Anda di halaman 1dari 12

KONFLIK ANTAR

KELOMPOK
KELOMPOK : 8

NAMA:
AHMAD HIDAYAT
ARMANDA FITRIA BR. MANURUNG
SOPIAH ICHA FPRISSSIA
TIARA AFRILLIA
UMMI WAFI AZIZAH

KONFLIK ANTAR KELOMPOK


Abstrak
Salah satu permasalahan sosial yang utama adalah konflik antar
kelompok. Konflik antar kelompok adalah pertentangan yang
terjadi antara dua kelompok atau lebih yang disebabkan oleh
kepentingan yang sama. Penyebab konflik dapat berasal dari
faktor internal dan eksternal kelompok. Konflik antar kelompok
memiliki dampak bagi kelompok, baik yang menang maupun
kalah. Bagi yang menang dapat meningkatkan loyalitas dan
identitas sosial dan bagi yang kalah dapat menimbulkan
perpecahan dalam kelompok. Untuk mengurangi konflik, ada
beberapa langkah, yaitu melakukan kontak (komunikasi),
berunding, menerima dan melakukan hasil kesepakatan bersama
dan melakukan evaluasi.

Pendahuluan

Pendahuluan Konflik merupakan suatu hal yang sering dialami


oleh individu dan kelompok. Dalam sejarah kehidupan manusia
konflik merupakan bagian dari kehidupan yang tak pernak
terpisahkan Konflik merupakan suatu dilema yang dialami individu
atau kelompok. Selama ini kebanyakan orang memandang konflik
dalam dua hal, yaitu sebagai hal yang natural, normal,
dibutuhkan,dan tak dapat dielakan dan sebagai suatu problem
yang harus diatasi. Namun selama ini image terhadap konflik
terkesan negatif, artinya konflik selalu diidentik dengan
permasalahan, kekerasan, tidak menyenangkan, penderitaan,
dan perang. Manusia adalah makhluk social. Sebagai makhluk
social manusia memilki keinginan untuk hidup bersama atau
berkelompok. Manusia memiliki sifat ketergantungan satu sama
lain. Secara kodrati, manusia tidak dapat hidup sendirian, maka
itu manusia selalu ingin menjadi bagian suatu komunitas atau
kelompok tertentu. Kelompok merupakan salah satu ‘alat’ bagi
seseorang dapat dapat mengekspresi segala keinginan, minat
dan aspiriasinya. Seseorang yang bergabung pada suatu
kelompok memiliki motivasi dan tujuan tersendiri. Kelompok
membuat seseorang mempunyai suatu identitas tersendiri, yang
berbeda dengan orang lain. Di Indonesia, yang terkenal dengan
keberagaman suku, bahasa, dan budaya menjadi suatu
kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun, dengan
keberagaman itu tak jarang menimbulkan konflik antar kelompok
(suku,d an agama). Kita masih ingat ketika bangsa indonesia
terkena krisis ekonomi tahu 1998, setahun setelah itu konflik
antar kelompok masyarakat dengan menggunakan identitas
agama dan etnis di berbagai propinsi di Indonesia seperti Maluku,
Poso, dan Sampit terjadi. Konflik itu tidak hanya menimbulkan
korban jiwa saja melainkan menimbulkan luka psikologis yang
sangat dalam bagi mereka korban konflik.
Konflik antar kelompok terjadi ketika ada dan kepentingan sama
atau berbeda dengan tujuan berbeda dari masing-masing
kelompok. menururt teori realistis konflik (realistic conflict theory)
bahwa dalam hubungan antar kelompok terdapat dua tujuan
berbeda terhadap sesuatu yang sama. Hal ini menyebabkan
setiap kelompok ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya
dengan mengorbankan kelompok lain. selain itu konflik antar
kelompok juga dapat dijelaskan dengan teori identitas sosial.
Teori ini meliha bahwa hubungan antar kelompok harus dilihat
dari perspektif kelompok bukan individu. Setiap individu dalam
masyarakat dikelompokkan berdasarkan katagori yang berbeda-
beda, misal jenis kelamin, suku, agama, dan pekerjaan. Maka
terbentuk identitas individu, yang nantinya dapat membentuk
identitas kelompok. setiap kelompok merasa lebih unggul dari
kelompok lain. kelompok menjadi pusat segalanya atau
etnosentris dan cenderung besifat in-group, melihat kelompok lain
sebagai musuh. Hal-hal sepeti ini yang berpotensi timbulnya
konflik intergroup.
Tipe konflik intergroupTajfel and Turner (dalam Hewstone &
Cairns, 2006) membedakan tipe konflik intergorupmenjadi dua
tipe, yaitu :a. Objective Vs Subjective ConflictKonflik objektif
merupakan konflik yang memiliki sasaran atau tujuan yang jelas.
Misalkankekuasaan, kekayaan dan wilayah. Factor penyebab
Konflik objektif biasanya bukan berasaldari factor psikologis,
tetapi lebih mengarah pada factor social, ekonomi, politik, dan
struktursejarah. Sedangkan konflik subjektif lebih kearah factor
psikologis (prasangka, stereotype).Walaupun berbeda, konflik
objektif dan subjektif dapat saling berhubungan dan
konfliksubjektif dapat bertahan lebih lama. b. Explicit Vs Implicit
ConflictKonflik eksplisit (terbuka) adalalah konflik legitimasi dan
institusional berdasarakanperaturan atau norma (kompetisi antar
group atau kompetisi world cup dalam sepakbola).Menurut Tajfel
and Turner perilaku terhadap out-group dalam konflik ini dibagi
menjadi dua,yaitu : Instrumental behavior (perilaku sebagai alat)
mengacu pada tindakan yang diarahkanpada in-group untuk
memenangkan kompetisi (perilaku seperti itu) dapat diterangkan
dalamkaitan dengan alasan untuk memenangkan) dan
Noninstrumental behavior ialah perilakuyang berkaitan dengan
aspek psikologis. Hal ini berkaitan dengan bagaimana
seseorangbersikap,dan berperilaku terhadap kelompok lain.
Misalkan, Perilaku diskriminasi dan sikapprasangka terhadap out
group.Konflik implicit (tersembunyi) adalah konflik yang mengacu
pada perbedaan yang ada didalam kelompok diakibatkan
ketiadaan institusi yang jelas. Pembedaan di dalam
kelompoksengaja dihembuskan oleh anggota kelompok tersendiri
atau dari luar. Padahal sebenarnyatidak ada sesuatu hal berbeda
secara mendasar. Misalkan kasus suku Hutu dan Tutsi
diRwanda. Suku Hutu dan Tutsi memiliki banyak keasamaan,
mulai dari bahasa, agama,budaya dan sejarah melalui pertukaran
identitas dengan perkawinan antar suku tesebut.Tetapi karena
perbedaan kecil (tinggi, warna kulit) dihembuskan oleh kaum
kolonial, makaterjadilah konflik antara kedua suku tersebut.

Faktor Penyebab Konflik


Faktor penyebab konflik atau akar-akar pertentangan suatu
konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 91-92), antara lain:

1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian


dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara
mereka, terutama perbedaan pendirian dan perasasaan.
Sehingga, hal ini lantas menjadi faktor penyebab konflik yang
signifikan.
2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang
perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang
menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan
kepribadian, yang sedikit banyak akan mempengaruhi
kepribadian seseorang dalam kebudayaan tersebut.
3. Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antara
individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari
pertentangan baik kepentingan ekonomi, politik, dan
sebagainya.
4. Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung
dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat yang dapat menyebabkan
munculnya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya.

Menurut Blake dan Mountein (dalam Johnson & Johnson,2000)


konflik intergroup dihadapkan kepada dua kondisi, yaitu menang
atau kalah. Kedua kondisi ini memiliki efek terhadap anggota
dalam kelompok, hubungan antar kelompok dan struktur
kelompok sendiri.

Bagi kelompok yang menang dalam konflik akan berdampak


pada:

1.Konsolidasi semakin kuat


2.Sterotype negatif terhadap kelompok lain
3.Streotype positif terhadp kelompok sendiri
4.Timbul kepasan diri
5.Santai
6.Berkuangnya figh spirit
7.Ketegangan menururn
8.Cohesion meningkat
Bagi kelompok yang kalah dalam konflik akan berdampak pada:

1.Belajar lebih banyak


2.Menggantikan pemimpin
3.Konformitas menurun
4.Mencari kambing hitam atas kekalahan
5.Melakukan recovery
6.Kelompok bekerja lebih keras
7.Ketegangan meningkat
8.Mencari alasan kenapa
kalah

Ditinjau dari dampak konflik antar kelompok, ada dua dampak


yang ditimbulkan akibat konflik intergroup, pertama dampak di
dalam kelompok dan luar kelompok.

1) out-group
Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik, secara langsung
atau tidak langsung akan memiliki dampak terhadap kelompok
tersebut. Bagi kelompok yang menang, kebanggaan dan
popularitas kelompok semakin meningkat, dan bagi yang kalah,
popularitas kelompoknya akan semakin pudar atau bahkan
kelompok nya menjadi bubar. Adanya menang dan kalah dalam
konflik intergroup membuat sikap dan image antar kelompok
cenderung negatif (Echebarria & Guide,2003). Menurut Forsyth
(1983) konflik intergroup akan menyebabkan terjadi
misperception antar kelompok. Konflik menjadikan persepsi atau
image setiap kelompok menjadi negative. Selain itu, konflik
intergroup juga dapat menimbulkan atau meningkatkan
prasangka antar kelompok. selain itu hubungan antar kelompok
khusunya komunikasi berkurang.

2) in group
Menurut Schein (dalam Wheelan, 1994) ada dua konsekuensi
konflik intergroup terhadap anggota kelompok yaitu: pertama,
Cohesion semakin meningkat. Ketika konflik intergroup terjadi,
maka setiap anggota kelompok akan meningkatkan interaksi
antar anggota kelompok. Komunikasi dalam kelompok juga lebih
intens dilakukan dari pada sebelum terjadi konflik. Konflik
membuat setiap anggota kelompok harus sering berinteraksi. Hal
ini guna menghadapi atau mengantisipasi kelompok lain. Bila di
dalam kelompok timbul perpecahan, maka akan sangat sulit
bersaing dengan kelompok lain. untuk setiap kelompok yang
berkonflik berusaha untuk “mengikat” setiap anggota kelompok
agar terus kompak dan solid, sehingga peluang untuk menang
menjadi lebih besar. Kedua, loyalitas anggota kelompok semakin
meningkat. Konflik membuat setiap anggota kelompok harus lebih
patuh dan comform terhadap kelompoknya. Jika tidak demikian
kelompoknya akan sulit melawan kelompok lawan. Konflik
intergroup membuat setiap anggota kelompok lebih mempunyai
rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya,
sehingga mereka berusaha untuk terus meningkatkan loyalitas
terhadapkelompoknya. Menururt Blake dan Mouton (dalam
Johnson & Johnson, 2000) konflik intergroup berdampak pada
kekuatan struktur kelompok, misalkan pemimpin lebih militan
dalam mengontrol dan anggota kelompok harus mau menerima
pemimpin yang otoriter. Mengurangi konflik Intergroup Ada
beberapa cara yang harus dilakukan untuk mengurangi konflik,
yaitu:
a). Komunikasi Hal yang pertama dilakukan adalah
melakukan kontak dengan kelompok yang menjadi lawan konflik.
Hal ini bertujuan untuk membuka komuniksi antar kelompok—
yang selama konflik tidak berjalan dengan baik. Pendekatan
Komunikasi merupakan elemen penting dalam memahami konflik
dan menemukan resolusi konflik (Elliz &Maoz, 2003). Komunikasi
merupakan salah satu saran yang efektif untuk mengurangi
konflik intergroup. Dengan komunikasi dapat mengurangi bias-
bias yang terjadi dalam konflik.Selain itu, komunikasi dapat
mengurangi prasangka-prasangka yang terjadi selama konflik
(Allport, dalam Costarelli, 2006).
b). Berunding Setelah terjalin komunikasi antar kelompok,
yang harus dilakukan adalah mengadakan perundingan untuk
membuat suatu kesepakatan-kesepakatan yang dapat
mengurangi konflik. Menurut Bila kedua kelompok tidak bisa
menemui kesepakatan karena setiap kelompok amsing
berpegang pada ego kelompoknya masing-masing, maka perlu
orang ketiga sebagai mediator. Diharapkan dengan adanya pihak
ketiga, jalannya perundingan lebih bisa fokus dan terkontrol pada
permasalahan.
c). Menerima dan menjalani keputusan yang
disepakatiSetelah kesepakatan telah ditetapkan secara bersama,
yang harus dilakukan setiapkelompok adalah menerima
kesepakatan tersebut dengan lapang dada. Selanjut
setiapkelompok melaksanakan ketetapan yang telah disepakati
bersama.d). EvaluasiEvaluasi sangat diperlukan untuk menilai
apakah kesepakatan yang telah disepakati dijalandengan baik
oleh setiap kelompok. Bila tidak berjalan dengan baik, maka
proses evaluasiharus dilakukan oleh setiap kelompok. Evaluasi
juga bermanfaat untuk mengidentifikasi hambatan-hambtan atau
permasalahan yang terjadi setelah perundingan. Dengan
adanyaevaluasi setiap kelompok akan mengetahui apa-apa yang
sebaiknya harus dilakukan kedepan.
Kesimpulan
Ada beberapa langkah yang bisa digunakan untuk mengurangi
konflik intergroup, yaitu melakukan kontak (komunikasi),
berunding, menerima dan melakukan hasil kesepakatan bersama
dan melakukan evaluasi
1. Konflik intergroup biasanya diawali dengan persaingan
untuk memperbutkan sesuatu yang memiliki nilai yang langka.
Setiap kelompok berusaha ingin meraihnya, dan berusaha untuk
menyingkirkan kelompok lain. persaingan antar kelompok
menimbulkan sikap permusuhan antar kelompok tersebut. Rasa
permusuhan dapat menimbulakn prasangka, persaan marah dan
perilaku diskriminasi. Ketika kondisi ini dibiarkan, maka eskalasi
konflik akan mencapai puncaknya. Biasanya diwujudkan dengan
konflik terbuka antar kelompok. setiap kelompok merasa
kelompoknya sendiri yang paling benar. Etnosentris anggota
kelompok berkembang. Setelah itu konflik akan mulai mereda,
dan setiap kelompok mulai menyadari bahwa konflik hanya
membawa korban bagi kedua belah pihak. Setiap kelompok mulai
mengadakan kontak untuk mengurangi atau menyelesaikan
konflik tersebut.
2. Konflik antar kelompok akan meyebabkan adanya
kelompok yang menang dan yang kalah. Menang dan kalah
memiliki dampak yang berbeda-beda. Bagi yang menang
dampaknya adalah cohesion meningkat, ketegangan menururn,
berkuangnya figh spirit, Santai, timbul kepasan diri, streotype
positif terhadp kelompok sendiri, sterotype negatif terhadap
kelompok lain dan konsolidasi semakin. Sedangkan yang kalah,
dampaknya adalah mencari alasan kenapa kalah, ketegangan
meningkat, kelompok bekerja lebih keras, melakukan recovery,
mencari ‘kambing hitam’ atas kekalahan, konformitas menurun,
menggantikan pemimpin, dan belajar lebih banyak
3.Dampak konflik intergroup ada dua,
yaitu di dalam kelompok (in group) dan di luar kelompok (out
group). Dampak konflik intergroup di dalam kelompok adalah
Cohesion semakin meningkat, loyalitas meningkat, identitas
sosial kelompok meningkat dan gangguan dalam pemecahan
masalah. Semakin besar ancaman yang dirasa, maka
kemampuan dalam pemecahan masalah semakin menurun
dibandingkan dengan kelompok yang menerima sedikit ancaman.
4.Konflik integroup merupakan konflik yang
terjadi antara dua kelompok atau lebih, yang biasanya
disebabkan oleh kepentingan yang sama terhadap sesuatu
langka dan terjadi pada waktu realtif sama. Ada beberapa
penyebab konflik intergroup, yaitu Kepentingan sama, antagonis
kelompok (Streotype, prasangka dan diskriminiasi), sumber daya,
ketidakadilan, dan perilaku agresif. selain itu, faktor situasi
khusunya situasi aversif akan lebih mudah menimbulkan
terjadinya konflik intergroup

Anda mungkin juga menyukai