Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONFLIK ORGANISASI PUBLIK DALAM MANAJEMEN


PEMBERDAYAAN DAERAH
(TATA NASKAH DINAS)

DISUSUN OLEH :
JOKO BIMO ANGGORO
NIM. E2072211028

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM MAGISTER ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konflik bisa terjadi karena perbedaan dalam pemaknaan yang disebabkan karena

perbedaan pengalaman. Perbedaan pengalaman dapat dilihat dari perbedaan latar belakang

kebudayaan yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang akan terpengaruh

dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang

berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan karakter individu yang dapat memicu

konflik.

Dalam setiap organisasi/perusahaan, perbedaan pendapat sering kali disengaja atau

dibuat sebagai salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Perubahan

tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan sebuah konflik. Akan tetapi, konflik juga dapat

terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat menimbulkan terjadinya

konflik. Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot (Wirawan, 2010:8), konflik terjadi

karena pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga

terjadi karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama tapi cara untuk mencapainya berbeda.

Konflik merupakan masalah hubungan dalam komunikasi antar pribadi. Jika hubungan

dalam komunikasi antar pribadi sudah tidak berjalan dengan baik, maka kemungkinan besar

hubungan komunikasi dalam skala yang lebih besar tidak akan berjalan baik pula. Dalam

komunikasi antar pribadi komunikan dan 2 komunikator harus dapat memahami maksud atau

pesan yang disampaikan supaya pesan yang diterima sama dengan pesan yang disampaikan.
Perbedaan pesan yang diterima dengan pesan yang disampaikan inilah yang menjadi penyebab

utama timbulnya konflik.

Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah

mencapai makna interpersonal. Makna interpersonal saling diciptakan oleh para partisipan

dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal merujuk pada komunikasi yang

terjadi antar dua orang. Dalam komunikasi terjadi pertukaran pesan yang memiliki makna

interpersonal. Makna interpersonal adalah makna yang terbentuk oleh pribadi-pribadi dengan

pengalaman hidupnya yang berbeda-beda. Pesan yang disampaikan oleh komunikan kepada

komunikator dapat memiliki makna yang berbeda, oleh karena itu dapat menimbulkan sebuah

permasalahan baru.

Setelah komunikasi interpersonal, ada level yang lebih luas yaitu komunikasi kelompok

kecil. Kelompok kecil terdiri dari beberapa orang yang ingin mencapai tujuan bersama.

Kelompok kecil biasanya terdiri dari tiga sampai tujuh orang, apabila jumlah anggota

bertambah, maka akan terdapat sedikit kesempatan bagi hubungan personal untuk berkembang.

Hal ini mempengaruhi kelompok untuk tetap berfokus pada tujuan mereka dan tetap merasa

puas dengan pengalaman mereka (West dan Turner, 2009:37). Beberapa kelompok kecil sangat

kohesif artinya memiliki tingkat kebersamaan yang tinggi dan ikatan yang kuat. Sifat kohesif

ini mempengaruhi apakah kelompok ini dapat befungsi dengan efektif dan efisien. Dalam

konteks kelompok kecil, para anggotanya diberi 3 kesempatan untuk mendapatkan berbagai

perspektif terhadap satu persoalan. Dalam konteks kelompok kecil ini, banyak orang memiliki

potensi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan kelompok.

Manfaat yang didapat dari kelompok kecil adalah pertukaran sudut pandang yang

disebut sebagai sinergi dan hal ini menjelaskan alasan kelompok kecil dapat menjadi lebih
efektif dibandingkan dengan seseorang individu dalam mencapai tujuan. Misalnya dalam hal

penyelesaian masalah, kelompok kecil dapat menyelesaikan masalah secara efektif karena

dilihat dari sudut pandang beberapa orang. Penyelesaian masalah antar pribadi apabila sudah

tidak dapat diselesaikan antar pribadi yang terlibat masalah maka bisa diselesaikan oleh

kelompok kecil, apabila melalui kelompok kecil masih belum dapat terselesaikan maka akan

diserahkan ke organisasi.

Komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang terjadi di dalam dan di antara

lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karena komunikasi

organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal, kesempatan berbicara di depan publik,

kelompok kecil dan komunikasi dengan menggunakan media (West dan Turner, 2009:38).

Organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok kecil diarahkan kepada tujuan yang sama.

Pengalaman hidup yang berbeda itu juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang

berbeda. Tiap manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakatnya.

Jenis kelamin, ras, kelas dan identitas agama memiliki keterkaitan terhadap nilai-nilai budaya.

Seperti yang kita ketahui bahwa setiap budaya pasti memiliki unsur nilai yang

terkandung dalam budaya masing-masing. Beda budaya pasti beda pula unsur nilai yang ada di

dalamnya, begitu pula dengan organisasi, budaya organisasi satu berbeda dengan budaya

organisasi yang lainnya. Selain perbedaan nilai-nilai yang terkandung, visi dan misi

organisasinya pun berbeda. Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu nilai yang

memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan upaya

penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus

memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertingkah laku

(Susanto, 1997: 215).


Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya

organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan

yang dilakukan berdasarkan budaya organisasi. Perilaku individu dalam organisasi juga sangat

berpengaruh pada berjalannya sebuah organisasi. Individu yang sesuai dengan budaya

organisasi akan cenderung memiliki kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi pada

organisasinya. Sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasinya akan

cenderung tidak memiliki kepuasan kerja dan komitmen yang rendah pada budaya

organisasinya.

Budaya organisasi menunjukan kepribadian dari organisasi. Budaya organisasi

merupakan karakteristik organisasi, bukan individu anggotanya. Jika organisasi disamakan

dengan manusia, maka budaya organisasi merupakan kepribadian organisasi. Akan tetapi,

budaya yang membentuk perilaku organisasi anggotanya, bahkan tidak jarang membentuk pula

perilaku anggota organisasi sebagai individu (Wirawan, 2007:10).

Konflik selalu mewarnai kehidupan, dari konflik sangat kecil sampai konflik sangat besar.

Konflik terjadi akibat perbedaan perepsi, berlainan pendapat dan karena ketidaksamaan

kepentingan. Konflik ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, ada juga

yang berlarut-larut tanpa solusi.

Konflik akan terjadi apabila ada perbedaan pemahaman antara dua orang atau lebih

terhadap berbagai perselisihan, ketegangan, kesulitankesulitan diantara para pihak yang tidak

sepaham. Konflik juga bisa memicu adanya sikap berseberangan (oposisi) antara kedua belah

pihak dimana masingmasing pihak memandang satu sama lainnya sebagai lawan/penghalang dan

diyakini akan mengganggu upaya tercapainya tujuan dan tercukupinya kebutuhan masing-masing.
Terlepas dari banyaknya penyebab terjadinya konflik, perbedaan latar belakang kedua

belah pihak hingga terjadi konflik, perbedaan kepentingan diantara individu dalam kelompok/

masyarakat yang kesemuanya saling terkait dalam realita sosial yang kompleks. Konflik bukanlah

sesuatu yang harus dihindari, dianggap momok yang menakutkan dalam kehidupan berorganisasi

melalakukan kasus, dipandang sebagai dinamisator dalam setiap aktifitas organisasi itu sendiri,

tanpa konflik organisasi akan mati dan dengan adanya konflik organisasi akan hidup dan

berkembang.

Manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi dan menangani konflik secara

bijaksana, adil dan efisien dengan tiga bentuk metode pengelolaan konflik stimulasi konflik,

pengurangan/ penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Pengelolaan konflik membutuhkan

keterampilan seperti berkomunikasi yang efektif, pemecahan masalah, dan (fungsional) yang dapat

mendorong meningkatkan produktivita apabila konflik tersebut dapat dikelola dengan baik.

Namun konflik biasanya sebagai sesuatu yang salah (dysfunctional) yang dapat merusak dan

menyebabkan produktivitas menurun.

Stephen P. Robbins dalam bukunya Perilaku Organisai (Organizational Behaviour)

menjelaskan bahwa terdapat banyak definisi konflik. Meskipun makna yang diperoleh definisi itu

berbeda-beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari konflik tersebut. Konflik harus

disarankan oleh pihak-pihak yang terlibat, apakah konflik itu ada atau tidak ada merupakan

persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyadari akan adanya konflik, secara umum lalu

disepakati konflik tidak ada. Kesamaan lain dari definisi-definisi tersebut adalah pertentangan atau

ketidakselarasan dan bentuk-bentuk interakis. Beberapa faktor ini menjadi kondisi yang

merupakan titik awal proses konflik.


Jadi, kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang dimulai

ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative,

sessuatu yang menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik. Jadi, kita dapat

mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki

persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian

atau kepentingan pihak pertama.

Kita ketahui bersama bahwa dalam melakukan pekerjaan di bidang Pemerintahan sudah

diatur sedemikian rupa mengenai Tata Naskah Dinas sehingga segala dokumen yang dikeluarkan

akan rapi, seragam dan sesuai dengan kaidah pengaturan dan mudah dipahami antar organisasi

baik di level pusat, provinsi dan kabupaten. Pemerintah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten

berada dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, berarti segala sesuatu

yang berkaitan dengan Pemerintahan di daerah selalu dibawah komando Kemendagri.

Saat ini Kemendagri belum menerapkan kebijakan penggunaan Tata Naskah Dinas

berbasis elektronik di era yang serba paperless, namun dari Lembaga Negara Arsip Nasional

Republik Indonesia telah melakukan launching penggunaan Surat berbasis Elektronik yang disebut

dengan Srikandi dan mewajibkan seluruh Pemerintah Daerah untuk menggunakan aplikasi

tersebut. Ini menjadi polemic di tingakat Provinsi dan Kabupaten karena dari Keendagri sendiri

belum ada arahan atau surat yang bersifat wajib untuk menggunakan Srikandi itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan sebuah masalah yaitu Apakah Pemerintah

Daerah Wajib Menggunakan Aplikasi Srikandi Walaupun Belum Ada Arahan Dari Kementerian

Dalam Negeri Republik Indonesia?


C. TUJUAN

Dengan adanya makalah ini, semoga dapat dicarikan solusi bagi Pemerintah Daerah untuk

mengambil langkah kedepan seperti apa agar Pemerintahan di Daerah dapat berjalan lebih baik

lagi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONFLIK ORGANISASI

Menurut Nurdjana (1994) mendefinisikan konflik sebagai akibat situasi dimana keinginan

atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu

atau keduanya saling terganggu.

Menurut Kilman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya

ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu

maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat

mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan

produktivitas kerja (Wijono, 1993: p.4).

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhom, Hunt dan Osbon (1998:580) yang

dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: “Conflict is a situation which

two or more people disagree over issue of organizational susbstance and/or experience some

emotional antagonism with one other “. Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah

suatu ituais dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang

menyangkut kepentingan organisasi dan/ atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan

yang lainnya.

Menurut Stoner konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumber

daya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi,

2006: 17).
Sementara itu Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:

1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.

2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Menurut Wiyono (1993: 37) ciri-ciri konflik adalah:

1 Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perorangan maupun kelompok yang terlibat

dalam suatu interaki yang saling bertentangan.

2 Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perorangan maupun

kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-

nilai atau norma yang saling berlawanan.

3 Munculnya interaksi yang sering ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang

direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan menekan terhadap pihak lain

agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,

pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang-pangan, materi dan

keejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonu, atau pemenuhan

kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan

dan aktualisasi diri.

4 Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang

berlarut-larut. 5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing

pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan,

kekuasaan, harga diri, pretise dan sebagainya.


Tahapan-tahapan perkembangan kearah terjadinya konflik sebagai berikut:

1. Konflik masih tersembunyi (laten) Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan

sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.

2. Konflik yang mendahului (antecedent condition) Tahap perubahan dari apa yang

dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau

organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda,

perbedaan peran dan sebagainya.

3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) Munculnya akibat antecedent

condition yang tidak terselesaikan.

4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior) Upaya untuk

mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya,

individu, kelompok atau organisasi cenderung berbagai mekanisme pertahanan diri

melalui perilaku.

5. Penyelesaian atau tekanan konflik Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil

terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau

sebaliknya malah ditekan.

6. Akibat penyelesaian konflik Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi

yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak.

Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negative terhadap kedua belah pihak

sehingga mempengaruhi produktivitas kerja (Wijono, 1993, 38-41).

Adapun sumber-sumber Konflik yaitu sebagai berikut:

1. Konflik dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)


Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict): 1) Approach-

Approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua

persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. 2) Approach-

Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-

persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negative bagi orang yang

mengalami konflik tersebut. 3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk

menghindari dua atau lebih hal yang negative tetapi tujuantujuan yang dicapai saling terpisah satu

sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai

resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

Pendapat lain yang menyebutkan bahwa sumber konflik yaitu:

1) Sumber Daya Yang Terbatas Sumber daya dapat meliputi uang, persediaan, orang atau

informasi. Seringkali, unit organisasi berada dalam persaingan untuk sumber daya yang terbatas

atau menurun. Hal ini menciptakan situasi dimana konflik tidak bisa dihindari.

2) Yurisdiksi Ambigius Individu mungkin tidak setuju tentang siapa yang memiliki

tanggung jawab untuk tugas-tugas dan sumber daya.

3) Bentrokan Kepribadian Konflik kepribadian muncul ketika dua orang tidak akur atau

tidak melihat hal-hal yang sama. Ketegangan kepribadian disebabkan oleh perbedaan dalam

kepribadian, sikap, nilai dan keyakinan.

4) Perbedaan Status dan Kekuasaan Orang-orang mungkin terlibat dalam konflik untuk

meningkatkan kekuasaan mereka atau

5) Perbedaan Tujuan Konflik dapat terjadi karena orang mencapai tujuan yang berbeda.

Konflik tujuan di unit kerja masingmaisng adalah bagian alami dari setiap organisasi.
6) Masalah Komunikasi Masalah komunikasi biasanya berasal dari perbedaan gaya

berbicara, gaya penulisan, dan gaya komunikasi nonverbal. Perbedaan gaya ini sering mendistorsi

proses komunikasi.

Komunikasi rusak menyebabkan salah satu persepsi dan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan terjadinya konflik. Hambatan tambahan untuk komunikasi dapat muncul dari

perbedaan lintas jender dan lintas budaya peserta. Perbedaan mendasar tersebut dapat

mempengaruhi baik cara-cara dimana para pihak mengekspresikan diri mereka dan bagaimana

mereka akan menafsirkan komunikasi yang mereka terima. Distorsi, pada gilirannya sering

mengakibatkan salah membaca dengan pihak yang terlibat.

Ada lima jenis konflik kehidupan organisasi yaitu:

1. Konflik didalam Individu Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap

pekerjaan mana yang harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling

bertentangan atau individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama Konflik ini timbul akibat tekanan

yang berhubungan dengan kedudukan atau perbedaan - perbedaan kepribadian.

Kepribadian.

3. Konflik antara individu dan kelompok Konflik ini berhubungan dengan cara individu

menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja

mereka. Contoh, seseorang yang dihukum karena melanggar norma-norma kelompok.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Adanya pertentangan kepentingan

antar kelompok.

5. Konflik antar organisasi Akibat adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistem

perekonomian suatu Negara. Konflik semacam ini sebagai sarana untuk


mengembangkan produk baru, teknologi, jasa-jasa, harga yang lebih rendah dan

pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara efisien.

B. PENYEBAB KONFLIK DALAM ORGANISASI

Konflik didalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor Manusia

• Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya

• Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku

• Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap

fanatic dan sikap otoriter.

2. Faktor Organisasi

a. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya Apabila sumberdaya baik berupa uang,

material atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam

penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam

suatu organisasi.

b. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai

pesialisai dalam fungsi, tugas dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik

minat antar unit terebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relative rendah

dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan

harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.

c. Interdependensi Tugas Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu

kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena

menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.


d. Perbedaan nilai dan persepsi Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negative,

karena merasa mendapat perlakukan yang tidak “adil”. Para manajer yang relative muda

memiliki persepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit,

sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana.

e. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-bata aturan yang tidak jelas yaitu

adanya tanggungjawab yang tumpang tindih.

f. Masalah status. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki

dan meningkatkan status, sedangkan unit/ departemen yang lain menganggap sebagai

sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.

g. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan,

koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.

Konflik dapat berakibat negative maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik

tersebut. Akibat Negatif Konflik:

a. Menghambat komunikasi

b. Mengganggu kerjasama atau team work

c. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produki

d. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.

e. Individu atau peronil mengalami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan

kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi, dan apatime.


Akibat Positif Konflik:

1. Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.

2. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam sistem

dan prosedur, mekanissme, program, bahkan tujuan organisasi.

4. Memunculkan keputusankeputusan yang bersifat inovatif.

5. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat

C. MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI

Konflik terkadang tidak hanya harus diterima dengan baik, akan tetapi juga harus dikelola

agar konflik dapat meningkatkan perubahan, perkembangan organisasi dan meningkatkan kinerja.

Kepala sekolah dalam menangani suatu konflik yang terjadi di sekolah, perlu memperhatikan cara

atau metode dalam manajemen (mengelola) konflik. Untuk menangani konflik, ada beberapa

metode dalam manajemen konflik yang ditawarkan oleh para ahli.

Daft dan Noe mengemukakan alternative dalam penyelesaian konflik antara lain: (1)

avoiding (menghindar), (2) accomodating, (3) comrpomising, (4) competing, dan (5)

collaborating. Hal yang sama dikemukakan Moerhad dan Griffin bahwa alternative dalam

menangani konflik adalah (1) avoidance (2) accomodation (3) competion (4) collaboration, dan

(5) compromise. Kedua pendapat ini mengemukakan hal yang sama, dimana untuk menangani

konflik digunakan metode sesuai dengan konflik yang dihadapi.

Mulyasa mengemukakan manajemen konflik sedikitnya memiliki tiga tahapan sebagai

berikut (1) perencanaan analisis konflik, (2) penilaian konflik, dan (3) pemecahan konflik.20
Thomas yang dikutip Mulyasa mengemukakan lima kecenderungan proses alamiah dalam

penyelesaian konflik, yaitu penghindaran diri, kompetisi, penyesuaian diri, kompromi dan

kolaborasi.

Fred Taner dalam Swanstrom mengemukan bahwa manajemen konflik sebagai

pembatasan, peringanan atau containment dari suatu masalah dengan memecahkannya.

Selanjutnya Robbins menyatakan manajemen konflik berarti memelihara tingkat konflik pada titik

optimum.23 Hal ini dapat dilakukan dengan cara: (1) memahami gaya sendiri dalam menangani

konflik, (2) selektif dalam memilih konflik yang akan ditangani, (3) menilai para pelaku yang

terlibat konflik, (4) mencari dan menilai sumber konflik, (5) mengetahui opsi yang tepat dalam

menangi konflik tersebut, (6) mengubah budaya organisasi, (7) menggunakan komunikasi, (8)

mengundang pihak luar, (9) merestrukturisasi organisasi, dan (10) menunjuk orang yang memiliki

pendangan yang berbeda dalam mengahadapi kolompok mayoritas.

Adapun metode-Metode Pengelolaan Konflik dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode Stimulasi Konflik Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan

karyawan, karena karyawan pasif yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu

rendah. Metode stimulasi konflik meliputi:

1. Pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok

2. Penyusunan kembali organisasi

3. Penawaran bonus, pembayaran intensif dan penghargaan untuk mendorong

persaingan

4. Pemilihan manajer yang tepat

5. Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan


2. Metode Pengurangan Konflik Metode ini mengurangi permusuhan yang ditimbulkan

oleh konflik, dengan mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana” akan

tetapi tidak berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbulkan konflik itu.

3. Metode Penyelesaian Konflik Metode ini dipusatkan pada tindakan para manajer yang

dapat secara langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan. Ada tiga metode

penyelesaian yang sering digunakan:

a. Dominasi dan Penekanan Metode ini terjadi melalui caracara:

• Kekerasan yang bersifat penekanan otokratik

• Penanganan yaitu cara yang lebih diplomatis

• Penghindaran dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas

• Penentuan melalui suara terbanyak mencoba untuk menyelesaikan konflik antar

kelompok dengan melakukan pemungutan suara melalui prosedur yang adil.

b. Kompromi Manajer mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh pihak-pihak

yang saling berselisih untuk menyelasaikan masalah yang terjadi. Bentuk

kompromi meliputi:

• Pemisahan (separation) dimana pihak yang sedang bertentangan dipisahkan

sampai mereka menyetujui.

• Arbitrasi (perwasitan) dimana pihak yang berkonflik tunduk kepada pihak ketiga,

kembali ke peraturan yang berlaku. Penyelesaian berpedoman kepada peraturan

(resort to rules) dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan yang tertulis yang

berlaku dan membiarkan peraturan memutuskan penyelesaian konflik.

c. Penyuapan Dimana salah satu pihak menerima beberapa kompensasi sebagai

imbalan untuk mengakhiri konflik. Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat


lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Adapun sumber masalahnya, lima

langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:

- Pengenalan Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan

bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap

adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau

menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

- Diagnosis Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji

mengenai siapa, apa, mengapa, dimana dan bagaimana berhasil dengan

sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal

sepele.

- Menyampaikan suatu solusi Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar

yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Saringlah

penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali

menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.

- Pelaksanaan Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian.

Hatihati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan

arah kelompok.

- Evaluasi Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru.

Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah

sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993: 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal

yang tidak boleh dilakukan ditengahtengah konflik, yaitu:


1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam

masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan

pun berkurang, demikian pula sebaliknya.

2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara

paling baik dari dalam tanpa melibatkan pihak ketiga.

3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan

berkonentrasi pada masalahmasalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu

merupakan kesempatan yang terbesar.

Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan

organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi. Konflik

yang ssudah terlalu besar dan disfungsional perlu diturunkan kadar intensitasnya diantaranya

dengan cara berikut:

• Mempertegas dan atau menciptakan tujuan bersama

• Mengembangkan tujuan bersama/ kolektif diantara kedua belah pihak

• Mengurangi ketergantungan antara satu dengan yang lain terkait upaya pencapaian tujuan

dari masing-masing unit kerja.

• Menghindari eksklusivisme antar unit kerja dengan cara menjalin kerjasama yang

sinergiss diatara kedua belah pihak.

• Memperbesar potensis organisasi dalam upaya mencukupi kebutuhan semua unit kerja.

• Membentuk forum bersama dalam upaya menyelesaikan masalah bersama.


Disamping beberapa cara sebagaimana tersebut diatas, upaya untuk meningkatkan

intensitas interaksi antar unit kerja perlu dilakukan sehingga dengan demikian semakin sering

terjadi komunikasi dan berinteraksi semakin bersar pula kemungkinan-kemungkinan saling

memahami kepentingan masingmasing serta terbuka peluang kerjasama yang saling

menguntungkan.

Disamping pencapaian tujuan atau sasaran, organisasi juga diharapkan dapat terus tumbuh

dan berkembang; untuk itu diperlukan adanya kinerja yang baik dari anggota organisasi tersebut.

Karena didalam organisasi tersebut ada dua orang atau lebih yang saling berinteraksi maka ada

dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: Mereka akan dapat saling berinteraksi secara

harmonis, sehingga tercipta sinnkronisasi dalam upaya pencapaian sasaran/tujuan bersama

maupun individu. Mereka tidak dapat saling berinteraksi dengan baik, sehingga timbul gesekan-

gesekan yang berpotensi menimbulkan konflik di dalam organisasi tersebut.

Tidak setiap konflik akan berakibat negative bagi organisasi. Tinggal bagaimana pimpinan

dapat mengelola konflik yang ada agar bisa memberikan pengaruh yang positif bagi organisasinya.

Adapun langkah-langkah penyelesaian konflik di dalam organisasi sebagai berikut:

1. Hindari Menyudutkan Satu Belah Pihak

Menjadi seorang pemimpin dalam sebuah organisasi haruslah adil dan tidak memihak

siapapun. Meskipun seorang karyawan yang terlibat konflik ini menempati posisi yang tinggi

seperti manajer sekalipun, pimpinan tidak boleh langsung beranggapan bahwa manajer/pimpinan

yang paling benar dan orang yang terlibat konflik di bawahnya yang salah.
2. Menjadi Mediator yang Bijaksana

Dalam mengatasi sebuah masalah, seorang pimpinan akan ditempatkan sebagai seorang

mediator yang dapat menengahi konflik yang terjadi di antara karyawan. Tugas seorang mediator

adalah mendengarkan permasalahan yang terjadi dari dua belah pihak, lalu memproses informasi

tersebut dan menyimpulkan secara objektif. Secara objektif artinya, Anda harus dapat memproses

permasalahan yang terjadi sesuai fakta dan bukan opini yang dapat merugikan sebelah pihak.

3. Mengambil Keputusan Bersama

Setelah mengetahui akar permasalahan yang terjadi, maka ini saatnya untuk dapat duduk

bersama-sama dengan karyawan-karyawan yang terlibat di dalam konflik. Guna dari

mengumpulkan semuanya di dalam sebuah ruangan adalah untuk mencegah terjadinya

miskomunikasi dan juga mengambil jalan keluar yang tepat bersama-sama. Dengan cara ini, maka

diharapkan karyawan yang terlibat di dalam konflik dapat menepati janji yang dibuat dalam

pengambilan keputusan jalan keluar yang diambil tersebut.

4. Melakukan Evaluasi

Langkah terakhir yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi konflik dalam organisasi

adalah melakukan evaluasi. Buatlah sebuah rencana untuk mencegah konflik yang serupa terjadi

di masa depan. Dengan demikian, perusahaan yang dibangun dapat berkembang dengan baik dan

stabil, serta karyawan-karyawan akan merasa aman dan nyaman ketika bekerja di bawah seorang

pemimpin yang adil dan bijaksana.

Terjadinya suatu konflik itu adalah melalui suatu proses yang dimulai dari adanya

“anggapan” dari seseorang kepada orang lain, yang kemudian menjadi masalah. Pada dasarnya

tidak selalu konflik itu akan membawa pengaruh negative bagi kinerja perusahaan atau organisasi,
Konflik fungsional justru dapat meningkatkan kinerja perusahaan/organisasi. Sebaliknya konflik

Disfungsional berpotensi akan menghambat kinerja perusahaan.

D. PEMECAHAN MASALAH TATA NASKAH DINAS

Pemerintah Daerah sampai saat ini berada dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri

Republik Indonesia. Artinya segala kebijakan dan kewenangan Pemerintah Daerah diatur dan

diawasi serta dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Berikut adalah fungsi dari

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia :

1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan

umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan

desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan

daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada

seluruh unsur organisasi di lingkungan kementerian dalam negeri;

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian

dalam negeri;

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian dalam negeri;

5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian dalam

negeri di daerah;

6. Pengoordinasian, pembinaan dan pengawasan umum, fasilitasi, dan evaluasi atas

penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;
7. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pemerintahan dalam negeri;

8. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pemerintahan dalam negeri;

9. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; dan

10. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan kementerian dalam negeri

Lembaga Negara Arsip Nasional Republik Indonesia memiliki Tugas, Fungsi da

Kewenangan antara lain :

1. Memiliki tugas Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan

ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

2. Memiliki fungsi sebagai berikut :

- Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang kearsipan.

- Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas lembaga.

- Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kearsipan.

- Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan

umum, ketatausahaan, kehumasan, hukum, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

keuangan, perlengkapan dan rumah tangga, persandian, dan kearsipan.

- Penyelenggaraan pembinaan kearsipan nasional.

- Pelindungan, penyelamatan, dan pengelolaan arsip statis berskala nasional dan.

- Penyelenggaraan sistem dan jaringan informasi kearsipan nasional.

3. Memiliki kewenangan sebagai berikut :

- Penyusunan rencana nasional secara makro di kearsipan.


- Penetapan dan penyelenggaraan kearsipan nasional untuk mendukung pembangunan

secara makro.

- Penetapan sistem informasi di bidang kearsipan.

- Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yaitu Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di

bidang kearsipan dan Penyelamatan serta pelestarian arsip dan pemanfaatan naskah

sumber arsip.

Dari pengertian diatas dapat kita lihat bersama bahwa telah terjadi pemutusan hubungan

antara Pemerintah Daerah dan Kemendagri berkaitan dengan Tata Naskah Dinas. Lembaga Negara

ANRI telah mewajibkan penggunaan aplikasi Srikandi di tingkat Pemerintah Daerah tanpa

bekerjasama dengan Kemendagri yang notabene bisa disebut sebagai Orang Tua dari Pemerintah

di Daerah.

Seharusnya ANRI bekerjasama dengan kemendagri berkaitan dengan aplikasi ini

sehingga informasi yang diterima di level Pemerintah Daerah tidak terputus. ANRI mewajibkan

Pemerintah Daerah tanpa melakukan koordinasi dengan Kemendagri yang akan berakibat terjadi

miss komunikasi antara Kemendagri dan Pemerintah Daerah jika tidak menggunakan Aplikasi

Srikandi secara bersama-sama.

Solusi yang dapat diambil menurut penulis adalah Pemerintah Daerah tetap melaksanakan

sosialisasi berkaitan dengan Aplikasi Srikandi sembari dari ANRI melakukan koordinasi kepada

Kemendagri. Dengan demikian terjadi sebuah kesinambungan informasi yang baik dan bagus

sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


BAB III

KESIMPULAN

Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat

tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang

bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta

kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang

muncul.

Solusi pemecahan:

• Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerjasama dan menjalani

hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.

• Perusasi: Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin

timbul, dengan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan

konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.

• Tawar menawar: suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling

mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi

tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.

• Pemecahan masalah terpadu: usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan

kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung

secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternative

pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
• Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri

dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan

tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain. • Pemaksaan dan penekanan:

Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah, akan lebih efektif bila salah satu

pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan

wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentukbentuk intimidasi lainnya. Cara ini

sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.

• Interveni (campur tangan) pihak ketiga: Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia

berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan

dalam penyelesaian konflik.

Arbitrase (arbitration): pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi

sebagai hakim yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua

pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau

tindakan destruktif.

Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi

sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus,

menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara

terpadu. Efektivitas penegahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator. Konsultasi:

Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan

mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk

memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. Ia menggunakan berbagai teknik untuk

meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak

berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
DAFTAR PUSTAKA

Cox, T. H., and S.Blake. 1992. ”Managing Cultural Diversity” Academy of Management Journal

Geyelin, M. and E.Felsenthal. 1994. ”Irreconcilable Differences Force Shea & Gould Closure”,
Wall Street Journal,

Hoffman, R. L. 1961. ”Homogenneity of Member Personality and Its Effect on Group Problem
Solving”, Journal of Abnormal and Social Psychology.

Janis, I.L.1972 “Victims of Groupthink” Boston,Houghton.

Kaushal R, Kwantes C. T. 2006. The role of culture and personality in choice of conflict
management strategy. International Journal of Intercultural Relations, 30(5): 579-603.

Kwantes C. T, Karam C. M, Kuo B. C. H, Towson S. 2008. Organizational citizenship behaviors:


The influence of culture. Journal of Intercultural Relations, 32 : 229- 243.

Lambert EG, Pasupileti S, Cluse-Tolar T, Jennings M, Baker D. 2006. The impact of work-family
conflict on social work and human service worker job satisfaction and organizational
commitment. An exploratory study. Administration in Social Work, 30(3): 55-74.

Mifflin J. A.Woll, Jr and R.R.Callister,1995”Conflict and Its Managemen, Journal of


Management, vol 21 No.3

Pinkley, R. L. 1990. “ Dimension of Conflict,Frame : Disputant Interpretations of Conflict”,


Journal Applied Psychology,

Prentl, N. J., Hall Stephen, P. Robbins. 2006. ”Perilaku Organisasi”, edisi 10 PT. Indeks,Jakarta.

Robbins S. P, Hunsaker P. L. 1996. Training in Interpersonal Skill: Tips for Managing People At
Work. Edisi 2. Jersey (US): Prentice Hall.

Stephen P. Robbins. 1974”Managing Organizational Conflict”, A.Non-Traditional Approach


Upper Saddle River.

Sudarma K. 2012. Strategi Membangun Kompetensi Terhadap Kinerja Organisasi Dampaknya


Pada Pembelajaran Organisasi. Semarang (ID): Unnes.
Tang H. C. 2007. A study of the relationship of the perception of oragnizational promises among
fakulty and staff members in the technical and vocational colleges. The Journal of
American Academy of Business, Cambridge, 12(1).

Thomas, K.W. 1992. ”Conflict and Negotiation Processes in Organization” Handbook of Industrial
and Organization Psychology Alto,CA.Consulting Psycologists Press.

Tjosvold D, Chun Hui, Ziyou Yu. 2002. Conflict management and task reflexivity for team in role
and extra role performance in China. Hong kong Institute of Business Studies Working
Paper Series. Paper 36.

Tjosvold D, Poon M, Yu Z. 2005. Team effectiveness in China: cooperative conflict for


relationship building. Human Relations, 58(3): 341-367.

West M. 2002. Sparkling fountains or stagnant ponds: An integrative model of creativity and
innovation implementation in work groups. Applied Psychology: An International Review,
51(3): 355-424.

Anda mungkin juga menyukai