konflik-konflik etnis yang pernah terjadi, seperti konflik Sampit, pemberontakan GAM,
atau OPM.

Konflik etnis sendiri marak terjadi diawali oleh situasi lokal (local context), yaitu ketika
adanya diskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu, sehingga adanya
ketidakberuntungan secara kolektif yang dialami kelompok tersebut, contohnya ketika
sumber daya alam milik suatu etnis dieksploitasi oleh kelompok mayoritas),
adanya kesadaran bahwa pentingnya identitas kelompok, adanya tekanan dari kelompok
yang dominan (mayoritas), adanya keeratan dan mobilisasi kelompok.
Tak hanya disebabkan oleh situasi lokal, konflik etnis juga dapat terjadi karena faktor
situasi nasional (national context), yaitu ketika adanya dominasi penggunaan kekuasaan
negara, kemudian institutionalisasi demokrasi, kemudian ketika adanya transisi menuju
demokrasi. Terakhir, konflik etnis juga dapat diperkuat oleh adanya situasi internasional
(international context) yakni adanya dukungan asing terhadap perjuangan kelompok
etnis, adanya pengaruh langsung maupun tidak dari konflik etnis di negara lain, serta
adanya manajemen konflik internasional.

Anda mungkin juga menyukai