Anda di halaman 1dari 11

I.

JUDUL
“ANTISIPASI INTELIJEN KEAMANAN TERHADAP KONFLIK WARGA ANTAR KAMPUNG DI
KOTA MAGELANG”

II. ABSTRAK
Terjadinya aksi tawuran antar ratusan warga dua kampung, yakni Kampung Karanggading
dan Kampung Jurang di Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang yang bermula ketika ratusan
masa dari Kampung Karanggading mendatangi Kampung Paten Jurang. Sembari membawa senjata
tajam, bambu, pedang, dan kayu. Perselisihan antar kampung ini menurut keterangan dari para
saksi-saksi, merupakan imbas dari aksi penyerangan lima buah mobil angkutan kota (angkot),
sepeda motor, dan warung internet (warnet) milik, Subadi, Ketua RW 15 Paten Jurang.
Pemicu perselisihan warga itu karena adanya cekcok antar 2 warga dari kedua kampung
tersebut di salah satu tempat karaoke di Kota Magelang. Usai karaoke, seorang pemuda asal
Kampung Paten Jurang ini tak mau membayar tagihan. Akhirnya pemuda tersebut ditegur oleh
petugas keamanan tempat karaoke itu, namun tetap saja ia tak membayarnya. Kemudian, petugas
kemanan yang diketahui adalah warga Karanggading ini, bersama dengan sejumlah pemuda
tetangganya memiliki niat untuk mencari keberadaan pemuda asal Kampung Paten Jurang. Mereka
diduga menyisir di Kampung Paten Jurang untuk mencarinya, namun tak pernah ditemukan. Hingga
terjadi pengrusakan kendaraan dan warung di sekitar Paten Jurang yang menyulut emosi warga.
Belakangan diketahui bahwa 2 warga yang terlibat masalah merupakan anggota dari ormas yang
memiliki peranan dominan di Kota Megelang, yaitu Kelompok Macan Tidar dan Kelompok Pemuda
Pancasila.

III. DAFTAR ISI MAKALAH


I. JUDUL
II. ABSTRAK
III. DAFTAR ISI MAKALAH
IV. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
V. LANDASAN TEORI
A. TEORI KONFLIK
B. TEORI INTELIJEN KEAMANAN (INTELKAM)
VI. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
VII. PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

IV. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang kaya akan
suku, adat istiadat dan kebudayaan. Terdapat banyak macam suku di Indonesia yang
semuanya memiliki adat yang berbeda-beda pula. Keanekaragaman kebudayaan, kebiasaan
dan kepentingan di masing-masing kelompok masyarakat ini juga tidak dipungkiri sering
menjadi awal penyebab konflik yang terjadi di masyarakat, baik itu konflik antar suku, agama,
golongan atau bahkan konflik antar kampung yang notabenenya masih dalam satu suku pun
bisa terjadi akibat dari perbedaan ini. Konflik antar warga yang sering terjadi ini adalah
merupakan tanggung jawab dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan
lembaga yang bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara keamanan di Indonesia.
Polri memegang peranan penting dan harus turun langsung dalam upaya
penyelesaian konflik antar warga tersebut. Dalam upaya menjaga keamanan, Polri memiliki
fungsi intelijen yang merupakan salah satu fungsi yang mengemban tugas dalam rangka
penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Kegiatan operasional intelijen keamanan
(intelkam) dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi, mengamankan
obyek/aktivitas tertentu, serta menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan tugas Polri
lainnya. Kegiatan operasional intelkam dapat dilaksanakan secara terbuka maupun secara
tertutup melalui aspek geografi, demografi, sumber daya alam, politik, ekonomi, sosial budaya
dan keamanan. Kondisi keamanan pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai aspek
kehidupan masyarakat baik dinamika lingkungan alam, yaitu: geografi, demografi, sumberdaya
alam maupun lingkungan sosial, antara lain: politik, ekonomi, sosial budaya dan perkembangan
teknologi. Perkembangan kondisi ini bila tidak diantisipasi atau dikelola dengan baik akan
bermuara kepada masalah keamanan dan ketertiban dalam negeri, seperti terjadinya kasus-
kasus konflik dan kerusuhan yang berlatarbelakang SARA.
Salah satu kasus yang telah terjadi adalah kasus konflik antar warga kampung di
Kota Magelang pada hari Rabu, tanggal 28 Oktober 2015 yang lalu. Berdasarkan latar
belakang ini, penulis mencoba mengimplementasikan aspek-aspek tugas intelijen dalam kasus
tersebut. Penulis mengambil judul makalah “ANTISIPASI INTELIJEN KEAMANAN TERHADAP
KONFLIK WARGA ANTAR KAMPUNG DI KOTA MAGELANG”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi (geografi, demografi, sumber daya alam, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan) serta kerawanan dan gangguan keamanan yang
mungkin timbul dari kasus konflik warga antar kampung tersebut?
2. Apa yang harus dilakukan intelkam dalam mengantisipasi kasus konflik warga antar
kampung tersebut sebelum kejadian, pada saat kejadian dan setelah kejadian?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Manajemen Operasional Polri, BRIGJEND.
POL. (P) Drs. IGM. DIRGAYU A. WIBAWA, S.H., M.Si. kepada penulis sebagai Mahasiswa
STIK-PTIK Angkatan-72 / Widya Atmani Wedhana.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pembaca ataupun pimpinan
dikemudian hari guna mengambil keputusan dalam menghadapi kasus yang serupa di
tempat bertugas.

V. LANDASAN TEORI
A. TEORI KONFLIK
Teori konflik merupakan perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai
yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi
yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini berdasarkan pada pemilikan sarana produksi
sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configure, yang berarti saling memukul, yang
dimaksud dengan konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak
dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling
mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan. Konflik sosial sesungguhnya
merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan
yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas.
Dengan demikian, terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu benturan-
benturan fisik baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Berikut ini beberapa
pendapat ahli tentang pengertian konflik:
a. Robbin mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok,
tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1) Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa


konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari.
Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini
merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk
tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2) Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di
dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan
sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi.
Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi
atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3) Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung
mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan
suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga
tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

b. Stoner dan Freeman membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1) Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat
dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah
pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang
optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan
manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini,
manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2) Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor,
antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan
sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan.
Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik
sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
c. Myers merpendapat bahwa konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
tradisional dan kontemporer.
1) Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang
harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai
sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan
seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik
secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan
menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga
akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2) Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam
konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak
hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai
suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang
destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun
organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
d. Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah perjuangan untuk
memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak
hany memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
e. Soerjono Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau
kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
2. Jenis Konflik
Soerjono Soekanto menyebutkan ada lima bentuk khusus konflik yang terjadi dalam
masyarakat. Kelima bentuk itu adalah konflik pribadi, konflik politik, konflik sosial, konflik
antarkelas sosial, dan konflik yang bersifat internasional.
a. Konflik pribadi, yaitu konflik yang terjadi di antara orang perorangan karena masalah-
masalah pribadi atau perbedaan pandangan antar pribadi dalam menyikapi suatu hal.
Misalnya individu yang terlibat utang, atau masalah pembagian warisan dalam keluarga.
b. Konflik politik, yaitu konflik yang terjadi akibat kepentingan atau tujuan politis yang
berbeda antara seseorang atau kelompok. Seperti perbedaan pandangan antar partai
politik karena perbedaan ideologi, asas perjuangan, dan cita-cita politik masing-masing.
Misalnya bentrokan antar partai politik pada saat kampanye.
c. Konflik rasial, yaitu konflik yang terjadi di antara kelompok ras yang berbeda karena
adanya kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Misalnya konflik antara
orang-orang kulit hitam dengan kulit putih akibat diskriminasi ras (rasialisme) di Amerika
Serikat dan Afrika Selatan.
d. Konflik antar kelas sosial, yaitu konflik yang muncul karena adanya perbedaan-
perbedaan kepentingan di antara kelas-kelas yang ada di masyarakat. Misalnya konflik
antara buruh dengan pimpinan dalam sebuah perusahaan yang menuntut kenaikan
upah.
e. Konflik yang bersifat internasional, yaitu konflik yang melibatkan beberapa kelompok
negara (blok) karena perbedaan kepentingan masing-masing. Misalnya konflik antara
negara Irak dan Amerika Serikat yang melibatkan beberapa negara besar.
3. Penyebab Timbulnya Konflik
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebab sebab terjadinya konflik antara lain
sebagai berikut.
a. Perbedaan Antar Perorangan
Perbedaan ini dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Hal ini
mengingat bahwa manusia adalah individu yang unik atau istimewa, karena tidak pernah
ada kesamaan yang baku antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan
inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial, sebab dalam
menjalani sebuah pola interaksi sosial, tidak mungkin seseorang akan selalu sejalan
dengan individu yang lain.
b. Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kebudayaan mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku perseorangan
dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran
individual, kebudayaan dalam masing-masing kelompok juga tidak sama. Setiap individu
dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan
kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi
perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya
tidak sama. Yang jelas, dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan nilai dan
norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh satu kelompok
atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok atau masyarakat
lain. Apabila tidak terdapat rasa saling pengertian dan menghormati perbedaan tersebut,
tidak menutup kemungkinan faktor ini akan menimbulkan terjadinya konflik sosial
c. Bentrokan Kepentingan
Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini
karena setiap individu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat
atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga
akan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain.
d. Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di dalam Masyarakat
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan
pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang
terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-prosessosial di
dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk
perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah
ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya
secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan
keterkejutan masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik
sosial.
4. Strategi dan Metode Penyelesaian Konflik
Penyelesaian  konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak
kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada
5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah sebagai berikut :
a. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

b. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang
memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
c. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
d. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini
adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan
integrasi dari kedua pihak.
e. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
B. TEORI INTELIJEN KEAMANAN (INTELKAM)
Intelijen keamanan adalah intelijen yang diimplementasikan dalam tugas pokok Polri sebagai
institusi yang bertanggung jawab terhadap keamanan dalam negeri dalam mendukung
pelaksanaan tugas Pemerintahan serta menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan
dalam masyarakat bagi pelakasanaan tugas Polri. Sedangkan fungsi yang diemban oleh
intelejen adalah penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk keperluan pelaksanaan
tugas dan fungsi kepolisian, terutama penegakan hukum, pembinaan kamtibmas, serta
keperluan tugas bantuan pertahanan dan kekuatan sosial.
Adapun fungsi intelijen adalah:
1. Penyelidikan
Penyelidikan merupakan upaya mencari dan mengumpulkan bahan informasi.
2. Pengamanan
Pengamanan merupakan upaya mengamankan organisasi agar tidak menjadi sasasaran
lawan.
3. Penggalangan
Penggalangan merupakan upaya untuk menciptakan kondisi dan situasi yang
menguntungkan organisasi.
Sedangkan tugas dan tanggungjawab intelkam adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Mata dan Telinga kesatuan Polri yang berkewajiban melaksanakn deteksi dini dan
memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan
sosial dalam masyarakat. Mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap
Kamtibmas.
2. Melaksanakan pengamatan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam masyarakat di bidang
IPOLEKSOSBUDHANKAM bagi kepentingan yang membahayakan masyarakat khususnya
dalam kegiatan kontra intelijen.
3. Menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan dalam masyarakat bagi pelaksanaan
tugas Polri.

Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan pulbaket intelkam, ada 7 (tuhuh) bidang yang dipenuhi,
yaitu:
1. Geografi
Geografi suatu negara adalah segala sesuatu pada permukaan bumi yang dapat dibedakan
antara hasil proses alam dan hasil ulah manusia, dan memberikan gambaran tentang
karakteristik wilayah ke dalam maupun ke luar.
2. Demografi
Demografi adalah manusia atau penduduk yang mendiami suatu wilayah negara.
3. Sumber daya alam
Sumber daya alam adalah segala sumber dan potensi alam yang terdapat di bumi, dilaut,
dan di udara dalam wilayah suatu negara.
4. Politik
Politik diartikan sebagai asas, haluan dan kebijaksanaan yang digunakan untuk mencapai
tujuan, dan oleh kekuasaan karena itu masalah politik selalu dihubungkan dengan masalah
kekuasaan dalam suatu negara yang berada di tangan pemerintah. Pemerintah akan
menentukan sistem politik yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan
nasionalnya.
5. Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu Negara merupakan kekuatan nasional Negara yang
bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang ekonomi berperan langsung dalam
upaya pemberian dan distribusi kebutuhan seluruh warga negara.

6. Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat menentukan kekuatan nasional suatu negara. Hal-hal yang
dialami sebuah bangsa yang homogen tentu saja akan berbeda dengan yang dihadapi
bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial budaya masyarakatnya.
7. Keamanan
Pertahanan dan keamanan (hankam) adalah upaya rakyat semesta dengan TNI dan Polri
sebagai intinya. Mempertahankan dan mengamankan bangsa dan negara beserta hasil
perjuangannya.

VI. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA


A. Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi (geografi, demografi, sumber daya alam, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan) serta kerawanan dan gangguan keamanan yang
mungkin timbul dari kasus konflik warga antar kampung di Kota Magelang?
Berikut kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi 7 aspek tersebut dalam kasus konflik
warga antar kampung :
1. Geografis Kota Magelang
Kota Magelang berada di perislangan jalur transportasi dan ekonomi antara Semarang-
Magelang-Yogyakarta dan Purworejo, di samping berada pada persimpangan jalur wisata
lokal maupun regional antara Yogyakarta-Borobudur-Kopeng dan dataran tinggi Dieng.
Letak strategis Kota Magelang juga ditunjang dengan penetapan Kota Magelang sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kawasan Purwomanggung (Kabupaten Purworejo,
Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang)
dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah.
Secara topografis Kota Magelang merupakan dataran tinggi yang berada kurang dari lebih
380 m di atas permukaan laut, dengan kemiringan berkisar antara 5° - 45°, sehingga Kota
Magelang merupakan wilayah yang bebas banjir dengan ditunjang keberadaan sungai
Progo di sisi barat dan sungai Elo di sisi timur. Klimatologi Kota Magelang dikategorikan
sebagai daerah beriklim basah dengan curah hujan yang cukup tinggi sebesar +7,10 mm/th.
Secara administratif Kota Magelang terbagi atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara
Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
b. Sebelah Timur
Sungai Elo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
c. Sebelah Selatan
Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
d. Sebelah Barat
Sungai Progo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.
Kecamatan Magelang Utara, luas wilayah 6.128 km2, Terdiri dari 5 kelurahan, yaitu:
- Kelurahan Potrobangsan
- Kelurahan Wates
- Kelurahan Kedungsari
- Kelurahan Kramat Selatan
- Kelurahan Kramat Utara
Kecamatan Magelang Tengah, luas wilayah 5.104 km2, Terdiri dari 6 kelurahan, yaitu:
- Kelurahan Kemirirejo
- Kelurahan Cacaban
- Kelurahan Magelang
- Kelurahan Panjang
- Kelurahan Gelangan
- Kelurahan Rejowinangun Utara
Kecamatan Magelang Selatan, luas wilayah 6.888 km2, Terdiri dari 6 kelurahan yaitu:
- Kelurahan Jurangombo Selatan
- Kelurahan Jurangombo Utara
- Kelurahan Magersari
- Kelurahan Rejowinangun Selatan
- Kelurahan Tidar Utara
- Kelurahan Tidar Selatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung berdasarkan geografis Kota
Magelang tidak ada.
2. Demografi Kota Magelang
Hasil Sensus Penduduk 2014, jumlah penduduk Kota Magelang berjumlah 120.373 jiwa
yang terdiri atas 59.260 jiwa laki-laki dan 61.113 jiwa perempuan. Penduduk Kecamatan
terbanyak berada di Kecamatan Rejowinangun Utara dengan jumlah penduduk 10.566 jiwa
sedangkan yang terendah berada di Kecamatan Jurangombo Utara dengan jumlah
penduduk 3.848 jiwa. Kota Magelang merupakan kota multietnis, terdapat masyarakat dari
suku Melayu, Jawa, Batak, Sunda, Tionghoa, dsb. Mayoritas masyarakat memeluk agama
Islam. Di Kota magelang juga terdapat beberapa organisasi masyarakat (ormas),
diantaranya adalah Ormas Macan Tidar dan Ormas Pemuda Pancasila yang memiliki
jumlah anggota yang banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik warga antar kampung berdasarkan
kondisi demografi Kota Magelang adalah keberadaan Ormas yang berpotensi dapat
menimbulkan gesekan antar anggotanya. Hal ini menjadi kerawanan dalam peristiwa konflik
warga antar kampung di Kota Magelang.
3. Sumber Daya Alam
Kota Magelang yang hanya seluas 18,12 kilometer persegi tidak memiliki sumber daya
alam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung di Kota Magelang
berdasarkan sumber daya alam tidak ada kerawanannya.
4. Politik
Kondisi politik di Kota Magelang dikuasai oleh Partai PDIP dan Walikota terpilih yang
menjabat pada saat ini berasal dari Partai PDIP.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung di Kota Magelang
berdasarkan kondisi politik Kota Magelang tidak ada.
5. Ekonomi
Perekonomian Kota Magelang bertumpu pada sektor jasa dan perdagangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung di Kota Magelang
berdasarkan aspek ekonomi hampir tidak ada, meskipun sedikit banyak Ormas di Kota
Magelang juga mengambil bagian dalam pengelolaannya.
6. Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat di Kota Magelang sangat kondusif. Hubungan
antar umat beragama dan hubungan antar suku juga berlangsung sangat baik dan berjalan
kondusif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung di Kota Magelang
berdasarkan aspek sosial budaya adalah adanya beberapa ormas di Kota Magelang yang
memiliki jumlah anggota yang banyak dan memiliki peran yang menonjol di Kota Magelang,
yang dimana jika terjadi gesekan antar anggota kelompok ormas tersebut, maka masalah
bisa dibawa ke ranah ormas sehingga masalah bisa semakin membesar karena sudah
melibatkan ormas. Hal ini dapat berpotensi menjadi kerawanan dalam konflik warga antar
kampung di Kota Magelang.
7. Keamanan
Situasi keamanan di Kota Magelang cukup kondusif Polres Magelang Kota mampu
menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif serta banyaknya jumlah kesatuan TNI di
Kota Magelang juga membantu terciptanya keamanan yang kondusif di kota magelang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik warga antar kampung di Kota Magelang
berdasarkan aspek keamanan adalah situasi yang tidak kondusif sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya konflik warga antar kampung, dimana ada beberapa warga yang terlibat
cek-cok di sebuah tempat hiburan malam di Kota Magelang.
Berdasarkan analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi adalah
termasuk kategori konflik pribadi yang disebabkan oleh perbedaan antar perorangan dan
bentrokan kepentingan. Konflik ini terjadi karena adanya seorang oknum dari salah satu
kampung yang berbuat onar di tempat hiburan malam yang kebetulan merupakan anggota dari
salah satu ormas dan seorang petugas keamanan tempat hiburan malam tersebut yang
mengatasi keonaran juga merupakan anggota ormas yang berbeda. Kemudian konflik pribadi
tersebut dibawa ke ranah ormas dan dengan adanya rasa solidaritas yang kuat antar sesama
anggota ormas, maka konflik pribadi tersebut berkembang menjadi konflik antar golongan
(ormas).
B. Apa yang harus dilakukan intelkam dalam mengantisipasi kasus konflik warga antar kampung
tersebut sebelum kejadian, pada saat kejadian dan setelah kejadian?
1. SEBELUM KEJADIAN
Upaya yang dilakukan sebelum kejadian diutamakan kepada giat pre-emtif dan preventif
secara persuasif dengan memfokuskan pada kegiatan mencegah dan megumpulkan bahan
keterangan dan informasi sebanyak-banyaknya.
a. Perencanaan
Begitu informasi tentang cek-cok warga di salah satu tempat hiburan malam diterima,
intelijen segera membuat perencanaan untuk memonitor dan menggalang kelompok
warga yang terlibat konflik tersebut dan me-mapping kerawanan apa saja yang mungkin
bisa terjadi imbas dari konflik tersebut. Selanjutnya hasil dilaporkan kepada pimpinan.

b. Pengumpulan Keterangan
Selanjutnya intelijen melakukan penyelidikan (bisa melalui observasi atau penelitian)
dan tekhnik penyelidikan yang digunakan bisa berupa pengamatan dan penggambaran
(matbar), wawancara, interogasi, penjejakan, penyurupan, pengintaian, penyadapan
dan melakukan penggalangan terhadap para warga yang terlibat maupun lingkungan
sekitarnya.
c. Pengolahan dan Analisa
Bahan keterangan yang telah didapat kemudian diolah melalui proses pencatatan,
penilaian dan penafsiran, sehingga bahan keterangan yang awalnya masih merupakan
bahan mentah ditransformasikan menjadi produk intelijen dan dilaporkan segera
kepada pimpinan yang berguna sebagai bahan pertimbangan pimpinan untuk
mengambil keputusan dan atau kebijakan kedepannya yang terkait dengan peristiwa
yang telah terjadi.
2. PADA SAAT KEJADIAN
Upaya yang dilakukan pada saat kejadian terjadi adalah lebih diprioritaskan kepada upaya
represif intelijen yang lebih proaktif dengan fokus kegiatan untuk penanggulangan kejadian
agar permasalahan tidak semakin menyebar dan dapat cepat diselesaikan sehingga situasi
dapat kembali menjadi kondusif. Kegiatan rutin kepolisian dilaksanakan dengan intensitas
yang lebih ditinggikan serta ditekankan kepada pelaksanaan operasi intelijen sebagai
kegiatan utamanya.

Adapun operasi intelejen dilaksanakan dengan beberapa tahapan, antara lain:


a. Perencanaan
1) Membuat perencanaan kegiatan operasi intelijen secara lebih spesifik terkait tempat
dan waktu, sasaran (orang, tempat, kegiatan, organisasi), target, obyek dan
personel (penggunaan jumlah kekuatan dan personel khusus) serta biaya
dukungan operasi.
2) Menentukan strategi, taktik dan teknik terkait cara bertindak untuk pelaksanaan
operasi intelijen.
3) Menyusun alternatif-alternatif solusi untuk membantu menyelesaikan masalah
(mediasi).
b. Pengumpulan Keterangan
1) Penyelidikan :
Kegiatan penyelidikan yang dilakukan adalah penyelidikan strategis dan
penyelidikan taktis antaralain dilakukan dengan cara :
- Melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan fungsi lain seperti reserse,
bimas dll untuk membantu penyelidikan
- Membantu pencarian saksi-saksi dan barang bukti
- Melakukan penyelidikan terhadap aktor atau oknum yang diduga sebagai
provokator/otak yang mencetuskan konflik dibawa ke ranah ormas sehingga
timbul konflik warga antar kampung dengan menggunakan metoda-metoda
intelijen seperti pengintaian, pengawasan, penjejakan, penyurupan (surrepitious
entry), penyadapan, pencegahan & penangkalan dini, propaganda dan perang
urat syaraf (contra inteligence).
- Mendalami apa motif dari oknum tersebut
- Melakukan profiling orang-orang yang diduga menjadi pelaku dan oknum
timbulnya perkelahian antar kampung tersebut.
- Dalam melakukan tindakan represif dan penyidikan berkoordinasi dengan
fungsi reserse untuk membantu menangkap pelaku-pelaku penganiayaan dan
yang mengakibatkan korban akibat dari konflik tersebut.
2) Pengamanan :
a. Internal
1) Mengamanankan secara tertutup para personil yang sedang melaksanakan
tugas.
2) Mengamankan bahan keterangan dan produk intelijen yang bersifat
rahasia.
b. Eksternal
1) Pengamanan saksi-saksi kunci (saksi mahkota)
2) Pengamanan orang-orang yang menjadi target/sasaran penyerangan
(warga dan keluarga pelaku dan keluarga korban)
3) Pengamanan TKP dengan berkoordinasi dengan instansi lain seperti TNI,
Sat Pol PP dll serta fungsi lain seperti sabhara dan brimob agar tetap dalam
status quo sehingga mempermudah fungsi lain seperti fungsi reserse untuk
mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi, serta antisipasi adanya
perkelahian susulan.

3) Penggalangan :
a. Penggalangan tokoh masyarakat di masing-masing kampung yang bertikai
untuk membantu meredam gejolak.
b. Penggalangan tokoh agama agar membantu memberikan arahan/himbauan
dan meredam gejolak yang terjadi.
c. Penggalangan pimpinan atau yang di ormas yang bertikai agar dapat meredam
emosi anggotanya.
d. Penggalangan ormas lain, Karang Taruna, organisasi kepemudaan, dll. agar
tidak ikut dalam pertikaian tersebut.
e. Penggalangan intansi samping seperti TNI, Sat Pol PP dll untuk turut
membantu pengamanan dan meredam gejolak yang terjadi.
f. Penggalangan keluarga-keluarga korban agar tidak melakukan penyerangan
balasan sehingga memicu kejadian susulan.
g. Penggalangan warga agar dapat dijadikan sebagai sumber informasi/saksi
untuk mengetahui situasi dan kondisi di lapangan dan memprediksi apa respon
dari masing-masing kampung dan ormas.
h. Melihat situasi dan kondisi dilapangan apakah memungkinkan dilakukan
alternatif solusi damai, negoisasi dan mediasi.
c. Pengolahan dan Analisa
Bahan keterangan yang telah didapat lalu diolah melalui proses pencatatan, penilaian
dan penafsiran sehingga bahan keterangan yang awalnya masih merupakan bahan
mentah dibuat menjadi produk/laporan intelijen.

d. Penyampaian dan Penggunaan


Setelah laporan intelijen sudah jadi, produk/laporan intelijen tersebut disampaikan
kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputuan/kebijakan
dan atau untuk diteruskan ke fungsi yang terkait.
e. Evaluasi Akhir
Evaluasi akhir dapat berbentuk analisa dan evaluasi, rapat, dan sebagainya yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kendala/hambatan yang dihadapi di lapangan
dari serangkaian proses intelijen yang sudah disebutkan diatas. Evaluasi bertujuan
untuk menilai sebuah operasi intelijen mulai dari tahap perencanaan, pengumpulan
keterangan, pengolahan keterangan, penyampaian dan sampai dengan penggunaan
untuk mendapatkan informasi intelijen yang berkaitan dengan ancaman dan atau
peluang ancaman.
3. SETELAH KEJADIAN
Setelah kejadian, intelijen bertugas untuk mengkondisikan ulang situasi agar kembali
kondusif. Hal ini dilaksanakan dengan cara melakukan penggalangan kepada perwakilan
ormas, tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga korban dan perwakilan warga. Setelah
dilakukan penggalangan, maka mediasi dapat dilaksanakan untuk meredakan situasi kedua
belah pihak agar tidak terjadi konflik/perkelahian susulan antar warga kampung. Mediasi
dilengkapi dengan surat perjanjian antar kampung dan ormas yang bertikai yang berisi tidak
akan mengulangi perbuatan tersebut dan jika terjadi lagi dikemudian hari maka akan
diproses sesuai hukum yang berlaku. Mediasi dihadiri dan disaksikan oleh semua
Forkompimda, tokoh masyarakat, agama dan pemuda. Intelijen tetap memonitor
perkembangan situasi di lapangan. Penegakan hukum oleh polisi bersifat normatif namun
fleksibel dan harus memperhatikan dan mempertimbangkan perkembangan situasi dan
kondisi di lapangan terutama terkait penanganan terhadap pelaku-pelaku yang sudah
diamankan agar tidak memicu gejolak warga. Setelah diketahui akar permasalahan yang
memicu perkelahian, dalam proses negosiasi dan mediasi juga harus dilakukan klarifikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan terkait motif dari oknum/aktor yang mencetus terjadinya
konflik warga antar kampung tersebut sehingga memberikan pemahaman terhadap warga
dan dapat meredam gejolak yang terjadi. Kemudian penegakan hukum tetap dilaksanakan.
Berdasarkan analisa diatas, maka konflik yang terjadi diselesaikan secara akomodasi, yaitu
penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. proses tersebut adalah taktik perdamaian dan kolaborasi yaitu bentuk usaha
penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan
pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
VII. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka penulis mengambil kesimpulan dalam sebagai
berikut:
1. Hal yang pertama dan utama yang harus dikuasai dan diketahui secara mendalam sebelum
kita melangkah lebih lanjut dalam setiap penyelidikan suatu kasus dalah 7 (tujuh) bidang
dasar yang terdiri dari geografi, demografi, sumber daya alam, politik, ekonomi, sosial
budaya dan keamanan.
2. Dalam kasus kinflik warga antar kampung di Kota Magelang, yang menjadi penyebab
utamanya adalah pada faktor demografi, yaitu adanya 2 (dua) kelompok ormas yang
dominan yang memiliki pengaruh kuat di Kota Magelang dan sosial budaya yaitu adanya
sikap solidaritas yang kuat diantara sesama anggota kelompok ormas jika salah seorang
anggotanya terlibat masalah.
3. Fungsi intelkam selalu menjadi garda terdepan pada saat mengawali, menyertai dan
mengakhiri setiap kegiatan dan juga harus berperan aktif disaat sebelum, pada saat terjadi
dan sesudah kejadian karena fungsi intelijen adalah sebagai mata dan telinga pimpinan dan
juga sebagai pemberi informasi-informasi intelijen yang dibutuhkan fungsi lain dan pimpinan
dalam rangka mengambil keputusan/kebijakan kedepannya.

B. SARAN
1. Fungsi intelkam harus lebih meningkatkan deteksi dini dan ketajaman informasi guna
mendeteksi ancaman yang berpotensi menimbulkan konflik.
2. Memantau setiap perkembangan yang terjadi daiantara warga yang berkonflik dan
memberikan informasi serta peringatan dini kepada pimpinan apabila ada gejolak yang
yang mengarah kepada berulangnya kerusuhan.
3. Melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan adanya konflik
tersebut.
4. Membuat produk intelijen yang nantinya akan segera dilaporkan kepada pimpinan sebagai
deteksi dan peringatan dini dalam rangka mengambil keputusan/kebijakan.
5. Menentukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) yang dimiliki oleh
Polres dalam menghadapi ancaman yang ada.
6. Mengamankan keputusan/kebijakan pimpinan syang telah diambil secara eksternal dengan
menangkal apabila lawan mencoba melakukan upaya untuk menggagalkan
keputusan/kebijakan tersebut.
7. Melakukan pengamanan secara internal meliputi pengamanan personil, sarana prasarana,
dan logistik dari ancaman luar.
8. Penggalangan kepada perwakilan ormas, tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga korban
dan perwakilan warga agar tidak terpancing emosinya dan kembali melakukan
penggembosan apabila terdeteksi akan ada pergerakan massa kembali.
9. Tetap melakukan pengawasan/monitoring situasi kondisi dan secara intensif dan selalu
melaporkan setiap perkembangan situasi yang terjadi kepada pimpinan sesegera mungkin
pada kesempatan pertama sampai keadaan menjadi kondusif dan benar-benar terkendali.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

http://www.ssbelajar.net/2012/03/bentuk-bentuk-konflik.html

https://www.siswapedia.com/faktor-faktor-penyebab-konflik-sosial/

https://ipanwicaksono.wordpress.com/tag/strategi-penyelesaian-konflik/

https://csuryana.wordpress.com/2013/05/14/tugas-pokok-dan-fungsi-intelijen-keamanan-intelkam-
literature-review/

http://jogja.tribunnews.com/2015/10/29/begini-kronologi-tawuran-antar-warga-yang-nyaris-terjadi-di-
kota-magelang?page=2

http://www.tribratanewsmagelangkota.com/detailpost/kapolres-magelang-kota-pimpin-mediasi-
pertikaian-macan-tidar-dan-pemuda-pancasila

Purwoko, Paulus. dkk. 2012. Manajemen Intelkam, Jakarta: PTIK-STIK

Saronto, Y. Wahyu. dkk. 2001. Intelijen Teori, Aplikasi dan Moderenisasi. Jakarta: Ekalaya Saputra.
Skep/37/I/2005, Tanggal 31 Januari 2005, Pedoman Intelijen Keamanan di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Jakarta: Mabes Polri

Tim penyusun, 2011. UU No. 17 Tentang Intelijen Negara

Tim penyusun. 2012. Naskah Pencerahan Intelkam, Jakarta: Baintelkam Polri

Anda mungkin juga menyukai