MAKALAH
Dosen Pengampu:
Rustam Dahar Karnadi Apollo Harahap, M.Ag
Disusun oleh:
Kelas: Ilmu Falak B6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep konflik dan sumber terjadinya konflik?
2. Apa saja teori-teori penyebab konflik?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang konflik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep konflik dan sumber terjadinya konflik.
2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori penyebab konflik.
3. Untuk mengetahui pandangan islam tentang konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
1Wahyudi “Masyarakat, Kebudayaan dan Politik”.( Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi :
Universitas Muhammadiyah, Malang) Th. 23, No. 1, Januari–Maret 2010, hal.17
2
• Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai,
dan motifasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya;
• Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak
lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan
serta fisiknya terganggu;
• Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis;
• Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Di dalam rumusan Pasal 1 butir 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan konflik sosial yang dalam
UU tersebut disebut konflik adalah: ”perseteruan dan/atau benturan fisik dengan
kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu
tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan disintegrasi
sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan
nasional.”
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial, maka sumber-sumber konflik dapat berupa:
1. Permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
2. Perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan
antaetnis;
3. Sengketa batas wilayah desa, Kabupaten/Kota, dan/atau Provinsi;
4. Sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan/atau antar masyarakat dengan
pelaku usaha; dan
5. Distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dengan masyarakat.
3
organisasi dan kehadirannya tersebut tak dapat dicegah meskipun kita suka atau
tidak menyukainya, karena hubungan ini menentukan kelangsungan berjalannya
suatu organisasi yang ada dimana humas memiliki arti penting sebagai sumber
informasi yang terpercaya dari dulu hingga sekarang di era globalisasi dengan
kemajuan teknologi yang maju sehingga orang-orang dapat mengakses informasi
dengan sangat mudah.
Definisi humas menurut Edward L. Berney, dalam bukunya The Engineering
of Consent adalah membujuk public untuk memiliki niat baik. Bahkan hingga saat
ini, masih banyak praktisi humas berpandangan bahwa humas hanya sebagi
kominikasi dua arah yang bertujuan membujuk pihak lain. 2 Sedangkan menurut
pengertian Frank Jefkins adalah suatu yang merangkum keseluruhan komunikasi
yang terencana , baik kedalam maupun luar anatar suatu organisasi dengan semua
khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan –tujuan spesifik yang berlandaskan
pada salaing pengertian. 3 Maka dari itu humas dapat diartikan sebagai kegiatan
untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya demi mencapai sebuah kesepakatan
yang akan membawa manfaat bagi pihak pihak yang dilibatkan dalam sebuah
organisasi.
Humas merupakan komunikasi yang terencana dengan menggunakan media
kepada khalayaknya dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah
organisasi.4
Dua fungsi Hubungan Masyarakat atau Public Relations,diantaranya5
1) Fungsi Konstruktif
Dianalogikan sebagai “penata jalan “.Jadi, humas merupakan “garda”
terdepan yang dibelakangnya terdiri dari “rombongan” tujuan-tujuan
perusahaan.Peranan humas dalam hal ini mempersiapkan mental publik
untuk menerima kebijakan organisasi untuk mengetahui kepentingan
publik,mengevaluasi perilaku publik maupun organisasi untuk
direkomendasikan kepada manajemen,menyiapkan prakondisi untuk
mencapai saling pengertian,percaya dan saling membantu terhadap tujuan-
tujuan publik atau organisasi yang diwakilinya.
2
Morissan, Manajemen Publik Relation Strategi menjadi Humas Profesional, Jakarta: Perdana
Media Group,2008, hal.6
3
Morissan, Manajemen Publik....., hal.8
4
Fikri Hasan, “Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Sosial : Peranan Humas dalam Meningkatkan Citra Univ
Madiun”. Vol 19 No 1, Maret 2018. Hlm. 5.
5
Djanalis Djanaid, Public Relations: Teori dan Praktek. (Malang.Indopurels Group.1993)
4
2) Fungsi Korektif
Berperan sebagai pemadam kebakaran,yakni apabila sebuah organisasi
atau lembaga terjadi masalah-masalah atau krisis dengan publik,maka
humas harus berperan dalam mengatasi terselesaikannya masalah tersebut.
Dalam menjalankan setiap kegiatannya, sebuah organisasi tidaklah
selalu berjalan dengan mulus namun terkadang sering terjadinya
perselisihan diantara satu organisasi dengan organisasi lain yang kadang
terjadi meskipun karena hal yang sepele sehingga terjadilah perselisihab
atau konflik yang harus diselesaikan diantara keduanya, maka dalam teori
ini dijelaskan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
adanya ketidakpercayaan dan rivalitas kelompok dalam masyarakat. Para
penganut teori ini memberi solusi solusi terhadap konflik- konflik yang
timbul dengan cara: 6
➢ Peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-
kelompok yang mengalami konflik.
➢ Pengembangan toleransi agar masyarakat lebih saling menerima
keberagaman dalam masyarakat.
➢ Substantif
Kebutuhan manusia yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang,
pangan, sandang, dan kekayaan.
6
Takdir Rahmadi, Mediasi “ Penyelesaian sengketa Melalui Pendakatan Mufakat”, cet ke-1 (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 8
7 Sukardi.”Jurnal Hukum & Pembangunan 46” No. 1 (2016): 70-89 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN:
2503-1465 (Online),hlm.78
5
➢ Prosedural
Merupakan kepentingan manusia yang berhubungan dengan tata cara dalam
pergaulan dengan masyarakat. Banyak orang yang merasa tersinggung jika
ada perbuatan dengan tata cara yang diharapkan.
➢ Psikologis
Merupakan kebutuhan yang bersifat non materil seperti penghargaan dan
empati. Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi.
Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi, dan otonomi. 8
8 Takdir Rahmadi, Mediasi “ Penyelesaian sengketa Melalui Pendakatan Mufakat”, cet ke-1 (Jakarta:
6
didalamnya.Untuk menyelesaikanya perlu diadakan dialog dan perundingan
sehingga kesepakatan dapat diterima semua pihak.
Sasaran :
Para penganjur teori ini berpendapat, bahwa agar sebuah konflik dapat
diselesaikan, para pelaku harus mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan
masalah-masalah dan mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan
bukan pada posisi yang sudah tetap
9 Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017. (“ Amuk Massa Konflik dan
7
c) meningkatkan komunikasi antarbudaya yang efektif. 10
Berdasarkan pendapat Coser yang membedakan dua tipe dasar konflik, yakni
konflik realistik dan nonrealistik, menurut pemakalah berpendapat bahwa teori
identitas dan teori kesalahpahaman antarbudaya dapat dikelompokkan pada
konsep konflik nonrealistik. Konflik realistik memiliki sumber yang konkret dan
bersifat material, seperti perebutan sumber ekonomi atau wilayah. Jika mereka
telah memperoleh sumber rebutan itu, dan bila dapat diperoleh tanpa perkelahian,
maka konflik akan segera diatasi dengan baik. Konflik nonrealistik didorong oleh
keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, konflik ini seperti
konflik antar-agama, antar-etnis, dan konflik antar-kepercayaan lainnya. Konflik
ialah tujuan itu sendiri, baik diijinkan atau tidak. Konflik nonrealistik merupakan
suatu cara menurunkan ketegangan atau mempertegas satu kelompok, dan cara ini
mewujudkan bentuk-bentuk kekejian yang sesungguhnya turun dari sumber lain.
Antara konflik pertama dan kedua, konflik nonrealitaslah cenderung sulit untuk
menemukan resolusi konflik, konsensus dan perdamaian tidak akan mudah
diperoleh. Bagi Coser sangat memungkinkan bahwa konflik melahirkan dua tipe
sekaligus, sehingga menimbulkan situasi yang lebih kompleks. 11
5. Teori Identitas
Berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok
orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. Penganut teori ini
mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam dilakukan
melalui fasilitasi lokokarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang
mengalami konflik dengan tujuan mengidenyifikasikan ancaman ancaman dan
kekhawatiran yang mereka rasakan, serta membangun empati dan rekonsiliasi.
Tujuan akhirnya adalah pencapain kesepakatan bersama yang mengakui identitas
pokok semua pihak.12 Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena
identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
10 Ahmad Romsan, Alternative Dispute Resolution Teknik Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:
Negosiasi da Mediasi, (Malang : Setara Press, 2016), Hal 8.
11 Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, (Jakarta : Prenadamedia Grup, 2014), Hal.47.
12 Takdir Rahmadi, Mediasi : Penyelesaikan Sengketa MelaluiPendekatan Mufakat, (Jakarta : Rajawali
8
penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. 13 Sasaran yang ingin dicapai
teori ini adalah :
a) melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami
konflik. Mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan
ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi diantara mereka;
b) meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas semua
pihak.14
Teori identitas ini secara khusus dapat dikaitakan pada Teori Identitas Sosial.
Teori identitas sosial menjelaskan perilaku kelompok terjadi karena adanya dua
proses penting, yaitu proses kognitif dan proses motivasional. Proses kognitif
membuat individu melakukan kategorisasi pada stimulus yang ia hadapi,
termasuk juga pada kelompok yang ia temui, hingga individu cenderung
memandang orang lain sebagai anggota in group atau anggota out group (Hogg
dan Abrams, 1990 dalam Sarwono 2009). Sementara itu, sebagai proses
motivasional, perilaku yang ditampilkan anggota suatu kelompok merupakan
usaha individu agar memperoleh harga diri dan identitas sosial yang positif.
Setiap individu memiliki motivasi untuk memiliki harga diri yang positif dan
untuk memelihara harga dirinya. Ia mengidentifikasikan diri pada kelompok
tertentu terutama yang memiliki berbagai kualitas positif.
13 M. Muksin Jamil, dkk., Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi, dan Implementasi
Resolusi Konflik, (Semarang : Walisongo Mediation Centre, 2007), Hal 17.
14 Ahmad Romsan, Alternative Dispute Resolution Teknik Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:
9
group” sering menimbulkan “in group bias”, yaitu kecenderungan untuk
menganggap baik kelompoknya sendiri.
✓ Keyakinan saling terkait Social identity merupakan keseluruhan aspek
konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau
kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang
bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap
kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari
keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai
identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri dan harga diri.
Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok
yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jika kelompok
yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu juga akan
menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila
terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap
kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok
lain juga meningkat.
✓ Depersonalisasi. Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian
dalam sebuah kelompok, maka individu tersebut akan cenderung
menggunakan nilai-nilai dalam kelompok untuk diterapkan pada nilai-
nilai yang ada dalam dirinya, sesuai dengan nilai yang ada dalam
kelompoknya tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh
perasaan takut tidak ‘dianggap’ dalam kelompoknya karena telah
mengabaikan nilai ataupun kekhasan yang ada dalam kelompok tersebut.
Keempat dimensi tersebut cenderung muncul ketika individu berada
ditengah-tengah kelompok dan ketika berinteraksi dengan anggota
kelompok lainnya.15
15
Rusdah Sarifah “Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan” ISSN: 2301-8267 Vol. 04, No.01, Januari 2016 UIN
Sunan Gunung Djati Bandung Hal 78-79
10
penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui beberpa upaya seperti perubahan
struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidak setaraan, peningkatan
hubungan dan sikap jangka panjang, para pihak yang mengalami konflik serta
pengembangan proses-proses dan system untuk mewujudkan pemberdayaan,
keadilan, rekonsilasi dan pengakuan keberadaan masing-masing.16
Tranformasi konflik dilakukan untuk mengubah hubungan dominatif menuju
hubungan damai diantara berbagai pihak. Dalam hal ini terciptanya keseimbangan
hubungan kekuasaan antar berbagai pihak sangat penting. Dari kondisi dominasi
yang menyebabkan terjadinya konflik, strategi transformasi ini melakukan upaya
untuk mengubah kekuasaan dari semula bersifat asimetris, atau tidak seimbang
menuju hubungan kekuasaan bersifat simetris. Dari sisi kekuasaan dominan,
strategi ini berarti melakukan desentralisasi kekuasaan untuk mencegah
memutusnya kekuasaan. Sementara, dari sisi pihak yang dikuasai, strategi ini
merupakan strategi pemberdayaan untuk meraih kuasa atau achieving power,
sehingga lebih berdaya dan mampu melakukan daya tawar menawar dikelompok
dominan.17
Memperhatikan hal itu, transformasi konflik baik berlangsung pada level
personal maupun sosial, membutuhkan strategis khusus pemberdayaan personal
dan sosial atau komunitas untuk memberdayakan diri, untuk mendapat kuasa, agar
kehidupan kembali normal atau reintegrasi berlangsung di masyarakat.
Pemberdaya ini perlu dilakukan sebagai bagian dari strategi transformasi konflik,
terutama pemberdayaan terhadap korban konflik melalui pemulihan, rehabilitas
dan rekonsiliasi berkaitan dengan pelanggaran hak-hak asasi orang, warga negara
atau manusia yang telah terjadi. Dari segi pandang transformasi sosial,
transformasi konflik merupakan perubahan mendasar hubungan atau relasi antar
pihak atau antar lembaga dari hubungan yang semula konfliktual menuju
hubungan kerjasama atau ko-eksistensi damai di masyarakat. 18
➢ Pendekatan Transformasi Konflik
16
Takdir Rahmadi, MEDIASI: Penyelesaian sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, cet ke-1 (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 8-9
17 Lambang Trijono, Konflik dan Rekonsiliasi: Sebuah Pendekatan Transformatif, cet ke-1 (Yogyakarta:
11
Pendekatan transformasi konflik berbeda dengan manajemen konflik atau
resolusi konflik. Sedangkan transformasi konflik melibatkan transformasi
hubungan yang mendukung kekerasan, pendekatan penyelesaian konflik
berusaha untuk memindahkan pihak yang berkonflik dari zero sum sampai
menuju hasil yang positif, seringkali dengan bantuan pihak luar.
13
dan negara, sebagai landasan teologi dalam berinteraksi satu golongan masyarakat
dengan golongan lainnya.
Untuk itu Al-Quran menawarkan spirit dalam menginspirasi dan memotivasi
untuk mewujudkan resolusi konflik menuju perdamaian.
1. Al-Tabayun (Klarifikasi).
Dalam hal ini al-tabayun dijadikan sebagai upaya mencari kejelasan dan
klarifikasi atas sebuah informasi, terlebih informasi yang masih simpang-siur
kejelasannya, yang dapat menimbulkan fitnah dan konflik. Spirit al-tabayun
dikatakan dalam al-Quran untuk menguji kebenaran informasi dari seorang fasiq
(Q.S. Al-Hujurat: 6).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.”
.
2. Tahkim (Upaya Mediasi)
Dalam hal ini upaya tahkim dilakukan sebagai salah satu cara mendamaikan dua
belah pihak yang tengah berkonflik dengan mendatangkan mediator sebagai juru
damai, sebagaimana dikatakan dalam Q.S. An-Nisa’: 35. Sebagai catatan bahwa
seorang mediator harus ‘berdiri di tengah’. Artinya, tanpa memihak dan
bersimpati kepada salah satu pihak yang tengah berkonflik. Ia seharusnya
mendorong dan mengondisikan kedua pihak tersebut ke arah perdamaian.
3. Al-Syura (Musyawarah)
Upaya ini ditempuh guna memecahkan persoalan (baca: mencari solusi) dengan
mengambil keputusan bersama. Hal ini dianggap penting dalam kasus terjadinya
konflik. Pentingnya musyawarah ditegaskan dalam Q.S. Ali Imran: 158.
14
kebaikan dan ketakwaan seseorang (Q.S. Al-Baqarah: 237), yang mampu
menciptakan kondisi perdamaian dalam kehidupan manusia.
5. Al-Ishlah (Berdamai)
Setelah upaya saling memaafkan, maka tekad untuk berdamai pun menjadi sebuah
keharusan. Sebab Al-Quran sendiri menegaskan untuk berdamai dalam
berteologi/berkeyakinan (Q.S. Al-Baqarah: 208).
19
Sukring, Solusi Konflik Sosial Dalam Perspektif al-Qur’an, Journal of Islamic Studies and Humanities, Vol. 1,
No. 1, Juni 2016, hal 103-122
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon) dalam
kehidupan manusia karena ia memang merupakan bagian yang inheren dari eksistensi
manusia sendiri.
Teori penyebab-penyebab konflik terdiri dari:
Agama dapat dijadikan sebuah solusi komprehensif untuk sebuah masyarakat bangsa
dan negara, sebagai landasan teologi dalam berinteraksi satu golongan masyarakat
dengan golongan lainnya. Untuk itu al-Quran menawarkan spirit dalam menginspirasi
dan memotivasi untuk mewujudkan resolusi konflik menuju perdamaian, yaitu: al-
tabayun (klarifikasi), Tahkim (upaya mediasi), Al-syura (musyawarah), Al-‘afwu
(saling memafkan), Al-ishlah (berdamai), Al-‘adl (berlaku adil), dan Al-hurriyah
(jaminan kebebasan)
16
B. Saran
Adapun makalah dengan judul Teori-Teori Penyebab Konflik ini tentunya memiliki
cukup banyak kekurangan dan kekeliruan, baik dari kurangnya informasi pengetahuan
maupun kesalahan referensi, oleh karena itu penulis berharap kepada para dosen, dan
rekan-rekan sekalian kiranya dapat memberikan sumbangsih pemikiran serta kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series .2017. “ Amuk Massa Konflik
dan Resolusi di Desa Suradadi Kota Tegal” (Semarang: Unnes)
Fikri Hasan, Maret 2018.“Jurnal Penelitian Ilmu Ilmu Sosial”.Peranan Humas dalam
Meningkatkan Citra Univ Madiun”. Vol 19 No 1.
Rusdah Sarifah.Januari 2016. “Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan” ISSN: 2301-8267 Vol. 04,
No.01.(Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Sukardi.2016.”Jurnal Hukum & Pembangunan 46” No. 1.70-89 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-
ISSN: 2503-1465 (Online)
Sukring, Solusi Konflik Sosial Dalam Perspektif al-Qur’an, Journal of Islamic Studies and
Humanities, Vol. 1, No. 1, Juni 2016
18