PROMOSI KESEHATAN
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun oleh :
Sukma Dewantari, S.Ked J510170083
Wildan Priscillah, S.Ked J5101700
Wilda Al Aluf R, S.Ked J510170041
Yundari Sucitaningtyas A, S.Ked J510170055
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia ternyata belum menjadi milik setiap
penduduk Indonesia karena berbagai hal seperti kendala geografis, sosiologis dan
budaya. Kesehatan bagi setiap penduduk yang terbatas kemampuannya serta yang
berpengetahuan dan berpendapatan rendah masih perlu diperjuangkan secara terus
menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan kesehatan dan
memberdayakan kemampuan mereka sendiri. Disamping itu kesadaran
masyarakat bahwa kesehatan merupakan investasi bagi peningkatan kualitas
sumberdaya manusia juga masih harus dipromosikan melalui sosialisasi dan
advokasi kepada para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan
(stakeholder) di berbagai jenjang administrasi.
1
rumah sakit (54,33%) pada tahun 2007 menjadi 760 rumah sakit (58,8%) pada
tahun 2008. Cakupan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin di rumah sakit
juga telah mencapai 100%. Pemanfaatan rumah sakit meningkat cukup besar,
yaitu dari 15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006, sehingga
contact rate pun meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada
tahun 2007.
2
meningkatkan kinerja pelaksanaan program-program kesehatan di DBK. Salah
satu program yang penting untuk dilaksanakan adalah Promosi Kesehatan, yang
tidak hanya dilaksanakan secara tersendiri, melainkan juga harus terintegrasi ke
dalam setiap program kesehatan lain.
B. Tujuan
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli,
tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatan meningkat.
C. Manfaat
1. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat di desa atau
kelurahan
2. Meningkatkan kesehatan masyarakat desa atau kelurahan
3
BAB II
PROMOSI KESEHATAN
A. Definisi
4
Promosi Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan
masyarakat di DBK, agar (1) pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, (2) individu sehat, keluarga dan masyarakat
dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah
kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat,
melalui (3) pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial
budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
B. Tujuan
Menurut Green (1990), tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan,
yaitu :
a. Tujuan program
Tujuan program merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam
periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
b. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada.
c. Tujuan perilaku
Tujuan perilaku merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus
tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.
5
C. Sasaran promosi kesehatan
Berdasarklan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi
dalam tiga kelompok sasaran, yaitu :
6
b. Sasaran Sekunder (secondary target)
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-
lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media
massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan
PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan
bmenciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Serta Berperan
sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS.
c. Sasaran Tersier (tertiary target)
7
D. Strategi Promosi Kesehatan
8
individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a)
pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan
kelompok/masyarakat.
Dalam mengupayakan agar klien tahu dan sadar, kuncinya terletak
pada keberhasilan membuat klien tersebut memahami bahwa sesuatu
(misalnya Diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang
klien yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu
merupakan masalah, maka klien tersebut tidak akan bersedia menerima
informasi apa pun lebih lanjut. Saat klien telah menyadari masalah yang
dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut
tentang masalah yang bersangkutan.
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan
menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga
dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau
diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh
masyarakat sebagai panutan (misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia
sendiri dan keluarganya tak pernah terserang Diare karena perilaku yang
dipraktikkannya).
Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui
kemitraan serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini
banyak dijumpai lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus
digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka dengan
pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan
9
berhasilguna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran, situasi dan kondisi, lalu
ditetapkan, diadakan dan digunakan metode dan media komunikasi yang
tepat.
2. Bina Suasana
10
b. Bina suasana kelompok
11
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat
(formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion
leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa
kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat
berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan
(pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya
untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan
PHBS secara umum.
12
(e) Dikemas secara menarik dan jelas
(f) Sesuai dengan waktu yang tersedia
Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan
lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama,
melalui pembagian tugas dan saling-dukung, maka sasaran advokasi akan
dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. Sebagai
konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara
cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.
4. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun
bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan
lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu :
(a) Kesetaraan
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat
hirarkhis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa
masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi,
duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak
bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang
dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian
dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena
kesepakatan.
(b) keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya
kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus
13
disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi
sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang
seru layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan
dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari
“pertengkaran” tersebut.
(c) saling menguntungkan
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya
keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan
kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan
keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi
semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin
14
antara lain: tersedianya tempat sampah, tersedianya tempat buang air
besar/kecil, tersedianya air bersih, tersedianya bagi perokok dan non
perokok dan sebagainya.
c.Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)
Realisasi dari reorientasi pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan i ni
adalah para penyelenggara pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta harus melibatkan, bahkan memberdayakan masyarakatagar mereka
juga dapat berperan bukan hanya sebagai penerima pelayanan kesehatan,
tettapinjuga sekaligus sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
masyarakat.
d. Ketrampilan individu (Personnel Skill)
Langkah awal dari peningkatan keterampilan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka ini adalah memberikan pemahaman-
pemahaman kepada anggota masyarakat tentang cara-cara memelihra
kesehatan, mencegah penyakit, mengenal penyakit, mencari pengobatan ke
fasilitas kesehatan profrsional, meningkatkan kesehatan, dan sebagainya.
Metode dan teknik pemberian pemahaman ini lebih bersifat individual dari
pada massa.
e. Gerakan Masyarakat (Community Action)
Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya seperti tersebut dalam visi
promosi kesehatan ini, maka di dalam masyarakat itu sendiri harus ada
gerakan atau kegiatan-kegiatan untuk kesehatan. Oleh sebab itu, promosi
kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan di masyarakat
dalam mewujudkan kesehtaan mereka. Tanpa adanya kegiatan masyarakat
di bidang kesehatan, niscahaya terwujud perilaku yang kondusif untuk
kesehatan, atau masyarakat yang mau dan mampu memelihara serta
meningkatkan kesehatan mereka.
15
E. Pendukung Dalam Pelaksanaa Promosi Kesehatan
1. Metode dan Media
Metode yang dimaksud adalah metode komunikasi. Pada
prinsipnya, baik pemberdayaan, bina suasana, maupun advokasi adalah
proses komunikasi. Untuk itu diperlukanperlu ditentukan metode yang
tepat dengan memperhatikan kemasan informasinya, keadaan penerima
informasi termasuk sosial dan budayanya, dan hal lain seperti ruang dan
waktu.
Media atau sarana informasi juga perlu dipilih mengikuti
metode yang telah ditetapkan, memperhatikan sasaran atau penerima
informasi. Bila penerima informasi tidakbisa membaca maka
komunikasi tidak akan efektif jika menggunakan mediayang penuh
tulisan, atau bila penerima informasi hanya memiliki waktu sangat
singkat, tidak akan efektif jika dipasang poster yang berisi kalimat
terlalu panjang.
2. Sumber Daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan
promosi kesehatan puskesmas adalah tenaga SDM, sarana/peralatan
termasuk media komunkasi, dan dana atau anggaran. Pengelolaan
promosi kesehatan hendaknya dilakukan oleh koordinator yang
mempunyai kapasitas di bidang promosi kesehatan yang dipilih dari
tenaga khusus promosi kesehatan yaitu pejabat fungsonal penyuluh
kesehatan masyarakat atau PKM. Jika tidak tersedia tenaga khusus
promosi kesehatan maka dapat dipilih dari semua tenaga kesehatan
puskesmas yang melayani pasien/klien (dokter, perawat, bidan,
sanitarian, dll)
F. Langkah – Langkah Promosi Kesehatan di Puskesmas
1. Pengenalan Kondisi Puskesmas
16
Sebelum memulai promosi kesehatan di Puskesmas, perlu dilakukan
pengenalan kondisi institusi kesehatan untuk memperoleh data dan
informasi tentang PHBS di Puskesmas tersebut, sebagai data dasar
(baseline data). Yang digunakan sebagai standar adalah persyaratan
Puskesmas yang Ber-PHBS (8 indikator proksi). Pengenalan kondisi
Puskesmas ini dilakukan oleh fasilitator dengan dukungan dari Kepala
dan seluruh petugas Puskesmas. Pengenalan kondisi Puskesmas
dilakukan melalui pengamatan (observasi), penggunaan daftar periksa
(check list), wawancara, pemeriksaan lapangan atau pengkajian terhadap
dokumen-dokumen yang ada.
2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS
17
d) Bantuan/dukungan yang diharapkan: apa bentuknya, berapa banyak,
dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan.
3. Musyawarah Kerja
Musyawarah Kerja yang diikuti oleh seluruh petugas/karyawan
Puskesmas, diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survai Mawas Diri,
sehingga masih menjadi tugas fasilitator untuk mengawalnya. Dalam
rangka pembinaan PHBS di Puskesmas, Musyawarah Kerja bertujuan:
18
Di luar itu, fasilitator juga menyusun rencana bina suasana yang
akan dilakukannya di Puskesmas, baik dengan pemanfaatan media
maupun dengan memanfaatkan pemuka/tokoh. Untuk bina suasana
dengan memanfaatkan pemuka/tokoh digunakan tabel berikut.
5. Pelaksana Kegiatan
Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan
biaya operasional seperti pemberdayaan pasien/pengunjung dan advokasi
dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan
dana dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari Puskesmas,
dari pihak donatur atau dari pemerintah. Pembinaan PHBS di Puskesmas
dilaksanakan dengan pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana
dan advokasi.
19
pihak, utamanya pemerintah daerah (dinas kesehatan kabupaten/ kota)
dan pemerintah. Kehadiran fasilitator di Puskesmas sudah sangat
minimal, karena perannya sudah dapat sepenuhnya digantikan oleh
Kepala Puskesmas dengan supervisi dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan PHBS di
Puskesmas, sudah berjalan baik dan rutin serta terintegrasi dalam proses
perencanaan Puskesmas. Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan
berkala serta kursus-kursus penyegar bagi para petugas kesehatan, juga
dikembangkan cara-cara lain untuk memelihara dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para petugas kesehatan tersebut.
20
- Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan, persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar lengkap,
sarana air bersih dan jamban).
- Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia (Poskesdes, Puskesmas
Pembantu, klinik).
- Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
ada seperti Posyandu, kelompok pemakai air, kelompok arisan jamban,
tabulin, dasolin.
- Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.
2. Survai Mawas Diri
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peranserta
masyarakat, perlu diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah
survai sederhana oleh para pemuka masyarakat dan perangkat desa/
kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas Puskesmas. Selain
untuk mendata ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya dari
segi perilaku dan menggali latar belakang perilaku masyarakat, survai ini
juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para
pemuka masyarakat terhadap kesehatan masyarakat desa/kelurahan,
khususnya dari segi PHBS. Dalam survai ini akan diidentifikasi dan
dirumuskan bersama hal-hal sebagai berikut:
21
Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindak
lanjut Survai Mawas Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan
petugas Puskesmas untuk mengawalnya. Musyawarah Desa/ Kelurahan
bertujuan:
4. Perencanaan partisipatif
22
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau
kelurahan, Forum Desa mengadakan pertemuan-pertemuan secara
intensif guna menyusun rencana pengembangan kesehatan
masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam Rencana
Pembangunan Desa/Kelurahan. Rencana Pengembangan Kesehatan
Masyarakat Desa/Kelurahan harus mencakup:
5. Pelaksanaan kegiatan
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi
kesehatan, petugas Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa
merekrut atau memanggil kembali kader-kader kesehatan yang ada. Selain
itu, juga untuk mengupayakan sedikit dana (dana desa/kelurahan atau
swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader kesehatan.
23
Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas dapat dilaksanakan.
24
dengan penyelenggaraan Lomba Desa dan Kelurahan yang
diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat
desa/kelurahan sampai ke tingkat nasional. Dalam rangka pembinaan
kelestarian juga diselenggarakan pencatatan dan pelaporan perkembangan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan, termasuk PHBS di Rumah Tangga,
yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi
Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam
Negeri.
25
memelihara kesehata, maka kelompok ini akan menurun
jumlahnya, dan kelompok orang yang sakit akan meningkat.
2) Promosi kesehatan pada tingkat preventif
Disamping kelompok orang yang sehat, sasaran promosi
kesehatan pada tingkat ini adalah kelompok yang beresiko
tinggi. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini
adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut agar
tidak jatuh atau menjadi terkena sakit (primary prevention)
3) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para
penderita penyakit (pasien). Tujuan promosi kesehatan pada
tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit
tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
4) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitative
Promosi kesehtana pada tingkat ini mempunyai sasaran pokok
kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh (recovery)
dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada
tingkat ini adalah agar mereka segera pulih kembali
kesehatnnya, dan atau mengurangi kecacactan seminimal
mungkin. Denganperkataan lain, promosi kesehatan pada tahap
ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat
penyakitnya (tertiary prevention).
c. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan (tempat
pelaksanaan)
1) Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai
perilaku sehat masyarakat, maka harus dimulai pada tatanan
masing-masing keluarga. Dari teori pendidikan dikatakan,
bahwa keluarga adalah tempat persemaian manusia sebgaai
26
anggota masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi
tempat yang kondusif untuk tumbuhnya perilaku sehat bagi
anak-anak sebagai calon anggota masyarakat, maka promosi
kesehatan akan sangat berperan.
2) Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga, artinya
sekolah merupakan tempat lanjutan unutk meletakkan dasar
perilaku bagi anak, termasuk perilaku kesehatan. Peran guru
dalam promosi kesehatan disekolah sanagt penting, karena
guru pada umunya lebih dipatuhi oleh anak-anak daripada
orang tuanya.
3) Promosi kesehatan pada tempat kerja
Promosi kesehatan di tempat kerja inidapat dilakukan oleh
pimpinan perusahaan atau tempat kerja dengan memfasilitasi
tempat kerja yang kondusif bagi perilaku sehat bagi karyawan
atau pekerjaanya, misalnya tersedianya air bersih, tempat
pembuangan kotoran, tempat smapah, kantin, ruang tempat
istirahat, dan sebagainya.
4) Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)
Tempat-tempat umum adalah tempat dimana orng-orang
berkumpul pada waktu-waktu tertentu. Di tempat-tempat
umum juga perlu dilaksanakan promosi kesehatan dengan
menyediakn fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku
sehat bagi pengujungnya.
5) Pendidikan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, poliklinik, tempat praktik dokter, dan
sebagainya adalah tempat adalah tempat yang paling strategis
untuk promosi kesehatan. Pelaksanaan promosi kesehatan di
27
institusi pelayanan kesehatan ini dapata dilakukan baik secara
individual oleh para petugas kesehatan kepada para pasien atau
kelurga pasien, atau dapat dilakukan pada kelompok-
kelompok.
BAB III
Pembinaan PHBS di rumah tangga
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu
untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat
seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi
setempat, secara gotong-royong.
Inti dari kegiata Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau
dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya
diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif. Yaitu upaya mendampingi
(memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa
proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya
Tetapi saat ini di wilayah kerja puskesmas sukoharjo desa siaga strata
mandiri masih belum memenuhi target, disebabkan di beberapa desa pelaksaan
pertemuan desa belum dilakukan setiap bulan. Selain itu presentasi penerapan
perilaku hidup sehat di masyarakat masih kurang dari 70%.
B. Saran
Terwujudnya Desa Siaga tentunya menjadi harapan kita bersama, oleh sebab
itu diharapkan agar masyarakat tidak hanya sekedar tahu tentang Desa Siaga,
namun juga akan melakukan perubahan sesuai dengan tingkat kemampuannya
untuk merealisasikan Desa Siaga.
29
Daftar Pustaka
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2006. Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga di Jawa
Timur. Jawa Timur
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengembangan Model Operasional Desa Siaga. Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat.
Dinas Kesehatan Prov Jateng. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2012. Semarang: Dinkes Jateng.
Kemenkes & Kemendagri. 2010. Buku Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga. Jakarta: Kemenkes RI.
Soekidjo Notoatmodjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka cipta, Jakarta,
2005.
30