Disusun Oleh
UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan hasil
survei mengenai perilaku anak autis dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Arsitektur Perilaku.
Kami berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai perilaku anak autis dan dapat diterapkan ke dalam desain bangunan
yang sesuai untuk anak-anak yang mengalami autisme.
Kami menyadari bahwa terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepada dosen pembimbing mata kuliah Arsitektur Perilaku, Ibu Pedia Aldy, ST.,
MSc yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukkannya.
2. Kepada guru-guru dan siswa-siswa dari SLB Sri Mujinab Pekanbaru yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber serta objek penelitian.
3. Kepada teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
4. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam
bekal pengalaman untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.2.2 Misi ............................................................................................................................. 24
3.2.3 Tujuan ......................................................................................................................... 24
3.3 Prasarana Belajar ................................................................................................................. 24
3.4 Jenis Keterampilan............................................................................................................... 25
3.5 Keadaan Peserta Didik Pendidikan Khusus ......................................................................... 25
3.5.1 TKLB .......................................................................................................................... 25
3.5.2 SDLB .......................................................................................................................... 26
3.5.3 SMPLB ....................................................................................................................... 26
3.5.4 SMALB ....................................................................................................................... 27
3.5.5 Tamat SMALB ........................................................................................................... 27
3.5.6 Jumlah Peserta Didik .................................................................................................. 27
3.6 Prestasi Siswa SLB Sri Mujinab Pekanbaru ........................................................................ 28
3.7 Denah Bangunan Sekolah .................................................................................................... 28
Bab IV Metode Penelitian
4.1 Metode Penelitian ................................................................................................................ 29
4.1.1 Jenis Penelitian ........................................................................................................... 29
4.1.2 Sumber Data ............................................................................................................... 29
4.1.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................................... 30
4.1.4 Teknik Analisa Data ................................................................................................... 31
4.2 Alokasi Tempat, Waktu dan Setting Penelitian .................................................................. 31
Bab V Analisa Hasil dan Pembahasan
5.1 Analisa Layout Ruang Kelas .............................................................................................. 32
5.2 Analisa Perilaku Anak Autis ............................................................................................... 34
5.3 Hasil Desain Berdasarkan Perilaku Anak Autis ................................................................. 39
5.3.1 Bentukan Massa .......................................................................................................... 39
5.3.2 Program Ruang ........................................................................................................... 40
5.3.3 Suasana Ruang dan Material Elemen Interior ............................................................ 42
5.3.4 Perspektif Interior ....................................................................................................... 44
Bab VI Penutup
6.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 47
6.2 Saran ................................................................................................................................... 47
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan cara yang sesuai dalam merancang sebuah wadah arsitektur bagi anak
autis yang dapat mengakomodasi kegiatan terapi dan pendidikan yang sesuai dengan
perilaku anak autis tersebut.
2. Merancang sebuah wadah arsitektur yang dapat berperan dalam proses penyembuhan
sekaligus mendidik penyandang autisme menjadi lebih baik dalam hal interaksi sosial,
perilaku, komunikasi dan lainnya.
1
1.4 Manfaat
1.4.1 Secara Subjektif
Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti mata kuliah Arsitektur Perilaku di
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Riau.
2
1.6 Metode Penelitian
1. Wawancara
Melalukan wawancara dengan pihak guru pada Sekolah Luar Biasa (SLB) Sri
Mujinab Pekanbaru. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
keadaan serta perilaku anak autis yang menjadi objek pengamatan.
2. Observasi
Melakukan pengamatan secara langsung terhadap perilaku dan kegiatan anak-anak
autis di sekolah dan juga mengamati kondisi fisik bangunan sekolah dan ruang kelas
objek pengamatan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Autisme
Istilah autistik berasal dari bahasa Yunani, autos yang artinya self. Istilah ini digunakan
untuk menjelaskan seseorang yang sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga kelihatannya tidak
tertarik pada orang lain.
Autisme pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1943. Ia mendeskripsikan autis
sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang
ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, mengulang-ulang kata atau kalimat (ecolalia),
kebisuan disebabkan oleh kegagalan perkembangan dari organ-organ berbicara yang
diperlukan atau disebabkan oleh tuli (mutism), pembalikkan kalimat, adanya aktivitas bermain
yang repetitif dan stereotipif, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
4
sakit atau rasa takut, sensitif terhadap sentuhan, tekstur seperti tidak suka dipeluk, risih dan
gelisah ketika memakai baju atau kaos yang bertekstur yang terasa seperti “menggelitik” dan
“mengiris” kulitnya.
Autisme mengacu pada problem dengan interaksi sosial, komunikasi, dan bermain
imajinatif, yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah 3 tahun. Mereka mempunyai
keterbatasan pada level aktivitas dan interest. Hampir 75% dari anak autis mengalami beberapa
derajat retardasi mental.
Ditinjau dari segi perilaku, anak-anak penderita autis cenderung untuk melukai dirinya
sendiri, tidak percaya diri, bersikap agresif, menanggapi secara kurang atau berlebihan terhadap
stimulus eksternal dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya secara tidak wajar.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak autis adalah
anak yang mempunyai gangguan perkembangan meliputi gangguan komunikasi, interaksi dan
perilaku.
5
2. Asperger Syndrome
Lebih banyak diderita oleh anak laki-laki. Memiliki sejumlah ciri autisme tetapi
tingkat kecerdasan dan mental tergolong tinggi. Sulit berkomunikasi walau tidak
separah autis, terobsesi pada satu subjek dan selalu membicarakannya di setiap saat.
Memiliki minat untuk berinteraksi tetapi tidak bisa mengambil inisiatif untuk kontak
sosial dan menjalin pertemanan jangka panjang. Memiliki kesulitan membaca isyarat
non-verbal, seperti ekspresi wajah.
3. PDD-NOS (Pervasive DevelopmentalDisorder-Not Otherwise Specified)
Istilah lain dari PDD-NOS ini adalah autis ringan. Memiliki keterbatasan komunikasi,
sosialisasi, interaksi, dan perilaku namun tidak seberat autis, penyandang PDD-NOS
masih bisa melakukan kontak mata.
4. ADHD (Attention DeficitHyperactivity Disorder)
Tidak dapat mempertahankan perhatian, dengan kata lain penyandang ADHD mudah
teralih perhatiannya pada hal-hal disekitarnya. Selain itu, mereka tidak dapat
mengontrol diri dan hiperaktif, mereka mengetahui hal-hal yang baik dan buruk,
tetapi kesadaran akan hal itu seolah-olah baru diperoleh setelah mereka melakukan
tindakan yang buruk. Memiliki kesulitan dalam mengendalikan emosi, tetapi
kemampuan sosialnya cukup baik.
5. Kelainan Rett
Lebih banyak diderita oleh perempuan. Ketidakmampuan yang semakin hari semakin
parah (progresif). Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang
sebelumnya dikuasai dengan baik, lalu gerakan tangan menjadi tidak terkendali,
dimulai pada umur 1 hingga 4 tahun. Mulai mengalami kemunduran perkembangan
sejak umur 6 bulan. Mengalami gangguan bahasa perspektif maupun ekspresif disertai
kemunduran psikomotor yang hebat.
6. Retardasi mental
Keterlambatan perkembangan yang meluas pada aspek kognitif dan sosial. Taraf
inteligensi rendah dengan IQ sekitar 70 atau lebih rendah, memiliki hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Gangguan telah muncul sebelum usia 18 tahun.
6
Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika menyatakan bahwa korelasi antara autis dan
cacat lahir yang disebabkan oleh Thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan
jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti
lainnya, Minshe, menemukan bahwa pada anak yang terkena autis, bagian otak yang
mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil daripada anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada
semester ketiga saat kehamilan, atau pada saat kelahiran bayi. Karin Nelson, ahli
neorology Amerika mengadakan penyelidikan terhadap protein otak dari contoh darah
bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi yang normal mempunyai kadar
protein tinggi, yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein tinggi ini
berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental.
2. Terlalu banyak vaksin Hepatitis B
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B bisa
mengakibatkan anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini
mengandung zat pengawet Thimerosal.
3. Kombinasi makanan atau lingkungan yang salah
Autis disebabkan kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar, yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
7
2.5 Gejala Anak Autis
Menurut Siegel (1996), gejala-gelaja autis pada anak meliputi ;
1. Visual thinking
Mudah memahami hal konkrit (dapat dilihat dan dipegang) dari pada hal abstrak.
Biasanya ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam bentuk video atau file gambar
akibatnya proses berpikir lebih lambat dari proses verbal. Sehingga mereka
membutuhkan jeda sebelum menjawab pertanyaan tertentu. Gaya berpikir lebih
menggunakan asosiasi dari pada logis.
2. Processing problems
Sebagian anak autis mengalami kesulitan dalam memproses data. Mereka cenderung
terbatas dalam memahami “common sense“ atau menggunakan akal sehat atau nalar.
Kecenderungan berpikir secara visual.
3. Sensory sensitivities
Perkembangan yang kurang optimal pada neurologist system individu autis juga
mempengaruhi perkembangan indra mereka. Sehingga terjadi :
Sound sensitivity (Anak memiliki kepekaan berlebihan pada suara keras atau bising)
Touch sensitivity (Anak memiliki kepekaan terhadap sentuhan ringan atau sentuhan
dalam)
Rhythim difficulties (Anak susah untuk mempresepsikan irama yang tertampil dalam
bentuk lagu, bicara , jeda dan saat untuk memasuki percakapan)
Communication frustrations (Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi
pada individu autis membuat mereka sering merasa frustrasi karena masalah
komunikasi. Mereka tidak tau atau tidak mampu mengungkapkan diri secara efektif)
Sedikitnya ada lima gejala dalam tiap diri anak autis, yaitu :
1. Fixing alones : anak autis suka menarik diri dari lingkungan sosialnya, kontak mata
sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup.
2. Supporting visual : anak autis lebih suka berpikir secara visual. Sangat tidak
menyukai ketidak teraturan atau sesuatu yang bersifat abstrak.
3. Clearing clutter : keterpakuan pada sesuatu yang ganjil.
4. Preeventing injury : ketika anak mengalami tantrum, anak akan melukai dirinya
sendiri atau orang lain.
5. Limiting stimulation : anak adalah visual dan auditory learner, akibat dari sensitivitas
ekstern terhadap stimulan sensory ( akustik, udara, cahaya).
8
2.6 Gangguan Anak Autisme
Menurut Yatim (2007), gangguan yang dialami anak autisme adalah :
1. Gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non verbal
Gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non verbal meliputi kemampuan
berbahasa dan keterlambatan, atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan
kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
Berkomunikasi dengan bahasa tubuh, dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu
singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa planet). Tidak
mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Meniru atau
membeo (Ekolalia), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar
untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli.
Merasa tidak senang atau menolak bila dipeluk. Bila menginginkan sesuatu ia akan
menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknya. Ketika bermain, ia selalu menjauh bila didekati.
3. Gangguan dalam bermain
Gangguan dalam bermain di antaranya ialah bermain sangat monoton dan aneh,
misalnya mengamati terus menerus dalam jangka waktu yang lama sebuah botol
minyak. Ada kelekatan dengan benda tertentu, seperti kertas, gambar, kartu, atau
guling, terus dipegang kemana saja ia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. Lebih menyukai benda-benda seperti botol, gelang karet, baterai, atau
benda lainnya. Tidak spontan, reflex, dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain.
Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang
bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang
berputar, atau angin yang bergerak.
4. Perilaku yang ritualistic
Perilaku yang ritualistic sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya
bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila berpergian harus melalui rute
yang sama. Gangguan perilaku dapat dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak
yang senang kerapian, harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
5. Hiperaktif
Anak dapat terlihat hiperaktif, misalnya mengulang suatu gerakan tertentu
(menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri
9
sendiri, seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding (walaupun
tidak semua anak autis seperti itu). Namun terkadang menjadi pasif (pendiam), duduk
diam, bengong dengan tatapan mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal.
Sangat menaruh perhatian pada suatu benda, ide, aktifitas, ataupun orang.
6. Gangguan perasaan dan emosi
Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat ketika ia tertawa-tawa sendiri, menangis,
atau marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila
tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
7. Gangguan dalam persepsi sensoris
Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitive terhadap cahaya,
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah), dari mulai ringan sampai berat,
menggigit, menjilat, atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara
keras, ia akan menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasa tidak
nyaman bila diberi pakaian tertentu. Bila digendong sering merosot atau melepaskan
diri dari pelukan.
10
2 Imitasi atau meniru Anak masih mau meniru Hanya kadang- Sama sekali tidak mau
hal atau perilaku kadang saja mau meniru gerakan atau
sederhana, misalnya meniru, atau mau kata-kata walaupun
tepuk tangan, satu dua meniru setalah dipaksa dengan cara
patah kata. Selebihnya dirangsang keras atau apapun.
sulit untuk memintanya berulang kali.
meniru. Reaksinya sangat
lambat.
3 Respon emosi Kadang-kadang Jenis dan derajat Respon emosi tidak
memperlihatkan respon emosi abnormal. pernah sesuai dengan
emosi yang tidak sesuai Reaksi kurang, lingkungan sekitarnya.
jenis dan derajatnya. misalnya mimiknya Bila ia berada dalam
Hanya tertawa bila datar saja walau situasi mood tertentu
melihat sesuatu yang diajak bersenda sulit untuk berubah
disukainya. Respon gurau. Dapat pula lagi. Ia dapat
emosi tidak mimik dan emosi menangis atau
berhubungan dengan berlebihan, tetapi mengamuk tanpa
situasi sekitarnya. tidak sesuai dengan sebab. Sebaliknya
situasinya. Misalnya emosinya dapat datar
ia tertawa, saja, sama sekali tidak
menyeringai, menjadi terpengaruh situasi di
kaku tanpa pencetus sekitarnya.
apa-apa.
4 Penggunaan tubuh Anak-anak yang Terlihat tingkah laku Gerakan aneh menetap
memperlihatkan gerakan dan gerakan yang dan makin hebat. Ia
aneh, misalnya aneh. Misalnya tidak dapat diperintah
clumsiness atau tidak jarinya selalu untuk mengentikan
cekatan dan tidak bergerak, tangan gerakannya. Ia sering
terampil ia melibatkan melambai-lambai memukul kepala atau
gerakan berulang yang atau yang disebut membenturkan kepala
tidak jelas artinya, flapping, posisi tubuh ke benda lain, lantai
koordinasi kurang baik. yang aneh, melihat atau dinding.
terus ke satu bagian
tubuh, tubuh atau
kepala bergoyang-
goyang ke kiri ke
kanan ke depan atau
ke belakang,
tubuhnya berputar-
putar disatu tempat,
jalan berjinjit.
11
tersebut, misalnya tertentu, tetapi cara dialihkan perhatiannya
dihisap, dicium dan bermainnya aneh, kepada benda lain.
dibanting. misalnya hanya
tertarik pada satu
bagian tertentu dari
mainan, misalnya
hanya melihat
rodanya saja.
Seringkali ia
menderetkan benda-
benda dengan rapi.
6 Adaptasi terhadap Bila rutinitas dirubah, ia Ia menolak Bila rutinitas dirubah
perubahan selalu mencoba perubahan rutinitas, ia akan mengamuk.
melakukan rutinitas selalu berusaha
yang lama. kembali ke rutinitas
yang lama. Bila
dipaksa ia menjadi
marah.
7 Respon penglihatan Ia tidak suka melihat ke Ia menghindari Selalu menghindari
benda disekitarnya, atau tatapan mata, menatap mata orang
harus selalu diingatkan bengong saja. Dapat lain atau benda
untuk melihat sesuatu. Ia pula melihat benda tertentu.
lebih suka melihat kaca dari sudut yang aneh
atau cahaya tertentu, misalnya dengan cara
atau sesuatu yang melirik, atau ia
berputar misalnya kipas melihat sangat dekat
angin, roda. Ia tidak mau dengan matanya.
melihat ke wajah orang
lain.
8 Respon Seperti tidak mendengar Ia tidak Bereaksi berlebihan
pendengaran ketika dipanggil, tapi memperdulikan suara atau sebaliknya tidak
bila mendengar sesuatu disekitarnya. Bila bereaksi sama sekali
yang disukainya, dipanggil harus terhadap suara
misalnya iklan tertentu berulang kali atau disekitarnya.
di TV, ia segera sangat keras. Itupun
memperlihatkan respon. hanya menoleh
Bila dipanggil harus sekilas. Bila
berulang atau responnya mendengar suara
terlambat, kadang ia tertentu misalnya
takut terhadap suara mesin penghisap
tertentu yang seharusnya debu ia ketakutan dan
tidak membuatnya takut. menutup telinga.
12
benda tersebut tidak ada objek. Makin tidak dilakukannya terus
rasa dan bau tertentu. suka dibelai atau menerus. Sama sekali
Reaksinya terhdap nyeri digendong. tidak merasa atau
berlebihan atau Reaksinya terhadap merasa sakit sangat
sebaliknya seperti tidak rasa sakit makin berlebihan. Tidak mau
merasa sakit. ia tidak berlebihan atau digendong sama
senang dibelai dan makin tidak ada sekali.
dipeluk, bila digendong reaksi. Ia hanya mau
terasa menolak. baju tertentu.
10 Takut dan gelisah Menunjukkan ketakutan Ketakutan menjadi Rasa takut menetap
terhadap benda-benda berlebihan. Ia merasa walaupun dia sudah
tertentu, atau iklan TV gelisah atau menangis berpengalaman bahwa
tertentu, suara tertentu bila melihat benda, penyebab rasa takut
misalnya petir. iklan atau suara tersebut tidak
tertentu. Ketakutan menyebabkan hal apa-
dapat terjadi bila apa. Ia sulit
dibawa ke tempat ditenangkan apabila
ramai. Sebaliknya sudah merasa takut.
dapat terlihat tidak Sebaliknya ia dapat
takut terhadap terlihat tidak takut
apapun. terhadap apapun.
11 Komunikasi verbal Memperlihatkan Bicara tidak ada. Tidak ada kata yang
keterlambatan bicara. Merupakan campuran dapat dimengerti. Bila
Bicara masih ada dan antara sedikit kata ia bicara seperti
artinya jelas. Kadang yang masih dapat bahasa orang dari
bicara terbalik-balik dan dimengerti dengan planet lain. Suara-
ia mengulang-ulang kata yang tidak ada suara yang
suatu kata yang pernah artinya sama sekali. dikeluarkannya aneh.
didengarnya. Bisa bentuknya
menggumam saja.
13
13 Aktivitas Dapat lebih dari normal Anak menjadi Sangat hiperaktif
atau agak malas. Derajat hiperaktif, atau sehingga diperlukan
aktivitasnya tidak sebaliknya senang usaha untuk
mengganggu lingkungan tidur dan tidak menjaganya. Ia
sekitarnya. melakukan aktivitas berjalan terus
apa-apa. berputar-putar, berlari-
lari, memanjat dan
melakukan hal-hal
yang berbahaya.
Sebaliknya dapat pula
diam.
14
dan intensif. Gejala autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sehingga anak bisa bergaul
dengan normal. Jika anak autis terlambat atau bahkan tidak dilakukan intervensi dengan segera,
maka gejala autis bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Keberhasilan terapi
tergantung beberapa faktor berikut ini :
1. Berat atau ringannya gejala, tergantung pada berat-ringannya gangguan di dalam sel
otak.
2. Makin muda umur anak pada saat terapi dimulai, tingkat keberhasilannya akan
semakin besar. Umur ideal untuk dilakukan terapi atau intervensi adalah 2-5 tahun,
pada saat sel otak mampu dirangsang untuk membentuk cabang-cabang neuron baru.
3. Kemampuan bicara dan berbahasa: 20% penyandang autism tidak mampu bicara
seumur hidup, sedangkan sisanya ada yang mampu bicara tetapi sulit dan kaku.
Namun, ada pula yang mampu bicara dengan lancar. Anak autis yang tidak mampu
bicara (non verbal) bisa diajarkan keterampilan komunikasi dengan cara lain,
misalnya dengan bahasa isyarat atau melalui gambar-gambar.
4. Terapi harus dilakukan dengan sangat intensif, yaitu antara 4-8 jam sehari. Di
samping itu, seluruh keluarga harus ikut terlibat dalam melakukan komunikasi dengan
anak.
Program pendidikan dan terapi secara teknis dikelompokkan menjadi tiga bagian ,yaitu :
1. Rehabilitasi dasar (basic rehabilitation)
Memfokuskan pada perawatan dan pemulihan kelainan fisik anak yang dimulai dari
usia 3 tahun. Dari kelainan dini dapat diketahui jenis kelainan yang dapat diterapi.
Misal : kekakuan atau kelemasan otot. Jenis terapi disesuaikan dengan tingkat
keparahan, yang perlu mendapat perhatian khusus adalah anak yang mengalami
gangguan pendengaran yang sering terkait dengan gangguan bicara dan kesulitan
menelan makanan. Pada tahap ini anak mulai dibiasakan untuk bermain dengan teman
sebayanya.
2. Rehabilitasi fungsional
Kelanjutan dari program rehabilitasi dasar. Program ini mulai memberikan muatan
pelatihan keterampilan bersosialisasi dengan mengacu pada perkembangan jiwa
dengan motto “berlatih sambil bermain“. Pada tahap ini dilakukan beberapa hal
sebagai berikut :
Terapi perilaku agar mereka dapat menyesuaikan diri dan bergabung dengan
masyarakat. Terapi perilaku dapat dibedakan menjadi :
Terapi okupasi ( melatih motorik anak )
15
Terapi wicara
Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku tidak wajar.
Terapi biomedik
3. Program peningkatan kemandirian
Menerapkan pendekatan keprilakuan (behavioral approach) dan pendekatan kognitif
(cognitive approach) . Pelatihan dan pendidikan dirancang sesuai dengan kondisi
fisik, mental, emosional dan intelektual. Program ini diarahkan supaya anak berkarya
secara mandiri dengan memperhatikan bakat dan ketersediaan teknologi seperti
komputer.
Selain intervensi dini terhadap anak, ada faktor lain yang membantu kesembuhan, faktor
tersebut berasal dari pihak yang mempersiapkan pelayanan pendidikan. Ada beberapa hal yang
harus benar-benar dipersiapkan, diantaranya :
Menggali dan mengembangkan kemampuan tenaga ahli.
Meningkatkan sumber daya manusia dengan memasukkan kurikulum mengenai
pendidikan untuk penyandang autis pada pendidikan guru.
Menyusun suatu model layanan pendidikan bagi anak autis.
Menyusun modul layanan bagi penderita autisme.
Memotivasi yayasan penyelenggara pelayanan khusus autis.
16
ada anak yang butuh belajar komunikasi dengan intensif, ada yang perlu belajar bagaimana
mengurus dirinya sendiri dan ada juga yang hanya perlu fokus pada masalah akademis.
Penentuan kurikulum yang tepat bagi tiap-tiap anak, Dini Yusuf, pendiri homeschool
untuk anak autis "Kubis" di Jakarta mengatakan, bergantung dari asessment (penilaian) awal
yang dilakukan tiap sekolah. Penilaian ini perlu dilakukan sebelum sekolah menerima anak
autis baru. Biasanya, penilaian melalui wawancara terhadap kedua orangtuanya. Wawancara ini
untuk mengetahui latar belakang, hambatan, dan kondisi lingkungan sosial anak.
17
Ability grouped classes
Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi dengan baik tidak terlalu
memerlukan penanganan khusus secara privat untuk meningkatkan kepatuhan. Sudah
ada respon terhadap pujian dan ada minat terhadap permainan.
Social skills development and mixed disability classes
Anak autis biasanya berespon dengan baik bila dikelompokkan dengan down syndrom
tetapi memiliki ciri hyper-social.
Metoda ABA (Applied Behaviour Analysis) adalah metoda tata laksana perilaku yang
telah berkembang sejak puluhan tahun, penemunya tidak jelas. Prof. DR. Ivar O.
Lovaas dari University of California, Los Angles (UCLA) Amerika Serikat,
menggunakan metoda ini secara intensif pada anak autisma. Melihat keberhasilannya,
maka Lovaas mulai mempromosikan metoda ini dan merekomendasikan untuk
penanganan anak autisma, sehingga metoda ini lebih dikenal sebagai metoda Lovaas.
Metoda ABA atau Lovaas merupakan metoda yang telah terstruktur dengan baik dan
mempunyai materi yang baik pula sehingga mudah dalam pelaksanaannya. Beberapa
hal dasar mengenai teknik-teknik ABA yang perlu diketahui sebagai dasar
pertimbangan dalam mendesain ruang belajar, antara lain: (1) Kepatuhan dan Kontak
Mata adalah kunci masuk ke metoda ABA. Apabila anak mampu patuh dan membuat
kontak mata, maka semakin mudah mengajarkan sesuatu kepada anak; (2) One on
18
One adalah satu terapis untuk satu anak Bila perlu dapat dipakai seorang co-terapis
yang bertugas sebagai prompter (pemberi bantuan, arahan); (3) Mengajarkan perilaku
mulai dari tahap-tahap yang sederhana sampai kompleks; (4) Mengajarkan konsep
warna, bentuk, angka, huruf, dan lain-lain.
Integrated play group setting
Anak autis pemula dengan pengarahan orang dewasa berpartisipasi dalam kegiatan
bermain dengan teman sebaya yang mahir. Hal ini untuk merangsang kegiatan timbal
balik dan sama-sama disukai anak-anak. Sambil mengembangkan kemampuan
bermain dan perbendaharaan kegiatan bermain si anak pemula. Hal ini bertujuan
mengarahkan partisipasi bermain secara berkelompok dan merancang lingkungan
yang mendukung terjadinya kegiatan bermain yang menyenangkan.
19
musik, melukis/menggambar, komputer. Anak – anak tersebut harus dapat pendidikan
yang dapat menyalurkan minat dan bakatnya.
20
secara terstruktur. Adanya penyesuaian penataan ruang indoor ( tata letak ruang kelas ) dan out
door untuk menghindari rasa tertekan dan melakukan hal yang janggal atau menyakiti diri.
Yang harus diperhatikan dalam mendesain sekolah autis adalah sebagi berikut :
1. Struktur ruang yang kacau akan mengganggu konsentrasi anak dalam belajar.
2. Penataan interior harus tetap karena anak autis mudah kacau tergantung dari
perubahan sekecil apapun.
3. Pemilihan warna tidak ekstrim sehingga anak autis tidak menjadi terdistraksi.
4. Cahaya yang sesuai dengan kebutuhan anak autis terkait dengan sensori atau
kepekaan terhadap cahaya.
5. Akustik yang sesuai dengan kondisi anak autis.
6. Lingkungan yang dapat menjalin interaksi sosial.
7. Sirkulasi yang jelas.
Selain hal di atas yang menjadi syarat penting dalam pembuatan sekolah autis adalah :
Sarana dan prasarana yang memadai di dalam gedung sekolah
Program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
Secara garis besar dapat ditarik lima karakter utama di tiap diri anak autis dengan
kebutuhan akan ruang yang sesuai dengan pendekatan healing environment adalah:
21
dan menggunakan warna-warna
lembut.
3 Clearing cluter Anak terbiasa berpikir kaku. Bentuk-bentuk yang kreatif
Sehingga dibutuhkan bentuk massa seperti bentuk bebas dan
dan ruang yang kreatif dan dinamis (bulat dan lengkung),
ekspresif. bentuk-bentuk yang ekspresi
yaitu bentuk yang menarik
perhatian tetapi dengan pola
yang sederhana.
4 Preventing Anak suka melukai diri sendiri dan Dalam penataan ruang dihindari
injury orang lain. penggunaan sudut yang tajam,
tekstur dinding dan lantai harus
lembut dan tidak kasar,
menghindari penggunaan
interior yang tajam, keras, dan
mudah pecah.
5 Limiting Anak-anak autis adalah visual dan Pengaturan arah bukaan yang
stimulation auditory learner, akibat dari tepat, penggunaan elemen-
sensitivitas ekstern terhadap elemen alam sebagai penyaring
simultan sensori (suara, udara, dan unsur yang tidak diinginkan
cahaya). Sehingga, perlu adanya seperti penggunaan vegetasi
perencanaan yang ketat untuk sebagai penyaring noise dan
ketiga hal tersebut. angin.
22
BAB III
GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA SRI MUJINAB PEKANBARU
23
3.2.2 Misi
1. Memberikan fasilitas belajar mengajar yang terbaik
2. Merekrut dan menyediakan tenaga pengajar yang professional di bidangnya
3. Memotivasi guru dan karyawan baik secara moril maupun materiil
4. Memberikan hak anak dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran
5. Menciptakan suasana kekeluargaan, disiplin dan berbudaya
3.2.3 Tujuan
Berdasarkan pada visi dan misi di atas, maka tujuan pendidikan di SLB Sri Mujinab
adalah; Mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu dan mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbale balik dengan lingkungan, sosial, budaya dan alam sekitar,
serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka dirumuskan indikator
pencapaian tujuan jenjang SMPLB dan SMALB di SLB Sri Mujinab Pekanbaru, yaitu:
1. Mensukseskan wajib pendidikan dasar 9 tahun
2. Memperluas pelayanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3. Membentuk warga sekolah agar melaksanakan hidup bersih
4. Membentuk warga sekolah agar memiliki kepedulian terhadap keamanan dan
ketertiban
5. Melaksanakan proses belajar mengajar berorientasi pada keaktifan siswa
6. Mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler terutama di bidang keterampilan
7. Mampu tampil dalam pentas seni di lingkungan masyarakat
8. Menjadikan sekolah yang dinamis dan nyaman untuk mendorong pencapaian
kemajuan sekolah sesuai visi dan misi
24
3 Majelis Guru Belum ada
4 Kelas Sedang
5 Aula Sedang
6 Perpustakaan Sedang
7 Keterampilan Sedang
8 UKS Sedang
9 Ruang BKPBI Sedang
10 Ruang Menjahit Sedang
11 Ruang Komputer Sedang
12 Ruang Salon Sedang
13 Ruang Bermain Sedang
14 Workshop Baik
15 Ruang Dapur Sedang
16 Toilet Siswa Sedang
17 Toilet Guru Sedang
(Tabel 3. Kelengkapan prasarana SLB Sri Mujinab Pekanbaru)
(Sumber : Survei, 2016)
25
3 Tunagrahita - - 1 - 1 - 2
4 Tunadaksa - - - - - - -
5 Autis - - - - - - -
6 Ganda - - - - - - -
Jumlah - 1 1 2 1 - 5
(Tabel 5. Jumlah peserta didik tingkat TKLB)
(Sumber : Survei, 2016)
3.5.2 SDLB
Jenis Kls 1 Kls 2 Kls 3 Kls 4 Kls 5 Kls 6
No Jumlah
Kelainan L P L P L P L P L P L P
1 Tunanetra 1 1 - - - - - - - - - 1 3
2 Tunarungu - 2 - - 1 2 - 1 2 3 3 1 15
3 Tunagrahita 2 3 2 3 - - 2 - 4 - 3 1 20
4 Tunadaksa - 1 - - - - - - - - 1 - 2
5 Autis 1 - 1 - - 1 - - - - 1 - 4
6 Ganda 1 - - - - - - - - - - - 1
Jumlah 5 7 3 3 1 3 2 1 6 3 8 3 45
(Tabel 6. Jumlah peserta didik tingkat SDLB)
(Sumber : Survei, 2016)
3.5.3 SMPLB
Kls VII Kls VIII Kls IX
No Jenis Kelainan Jumlah
L P L P L P
1 Tunanetra - - - 1 - - 1
2 Tunarungu 5 - 4 4 - - 13
3 Tunagrahita - 1 - 2 2 9 14
4 Tunadaksa - 1 - - - 1 2
5 Autis - - 1 - - - 1
6 Ganda - - - - - - -
Jumlah 5 2 5 7 2 10 31
(Tabel 7. Jumlah peserta didik tingkat SMPLB)
(Sumber : Survei, 2016)
26
3.5.4 SMALB
Kls X Kls XI Kls XII
No Jenis Kelainan Jumlah
L P L P L P
1 Tunanetra - - - - - - -
2 Tunarungu 3 3 1 3 - - 10
3 Tunagrahita 2 1 3 1 7
4 Tunadaksa 1 - 1 - 1 - 3
5 Autis - - 1 - - - 1
6 Ganda - - - - - - -
Jumlah 4 3 5 4 4 1 21
(Tabel 8. Jumlah peserta didik tingkat SMALB)
(Sumber : Survei, 2016)
27
6 Ganda 3 2 4 -
Jumlah 129 105 103 102
(Tabel 10. Jumlah keseluruhan peserta didik berdasarkan ketunaan)
(Sumber : Survei, 2016)
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
29
adapun jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang, yakni tiga orang
wali kelas dan satu orang humas sekolah.
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah masalah yang akan di teliti. Adapun objek dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Perilaku anak-anak autis di SLB Sri Mujinab meliputi interaksi sosial anak,
respon emosi dan panca indra, aktivitas anak, dan tingkat kepandaian anak.
2. Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pihak SLB Sri Mujinab Pekanbaru
untuk siswa-siswa yang menderita autisme.
30
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal berupa catatan,
transkrip, prasasti, notulen, dan lain sebagainya.
Data dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa arsip atau dokumen
berisi tentang profil sekolah dan prestasi siswa di SLB Sri Mujinab Pekanbaru. Hal
ini dimaksudkan untuk membantu dan mempermudah penyusunan catatan lapangan
saat penelitian berlangsung.
31
BAB V
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Pembelajaran pada SLB Sri Mujinab Pekanbaru menggunakan sistem rombongan belajar.
Dalam satu kelas terdapat satu rombongan belajar yang terdiri dari beberapa siswa dengan satu
atau beberapa ketunaan. Pada kelas 11 SMALB/C ini, terdiri dari 6 orang siswa dengan
spesifikasi jenis ketunaan sebagai berikut :
Autisme sebanyak 1 orang
Mongoloid sebanyak 1 orang
Tunadaksa sebanyak 1 orang
Tunagrahita sebanyak 3 orang
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak-
anak autis. Hal-hal tersebut meliputi akustik ruang, pencahayaan dan penghawaan dan juga
keamanan (safety).
Pada kelas 11 SMALB/C ini, akustik ruangnya dinilai masih kurang, karena masih
terdapat gangguan kebisingan disekitar ruang yang disebabkan dari suara anak-anak di luar
ruang dan juga dikarenakan posisi ruang kelas yang berhadapan dengan taman bermain.
Sedangkan untuk pencahayaan ruangnya sudah cukup baik dengan disediakannya bukaan yang
besar dan juga dua buah titik lampu. Pencahayaannya juga tidak menyebabkan glare/silau
berlebih, sehingga dirasa cukup nyaman untuk mata. Pengahawaan ruang kelas berasal dari
kipas langit-langit (ceiling fan) dan dirasa masih kurang efektif apalagi untuk anak autis yang
hiperaktif.
Pada ruang kelas ini juga tidak terdapat fasilitas khusus yang mengampu kebutuhan anak
autis. Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya jenis ketunaan yang terdapat dalam satu kelas,
sehingga fasilitas-fasilitas khusus untuk anak autis tidak terlalu diperhatikan. Untuk faktor
keamanan sendiri juga tidak ada. Maksudnya, masih terdapat benda-benda yang berpotensi
33
membuat anak luka saat tantrum seperti sudut meja yang masih agak tajam dan juga posisi
cermin pada lemari yang cukup rendah (bisa dijangkau ketika anak tantrum).
34
Berbicara sudah jelas, tetapi kadang-kadang suka berbicara “bahasa planet”
Cepat menangkap apa yang dibacanya
Bisa berekspresi seperti tertawa dan marah
Saat di kelas, si anak masih mau berinteraksi dengan temannya, namun saat diluar
kelas lebih sering menyendiri (tergantung mood)
Si anak dapat mencuci piring dengan urutan susunan yaitu piring-mangkok-gelas-
sendok
Jika didekati si anak langsung marah (saat diluar kelas)
Si anak mau melihat ke arah kamera
Si anak dapat merapikan kembali alat-alat sekolahnya
Agak pemalu tetapi masih mau diajak berinteraksi dengan orang asing. Si anak
mau diajak berkenalan tetapi tidak menyebutkan nama, kecuali jika ditanya
langsung
Gambar 8. Dzaky saat berinteraksi dengan temannya (kiri) dan pengamat (kanan)
(Sumber : Survei, 2016)
Samuel Elbert H
Samuel berusia 13 tahun dan sedang mengikuti pendidikan di tingkat SMPLB. Anak
ini masih sering mengalami tantrum, yang apabila tantrum maka si anak akan memukul-
mukul meja dan kepalanya sendiri. Selain itu, kemampuan adaptasi anak terhadap
35
perubahan lingkungan cukup lama. Sehingga anak ini selain disekolahkan di SLB Sri
Mujinab Pekanbaru juga diberi terapi dua minggu sekali yang dilakukan diluar sekolah.
Melalui metode person central mapping didapat poin-poin mengenai perilaku anak
tersebut sebagai berikut :
Peka/sensitif terhadap bunyi/suara (jika bunyi terlalu keras maka si anak akan
mengamuk dan menutup muka)
Merespon jika ada yang memanggil namanya
Si anak mau untuk kontak mata dengan orang lain (matanya cukup fokus)
36
Gambar 10. Meniru gestur orang lain (kiri) dan memasukkan benda ke mulut (kanan)
(Sumber : Survei, 2016)
Alexander Willian
Alexander Willian berusia 19 tahun dan sekarang duduk di kelas 12 SMALB. Wilian
sudah bersekolah di SLB sejak TK. Melalui metode person central mapping didapat poin-
poin mengenai perilaku anak tersebut sebagai berikut :
Si anak mau berjabat tangan untuk berkenalan dengan orang baru, tetapi tidak
mau menyebutkan nama
Si anak mau berinteraksi dengan temannya yang lain walau tidak sering
Si anak merespon ketika namanya dipanggil (menoleh)
Selalu tersenyum
Bicaranya kurang jelas, sering mengeluarkan bunyi-bunyi aneh apalagi ketika
berjalan
Mau mengikuti pelajaran yang diberikan (mau mengikuti instruksi guru untuk
menulis)
37
Gambar 11. Willian sedang mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru
(Sumber : Survei, 2016)
Gambar 12. Larangan khusus untuk Willian yang ditempel di Ruang Perpustakaan
(Sumber : Survei, 2016)
38
Gambar 13. Interaksi antara Willian dan pengamat
(Sumber : Survei, 2016)
39
Pekanbaru, dan merupakan massa tunggal. Rute berjalan ini juga dirasa sudah bisa
mewakili pola sirkulasi pada bangunan.
40
Tabel 12. Program Ruang
(Sumber : Analisa, 2016)
No Klasifikasi Ruang Nama Ruang Unit Luas
Kelas one on one 1 m2
Kelas intermediet 1 m2
1 Ruang Terapi dan Edukasi Kelas sosial 1 m2
Kelas seni/olahraga 1 m2
Halaman bermain 1 m2
UKS 1 m2
Ruang Konsultasi 1 m2
Ruang Guru 1 m2
Dapur dan Ruang makan 1 m2
2 Ruang Pendukung
Ruang administrasi 1 m2
Ruang tunggu orangtua 1 m2
Gudang 1 m2
Toilet 4 m2
41
Gambar 18. Penzoningan pada perancangan autism school
(Sumber : Desain, 2016)
42
ruang kelas karena parket meminimalisir luka apabila anak terjatuh, dan parket juga
dapat berfungsi sebagai isolasi suara.
Dinding
Dinding untuk anak autis sebaiknya polos atau tanpa hiasan dan juga tidak tembus
pandang. Dinding yang tembus pandang menyebabkan anak dapat melihat keluar
ruangan yang dapat merusak konsentrasi, mengingat bahwa anak autis sulit untuk
memusatkan perhatian. Dinding yang digunakan untuk anak autis sebaiknya
menggunakan material yang aman dan kuat. Hal ini untuk mengatasi kemungkinan
anak autis yang memiliki kebiasaan membenturkan diri ke dinding saat tantrum. Oleh
sebab itu, material yang digunakan sebaiknya adalah material yang empuk.
Dinding untuk anak autis sebaiknya polos tanpa ornament sehingga terbebas dari
distraksi dan anak autis lebih mudah untuk berkonsentrasi. Pada perancangan ini,
ruang kelas menggunakan cat dengan warna hijau dan putih dan terdapat bantalan/puff
sehingga saat anak tantrum dan membenturkan diri ke dinding, mereka tidak akan
terluka.
43
Plafond
Plafon ruang sebaiknya tidak terlalu tinggi, sehingga ruang akan terasa lebih akrab,
dan bahan plafon disarankan kedap suara. Pada perancangan ini, ruang kelas memiliki
plafon miring dengan ketinggian di titik terendah yaitu 3 meter, dan menggunakan
bahan gypsum dengan finishing cat berwarna putih.
Pada ruang kelas, warna yang mendominasi ruangan ialah hijau dan putih. Ruang
kelas ini terdiri dari 3 jenis ruang sesuai dengan tingkatan gangguan anak autis.
Keseluruhan ruangan menggunakan bantalan/puff pada dindingnya untuk faktor
keamanan dan keselamatan saat terjadi tantrum. Pencahayaan ruang kelas menggunakan
44
pencahayaan alami yang berasal dari bukaan jendela. Penempatan posisi jendela dibuat
lebih tinggi dari tinggi anak, hal ini dibuat agar konsentrasi anak tidak terganggu dengan
adanya jendela (dinding tembus pandang).
Gambar 23. Kelas one on one (kiri), kelas intermediet (tengah) dan kelas sosial (kanan)
(Sumber : Desain, 2016)
Selain ruang kelas untuk edukasi, terdapat juga ruang kelas untuk terapi yaitu ruang
seni/olahraga. Ruangan ini juga didominasi oleh warna hijau dan putih serta dilengkapi
dengan bantalan/puff pada dinding.
Ruang UKS pada perancangan ini digunakan ketika terjadi hal-hal diluar batas saat
anak tantrum ataupun ketika anak tiba-tiba sakit. Sehingga pada ruangan ini dindingnya
tetap menggunakan bantalan/puff. Selain UKS, terdapat pula ruang konsultasi yang
diperuntukkan bagi orangtua yang ingin mengetahui lebih dalam tentang informasi autis
ataupun mengenai perkembangan anaknya. Ruangan-ruangan ini tetap didominasi oleh
warna hijau dan putih.
45
Gambar 25. Ruang UKS (kiri) dan Ruang Konsultasi (kanan)
(Sumber : Desain, 2016)
Pada ruang dapur dan ruang makan dibuat menjadi satu ruangan agar selain menjadi
tempat istirahat bagi anak autis dan guru, juga menjadi sarana edukasi dan sosialisasi bagi
anak. Ruangan ini didominasi oleh warna putih dengan material lantai terbuat dari
keramik.
Pada ruang majelis guru juga didominasi oleh warna putih untuk menimbulkan
kesan ruangan yang lebih luas.
46
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa perilaku subjek menunjukkan ciri-ciri anak
autis yaitu hiperaktif, tidak ada interaksi sosial, komunikasi yang tidak jelas, tidak memberikan
respons, mengeluarkan kata-kata yang aneh atau tidak jelas artinya dan perilaku yang diulang-
ulang. Anak-anak yang mengidap autisme memiliki sikap dan perilaku yang berbeda-beda
sehingga mereka membutuhkan ruang yang dapat mewadahi perilaku-perilaku mereka tanpa
membahayakan diri mereka. Ruangan yang mewadahi dapat mendukung dan memperhatikan
proses perkembangan karakteristik pada anak-anak autis sesuai kebutuhannya. Kedinamisan
ruang gerak anak autis didasari atas pergerakan-pergerakan perilaku tersebut. Oleh sebab itu,
dibutuhkan suatu wadah yang dapat memfasilitasi pergerakan perilaku mereka dan dapat
menjadikan mereka berkembang secara lebih baik. Salah satu caranya yaitu dengan merancang
sebuah autism school yang sesuai dengan pola perilaku anak autis.
6.2 Saran
Rancangan sekolah bagi anak-anak autis hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan
dengan perilaku anak-anak autis tersebut. Lebih menekankan terciptanya suatu rancangan
dengan desain yang dapat memberikan perkembangan pada anak autis. Memberikan aplikasi
detail pada warna, bentukan furnitur, material, building system dan elemen estesis sehingga
diharapkan hasil rancangan lebih maksimal dan bermanfaat.
47
DAFTAR PUSTAKA
http://e-journal.uajy.ac.id/2953/3/2TA11513.pdf
http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/Permendiknas%20No%2033%20Tahun%2020
08.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14268/1/10E00036.pdf
Khoifah (2011) dalam Tugas Akhir Penanganan Gangguan Komunikasi Anak Autis di Sekolah
Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta
Maya Fitraf (20140 dalam Tugas Akhir Pusat Pelayanan Autis di Pekanbaru dengan
Pendekatan Arsitektur Perilaku
Elvina Lestari (2009) dalam Tugas Akhir Pusat Pendidikan Anak Autis di Surakarta
Jessica Celia (2013) dalam Tugas Akhir Perancangan Interior Pusat Terapi dan Sekolah Anak
Autis di Surabaya
Farra Diba (2013) dalam Tugas Akhir Autism Care Center dengan Pendekatan Behaviour
Architecture di Jakarta Timur
48