Anda di halaman 1dari 19

TEORI-TEORI PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK

MAKALAH

Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Kemahiran Non Litigasi

Dosen Pengampu:
Rustam Dahar Karnadi Apollo Harahap, M.Ag

Disusun oleh:
Kelas: Ilmu Falak B6

Nasa Putra Mukhlisin 1902046028

Jihaan Khodiijah 1902046054

PROGRAM STUDI ILMU FALAK


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang istimewa yang diberikan
akal fikiran dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, manusia juga merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari sendiri namun
mereka membutuhkan bantuan dari sesama manusia lainnya yang mempunyai
keahlian khusus di bidang yang sedang dibutuhkannya. Dalam bersosialisasi dengan
sesama nya manusia terkadang merasa tidak puas dengan apa yang dikerjakannya
maka dari itu kadang sering terjadi konflik diantara kedua nya.
Konflik ialah suatu keniscayaan yang harus diyakini oleh setiap manusia yang
hidup, karena ketika dua orang manusia atau lebih saling berkomunikasi satu sama
lain khususnya dalam jangka waktu yang lama tentu disitu akan terjadi konflik
diantara keduanya, baik itu konflik yang sederhana maupun konflik yang besar
sampai luar biasa yang mengharuskan mereka menyelesaikan konflik tersebut melalui
jalur-jalur hukum yang ada. Apakah penyebab konflik sesungguhnya dan bagaimana
kah konflik itu bisa terjadi, maka dalam makalah kami hari ini kami akan
memaparkan materi tentang teori-teori penyebab konflik yang sudah dikemukakan
oleh para ahli.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep konflik dan sumber terjadinya konflik?
2. Apa saja teori-teori penyebab konflik?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang konflik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep konflik dan sumber terjadinya konflik.
2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori penyebab konflik.
3. Untuk mengetahui pandangan islam tentang konflik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Konflik dan Sumber Konflik


Konflik adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon)
dalam kehidupan manusia karena ia memang merupakan bagian yang inheren dari
eksistensi manusia sendiri. Mulai dari tingkat mikro, interpersonal sampai pada
tingkat kelompok, organisasi, komunitas dan negara, semua hubungan manusia
hubungan sosial, hubungan ekonomi, hubungan kekuasaan, dll- mengalami
perkembangan, perubahan dan konflik. Konflik muncul dari ketidakseimbangan
dalam hubungan-hubungan.
Konflik sebagai akibat dari menajamnya perbedaan dan kerasnya benturan
kepentingan yang saling berhadapan, disebabkan oleh beberapa latar belakang yang
ada. Pertama, adanya latar belakang sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang
berbeda dan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Kedua, adanya pemikiran yang
menimbulkan ketidaksepahaman antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, adanya
sikap tidak simpatik terhadap suatu pihak, sistem dan mekanisme yang ada dalam
organisasi. Keempat, adanya rasa tidak puas terhadap lingkungan organisasi, sikap
frustasi, rasa tidak senang, dan lain-lain. Kelima, adanya dorongan rasa harga diri
yang berlebih-lebihan dan berakibat pada keinginan untuk berusaha sekuat tenaga
untuk melakukan rekayasa dan manipulasi1.
Ada beberapa pandangan tentang Konflik yang dkemukakan oleh para pakar
diantaranya sebagai berikut:
• Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu
atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap,
kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan;
• Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih (individu maupun
kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaransasaran tertentu,
namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan;

1Wahyudi “Masyarakat, Kebudayaan dan Politik”.( Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi :
Universitas Muhammadiyah, Malang) Th. 23, No. 1, Januari–Maret 2010, hal.17

2
• Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai,
dan motifasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya;
• Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak
lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan
serta fisiknya terganggu;
• Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis;
• Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Di dalam rumusan Pasal 1 butir 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan konflik sosial yang dalam
UU tersebut disebut konflik adalah: ”perseteruan dan/atau benturan fisik dengan
kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu
tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan disintegrasi
sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan
nasional.”
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial, maka sumber-sumber konflik dapat berupa:
1. Permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
2. Perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan
antaetnis;
3. Sengketa batas wilayah desa, Kabupaten/Kota, dan/atau Provinsi;
4. Sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan/atau antar masyarakat dengan
pelaku usaha; dan
5. Distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dengan masyarakat.

B. Teori-teori Penyebab Konflik


Berikut ini teori-teori konflik sosial oleh Simon Fisher dan Deka Ibrahim dkk , antara
lain adalah :
1. Teori Hubungan Masyarakat
Hubungan masyarakat atau yang sering kita sebut dengan “Humas” ialah suatu
hubungan yang harus dijalin oleh setiap organisasi-organisasi yang ada, baik itu
organisasi-oraganisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi-
organisasi yang nonkomersial. Hubungan masyarakat ini pasti ada di setiap

3
organisasi dan kehadirannya tersebut tak dapat dicegah meskipun kita suka atau
tidak menyukainya, karena hubungan ini menentukan kelangsungan berjalannya
suatu organisasi yang ada dimana humas memiliki arti penting sebagai sumber
informasi yang terpercaya dari dulu hingga sekarang di era globalisasi dengan
kemajuan teknologi yang maju sehingga orang-orang dapat mengakses informasi
dengan sangat mudah.
Definisi humas menurut Edward L. Berney, dalam bukunya The Engineering
of Consent adalah membujuk public untuk memiliki niat baik. Bahkan hingga saat
ini, masih banyak praktisi humas berpandangan bahwa humas hanya sebagi
kominikasi dua arah yang bertujuan membujuk pihak lain. 2 Sedangkan menurut
pengertian Frank Jefkins adalah suatu yang merangkum keseluruhan komunikasi
yang terencana , baik kedalam maupun luar anatar suatu organisasi dengan semua
khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan –tujuan spesifik yang berlandaskan
pada salaing pengertian. 3 Maka dari itu humas dapat diartikan sebagai kegiatan
untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya demi mencapai sebuah kesepakatan
yang akan membawa manfaat bagi pihak pihak yang dilibatkan dalam sebuah
organisasi.
Humas merupakan komunikasi yang terencana dengan menggunakan media
kepada khalayaknya dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah
organisasi.4
Dua fungsi Hubungan Masyarakat atau Public Relations,diantaranya5
1) Fungsi Konstruktif
Dianalogikan sebagai “penata jalan “.Jadi, humas merupakan “garda”
terdepan yang dibelakangnya terdiri dari “rombongan” tujuan-tujuan
perusahaan.Peranan humas dalam hal ini mempersiapkan mental publik
untuk menerima kebijakan organisasi untuk mengetahui kepentingan
publik,mengevaluasi perilaku publik maupun organisasi untuk
direkomendasikan kepada manajemen,menyiapkan prakondisi untuk
mencapai saling pengertian,percaya dan saling membantu terhadap tujuan-
tujuan publik atau organisasi yang diwakilinya.
2
Morissan, Manajemen Publik Relation Strategi menjadi Humas Profesional, Jakarta: Perdana
Media Group,2008, hal.6
3
Morissan, Manajemen Publik....., hal.8
4
Fikri Hasan, “Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Sosial : Peranan Humas dalam Meningkatkan Citra Univ
Madiun”. Vol 19 No 1, Maret 2018. Hlm. 5.
5
Djanalis Djanaid, Public Relations: Teori dan Praktek. (Malang.Indopurels Group.1993)

4
2) Fungsi Korektif
Berperan sebagai pemadam kebakaran,yakni apabila sebuah organisasi
atau lembaga terjadi masalah-masalah atau krisis dengan publik,maka
humas harus berperan dalam mengatasi terselesaikannya masalah tersebut.
Dalam menjalankan setiap kegiatannya, sebuah organisasi tidaklah
selalu berjalan dengan mulus namun terkadang sering terjadinya
perselisihan diantara satu organisasi dengan organisasi lain yang kadang
terjadi meskipun karena hal yang sepele sehingga terjadilah perselisihab
atau konflik yang harus diselesaikan diantara keduanya, maka dalam teori
ini dijelaskan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
adanya ketidakpercayaan dan rivalitas kelompok dalam masyarakat. Para
penganut teori ini memberi solusi solusi terhadap konflik- konflik yang
timbul dengan cara: 6
➢ Peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-
kelompok yang mengalami konflik.
➢ Pengembangan toleransi agar masyarakat lebih saling menerima
keberagaman dalam masyarakat.

2. Teori Kebutuhan Manusia


Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa “konflik yang berakar dalam
disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia-fisik, mental dan sosial yang tidak
terpenuhi atau yang dihalangi”. Menurut teori ini bahwa benturan kepentingan
antar manusia dalam memperjuangkan pemenuhan kebutuhan memancing
tumbuhnya konflik .7 Adapun kebutuhan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

➢ Substantif
Kebutuhan manusia yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang,
pangan, sandang, dan kekayaan.

6
Takdir Rahmadi, Mediasi “ Penyelesaian sengketa Melalui Pendakatan Mufakat”, cet ke-1 (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 8
7 Sukardi.”Jurnal Hukum & Pembangunan 46” No. 1 (2016): 70-89 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN:

2503-1465 (Online),hlm.78

5
➢ Prosedural
Merupakan kepentingan manusia yang berhubungan dengan tata cara dalam
pergaulan dengan masyarakat. Banyak orang yang merasa tersinggung jika
ada perbuatan dengan tata cara yang diharapkan.
➢ Psikologis
Merupakan kebutuhan yang bersifat non materil seperti penghargaan dan
empati. Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi.
Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi, dan otonomi. 8

Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:


a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan
menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
b. Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

Dalam interaksi masyarakat, ada polarisasi yang terus terjadi, adanya


ketidakpercayaan dan rivalitas kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori
hubungan masyarakat memberikan solusi-solusi terhadap konflik konflik yang timbul
dengan cara:
i. peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok
yang mengalami konflik;
ii. pengembangan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling menerima
keberagaman dalam masyarakat.

3. Teori Negosiasi Prinsip


Bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras serta
perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat

8 Takdir Rahmadi, Mediasi “ Penyelesaian sengketa Melalui Pendakatan Mufakat”, cet ke-1 (Jakarta:

Rajawali Press, 2010), hlm. 10

6
didalamnya.Untuk menyelesaikanya perlu diadakan dialog dan perundingan
sehingga kesepakatan dapat diterima semua pihak.

Sasaran :

- membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan


berbagai masalah dan isu;
- memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan
mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap;
- melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau
semua pihak.

Para penganjur teori ini berpendapat, bahwa agar sebuah konflik dapat
diselesaikan, para pelaku harus mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan
masalah-masalah dan mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan
bukan pada posisi yang sudah tetap

Adanya perkembangan sosial yang begitu tajam sangat cepat memepengaruhu


prinsip masyarakat, timbulnya conflict of interest yang memunculkan berbagai
pola-pola baru dalam kehidupan sosial yang serba cepat ditengah perbedaan
kebudayaan, hal ini mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik
eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat serta timbulnya
kesenjangan sosial, ekonomi, hukum yang tidak sedikit mempengaruhi aspek
politik. Peristiwa-peristiwa tersebut memudahkan individu menggunakan polapola
responsive atau reaksi yang inkonvensional atau menyimpang dari polapola umum9

4. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya


Konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi diantara orang-
orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu diperlukan dialog antara
orang-orang yang mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya
masyarakat lainnya, serta mengurangi streotipe yang mereka miliki terhadap pihak
lain. Karena itu sasaran yang hendak dicapai oleh teori ini:
a) menambah pengetahuan para pihak yang mengalami konflik mengenai
budaya pihak lain;
b) mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain;

9 Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017. (“ Amuk Massa Konflik dan

Resolusi di Desa Suradadi Kota Tegal” ) .Semarang.2017, hl 10

7
c) meningkatkan komunikasi antarbudaya yang efektif. 10

Berdasarkan pendapat Coser yang membedakan dua tipe dasar konflik, yakni
konflik realistik dan nonrealistik, menurut pemakalah berpendapat bahwa teori
identitas dan teori kesalahpahaman antarbudaya dapat dikelompokkan pada
konsep konflik nonrealistik. Konflik realistik memiliki sumber yang konkret dan
bersifat material, seperti perebutan sumber ekonomi atau wilayah. Jika mereka
telah memperoleh sumber rebutan itu, dan bila dapat diperoleh tanpa perkelahian,
maka konflik akan segera diatasi dengan baik. Konflik nonrealistik didorong oleh
keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, konflik ini seperti
konflik antar-agama, antar-etnis, dan konflik antar-kepercayaan lainnya. Konflik
ialah tujuan itu sendiri, baik diijinkan atau tidak. Konflik nonrealistik merupakan
suatu cara menurunkan ketegangan atau mempertegas satu kelompok, dan cara ini
mewujudkan bentuk-bentuk kekejian yang sesungguhnya turun dari sumber lain.
Antara konflik pertama dan kedua, konflik nonrealitaslah cenderung sulit untuk
menemukan resolusi konflik, konsensus dan perdamaian tidak akan mudah
diperoleh. Bagi Coser sangat memungkinkan bahwa konflik melahirkan dua tipe
sekaligus, sehingga menimbulkan situasi yang lebih kompleks. 11

5. Teori Identitas
Berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok
orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori ini
mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam dilakukan
melalui fasilitasi lokokarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang
mengalami konflik dengan tujuan mengidenyifikasikan ancaman ancaman dan
kekhawatiran yang mereka rasakan, serta membangun empati dan rekonsiliasi.
Tujuan akhirnya adalah pencapain kesepakatan bersama yang mengakui identitas
pokok semua pihak.12 Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena
identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau

10 Ahmad Romsan, Alternative Dispute Resolution Teknik Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:
Negosiasi da Mediasi, (Malang : Setara Press, 2016), Hal 8.
11 Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, (Jakarta : Prenadamedia Grup, 2014), Hal.47.
12 Takdir Rahmadi, Mediasi : Penyelesaikan Sengketa MelaluiPendekatan Mufakat, (Jakarta : Rajawali

Press, 2010), Hal.16.

8
penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. 13 Sasaran yang ingin dicapai
teori ini adalah :
a) melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami
konflik. Mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan
ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi diantara mereka;
b) meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas semua
pihak.14

Teori identitas ini secara khusus dapat dikaitakan pada Teori Identitas Sosial.
Teori identitas sosial menjelaskan perilaku kelompok terjadi karena adanya dua
proses penting, yaitu proses kognitif dan proses motivasional. Proses kognitif
membuat individu melakukan kategorisasi pada stimulus yang ia hadapi,
termasuk juga pada kelompok yang ia temui, hingga individu cenderung
memandang orang lain sebagai anggota in group atau anggota out group (Hogg
dan Abrams, 1990 dalam Sarwono 2009). Sementara itu, sebagai proses
motivasional, perilaku yang ditampilkan anggota suatu kelompok merupakan
usaha individu agar memperoleh harga diri dan identitas sosial yang positif.
Setiap individu memiliki motivasi untuk memiliki harga diri yang positif dan
untuk memelihara harga dirinya. Ia mengidentifikasikan diri pada kelompok
tertentu terutama yang memiliki berbagai kualitas positif.

✓ Persepsi dalam konteks antar kelompok Dengan mengidentifikasikan diri


pada sebuah kelompok, maka status dan gengsi yang dimiliki oleh
kelompok tersebut akan mempengaruhi persepsi setiap individu
didalamnya. Persepsi tersebut kemudian menuntut individu untuk
memberikan penilaian, baik terhadap kelompoknya maupun kelompok
yang lain.
✓ Daya tarik in-group secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu
kelompok dimana seseorang mempunyai perasaan memiliki dan “common
identity” (identitas umum). Sedangkan out group adalah suatu kelompok
yang dipersepsikan jelas berbeda dengan “in group”. Adanya perasaan “in

13 M. Muksin Jamil, dkk., Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi, dan Implementasi
Resolusi Konflik, (Semarang : Walisongo Mediation Centre, 2007), Hal 17.
14 Ahmad Romsan, Alternative Dispute Resolution Teknik Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:

Negosiasi da Mediasi, (Malang : Setara Press, 2016), Hal 8.

9
group” sering menimbulkan “in group bias”, yaitu kecenderungan untuk
menganggap baik kelompoknya sendiri.
✓ Keyakinan saling terkait Social identity merupakan keseluruhan aspek
konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau
kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang
bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap
kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari
keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai
identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri dan harga diri.
Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok
yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jika kelompok
yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu juga akan
menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila
terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap
kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok
lain juga meningkat.
✓ Depersonalisasi. Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian
dalam sebuah kelompok, maka individu tersebut akan cenderung
menggunakan nilai-nilai dalam kelompok untuk diterapkan pada nilai-
nilai yang ada dalam dirinya, sesuai dengan nilai yang ada dalam
kelompoknya tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh
perasaan takut tidak ‘dianggap’ dalam kelompoknya karena telah
mengabaikan nilai ataupun kekhasan yang ada dalam kelompok tersebut.
Keempat dimensi tersebut cenderung muncul ketika individu berada
ditengah-tengah kelompok dan ketika berinteraksi dengan anggota
kelompok lainnya.15

6. Teori Transformasi Konflik


Teori tranformasi menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya
masalah-masalah ketidak setaraan dan ketidak adilan yang mewujud dalam
bidang-bidang sosial, ekonomi, dan politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa

15
Rusdah Sarifah “Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan” ISSN: 2301-8267 Vol. 04, No.01, Januari 2016 UIN
Sunan Gunung Djati Bandung Hal 78-79

10
penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui beberpa upaya seperti perubahan
struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidak setaraan, peningkatan
hubungan dan sikap jangka panjang, para pihak yang mengalami konflik serta
pengembangan proses-proses dan system untuk mewujudkan pemberdayaan,
keadilan, rekonsilasi dan pengakuan keberadaan masing-masing.16
Tranformasi konflik dilakukan untuk mengubah hubungan dominatif menuju
hubungan damai diantara berbagai pihak. Dalam hal ini terciptanya keseimbangan
hubungan kekuasaan antar berbagai pihak sangat penting. Dari kondisi dominasi
yang menyebabkan terjadinya konflik, strategi transformasi ini melakukan upaya
untuk mengubah kekuasaan dari semula bersifat asimetris, atau tidak seimbang
menuju hubungan kekuasaan bersifat simetris. Dari sisi kekuasaan dominan,
strategi ini berarti melakukan desentralisasi kekuasaan untuk mencegah
memutusnya kekuasaan. Sementara, dari sisi pihak yang dikuasai, strategi ini
merupakan strategi pemberdayaan untuk meraih kuasa atau achieving power,
sehingga lebih berdaya dan mampu melakukan daya tawar menawar dikelompok
dominan.17
Memperhatikan hal itu, transformasi konflik baik berlangsung pada level
personal maupun sosial, membutuhkan strategis khusus pemberdayaan personal
dan sosial atau komunitas untuk memberdayakan diri, untuk mendapat kuasa, agar
kehidupan kembali normal atau reintegrasi berlangsung di masyarakat.
Pemberdaya ini perlu dilakukan sebagai bagian dari strategi transformasi konflik,
terutama pemberdayaan terhadap korban konflik melalui pemulihan, rehabilitas
dan rekonsiliasi berkaitan dengan pelanggaran hak-hak asasi orang, warga negara
atau manusia yang telah terjadi. Dari segi pandang transformasi sosial,
transformasi konflik merupakan perubahan mendasar hubungan atau relasi antar
pihak atau antar lembaga dari hubungan yang semula konfliktual menuju
hubungan kerjasama atau ko-eksistensi damai di masyarakat. 18
➢ Pendekatan Transformasi Konflik

16
Takdir Rahmadi, MEDIASI: Penyelesaian sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, cet ke-1 (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 8-9
17 Lambang Trijono, Konflik dan Rekonsiliasi: Sebuah Pendekatan Transformatif, cet ke-1 (Yogyakarta:

Suluh Media, 2018), hlm. 94


18 Lambang Trijono, Konflik dan Rekonsiliasi: Sebuah Pendekatan Transformatif, cet ke-1 (Yogyakarta:

Suluh Media, 2018), hlm. 96

11
Pendekatan transformasi konflik berbeda dengan manajemen konflik atau
resolusi konflik. Sedangkan transformasi konflik melibatkan transformasi
hubungan yang mendukung kekerasan, pendekatan penyelesaian konflik
berusaha untuk memindahkan pihak yang berkonflik dari zero sum sampai
menuju hasil yang positif, seringkali dengan bantuan pihak luar.

C. Pandangan Islam Tentang Konflik Sosial


Menurut para ilmuwan sosial, kehidupan manusia yang terbentang sepanjang
sejarah selalu dibayang-bayangi oleh apa yang disebut agama. Bahkan, dalam
kehidupan sekarang pun dengan kemajuan teknologi supra modern manusia tak luput
dari agama. Agama menjadi kebutuhan dasar manusia, karena agama merupakan
sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan yang mengancam hidup
manusia. Hampir semua masyarakat manusia mempunyai agama. Agama dapat
dipandang sebagai kepercayaan dan pola prilaku yang diusahakan oleh suatu
masyarakat untuk menangani masalan penting yang tidak dapat dipecahkan oleh
teknologi dan tenik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu,
orang berpaling kepada menipulasi kekuatan supranatural.
Secara umum, agama adalah seperangkat aturan atau peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan manusia dengan sesamanya dan
manusia dengan alam lingkungannya,yang kesemuanya itu didasarkan pada
keyakinan terhadap adanya Tuhan. Pada sisi ini agama dilihat sebagai teks dan
doktrin, sehingga keterlibatan manusia sebagai pemeluk atau penganut agama tidak
nampak tercakup di dalamnya. Karena itu, masalah- masalah yang berkenaan dengan
kehidupan keagamaan baik individual maupun kelompok, pengetahuan dan keyakinan
yang lainnya yang dipunyai manusia, peranan keyakinan keagamaan terhadap
kehidupan duniawi dan sebaliknya, kelestarian serta perubahan-perubahan keyakinan
keagamaan yang dimiliki manusia, tidak tercakup dalam definisi tersebut. Sedangkan
secara khusus, agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-
tindakan yang diwujudkan oleh suatu masyarakat dalam menginterprestasikan dan
memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang ghaib dan
suci. Sebagai suatu sistem keyakinan, agama berbeda dari sistem-sistem keyakinan
atau isme-isme lainnya, karena landasan keyakinan keagamaan adalah konsep suci
yang dibedakan dari, atau dipertentangkan dengan yang duniawi (profane), dan pada
yang ghaib atau supranatural yang menjadi lawan dari hukum-hukum aimiah.
12
Dalam kehidupan masyarakat, agama mempunyai peranan sangat penting,
karena agama berisikan ajaran-ajaran tentang kebenaran yang tertinggi dan mutlak
tantang keberadaan manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup bahagia. Oleh karena
itu, ajaran agama harus duaktualisasikan dalam kehidupan para pemeluknya. Agama
dan masyarakat merupakan hubungan yang dialektif, keduanya saling mempengaruhi,
saling mendorong dan saling menekan menuju perkembangan suatu masyarakat
secara dinamis dan mewujudkan pasang surut peran agama dalam masyarakat,
sehingga hubungan agama dengan kuhidupan masyarakat bisa mengarah pada
traspormasi nilai dan struktur dalam kehidupan masyarakat sehingga terjadi
perubahan.
Pada saat dimensi normatif faham dan keyakinan agama diaktualisasikan
dalam kehidupan kemasyarakatan, selain melahirkan rasa kedamaian dan saling
menghargai, sering pula melahirkan konflik berkepanjangan, yang dapat mengganggu
bahkan merusak kedamaian hidup masyarakat. Dengan kata lain, ketika agama berada
pada tingkat masyarakat, ia melahirkan fungsi integrasi dan fungsi konflik sosial.
Agama adalah suatu dogma yang mengajarkan sekaligus mengajak kepada umat atau
pengikutnya untuk mepercayai adanya Tuhan semesta alam. Tuhan mewahyukan
kepada nabi dan rasul untuk menyampaikan perintah dan larangan-Nya.
Ajaran agama bukan hanya berisi perintah dan larangan saja, tetapi juga
pedoman, norma-norma, petunjuk hidup mana yang seharusnya dilakukan dan mana
hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan. Agama merupakan satu dari faktor pengendalian
sosial. Selain sebagai faktor pengendali sosial, agama memiliki peran sosial sebagai
faktor integratif bagi masyarakat, yang berarti peran agama dalam menciptakan suatu
ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Dalam fungsinya yang integratif-sosial serta dalam konteks pembinaan
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Agama
mempunyai peranan sebagai faktor pemantapan stabilitas (keseimbangan).
Agama Islam dengan segala ajaran yang dibawah oleh Nabi Muhammad
SAW, secara signifikan mampu menyelesaikan berbagai konflik-konflik yang terjadi
selama ini. Sebab hanya dengan pendekatan agama (Islam) berbagai masalah yang
sering terjadi di sekitar masyarakat yang majemuk dapat di redam, dan di cegah.
Agama dapat dijadikan sebuah solusi komprehensif untuk sebuah masyarakat bangsa

13
dan negara, sebagai landasan teologi dalam berinteraksi satu golongan masyarakat
dengan golongan lainnya.
Untuk itu Al-Quran menawarkan spirit dalam menginspirasi dan memotivasi
untuk mewujudkan resolusi konflik menuju perdamaian.
1. Al-Tabayun (Klarifikasi).
Dalam hal ini al-tabayun dijadikan sebagai upaya mencari kejelasan dan
klarifikasi atas sebuah informasi, terlebih informasi yang masih simpang-siur
kejelasannya, yang dapat menimbulkan fitnah dan konflik. Spirit al-tabayun
dikatakan dalam al-Quran untuk menguji kebenaran informasi dari seorang fasiq
(Q.S. Al-Hujurat: 6).

َ‫علَ ٰى َما فَ َع ْلت ُ ْم نَادِمِين‬ ِ ُ ‫ِق ِبنَبَإ فَتَبَيَّنُوا أَ ْن ت‬


ْ ُ ‫صيبُوا قَ ْو ًما ِب َج َهالَة فَت‬
َ ‫ص ِب ُحوا‬ ٌ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإ ْن َجا َءكُ ْم فَاس‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.”
.
2. Tahkim (Upaya Mediasi)
Dalam hal ini upaya tahkim dilakukan sebagai salah satu cara mendamaikan dua
belah pihak yang tengah berkonflik dengan mendatangkan mediator sebagai juru
damai, sebagaimana dikatakan dalam Q.S. An-Nisa’: 35. Sebagai catatan bahwa
seorang mediator harus ‘berdiri di tengah’. Artinya, tanpa memihak dan
bersimpati kepada salah satu pihak yang tengah berkonflik. Ia seharusnya
mendorong dan mengondisikan kedua pihak tersebut ke arah perdamaian.

3. Al-Syura (Musyawarah)
Upaya ini ditempuh guna memecahkan persoalan (baca: mencari solusi) dengan
mengambil keputusan bersama. Hal ini dianggap penting dalam kasus terjadinya
konflik. Pentingnya musyawarah ditegaskan dalam Q.S. Ali Imran: 158.

4. Al-‘Afwu (Saling Memafkan)


Ketika terjadi konflik, maka masing-masing pihak cenderung mempertahankan
ego sektoral mereka. Sehingga al-‘afwu merupakan indikator awal lahirnya

14
kebaikan dan ketakwaan seseorang (Q.S. Al-Baqarah: 237), yang mampu
menciptakan kondisi perdamaian dalam kehidupan manusia.

5. Al-Ishlah (Berdamai)
Setelah upaya saling memaafkan, maka tekad untuk berdamai pun menjadi sebuah
keharusan. Sebab Al-Quran sendiri menegaskan untuk berdamai dalam
berteologi/berkeyakinan (Q.S. Al-Baqarah: 208).

6. Al-‘Adl (Berlaku Adil)


Keadilan (al-‘adalah) merupakan suatu keniscayaan dalam menciptakan kondisi
damai dan harmoni. Sebab kezaliman (lawan dari keadilan) pada dasarnya akan
menyulut konflik bagi pihak yang dizalimi. Keadilan merupakan indikator
ketakwaan seseorang (Q.S. Al-Maidah: 8)

7. Al-Hurriyah (Jaminan Kebebasan)


Al-Quran sangat menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan dalam
menentukan keyakinan atau agama (Al-Baqarah: 256). Oleh karena kebebasan
merupakan hak setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan, tidak ada pencabutan
hak atas kebebasan kecuali di bawah dan setelah melalui proses hukum yang tepat
dan benar.19

19
Sukring, Solusi Konflik Sosial Dalam Perspektif al-Qur’an, Journal of Islamic Studies and Humanities, Vol. 1,
No. 1, Juni 2016, hal 103-122

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon) dalam
kehidupan manusia karena ia memang merupakan bagian yang inheren dari eksistensi
manusia sendiri.
Teori penyebab-penyebab konflik terdiri dari:

1. Teori Hubungan Masyarakat


2. Teori Negosiasi Prinsip
3. Teori Kebutuhan Manusia
4. Teori Identitas
5. Teori Kesalahpahaman Antar Budaya
6. Teori Transfomasi Konflik

Dalam teori kebutuhan manusia dibedakan menjadi 3, terdiri dari :

1. Substansif, Yaitu kebutuhan manusia yang berhubungan dengan kebendaan


seperti uang,pamgan,sandang dan kekayaan.
2. Prosedural, Merupakan kepentingan manusia yang berhubungan dengan tata
cara dalam pergaulan dengan masyarakat
3. Psikologis, Merupakan kebutuhan yang bersifat non materil seperti
penghargaan dan empati.

Agama dapat dijadikan sebuah solusi komprehensif untuk sebuah masyarakat bangsa
dan negara, sebagai landasan teologi dalam berinteraksi satu golongan masyarakat
dengan golongan lainnya. Untuk itu al-Quran menawarkan spirit dalam menginspirasi
dan memotivasi untuk mewujudkan resolusi konflik menuju perdamaian, yaitu: al-
tabayun (klarifikasi), Tahkim (upaya mediasi), Al-syura (musyawarah), Al-‘afwu
(saling memafkan), Al-ishlah (berdamai), Al-‘adl (berlaku adil), dan Al-hurriyah
(jaminan kebebasan)

16
B. Saran
Adapun makalah dengan judul Teori-Teori Penyebab Konflik ini tentunya memiliki
cukup banyak kekurangan dan kekeliruan, baik dari kurangnya informasi pengetahuan
maupun kesalahan referensi, oleh karena itu penulis berharap kepada para dosen, dan
rekan-rekan sekalian kiranya dapat memberikan sumbangsih pemikiran serta kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Romsan.2016.”Alternative Dispute Resolution Teknik Penyelesaian Sengketa di Luar


Pengadilan: Negosiasi da Mediasi” (Malang : Setara Press)

Conflict Management Unnes Student Working Paper Series .2017. “ Amuk Massa Konflik
dan Resolusi di Desa Suradadi Kota Tegal” (Semarang: Unnes)

Djanalis Djanaid.1993.”Public Relations: Teori dan Praktek”. (Malang.Indopurels


Group.1993)

Fikri Hasan, Maret 2018.“Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Sosial”.Peranan Humas dalam
Meningkatkan Citra Univ Madiun”. Vol 19 No 1.

Lambang Trijono.2018.” Konflik dan Rekonsiliasi: Sebuah Pendekatan Transformatif”, cet


ke-1 (Yogyakarta: Suluh Media)

Morissan.2008.”Manajemen Publik Relation Strategi menjadi Humas Profesional”(Jakarta:


Perdana Media Group)

M. Muksin Jamil, dkk.2007.”Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi, dan


Implementasi Resolusi Konflik”.(Semarang : Walisongo Mediation Centre)

Novri Susan.2014.”Pengantar Sosiologi Konflik”(Jakarta : Prenadamedia Grup)

Rusdah Sarifah.Januari 2016. “Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan” ISSN: 2301-8267 Vol. 04,
No.01.(Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Sukardi.2016.”Jurnal Hukum & Pembangunan 46” No. 1.70-89 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-
ISSN: 2503-1465 (Online)

Sukring, Solusi Konflik Sosial Dalam Perspektif al-Qur’an, Journal of Islamic Studies and
Humanities, Vol. 1, No. 1, Juni 2016

Takdir Rahmadi.2010.Mediasi.“Penyelesaian sengketa Melalui Pendakatan Mufakat”,cet ke-


1 (Jakarta: Rajawali Press).

Wahyudi .2010.“Masyarakat, Kebudayaan dan Politik”.Malang. ( Fakultas Ilmu Sosial dan


Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi : Universitas Muhammadiyah Malang)

18

Anda mungkin juga menyukai