Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

MANAJEMEN INTELIJEN
UPAYA POLRI DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI KONFLIK
KERUSUHAN 21 DAN 22 MEI 2019 DI JAKARTA

NAMA : ADI HERLAMBANG


NIM : 197710026

MAHASISWA S1 STIK-PTIK

ANGKATAN KE-77/WIDYA PRATISARA WIRYA

1
BAB 1

LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang di dunia yang memiliki ribuan
pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan memiliki suku, agama, budaya, ras, adat,
bahasa dan golongan yang beraneka ragam. Bangsa Indonesia sendiri memiliki lebih dari 300
suku bangsa, dapat kita bayangkan dari jumlah suku bangsa yang dimiliki Indonesia mampu
memberikan corak adat budaya yang sangat beragam. Selain itu setiap suku bangsa juga
memiliki kebiasaan, norma atau kearifan lokal yang berlaku di masing – masing daerah yang
mengatur masyarakat didalamnya agar patuh dan melaksanakan segala aturan yang tertera
didalamnya baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dalam memandang hal suatu permasalahan atau konflik antar individu setiap masyarakat
di Indonesia sangatlah berbeda – beda. Hal ini sangat kental kaitannya jika dilihat dari
heterogenitas masyarakat Indonesia yang dilatar belakangi oleh suku maupun adat yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Ketika terjadi konflik antar individu atau masyarakat hal – hal yang
bersifat suku, ras, agama dan antar golongan atau biasa kita sebut SARA akan sangat mudah
sekali menjadi “Trigger” atau pemicu dalam kerusuhan maupun konflik. Apalagi jika didasari
dengan sudah adanya bibit konflik yang selama ini masih diredam-redam.

Konflik merupakan awal mula terjadinya suatu kerusuhan ataupun keributan-keributan


lainnya. Hal ini merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan
bermasyarakat, bahkan hal ini juga hadir dalam setiap hubungan kerja antar individu, kelompok
maupun organisasi. Pada dasarnya masing-masing pihak yang berkonflik pasti memiliki
kepentingan dan aturan main masing-masing sehingga membenturkan ke-dua pihak yang
ditandai dengan konflik tersebut. Selain itu perbedaan pada masing-masing individu juga
merupakan potensi munculnya konflik.

2
Secara umum kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-
perbedaan horizontal, seperti yang saat ini lazim kita jumpai dalam dinamika kehidupan ini.
Namun, juga terdapat perbedaan vertical berupa pencapaian yang diperoleh melalui suatu
prestasi. Indikasi perbedaan atau konflik tersebut Nampak dalam strata sosial, sosial ekonomi,
politik, tingkat pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan lain-lain. Dengan adanya perbedaan ini
akan sangat mudah terjadinya perpecahan dimasyarakat dengan factor-faktor tersebut.

Baru-baru ini Indonesia baru saja selesai melaksanakan pesta demokrasi terbesar setiap
5 tahun, yaitu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan diseluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Pada tahap pemilu tahun ini hanya terbagi 2
kubu yang biasa disebut TKN (Tim Kampanye Nasinal) Jokowi-Ma’ruf dan BPN (Badan
Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi. Dari awal mula munculnya ijin melaksanakan kampanye
terbuka dan tertutup diseluruh wilayah Republik Indonesia. Masing-masing memeiliki wilayah
simpatisan yang berbeda-beda dengan didasari factor yang berbeda-beda pula.

Tidak jarang salah satu pihak memanfaatkan kondisi yang ada yaitu perbedaan Suku, ras,
agama dan antar golongan untuk merebut suara satu sama lain pihak. Ada yang mendasari
kegiatan dari sudut agama, Suku, politik, sosial dan budaya. Semua kepentingan tadi
dibenturkan antar satu sama lain sehingga menimbulkan permasalahan baru yang sangat
kompleks dimasyarakat, seperti halnya adanya kelompok yang mengatasnamakan dirinya Pa
212, Front Pembela Islam, koalisi 01 dan koalisi 02. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan
persatuan dan kesatuan yang sudah tercipta sejak Indonesia ini merdeka 17 agustus 1945, yang
hanya dikarenakan kepentingan politik kaum tertentu dan rasa haus akan kekuasaan segelintir
orang/ elit politik Negara ini.

BAB II

RUMUSAN MASALAH

3
1. Apa pengertian konflik/ kerusuhan ?

2. Apa faktor yang melatarbelakangi konflik kerusuhan 21 dan 22 Mei di Jakarta ?

3. Bagaimana pentahapan terjadinya kerusuhan tersebut ?

4. Apa saja dampak dari kerusuhan 21 dan 22 Mei di Jakarta ?

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN KONFLIK/ KERUSUHAN

Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bias juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajardalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalamikonflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akanhilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan
sebagaisebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi.Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Beberapa pengertian konflik menurut ahli, yakni :

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakanwarisan


kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibatdaripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangandi antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakankerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal initerjadi jika masing-

5
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atautujuan sendiri-sendiri dan tidak
bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan
oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflikdi
dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.Sebaliknya, jika
mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah adakonflik maka konflik
tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Menurut Minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara duaatau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung,namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan.Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh
karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti
konflik.
5. Menurut Garet R. Jones, mendefinisikan kerusuhan/ konflik sebagai perbenturan yang
muncul kala perilaku mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu kelompok
dirintangi atau digagalkan oleh tujuan kelompok lain. Karena tujuan, pilihan, dan
kepentingan kelompok-kelompok pemangku kepentingan (stake holder) di dalam
organisasi berbeda, maka konflik adalah suatu yang tidak terelakkan dalam kehidupan.
6. Menurut Jones, beranggapan bahwa beberapa jenis konflik justru mampu memberi
kontribusi terhadap peningkatan efektivitas organisasi. Alasan Jones bahwa konflik punya
kontribusi positif karena ia mengungkap kelemahan suatu organisasi sehingga
membuka jalan dalamupaya mengatasinya. Dengan demikian, konflik membimbing pada
proses pembelajarandan perubahan organisasi.
7. Menurut M. Aflazur Rahim mendefinisikan konflik sebagai “proses interaktif” yang
termanifestasi dalam hal-hal seperti ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau
kejanggalan baik di intra individu maupun inter entitas sosial seperti individu, kelompok,
ataupunorganisasi. Rahim menyebut konflik sebagai proses interaktif bukan dengan
maksudhendak membatasi kemungkinan konflik di dalam diri individu, karena
seringkaliseseorang mengalami konflik dengan dirinya sendiri.

6
8. Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi
terjadinyaketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada
dalam diriindividu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakantersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stres yangmempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4).
9. Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang
dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah:
“Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational
substance and/or experience some emotional antagonism with one another.” yang kurang
lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling
tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi
dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI TERJADINYA KERUSUHAN 21 DAN 22 MEI


DI JAKARTA
Terdapat beberapa hal menurut para ahli yang melatarbelakangi terjadinya konflik antara lain:
1. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas
tentang apa yang diharapkan darinya.

7
2. Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah
:
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational
ambiguities).
3. Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan
dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian
Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja
sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan
kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan
konflik psikologis. Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber
konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan
Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi
4. Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar
pribadi dalam organisasi misalnya adanya:

8
a. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah
dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
b. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun
tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah
emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak
tetap tidak puas.
c. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan.
Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan
menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya
perpecahan dalam kelompok.
d. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat.
Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian
di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
e. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang
terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk
menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-
orang saling berselisih.
f. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena
biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada
kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
g. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada
komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak
bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
5. Feldman, D.C. dan Arnold, H.J. menyatakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan
kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol
organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling
ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur
dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol

9
organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja,
kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik,
terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.
6. Tosi, H.L. Rizzo, J.R. dan Carrol, S.J. (1990:523) mengelompokkan sumber-sumber konflik
menjadi tiga yaitu,
a. Individual characteristic
perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian,
persepsi ataupun pendapat.
b. Situational conditions
Situasi kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama, perbedaan
pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi, kekaburan
bidang tugas.
c. Organizations structure.
Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi yaitu, spesialisasi pekerjaan,
saling ketergantungan dalam tugas dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumber-
sumber, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem
penggajian.

Berikut table berbagai pandangan mengenai bentuk konflik menurut beberapa ahli :

No. Penggagas Bentuk Konflik

1. Soekanto, S. (1981),  Konflik pribadi


 Konflik rasial
 Konflik antar kelas-kelas sosial
 Konflik politik antar golongan-golongan
dalam masyarakat
 Konflik berskala internasional antar negara
2. Polak, M. (1982)  Konflik antar kelompok
 Konflik intern dalam kelompok

10
No. Penggagas Bentuk Konflik
 Konflik antar individu untuk
mempertahankan hak dan kekayaan
 Konflik intern individu untuk mencapai cita-
cita
3. Champbell, Corbally,  Intrapersonal conflict
dan Nystrand (1983)  Interpersonal conflict
 Individual institusional conflict
 Intraorganizational conflict
 School community conflict
4. Walton (1987)  Conflict between members of a family
 Conflict confined to two individuals in an
organization
 Conflict between organizational units
 Conflict between institutions/organizations
5. Owens (1991), Winardi  Intrapersonal conflict
(2004), Davis and  Interpersonal conflict
Newstron (1981)  Intra group conflict
 Intergroup conflict
 Inter organization conflict.
6. Wexley, et al. (1992)  Konflik antar individu dalam satu kelompok
 Konflik bawahan dengan pimpinan
 Konflik anta dua departemen atau lebih
 Konflik antar personalia staf dan lini
 Konflik antar serikat buruh dengan
pimpinan (manajer)
7. Handoko, T.H. (1992)  Konflik dalam diri individu
 Konflik antar individu dalam organisasi

11
No. Penggagas Bentuk Konflik
 Konflik antar individu dengan kelompok
 Konflik antar kelompok
 Konflik antar organisasi
8. Ruchyat (2001)  Konflik intrapersonal
 Konflik interpersonal
 Konflik intra grup
 Konflik inter grup
 Konflik intra organisasi
 Konflik inter organisasi

Jika dilihat dari beberapa pendapat ahli diatas hal yang paling pokok melatarbelakangi
terjadinya kerusuhan 21 dan 22 Mei di Jakarta adalah pendapat Agus M. Hardjana, yaitu :

a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi. Hal ini dapat dijelaskan
dengan berkembangnya teknologi revolusi Industri 4.0 di jaman ini dimaknai secara
negatif oleh para pencari kekuasaan di Negara ini. Salah satunya dengan menyebarkan
berita-berita Hoaxs di kalangan masyarakat yang belum terjangkau teknologi yang dapat
melakukan pengecekan terhadap kebenaran suatu berita. Akhirnya terjadi salah paham/
miss komunikasi yang berakibat pada terprovokasinya masyarakat yang termakan oleh
berita hoax tersebut sehingga melakukan tindakan kerusuhan di depan kantor Bawaslu
sampai Petamburan, Jakarta Timur.
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan pegangan hidup yang dipegang. Maksud
daripada perbedaan tujuan disini adalah kita melihat pada para pekerjaan pelaku

12
kerusuhan di lapangan menjelang pengumuman hasil Pilpres rata-rata adalah para
pekerja serabutan yang tidak jelas dan cenderung melakukan tindakan-tindakan
premanisme untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sehingga mereka semua
terpengaruh untuk melakukan tindakan yang anarkhis hanya dengan diiming-imingi
imbalan uang yang cukup besar meski harus mengorbankan kepentingan banyak orang
lain diwilayah sekitar kerusuhan.
c. Rebutan dan persaingan dalam hal terbatas seperti halnya yang diperebutkan pada
Pilpres 17 April 2019 yang hanya terdiri dari 2 calon Presiden dan Wakil Presiden saja.
Yaitu kubu 01 yang merupakan petahana dari Presiden terpilih Ir. Jokowi-Ma’ruf dan dari
kubu 02 TKN yaitu bapak Prabowo-Sandiaga. Kedua belah pihak memperebutkan kursi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada periode 2019-2024.
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab. Wewenang dan tanggung jawab disini adalah
sebagai kepala Negara Indonesia sebagai pengampu tugas Eksekutif.
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama. Sebagaimana
yang selama ini di menjadi topik permasalahan utama yakni perbedaan pemahaman/
tafsiran dari masyarakat yang menelan mentah-mentah begitu saja dari berita yang
beredar dan tidak jelas kebenarannya, hingga akhirnya pada tanggal 21-24 Mei 2019
sosial media di Indonesia sampai harus di batasi berita yang beredar dengan memblokir
konten foto dan video yang beredar di sosial media supaya tidak menjadi semakin
menjadi besar kerusuhan yang disebabkan berita hoax tersebut.
f. Kurangnya kerja sama antara para pemangku kepentingan. Baik dari kubu 01 atau 02
sebagai para calon Presiden dan Wakil Presiden dari perwakilan masing-masing Partai
Politik, TNI-Polri dan Masyarakat. Sehingga lebih mudah dibumbui pemicu-pemicu konflik
yang dapat dengan mudah menjadi kerusuhan.
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan yang ada. Sudah jelas hal ini menjadi fakta di
lapangan yang menjadi temuan aparat penegak hokum, yakni para pelaku kerusuhan
yang tidak meng-indahkan peraturan yang berlaku. Mulai dari jam unjuk rasa yang
maksimal dilaksanakan pada pukul 18.00 hingga melakukan perbuatan yang anarkhis dan
mengarah pada perbuatan pidana.

13
3.3 PENTAHAPAN TERJADINYA KERUSUHAN

TEORI KERUSUHAN MASSA

Kemunculan teori ini sebenarnya untuk melengkapi Teori Deprivasi Relatif yang tidak
menyinggung tahapan-tahapan yang menyertai munculnya kerusuhan atau konflik. Ahli yang
mengemukakan teori ini adalah N.J. Smelser yang menjelaskan tahap-tahap terjadinya kerusuhan
massa. Menurutnya, ada lima tahapan yang menyertai munculnya kekeresan ini, yaitu sebagai
berikut :

a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akibat struktur sosial
tertentu, seperti tidak adanya saluran yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya media untuk
mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan komunikasi antara perusuh dengan pihak keamanan.

b. Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota masyarakat
merasa bahwa banyak nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar. Hal ini menyebabkan kedua
belah pihak saling berbenturan karena ada pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan
berita-berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya/ hoax.

c. Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran
kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau
memicu suatu kerusuhan. Hal inilah menjadi tujuan dari para penyebar berita hoax yakni
memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.

d. Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan
diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang
memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran aksi ini bisa ditujukan kepada pihak yang

14
memicu kerusuhan atau di sisi lain dapat dilampiaskan pada objek lain yang tidak ada
hubungannya dengan pihak lawan tersebut. Hal ini lah yang mendorong para pelaku kerusuhan
membuat keributan dilokasi lain yaitu perumahan daerah petamburan, masjid dan bahkan
asrama kepolisian yang dirusak oleh para perusuh tersebut.

e. Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan
menghambat kerusuhan. Semakin kuat kontrol sosial, semakin kecil kemungkinan untuk terjadi
kerusuhan. Berbekal dari analisa ini para petinggi POLRI yang sudah dapat membaca arah
kerusuhan langsung dengan pengambilan keputusan yang sangat matang sehingga kerusuhan 21
dan 22 Mei 2019 dapat dibendung dan yang menjadi tujuan otak pelaku kerusuhan tidak dapat
terlaksana.

3.4 DAMPAK KERUSUHAN 21 DAN 22 MEI 2019

1. Fasilitas kepolisian rusak dan terbakar. Skuat Brimob berhasil memukul mundur para perusuh
dari area Bawaslu di Sarinah, menuju ke Pasar Tanah Abang, hingga ke Jalan KS Tubun, Jakarta
Barat. Meski bergerak mundur, namun tindakan saling serang masih terjadi. Massa melempar
petasan dan batu sedangkan polisi menembakkan gas air mata dengan harapan massa perusuh
membubarkan diri. Massa yang mulai beringas dan tak mau menyerah kemudian menyasar
Asrama Brimob sebagai sasaran amukan. Asrama dilempari batu hingga kaca pecah, kendaraan
polisi yang terparkir di sana juga dirusak dan dibakar. Gak cuma itu saja, kerusuhan terus
berlanjut hingga 22 Mei 2019. Gerakan pun mulai melebar ke beberapa area di Jakarta, salah
satunya di Slipi. Di sana, bus dan mobil polisi kembali menjadi sasaran amukan perusuh. Dikutip

15
dari Detik, setidaknya ada enam kendaraan polisi rusak berat di dekat fly over Slipi, di antaranya
dua bus rusak dibakar, tiga bus dan satu buah mobil operasional rusak akibat dilempari batu.

2. Toko-toko tutup, Pasar Tanah Abang rugi Rp 200 miliaran. Bentrokan yang terjadi tanggal 22
Mei ternyata juga berdampak pada aktivitas pertokoan di Pasar Tanah Abang. Akses jalan yang
masih ditutup membuat para pedagang tidak bisa menuju ke sana. Selain itu, kaca-kaca di
beberapa blok pasar juga mengalami kerusakan. Akhirnya pada tanggal 22 Mei para pedagang
gak ada yang berjualan. Dikutip dari Kompas, pihak Perumda Pasar Jaya menyebut kerusuhan
tersebut membuat 14.000 pedagang terdampak. Selain itu, karena tidak beroperasi, otomatis
perputaran uang di sana juga terhenti, yang membuat kerugian mencapai sekitar Rp 200 miliaran.
Gak cuma pasar Tanah Abang, toko-toko di sekitaran Sudirman-Thamrin juga tutup seharian.
Contohnya seperti restoran cepat saji yang berada di kawasan Sarinah, jika biasanya mereka buka
hingga 24 jam, tapi karena ada kekacauan itu, mereka terpaksa menutupnya demi keselamatan
karyawan, toko, dan pengunjung. Otomatis keputusan untuk menutup gerai membuat mereka
merugi besar.

3. Rupiah melemah. Beberapa tahun belakangan, kondisi nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.
Penyebabnya adalah kondisi pasar global serta ancaman perang dagang antara AS dan China yang
berdampak ke negara-negara berkembang. Namun, dengan adanya kekacauan di Jakarta ini,
membuat rupiah semakin melemah. Bahkan nilai tukarnya terhadap dolar telah melewati angka
Rp 14.500. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani seperti dikutip di Kompas, pelemahan rupiah
bisa terjadi akibat kondisi keamanan. Namun ia menilai hal ini tidak akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia di beberapa kuartal ke depan.

4. Korban luka-luka dan tewas di tanggal 21 dan 22 Mei. Bentrokan antara massa perusuh dan
aparat keamanan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019 menimbulkan beberapa korban tewas
dan luka-luka. Disebutkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahwa korban meninggal
dunia mencapai 6 orang, sementara 200 orang lebih mengalami luka-luka. Mereka dirawat di

16
beberapa rumah sakit di pusat kota seperti di RS Tarakan, RSCM, RS Pelni, RS Budi Kemuliaan,
dan RS Angkatan Laut Mintoharjo.

5. Sektor pariwisata dan bisnis perhotelan terdampak. Kerusuhan yang terjadi pada 21 dan 22 Mei
2019 membuat bisnis hotel lesu. Jumlah pengunjung dan pemasukkan per harinya berkurang. Hal
ini dialami oleh hotel-hotel yang berada di dekat lokasi kerusuhan di sekitar Thamrin, Sudirman.
Banyak wisatawan maupun turis yang gak berani untuk menginap di lokasi tersebut. Selain itu
beberapa negara juga telah mengeluarkan travel advice atau peringatan kewaspadaan bagi
warganya yang berada atau hendak berkunjung ke Indonesia. Negara tersebut di antaranya ada
Australia, Inggris, Kanada, AS, serta negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Singapura, dan
Thailand.Peringatan bagi turis ini tentu bisa berdampak pada pendapatan devisa negara.
Padahal, pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa terbesar di Indonesia
setelah industri sawit. Itu tadi lima dampak yang diakibatkan oleh kerusuhan pascapengumuman
hasil Pemilu 2019. Semoga saja, peristiwa yang terjadi di tanggal 21 dan 22 Mei itu tidak
berlangsung lama dan kondisi negara kembali kondusif ya. Karena, bagaimanapun juga kerugian
ini bakal menimpa warga-warga lainnya, gak cuma warga di Jakarta saja. Udah gitu, citra kita di
mata internasional juga bakal tergerus. Kalau mau menyampaikan aspirasi silakan saja, asal ingat
aturan yang berlaku, dan jangan merusak fasilitas umum.

17
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari isi materi diatas, penulis menyimpulkan beberapa hal antara lain:
1. Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bias juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
2. Faktor yang melatarbelakangi kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 di Jakarta adalah:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikas
7. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
8. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
9. Masalah wewenang dan tanggung jawab
10. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
11. Kurangnya kerja sama
12. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
13. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan

3. Pentahapan terjadinya kerusuhan yaitu

a) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akibat struktur
sosial tertentu
b) Kejengkelan atau tekanan social
c) Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu.
d) Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan
mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak.
e) Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan
situasi dan menghambat kerusuhan.
4. Dampak kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 di Jakarta
a) Fasilitas kepolisian rusak dan terbakar.
18
b) Toko-toko tutup, Pasar Tanah Abang rugi Rp 200 miliaran.
c) Rupiah melemah.
d) Korban luka-luka dan tewas di tanggal 21 dan 22 Mei.
e) Sektor pariwisata dan bisnis perhotelan terdampak.

B. REKOMENDASI
Dengan hasil kesimpulan tadi, penulis memberikan rekomendasi bahwa setiap konflik harus
di lakukan manajemen konfliknya dengan benar agar konflik tersebut dapat menimbulkan
dampak positif untuk pihak yang saling berkonflik dan tidak menimbulkan kerugian bagi
khalayak umum.

19
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.hrcentro.com/artikel/Pengertian_Manajemen_Menurut_Para_Ahli_121220.htm
l
2. httpkurmakurma.files.wordpress.com201005manajemen-konflik.pdf
3. http://perilakudanperkembanganorganisasi.blogspot.com/2011/05/normal-0-false-false-
false_3799.html
4. http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=article&id=1105:konfli
k-dalam-organisasi-berkat-atau-kutuk-bagian-iii&catid=42:artikel-minggu-ini&Itemid=90
5. http://sopsikil.blogspot.com/2012/12/bab-i-pendahuluan-a.html
6. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html
7. http://novelarannie.blogspot.com/2012/11/manajemen-konflik.html
8. http://pendi-susanto.blogspot.com/2012/03/manajemen-konflik.html
9. http://www.manajemenn.web.id/2011/04/manajemen-konflik.html
10. http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/konflik-dalam-organisasi.html
11. http://tugaswahidsabillah.blogspot.com/2012/11/manajemen-konflik.html
12. http://2frameit.blogspot.com/2011/12/konsep-teori-manajemen-konflik.html
13. http://ryodant.blogspot.com/2012/11/manajemen-konflik.html
14. www.kmpk.ugm.ac.id%2Fdata%2FSPMKK%2F4e-
MANAJEMEN%2520KONFLIK(revJan%252703).doc&ei=md91UcCVBeqo0AWQ0ICYBg&usg=A
FQjCNEpo7XGvKoc6TISWOoouvvzaGKacQ&bvm=bv.45512109,d.d2k
15. http://www.scribd.com/doc/79414067/BAB-2-Manaj-Konflik
16. http://saichuw.wordpress.com/2012/08/12/program-pascasa/

20

Anda mungkin juga menyukai