Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 6

Nama:mochamad ferdi setiawan


Ahmad renaldi
Aditiya jini rohman
Ibnu rafi
Dias pratama
Muhamad rafi maulana
Hendi muktamar saleh
Konflik antar kelompok : Perspektif Psikologi Sosial

Abstrak
Salah satu permasalahan sosial yang utama adalah konflik antar kelompok. Konflik antar
kelompok adalah pertentangan yang terjadi antara dua kelompok atau lebih yang
disebabkan oleh kepentingan yang sama. Penyebab konflik dapat berasal dari faktor internal
dan eksternal kelompok. Konflik antar kelompok memiliki dampak bagi kelompok, baik yang
menang maupun kalah. Bagi yang menang dapat meningkatkan loyalitas dan identitas sosial
dan bagi yang kalah dapat menimbulkan perpecahan dalam kelompok. Untuk mengurangi
konflik, ada beberapa langkah, yaitu melakukan kontak (komunikasi), berunding, menerima dan
melakukan hasil kesepakatan bersama dan melakukan evaluasi.

Kata kunci: konflik, kelompok,

Pendahuluan

Konflik merupakan suatu hal yang sering dialami oleh individu dan kelompok. Dalam sejarah
kehidupan manusia konflik merupakan bagian dari kehidupan yang tak pernak terpisahkan Konflik
merupakan suatu dilema yang dialami individu atau kelompok. Selama ini kebanyakan orang
memandang konflik dalam dua hal, yaitu sebagai hal yang natural, normal, dibutuhkan,dan tak dapat
dielakan dan sebagai suatu problem yang harus diatasi. Namun selama ini image terhadap konflik
terkesan negatif, artinya konflik selalu diidentik dengan permasalahan, kekerasan, tidak
menyenangkan, penderitaan, dan perang.

Manusia adalah makhluk social. Sebagai makhluk social manusia memilki keinginan untuk hidup
bersama atau berkelompok. Manusia memiliki sifat ketergantungan satu sama lain. Secara kodrati,
manusia tidak dapat hidup sendirian, maka itu manusia selalu ingin menjadi bagian suatu komunitas
atau kelompok tertentu. Kelompok merupakan salah satu ‘alat’ bagi seseorang dapat dapat
mengekspresi segala keinginan, minat dan aspiriasinya. Seseorang yang bergabung pada suatu
kelompok memiliki motivasi dan tujuan tersendiri. Kelompok membuat seseorang mempunyai suatu
identitas tersendiri, yang berbeda dengan orang lain.

Di Indonesia, yang terkenal dengan keberagaman suku, bahasa, dan budaya menjadi suatu
kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun, dengan keberagaman itu tak jarang
menimbulkan konflik antar kelompok (suku,d an agama). Kita masih ingat ketika bangsa indonesia
terkena krisis ekonomi tahu 1998, setahun setelah itu konflik antar kelompok masyarakat dengan
menggunakan identitas agama dan etnis di berbagai propinsi di Indonesia seperti Maluku, Poso, dan
Sampit terjadi. Konflik itu tidak hanya menimbulkan korban jiwa saja melainkan menimbulkan luka
psikologis yang sangat dalam bagi mereka korban konflik.

Berbicara mengenai konflik antar kelompok, maka erat kaitannya dengan kepentingan. Konflik
terjadi antar dua kelompok disebabkan oleh perbedaan pendapat, kepentingan atau tujuan antara
dua atau lebih pihak yang mempunyai obyek yang sama. Konflik juga bisa terjadi terjadi karena
adanya ketidaksesuaia antara harapan dengan realita. Ketika suatu kelompok mempunyai harapan
atau keinginan, dan ketika harapan itu terbentur oleh situasi nyata yang berlawanan, maka bisa
menimbulkan konflik di dalam dan di luar kelompok. Namun dalam memahami konflik antar
kelompok tidak sesederhana itu, banyak faktor yang menyebabkan mengapa timbul konflik antar
kelompok tergantung konteksnya seperti apa. Masalah perekonomian, psikologis (kecemburuan,
prasangka), hukum, ekonomi, serta perbedaan identitas kelompok (etnik, agama) menjadi masalah
utama yang menyebabkan konflik terutama di negeri ini. Konflik intergroup juga bisa terjadi karena
masalah politik, agama, etnik, sejarah dan ekonomi (Costarelli, 2006). Contohnya konflik yang terjadi
antara orang madura dan dayak.

Definisi
Definisi konflik sangat kompleks dan beragam tergantung bagimana tempat dan persepsi terhadap
konflik tersebut. menurut Rubin, dkk (dalam Isenhart & Spangel, 2000) konflik diartikan sebagai
persepsi terhadap kepentingan berbeda. Menurut Swanström dan Weissmann (2005) konflik adalah
perbedaan persepsi terhadap suatu isu oleh dua kelompok pada waktu yang sama. Wallensteen
(dalam Swanström & Weissmann (2005) mendefinisikan konflik secara umum, ia mengatakan bahwa
konflik adalah situasi yang dimana ada dua atau lebih kelompok yang menginginkan sumber yang
langka pada waktu yang sama. Sumber langka tidak hanya berorentasi secara ekonomi saja, tetapi
sejarah, lingkungan dan keamanan.

Dalam memahmi konsep konflik, kita harus mengetahui tiga hal bagian dari konflik, yaitu persepsi,
perasaan, dan konflik tindakan. Konflik persepsi berkaiatan dengan pemahaman terhadap sesuatu
yang dinginkan kepentingan, nilai yang berseberangan dengan orang lain atau kelompok lain. konflik
sebagai perasaan berkaitan dengan reaksi emosi terhadap sesautu, setuju atau tidak setuju, suka
atau tidak suka. Sedangkan konflik sebagai action merupakan ekspresi dari perasaan dan persepsi.
Konflik sebagai action biasanya berhubungan dengan power, bisa berbentuk kekerasan,dan
destruktif. Lalu bagaimana konflik antar kelompok?

Konflik antar kelompok terjadi ketika ada dan kepentingan sama atau berbeda dengan tujuan
berbeda dari masing-masing kelompok. menururt teori realistis konflik (realistic conflict theory)
bahwa dalam hubungan antar kelompok terdapat dua tujuan berbeda terhadap sesuatu yang sama.
Hal ini menyebabkan setiap kelompok ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan
mengorbankan kelompok lain. selain itu konflik antar kelompok juga dapat dijelaskan dengan teori
identitas sosial. Teori ini meliha bahwa hubungan antar kelompok harus dilihat dari perspektif
kelompok bukan individu. Setiap individu dalam masyarakat dikelompokkan berdasarkan katagori
yang berbeda-beda, misal jenis kelamin, suku, agama, dan pekerjaan. Maka terbentuk identitas
individu, yang nantinya dapat membentuk identitas kelompok. setiap kelompok merasa lebih unggul
dari kelompok lain. kelompok menjadi pusat segalanya atau etnosentris dan cenderung besifat in-
group, melihat kelompok lain sebagai musuh. Hal-hal sepeti ini yang berpotensi timbulnya konflik
intergroup.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik intergroup merupakan ketidaksesuaian atau
perselisihan yang terjadi antar kelompok, yang diakibatkan oleh kepentingan sama atau beda dan
tujuan berbeda terhadap sesuatu isu dan terjadi pada waktu relatif sama.
Tipe konflik intergroup

Tajfel and Turner (dalam Hewstone & Cairns, 2006) membedakan tipe konflik intergorup menjadi
dua tipe, yaitu :

a. Objective Vs Subjective Conflict


Konflik objektif merupakan konflik yang memiliki sasaran atau tujuan yang jelas. Misalkan
kekuasaan, kekayaan dan wilayah. Factor penyebab Konflik objektif biasanya bukan berasal dari
factor psikologis, tetapi lebih mengarah pada factor social, ekonomi, politik, dan struktur sejarah.
Sedangkan konflik subjektif lebih kearah factor psikologis (prasangka, stereotype). Walaupun
berbeda, konflik objektif dan subjektif dapat saling berhubungan dan konflik subjektif dapat
bertahan lebih lama.

b. Explicit Vs Implicit Conflict


Konflik eksplisit (terbuka) adalalah konflik legitimasi dan institusional berdasarakan peraturan atau
norma (kompetisi antar group atau kompetisi world cup dalam sepakbola). Menurut Tajfel and
Turner perilaku terhadap out-group dalam konflik ini dibagi menjadi dua, yaitu : Instrumental
behavior (perilaku sebagai alat) mengacu pada tindakan yang diarahkan pada in-group untuk
memenangkan kompetisi (perilaku seperti itu) dapat diterangkan dalam kaitan dengan alasan untuk
memenangkan) dan Noninstrumental behavior ialah perilaku yang berkaitan dengan aspek
psikologis. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang bersikap,dan berperilaku terhadap
kelompok lain. Misalkan, Perilaku diskriminasi dan sikap prasangka terhadap out group.

Konflik implicit (tersembunyi) adalah konflik yang mengacu pada perbedaan yang ada di dalam
kelompok diakibatkan ketiadaan institusi yang jelas. Pembedaan di dalam kelompok sengaja
dihembuskan oleh anggota kelompok tersendiri atau dari luar. Padahal sebenarnya tidak ada sesuatu
hal berbeda secara mendasar. Misalkan kasus suku Hutu dan Tutsi di Rwanda. Suku Hutu dan Tutsi
memiliki banyak keasamaan, mulai dari bahasa, agama, budaya dan sejarah melalui pertukaran
identitas dengan perkawinan antar suku tesebut. Tetapi karena perbedaan kecil (tinggi, warna kulit)
dihembuskan oleh kaum kolonial, maka terjadilah konflik antara kedua suku tersebut.

Penyebab konflik antar kelompok (intergroup)


Ada beberapa penyebab konflik antar kelompok, yaitu :
• Kepentingan sama.
Bila dua kelompok mempunyai kepentingan sama terhadap sesuatu, maka timbul
persaingan untuk mendapatkannya. Ketika persaingan terjadi, maka ada upayaupaya dari
setiap kelompok untuk mendapatkan yang diinginkan, sehingga terkadang kelompok
menggunakan tindakan-tindakan yang merugikan kelompok lain. Akibatnya timbul konflik
antar kelompok (Bornstein, 2003). Misalkan: pada pemilihan kepala desa. Ada dua kelompok
ikut dalam pemilihan tersebut. Kedua kelompok tersebut memeiliki tujuan sama, yaitu ingin
menang;menjadi kepala desa. Namun karena persaingan yang ketat, ada kelompok yang
bermain curang. Hal ini diketahui kelompok lain. Akibat kelompok tersebut tidak terima
dengan hal tersebut. Dan pada akhirnya dapat menimbulkan konflik antar kelompok bila
tidak ditangani secara baik.

• Streotype, prasangka dan diskriminiasi (Sear, dkk, 1994)


Menururt Sears, dkk, (1983) Streotype, prasangka dan diskriminiasi merupakan tiga
komponen dalam antagonisme kelompok. Pertama, streotype—yang merupakan
komponen kognitif. Streotype adalah keyakinan tentang sifat-sifa pribadi yang dimiliki
orang dalam kelompok. Biasanya streotype berdasarkan katagori sosial. Misalkan orang
batak selalu distreotype sebagai seorang yang keras, dan kasar. Padahal belum tentu semua
orang Batak seperti itu. Kedua, prasangka—yang merupakan komponen afektif. Prasangka
merupakan salah satu sikap yang cenderung negatif. Prasangka adalah sikap negatif
terhadap kelompok tertentu atau seseorang karena keanggotaannya dalam kelompok
tertentu (Baron & Bryne, 1997). Dasar munculnya prasangka adalah kekeliruan dan
generalisasi yang tidak fleksibel (Allport, 1974). Menurut Baron dan Bryne, (1997) bila
prasangka diartikan sebagai siikap, maka dalam memahami prasangka ada dua aspek, yaitu
schema kognitif. Skema ini berfungsi sebagai framework kognitif;bagaimana
mengorganisasi, mengintrepetasi, dan me-recall informasi (e.g.Fisk & Tayler, 1995). dan
evaluasi negatif. Seseorang yang berprasangka, terhadap anggota kelompok lain, maka
cenderung mengevaluasi secara negatif. Ketiga, diskriminasi—yang merupakan komponen
konatif. Diskriminasi adalah perilakuan berbeda dari pihak lain berdasarkan oleh
keanggotaannya kelompoknya. Ketika seseorang mengalami perlakukan diskriminasi karena
keanggotaanya sebagai aggota kelompok tertentu, maka, akan timbul konflik kecil pada diri
orang tersebut. Bila ini terus berlanjut dan berlangsung lama, maka bisa terjadi konflik.
Misalkan kasus kerusuhan imigran di Prancis tahun 2005. pada kasus itu tindakan
diskriminasi yang diterima dari pihak pemerintah dan masyarakat Perancis telah
menyebabkan timbulnys konflik, yang berujung pada kesrusuhan. Ketiga komponen ini
(Streotype, prasangka dan diskriminiasi) bisa terjadi secara bersama-sama atau terjadi
sacara terpisah, tergantung dari kasusnya seperti apa.
• Sumber daya
Konflik sumber daya, khususnya alam menjadi suatu yang sangat banyak kita temui di negeri
ini. Sumber daya alam menajdi suatu daya tarik yang luar biasa bagi kelompok-kelompok
yang ingin mengambil keuntungan dari sumber daya tersebut. Sumber daya yang langka bisa
menjadi sumber konflik (Swanström &

Weissmann,2005) Misalkan pada kasus air. Biasanya kasus air ini banyak terjadi di dareha
pertanian. Air menajdi suatu yang sangat penting bagi petani, sehingga mereka berbut untuk
menguasai air untuk irigasi sawah. Tak jarang untuk mendapatkannya mnimbulkan konflik
dengan kelompok lain.
• Identitas sosial atau katagori berbeda.
Setiap kelompok mempunyai identitas sosial berbeda. Indentitas suatu kelompok berkaiatan
dengan dengan atribut yang dimiliki. Seperti ciri-ciri, nilai yang dianut, tujuan, dan norma.
Identifikasi social sangat berguna untuk proses katagori dan perbandingan social (Hogg &
Grieve, 1999). Deaux, dkk., (dalam Reid, 2004) mengidentifikasi ada empat katagori dalam
identifikasi social, yaitu lapangan kerja dan hobi (siswa, atlet),afiliasi politik (democrat,
feminis), etnik dan agama (Hispanic, jewish) dan stigma identitas (alkoholik). Identitas
seperti yang di atas berdasarkan pada anggota yang memiliki kolektivitas besar. Kolektivitas
bisa berdasarkan kesamaam yang dimiliki anggota kelompok. Seseorang cenderung menilai
homogen kelompoknya dan cenderung menilai kelompok lain berbeda. Perbedaan identitas
dapat memicu timbulnya konflik antar kelompok, bila tidak ditangani secara cepat dan tepat.

• Ketidakadilan (injustice) ketidakadilan sering kali menimbulkan konflik. Kita bisa melihat
banyak konflik-konflik yang terjadi diakibatkan ketidakadilan. Menururt teori keadilan (equity
theory), konflik terjadi karena adanya ketidakadilan dalam distribusi yang membuat orang
atau kelompok menjadi distress dan frustasi. Akibatnya kelompok menggunakan cara
menurut pandangan mereka benar, tetapi bagi kelompok lain hal tersebut dapat
menimbulkan konflik. Namun perlu dipahami bahwa sebenarnya keadilan keadilan bersifat
relatif atau subjektif bagi setiap orang atau kelompok.persepsi keadilan bagi setiap kelompok
berbeda-beda. Orang atau kelompok lebih cenderung menilai sesuatu itu adil ketika hasil yang
diperoleh lebih menguntungkan bagi kelompoknya sendiri.
• Perilaku agresif
Perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok lain dapat menimbulkan
konflik antar kelompok. Ketika suatu kelompok menyerang kelompok lain, maka kelompok
yang diserang akan membalas. Hal ini akan bisa berlanjut kepada konflik yang
berkepanjangan. Misalkan, ketika pertandingan sepakbola, suporter persija menyerang
suporter persib Bandung, akibat terjadi tawuran. Kejadian ini berdampak timbulnya konflik

Dari uraian diatas diketahui banyak faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik intergroup,
mulai dari kepentingan, sumberdaya, atau masalah psikologis. Namun yang tak kalah pentingnya
adalah situasi di mana konflik itu terjadi. Situasi yang tidak menyenangkan (aversif situation) dapat
meningkatkan kecenderungan timbulnya konflik intergroup (Forsyth, 1983).

Dampak konflik intergroup


Menurut Blake dan Mountein (dalam Johnson & Johnson,2000) konflik intergroup dihadapkan
kepada dua kondisi, yaitu menang atau kalah. Kedua kondisi ini memiliki efek terhadap anggota
dalam kelompok, hubungan antar kelompok dan struktur kelompok sendiri.

Bagi kelompok yang menang dalam konflik akan berdampak pada:

• Cohesion meningkat
• Ketegangan menururn
• Berkuangnya figh spirit
• Santai
• Timbul kepasan diri
• Streotype positif terhadp kelompok sendiri
• Sterotype negatif terhadap kelompok lain
• Konsolidasi semakin kuat

Bagi kelompok yang kalah dalam konflik akan berdampak pada:

• Mencari alasan kenapa kalah


• Ketegangan meningkat
• Kelompok bekerja lebih keras
• Melakukan recovery
• Mencari kambing hitam atas kekalahan
• Konformitas menurun
• Menggantikan pemimpin
• Belajar lebih banyak

Ditinjau dari dampak konflik antar kelompok, ada dua dampak yang ditimbulkan akibat
konflik intergroup, pertama dampak di dalam kelompok dan luar kelompok.
1) out-group
Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik, secara langsung atau tidak langsung akan
memiliki dampak terhadap kelompok tersebut. Bagi kelompok yang menang, kebanggaan
dan popularitas kelompok semakin meningkat, dan bagi yang kalah, popularitas
kelompoknya akan semakin pudar atau bahkan kelompok nya menjadi bubar. Adanya
menang dan kalah dalam konflik intergroup membuat sikap dan image antar kelompok
cenderung negatif (Echebarria & Guide,2003). Menurut Forsyth (1983) konflik intergroup
akan menyebabkan terjadi misperception antar kelompok. Konflik menjadikan persepsi
atau image setiap kelompok menjadi negative. Selain itu, konflik intergroup juga dapat
menimbulkan atau meningkatkan prasangka antar kelompok. selain itu hubungan antar
kelompok khusunya komunikasi berkurang.

2) in group
Menurut Schein (dalam Wheelan, 1994) ada dua konsekuensi konflik intergroup terhadap
anggota kelompok yaitu: pertama, Cohesion semakin meningkat. Ketika konflik intergroup
terjadi, maka setiap anggota kelompok akan meningkatkan interaksi antar anggota
kelompok. Komunikasi dalam kelompok juga lebih intens dilakukan dari pada sebelum
terjadi konflik. Konflik membuat setiap anggota kelompok harus sering berinteraksi. Hal ini
guna menghadapi atau mengantisipasi kelompok lain. Bila di dalam kelompok timbul
perpecahan, maka akan sangat sulit bersaing dengan kelompok lain. untuk setiap kelompok
yang berkonflik berusaha untuk “mengikat” setiap anggota kelompok agar terus kompak dan
solid, sehingga peluang untuk menang menjadi lebih besar. Kedua, loyalitas anggota
kelompok semakin meningkat. Konflik membuat setiap anggota kelompok harus lebih patuh
dan comform terhadap kelompoknya. Jika tidak demikian kelompoknya akan sulit melawan
kelompok lawan. Konflik intergroup membuat setiap anggota kelompok lebih mempunyai
rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya, sehingga mereka berusaha
untuk terus meningkatkan loyalitas terhadap kelompoknya. Menururt Blake dan Mouton
(dalam Johnson & Johnson, 2000) konflik intergroup berdampak pada kekuatan struktur
kelompok, misalkan pemimpin lebih militan dalam mengontrol dan anggota kelompok harus
mau menerima pemimpin yang otoriter,

Hasil peneltian yang dilakukan oleh Cho, dan Connelley (2006) tentang efek konflik intergroup
adalah peningkatan identitas sosial. Identitas sosial merupakan perasaan ‘memiliki’ terhadap
kelompok. Dia juga mengatakan bahwa Ketika tingkat konflik tinggi, maka identitas sosial lebih baik
dari pada ketika mengalami konflik yang lebih rendah. Hal ini menunjukan tinggi-rendahnya konflik
mempengaruhi identitas sosial anggota terhadap kelompoknya. Menurut hasil penelitian Rempel,
dkk, (1997), ancaman yang dirasa kelompok akibat konflik intergroup dapat mempengaruhi dalam
pemecahan maslah. Semakin besar ancaman yang dirasa, maka kemampuan dalam pemecahan
masalah semakin menurun dibandingkan dengan kelompok yang menerima sedikit ancaman.

Dinamika konflik intergroup

Interaksi antar kelompok merupakan suatu hal yang penting bagi setiap kelompok. Dengan
berinteraksi, setiap kelompok akan memperoleh banyak manfaat. Kelompok akan mempunyai
jaringan relasi serta kelompok bisa belajar dari kelompok lain. Namun tak jaerang interaksi dapat
menimbulkan konflik antar kelompok. konflik intergroup terjadi ketika dua atau lebih kelompok
memperebutkan sesuatu yang sama dan terjadi pada waktu yang sama. Biasanya hal yang
diperebutkan suatu hal yang penting atau sumber yang langka. Kondisi ini akan menimbulkan
persaingan antar kelompok untuk meraih apa yang dinginkan. Persaingan antar kelompok dapat
berpotensi menimbulkan konflik (Sherif, dkk dalam Forsyth, 1983). Menurut Campbell dan Sherif
(dalam Echebarria & Guide,2003) Persaingan antar kelompok dapat membuat relasi antarkelompok
semakin buruk dan sikap memilih in group dan diskriminisai out-group. Setiap kelompok
menganggap lebih baik dari kelompok lain. timbul suatu sikap bahwa kelompoknya-lah yang paling
benar. Menganggap kelompok lain salah dan sebagai musuh. Timbul sikap etnosentris, yaitu
pandangan yang menganggap kelompok diri sendiri adalah pusat segalanya.

Selain itu, persaingan antar kelompok membuat timbulnya permusuhan (hostility) antar kelompok
tersebut. Menurut Sear, dkk. (1994) setiap kelompok merasa tidak senang bila kelompok yang
menjadi lawannya memperoleh target yang ingin diraih setiap kelompok. Akibatnya timbul reaksi
ketidaksenangan, yang pada akhirnya menimbulkan rasa iri, permusuhan dan persaan marah.
Menurut DeSteno, dkk., (2004).rasa marah sangat berkaitan dengan kompetisi dan konflik. Rasa
marah dapat menimbulkan bias dan kecenderungan untuk menimbulkan prasangka terhadap
kelompok lain. Prasangka juga bisa lahir dari streotype yang terbentuk dari suatu kelompok. ketika
kondisi ini terjadi, maka setiap kelompok akan cenderung menutup diri dari pihak luar dan
cenderung mengurangi komunikasi dengan pihak lawan (Blake & Mounten, dalam Johson &Johson,
2000).

Ketika setiap kelompok berada pada situasi, yang dimana kepentingan kelompok yang menjadi
dominan, maka setiap kelompok berasaha melakukan yang ‘terbaik’ bagi kelompok. setiap kelompok
berusaha untuk meraih segala tujuan, dan kalau perlu dengan cara mengorbankan kelompok lain.
Bila ini terjadi, maka akan terjadi konflik terbuka antar kelompok. konflik terbuka akan dapat
menimbulkan korban jiwa. Kondisi ini merupakan puncak dari konflik. Ketika timbul korban jiwa,
biasanya setiap kelompok mulai menyadari bahwa konflik yang terjadi perlu segera untuk diakhiri.
Namun untuk mengakhiri konflik tidaklah mudah, perlu kerjasama dari kedua kelompok yang
berkonflik. Ada niatan baik untuk mewujudkan tujuan bersama. Kalau tidak, maka konflik akan terus
berlanjut, walau tidak separah sebelumnya.

Konflik terbuka lebih mudah diatasi dari konflik yang bersifat psikologis. Menurut Tajfel and Turner
(dalam Hewstone & Cairns, 2006) konflik yang bersifat psikologis lebih mampu bertahan lebih lama.
Karena konflik psikologis melekat pada individu masing-masing kelompok, dan perlu waktu untuk
mengatasinya. Misalkan, konflik secara terbuka (fisik) telah selesai, namun setiap kelompok masih
berkembang hal –hal yang bersifat psikologis, seperti, prasangka, streotype, atau persaan marah.
Kondisi inilah yang nantinya bisa memudahkan untuk munculnya konflik antar kelompok. untuk
mengatasi hal seperti perlu dilakukan usaha bersama dari kedua kelompok yang berkonflik, yang
nanti dijelaskan setelah ini.

Mengurangi konflik Intergroup

Ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk mengurangi konflik, yaitu:
a). Komunikasi
Hal yang pertama dilakukan adalah melakukan kontak dengan kelompok yang menjadi lawan konflik.
Hal ini bertujuan untuk membuka komuniksi antar kelompok—yang selama konflik tidak berjalan
dengan baik. Pendekatan Komunikasi merupakan elemen penting dalam memahami konflik dan
menemukan resolusi konflik (Elliz &Maoz, 2003). Komunikasi merupakan salah satu saran yang
efektif untuk mengurangi konflik intergroup. Dengan komunikasi dapat mengurangi bias-bias yang
terjadi dalam konflik.Selain itu, komunikasi dapat mengurangi prasangka-prasangka yang terjadi
selama konflik (Allport, dalam Costarelli, 2006).

b). Berunding
Setelah terjalin komunikasi antar kelompok, yang harus dilakukan adalah mengadakan perundingan
untuk membuat suatu kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengurangi konflik. Menurut Bila
kedua kelompok tidak bisa menemui kesepakatan karena setiap kelompok amsing berpegang pada
ego kelompoknya masing-masing, maka perlu orang ketiga sebagai mediator. Diharapkan dengan
adanya pihak ketiga, jalannya perundingan lebih bisa fokus dan terkontrol pada permasalahan.

Ada beberapa sifat yang harus dikembangkan setiap kelompok ketika dalam perundingan. Pertama,
Keterbukaan, setiap kelompok harus terbuka terhadap informasi, keinginankeinginan dan
permasalahan yang ada. Dengan sikap saling terbuka akan membuat setiap kelompok akan
mengetahui, memahami apa yang sebenarnya yang terjadi pada setiap kelompok. Keterbukaan juga
bermanfaat untuk mengklarifikasi isu-isu selama terjadi konflik. Kedua, Saling menghargai, setiap
kelompok harus saling menghargai pendapat atau keinginan padas setiap kelompok. Dengan sikap
ini dapat menjaga dan membuat suasana kondusif selama proses perundingan. Sikap saling
menghargai membuat setiap kelompok merasa nyaman dan bebas dalam menyampaikan ide-ide dan
keinginan yang dimiliki. Bila kedua sifat diatas dikembangkan dalam perundingan, maka tidak
mustahil kesepakat bersama akan lebih cepat diperoleh.

c). Menerima dan menjalani keputusan yang disepakati


Setelah kesepakatan telah ditetapkan secara bersama, yang harus dilakukan setiap kelompok adalah
menerima kesepakatan tersebut dengan lapang dada. Selanjut setiap kelompok melaksanakan
ketetapan yang telah disepakati bersama.

d). Evaluasi
Evaluasi sangat diperlukan untuk menilai apakah kesepakatan yang telah disepakati dijalan dengan
baik oleh setiap kelompok. Bila tidak berjalan dengan baik, maka proses evaluasi harus dilakukan
oleh setiap kelompok. Evaluasi juga bermanfaat untuk mengidentifikasi hambatan-hambtan atau
permasalahan yang terjadi setelah perundingan. Dengan adanya evaluasi setiap kelompok akan
mengetahui apa-apa yang sebaiknya harus dilakukan ke depan.

Kesimpulan

❖ Konflik integroup merupakan konflik yang terjadi antara dua kelompok atau lebih, yang
biasanya disebabkan oleh kepentingan yang sama terhadap sesuatu langka dan terjadi pada
waktu realtif sama. Ada beberapa penyebab konflik intergroup, yaitu Kepentingan sama,
antagonis kelompok (Streotype, prasangka dan diskriminiasi), sumber daya, ketidakadilan,
dan perilaku agresif. selain itu, faktor situasi khusunya situasi aversif akan lebih mudah
menimbulkan terjadinya konflik intergroup
❖ Dampak konflik intergroup ada dua, yaitu di dalam kelompok (in group) dan di luar kelompok
(out group). Dampak konflik intergroup di dalam kelompok adalah Cohesion semakin
meningkat, loyalitas meningkat, identitas sosial kelompok meningkat dan gangguan dalam
pemecahan masalah. Semakin besar ancaman yang dirasa, maka kemampuan dalam
pemecahan masalah semakin menurun dibandingkan dengan kelompok yang menerima
sedikit ancaman.
❖ Konflik antar kelompok akan meyebabkan adanya kelompok yang menang dan yang kalah.
Menang dan kalah memiliki dampak yang berbeda-beda. Bagi yang menang dampaknya
adalah cohesion meningkat, ketegangan menururn, berkuangnya figh spirit, Santai, timbul
kepasan diri, streotype positif terhadp kelompok sendiri, sterotype negatif terhadap
kelompok lain dan konsolidasi semakin. Sedangkan yang kalah, dampaknya adalah mencari
alasan kenapa kalah, ketegangan meningkat, kelompok bekerja lebih keras, melakukan
recovery, mencari ‘kambing hitam’ atas kekalahan, konformitas menurun, menggantikan
pemimpin, dan belajar lebih banyak
❖ Konflik intergroup biasanya diawali dengan persaingan untuk memperbutkan sesuatu yang
memiliki nilai yang langka. Setiap kelompok berusaha ingin meraihnya, dan berusaha untuk
menyingkirkan kelompok lain. persaingan antar kelompok menimbulkan sikap permusuhan
antar kelompok tersebut. Rasa permusuhan dapat menimbulakn prasangka, persaan marah
dan perilaku diskriminasi. Ketika kondisi ini dibiarkan, maka eskalasi konflik akan mencapai
puncaknya. Biasanya diwujudkan dengan konflik terbuka antar kelompok. setiap kelompok
merasa kelompoknya sendiri yang paling benar. Etnosentris anggota kelompok berkembang.
Setelah itu konflik akan mulai mereda, dan setiap kelompok mulai menyadari bahwa konflik
hanya membawa korban bagi kedua belah pihak. Setiap kelompok mulai mengadakan kontak
untuk mengurangi atau menyelesaikan konflik tersebut.
❖ Ada beberapa langkah yang bisa digunakan untuk mengurangi konflik intergroup, yaitu
melakukan kontak (komunikasi), berunding, menerima dan melakukan hasil kesepakatan
bersama dan melakukan evaluasi

Daftar Pustaka
Baron, R.A & Bryne. 1997. Social Psychology. (8 th edition). Boston:Ally & Bacon.

Bornstein, G. 2003.Intergroup Conflict: Individual, Group, and Collective Interests. Personality and
Social Psychology Review.2003, Vol. 7, No. 2, 129–145

Cho, B & Connelley,D.L. (2006) The Effect Of Conflict And Power Differentials On Social Identity And
Intergroup Discrimination.

http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=320286

Isenhart, MW. & Spangel,M. 2000. Colaborative Aproach to Resolving Conflict.London:Sage


Publication.

Costarelli, S. 2006. Heldref Publications The Distinct Roles of Subordinate andSuperordinate Group
Power, Conflict, and Categorization on Intergroup Prejudice in a

Multiethnic Italian Territory The Journal of Social Psychology, 2006, 146(1), 5–13
DeSteno,D, Dasgupta, N., Monica Y. Bartlett, M.Y and Cajdric,A. 2004.Prejudice From Thin Air The
Effect of Emotion on Automatic Intergroup Attitudes. Psychological Science. Volume
15—Number 5

Echebarria, A & Guede, E. E. F. 2003. Extending the Theory of Realistic Conflict to

Competition in Institutional Setting: Intergroup Status and Outcome. The Journal of


Social Psychology. 143(6),763-782

Ellis, D.G & Maoz,I.2003 A Communication And Cultural Codes Approach To Ethnonational
Conflict.The International Journal Of Conflict Management, Vol 14, No. 3/4, Pp.

255-272

Forsyth,D. R.1983. An Introduction to Group dynamics. California:Brooks/cole publishing


company

Hewstone. M And Cairns, E. 2006. Social Psychology And Intergroup Conflict.


From:http://www.ripon.edu/academics/psychology/FYS175/syllabus/Hewston.htm

Hogg & Grieve. 1999. Social identity theory and the crisis convidence in social psychology:A
comentari and some research on uncertain reduction. Asial journal of social
psychology (1999) 2:79-93

Johnson, D.W. & Johnson, F.P. (2000). Joining Together:Group Theory and Group Skill. Seventh
edition. Boston:Ally & Bacon.

Miles Hewstone, M. & Cairns. E. Social Psychology And Intergroup Conflict retrieved. 22 April 2006
http://www.ripon.edu/academics/psychology/

Reid, A.2004.Social Identity-Specific Collectivism (SISCOL) and Group Behavior. Self and Identity, 3:
310–320, 2004

Anda mungkin juga menyukai