Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS INDONESIA

Tugas Akhir Semester Mata Kuliah


MPS Kualitatif

Dari Amatir Hingga Menuju Tim Profesional: Tim nxl>


Mendominasi Asia Tenggara di Counter-Strike: Global Offensive

Muhammad Aldi Gunawan


1506686993

DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
MEI 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini, studi mengenai eSports di dunia akademis mulai banyak digemari oleh
kalangan mahasiswa dalam penulisan untuk tugas akhirnya. Pemicunya adalah perkembangan
dunia kompetetif game kini sudah mulai menjamur di berbagai belahan dunia. Studi mengenai
eSports sendiri menawarkan beragam fenomena-fenomena sosial baru yang dapat dijelaskan
melalui lintas disiplin ilmu. Meskipun begitu, saat ini sebagian besar studi tentang eSports
banyak didominasi pada dokumentasi kualitatif. Pasalnya, literatur tentang eSports masih
cukup langka untuk digunakan ke tingkat kuantitatif lantaran konsep eSports masih tergolong
sebagai entitas baru yang kemunculannya beriringan dengan merebaknya dunia digital dan
internet yang mulai populer pada abad ke-21. Umumnya penyelenggaraan kompetisi eSports
dimainkan pada seputaran genre game tertentu saja, seperti online multiplayer battle arena
(Dota2, League of Legend), first person shooter (Point Blank, Counter Strike, Battlefield), real
time strategy (Starcraft, Age of Empires), collectible card game (Yu-Gi-Oh, Hearthstone), dan
permainan olahraga (FIFA, NBA 2K).
Pada tahun 2003, Counter-Strike 1.6 merupakan game first person shooter1 pertama
yang sangat populer dimainkan secara kompetitif oleh kalangan remaja dan pemuda di seluruh
dunia. Game yang dikembangan Valve ini telah berhasil untuk ikut berkontribusi
mempopulerkan eSports menjadi media penyelenggara terbesar seperti sekarang ini. Counter-
Strike: Global Offensive adalah game lanjutan dari versi sebelumnya 1.6 yang lebih baik dalam
segi fitur, tampilan, gameplay, dan sekaligus telah mencapai posisi pertama sebagai game yang
paling sering ditonton oleh penggemar eSports di seluruh dunia2. Menurut data dari steamspy,
Indonesia memiliki jumlah player Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO) yang cukup
tinggi yaitu berkisaran ± 900.000 player dengan posisi peringkat kedua sebagai game yang
sering dimainkan oleh seluruh gamers di Indonesia3. Tentu saja bila mengamati angka player
CS:GO yang cukup tinggi tersebut, maka industri eSports berpotensi untuk dapat berkembang
pesat jika saja birokrasinya dapat dikelola dengan baik. Namun, hal itu mungkin sulit untuk
dirasakan oleh negara Indonesia karena faktanya negara ini belum mampu menyediakan
organisasi yang profesional dalam menyelenggarakan kompetisi skala internasional. Walaupun

1 First Person Shooter adalah Jenis video game yang permainannya melibatkan menembak musuh dan target lain dan di
mana tampilan aksinya terlihat seolah-olah seperti melalui mata dari karakter yang dimainkannya definisi ini menurut oxford
dictionaries.
2 Menurut newzoo.com tahun 2018, permainan CS:GO memiliki waktu yang diluangkan untuk menonton paling lama yakni

23 juta jam dari tiap kompetisi eSports yang diselenggarakan.


3 Data tersebut dapat dilihat di tautan http://steamspy.com/country/ID
kebanyakan negara di Asia Tenggara juga memiliki problem yang kurang lebih sama dalam
upaya mendorong perkembangan industri eSportsnya. Berbeda dengan negara Barat yang
memiliki banyak faktor pendukung dalam pengurusan kompetisi skala internasional yang jika
dijumlah, terdapat hampir lima kompetisi besar dengan hadiah jutaan dollar yang menanti di
tiap tahunnya.
Mendapatkan penghasilan dari hobby bermain game adalah impian seluruh gamers di
belahan dunia manapun. Harapan itu mungkin dapat tercapai bila kita memperhatikan
perkembangan eSports di negara Barat dan Amerika Utara yang telah berhasil menunjukkan
penghasilan besar dari pekerjaan profesional gamers. Meskipun begitu, perbedaan
perkembangan eSports antara negara Barat dan negara Asia Tenggara, meyakinkan kita bahwa
pada negara berkembang pekerjaan sebagai profesional gamers dilihat dengan sebelah mata
lantaran penghasilannya yang kurang dapat menyejahterakan pekerjanya. Dari keseluruhan
diskusi ini, tentu yang menjadi perhatian besar dalam topik industri eSports adalah
pembentukkan tim amatir di Indonesia dengan segala keterbatasan nilai ekstrinsiknya, dapat
berkembang menjadi tim profesional yang digaji layaknya seorang atlet dari olahraga
tradisional.

1.2. Perumusan Masalah


Sepanjang sejarahnya, kompetisi Counter-Strike di Indonesia selalu dikuasai oleh dua
tim papan atas yang saling memperebutkan gelar juara sebagai tim terbaik. Sejak tahun 2006,
kedua tim ini saling bergantian dalam menempati posisi puncak. Tim nxl adalah salah satu tim
terbaik yang dimiliki Indonesia dan telah bertahan cukup lama hingga kurun waktu 9 tahun.
Walaupun pada tahun 2018, tim ini mengalami kemunduran lantaran menghadapi rotasi
pergantian pemain. Meskipun begitu, tim nxl patut untuk diapresiasi karena telah berhasil
survive dari proses adaptasi pergantian gameplay Counter-Strike 1.6 menjadi CS:GO pada
tahun 2012 dan bahkan setelahnya tetap menjadi tim nomor satu di Indonesia. Koordinasi antar
anggota yang baik merupakan kunci keberhasilan proses adaptasi untuk dapat survive dari
perubahan. Seperti yang dikatakan oleh Okhuysen dan Bechky (2009) yang menyatakan bahwa
koordinasi adalah proses interaksi yang mengintegrasikan kumpulan tugas, tindakan, dan
pengetahuan interdependen kolektif yang memungkinkan individu untuk mewujudkan kinerja
kolektif dan untuk mencapai tujuannya.
Eksistensi tim nxl tidak hanya berhenti di negaranya, melainkan juga mendominasi
kawasan Asia Tenggara setelah mereka berhasil menjuarai turnamen Asian Cyber Games di
Beijing pada tahun 2013. Yang menarik disini adalah mengingat kurangnya dukungan
infrastruktur, ekonomi, dan jumlah turnamen di negaranya, namun tim nxl masih dapat
mengungguli tim Asia Tenggara lainnya. Menurut Menasce (2017) nilai insentif ekstrinsik
memiliki peranan penting dalam kesuksesan industri eSports dalam suatu negara yang
meliputi: Jumlah turnamen per tahun, rata-rata hadiah yang ditawarkan tiap turnamen, proses
pemberian hadiah turnamen, kontrak antara organisasi dan player, rata-rata gaji profesional
gamers, dan rata-rata luas tempat latihan setiap tim. Oleh karena itu, jika Indonesia ingin
memaksimalkan potensi industri eSports yang dimilikinya maka perlu mendorong peningkatan
insentif ekstrinsik.
Sehingga perlu adanya penelitian yang mendalam untuk dapat menjelaskan strategi
yang digunakan tim nxl untuk mampu bertahan dan mengatasi segala tekanan internal maupun
eksternal yang dihadapinya. Lalu peneliti ingin mengkaji dampak dan penyebab dari proses
perubahan dari pembentukan tim amatir menjadi tim profesional. Tidak hanya itu, penilitian
ini juga berusaha menjelaskan motivasi seseorang ketika telah meyakinkan dirinya untuk
menjadi profesional gamers yang kemudian menghadapi konsekuensi dari pengubahan
aktivitas luang mereka menjadi pekerjaan.

1.3. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mengajukan beberapa pertanyaan
penelitian:

1.3.1. Bagaimana proses terbentuknya dari tim amatir menjadi tim profesional?
1.3.2. Bagaimana tim profesional ini dapat tetap bertahan mengatasi segala tekanan
internal dan eksternal?
1.3.3. Apa saja yang akan terlibat ketika menjadi seorang profesional gamers?

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses terbentuknya tim
profesional eSports beserta sikap mereka dalam menghadapi segala bentuk tekanan dan batasan
seseorang dapat dikatakan sebagai profesional gamers.

1.5. Signifikansi Penelitian


1.5.1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk menyumbangkan studi
mengenai pembentukan tim profesional dalam literatur tentang eSports yang masih jarang
ditemukan. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pemahaman mengenai
pembentukan tim profesional dalam negara yang memiliki insentif ekstrinsiknya rendah.

1.5.2. Secara Praktis


Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran atau pedoman bagi
para gamers Indonesia dalam upaya membentuk tim profesional. Bagi pemerintah, melalui
Indonesia eSports Association, penelitian ini diharap mampu menjadi acuan data untuk
memperbaiki pengelolaan potensi industri eSports di Indonesia.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka


Konsep eSports pertama kali dicetuskan oleh Wagner (2006) melalui tulisan yang
berjudul “On the Scientific Relevance of eSports”. Dalam studinya, Wagner membahas tentang
pendefinisian eSports sebagai konsep baru, peranan eSports, korelasi eSports dengan Sports,
lalu dibahas mengenai budaya gamers di dunia, dan bagaimana eSports mempengaruhi seorang
anak dalam pendidikan formal nya. Konseptualisasi eSports menjadi penting untuk dibahas,
sebab adanya tim profesional gamers merupakan hasil dari kehadiran eSports itu sendiri.
Wagner merupakan peneliti pertama yang membahas eSports ke ranah dunia akademis dengan
misi untuk memperkenalkan gagasan dan konsep yang didorong eSports. Pada
pembahasannya, Wagner menemukan kecenderungan budaya barat dengan timur dalam
bermain game kompetitif. Hal ini menjadi penting pada penelitian kali ini karena ia
mengasumsikan bahwa budaya timur (khususnya Asia) lebih menyukai game dengan genre
online multiplayer battle arena. Genre ini secara umum lebih mementingkan kerjasama tim
dalam upaya memenangkan sebuah kompetisi. Sedangkan pada budaya barat, (khususnya
Eropa) mayoritas gamers disana memiliki kecenderungan lebih menyukai game dengan genre
first person shooter yang lebih mementingkan peran individual. Asumsi ini bisa saja benar jika
kita melihat perkembangan kompetisi / eSports pada saat ini, budaya timur lebih mendominasi
genre online multiplayer battle arena dan budaya barat lebih jauh mendominasi genre first
person shooter. Oleh karenanya, peneliti mengharapkan tim nxl> sebagai pelopor yang
mendorong scene genre first person shooter di dunia timur.
Studi kedua, berasal dari benua yang sama membahas tentang kepopuleran eSports di
mata penontonnya dan kelanjutan pendefinisian konsep eSports pada studi sebelumnya yang
jauh lebih relevan. Hamari dan Sjoblom (2017), membuka jurnalnya dengan menampilkan data
jumlah penonton eSports selama tahun 2013 yang sangat potensial bagi dunia bisnis. Pada hasil
penelitiannya, ia menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menonton
eSports. Faktor-faktornya diantaranya adalah eskapisme, pengetahuan tentang eSports,
kebaruan eSports, dan penampilan para atlit eSports yang agresif. Kepopuleran eSports ini
mendorong keberlanjutan dan mengembangkan industri eSports hingga memiliki peluang
untuk menyamai kepopuleran industri olahraga tradisional. Sehingga, studi ini menjadi penting
pada penelitian kali ini untuk menjadi salah satu faktor yang cukup penting untuk diperhatikan
dalam menciptakan sebuah tim profesional.
Studi selanjutnya, lebih membahas substansial terkait dengan penyebab sebuah tim
profesional dari Brazil berhasil mendominasi game CS:GO di dunia. Dalam studinya, Menasce
(2017) berupaya mengidentifikasikan apa itu profesional gamers, bagaimana motivasi mereka,
dan apa tantangan ketika menjadi seorang profesional gamers. Untuk menjadi profesional
gamers, pertama kali harus memahami keberadaan profesi itu sendiri sebagai kemungkinan
nyata. Seorang profesional gamers tidak muncul dengan sendirinya, tetapi ia bisa diraih tidak
hanya dengan latihan, tetapi juga melalui proses sosial yang lebih luas. Proses ini termasuk
pada manajemen diri sebagai cara untuk memperoleh visibilitas diantara pemain dan tim, lalu
menciptakan jaringan yang memungkinan untuk mendorong peluang menjadi profesional
gamers. Setelahnya, Menasce juga menjelaskan mengapa Brazil dapat unggul dalam industri
ini meskipun negara ini tidak memiliki banyak insentif ekstrinsik dalam kompetisinya. Insentif
ekstrinsik terbagi menjadi enam instrumen yakni jumlah turnamen dalam pertahun, rata-rata
hadiah yang ditawarkan dalam tiap kompetisi, pembayaran hadiah, kontrak diantara organisasi
dan pemain, rata-rata gaji pemain, dan tempat latihan. Insentif ekstrinsik yang buruk di Brazil
dengan Indonesia memiliki kemiripan. Namun keduanya, mengalami perbedaan kondisi yang
berbeda, jika Brazil berhasil menjuarai kompitisi kelas internasional, sedangkan tim nxl>
berhasil mendominasi kawasan Asia Tenggara. Komponen yang memicu tim Brazil dapat
menungguli dunia Barat adalah Brazil dapat memahami apa saja yang terlibat dalam industri
profesionalisme Counter-Strike, mereka terus mempelajari permaian dan menemukan cara
yang lebih baik untuk meningkatkan permainan mereka. Studi ini menjadi dasar pemikiran
pada penilitian yang juga membahas proses tim profesional mendominasi suatu kawasan.

2.2. Kerangka Konseptual


2.2.1. Counter-Strike : Global Offensive
Counter-Strike Global Offensive (CS:GO) merupakan game dengan mode Tembakan
orang pertama (First-Person Shooting) yang dikembangkan oleh Valve Corporation dan
Hidden Path Entertainment. Game ini menjadi bagian dari eSports sejak dikeluarkannya. Salah
satu aspek yang membuat Counter-Strike kandidat yang baik untuk menjadi game eSports
adalah bagaimana permainannya diterima oleh para pemain dan terutama oleh Valve sebagai
pengembang terkemuka. Pengaturan di Counter-Strike memungkinkan pemain yang konsisten
untuk meningkatkan keterampilan mereka dari waktu ke waktu. Setelah mencapai ambang
tertentu, pemain akan mulai mengatur diri menjadi tim, dan tantangannya bukan hanya tentang
keterampilan solo mereka, tetapi juga mengatasi strategi dan taktik tim lain. Dengan menyadari
peluang tersebut, Valve mengakuisisi Counter-Strike dan membuatnya telah mencapai
ketenerannya.
Aturan dan cara bermain game CS:GO ini begitu sederhana, dua tim yang terdiri dari
lima pemain bersaing satu sama lain dalam satu putaran game memiliki waktu 1:45 menit per
ronde. Mereka bisa menjadi Teroris atau Kontra-Teroris. Tujuan teroris adalah menanam bom
dan meledakkannya. Sedangkan kontra-teroris berusaha mencegah pihak teroris menanam bom
atau meledak. Permainan ini terdiri dari 15 putaran, pemain harus berpindah tim (dari teroris
ke kontra-teroris dan sebaliknya), maka tim yang pertama kali mencapai kemenangan dalam
16 putaran adalah pemenangnya.
Game CS:GO dapat bertahan dan bahkan berkembang adalah karena pada era digital
karena pertandingan kompeitisi eSports telah menjamur di seluruh dunia, meledak dalam
ukuran jumlah penonton. Melalui game CS:GO, baru muncul kemungkinan menjadi pemain
profesional, karena sudah biasa melihat game lain berjalan di arah yang sama. Dengan ide
mengubah aktivitas rekreasi menjadi sebuah profesi, para pemain mulai mencari cara untuk
mencapai impian hidup dari bermain game.

2.2.2. Profesional eSports


Secara ketentuan, tidak ada organisasi yang mengatur ketentuan untuk profesi sebagai
profesional gamers. Kemudian, validitas seseorang dapat dikatakan sebagai profesional gamers
tidak berdasarkan dokumen formal atau sertifikat yang mengatakan kepada mereka bahwa
mereka seorang profesional gamers. Namun, pemain memiliki momen sendiri dalam hidupnya
ketika mereka dapat mengatakan dirinya telah mencapai profesionalisme di eSports. Dalam
studinya yang berjudul “From Casual to Professional: How Brazilians Achieved eSports
Success in Counter-Strike:Global Offensive”, Menasce (2017) menyatakan bahwa seorang
pemain dianggap profesional ketika dia dipekerjakan oleh organisasi yang membayar karyanya
mewakili entitas itu, bermain di kompetisi resmi, baik tingkat nasional maupun internasional.

2.2.3. Pembentukan Tim Profesional


Dalam pembentukan tim profesional, Freeman Guo dan Wohn Dounghee Yvette
menyatakan bahwa tim dapat terbentuk melalui dua dimensi yakni pertama, identifikasi rekan
dan kriteria pemilihan anggota yang didalamnya terdapat pengidentifikasian anggota tim dan
kriteria pemilihan untuk mengidentifikasi rekan tim. Kedua, mengembangkan kapasitas untuk
berkoordinasi yang didalamnya terdapat pergantian alami antara didalam game dan diluar
permainan melalui interaksi multimodal, perpaduan mulus dari beberapa platform komunikasi,
aktivitas sosial offline: memperkuat koordinasi dengan berkumpul bersama itu.
Identifikasi adalah proses pencarian yang menggambarkan di mana dan bagaimana
mereka menemukan sekelompok rekan potensial, sementara kriteria menggambarkan
bagaimana mereka dibuang dan memilih orang dari sejumlah gamers. Singkatnya, baik pemain
amatir maupun profesional menggunakan jaringan sosial mereka dalam merekrut anggota tim.
Namun, mantan profesional gamers mengatakan lebih suka bermain dengan teman-teman
offline mereka yang. Terdapa tiga metode perekrutan yaitu jaringan sosial offline, perjodohan
sistem, dan crowdsourcing media sosial. Metode ini, biasanya dianggap tidak terstruktur dan
disukai oleh para amatir, para profesional menggunakan cara-cara rekrutmen yang lebih formal
seperti pencarian, wawancara, masa percobaan, dan dari mulut ke mulut mencari pemain yang
sangat terampil.
Dengan pemahaman bahwa banyak faktor yang perlu diperhitungkan dalam
mengidentifikasi anggota tim potensial, kini kita membahas tentang proses pengambilan
keputusan pemain untuk memilih anggota tim yang sesuai dari potensi tim (yaitu kriteria
pemilihan). Kriterianya ada 3 yakni Skill bermain yang cukup fundamental dalam membentuk
tim, attitude dan personalitynya yang akan mempengaruhi kerjasama tim sebagai kesatuan, dan
kesediaan untuk berkomunikasi yang menghancurkan batasan geografis dan bahasa. Hal yang
harus dicatat bahwa semua kriteria di atas (keterampilan, kepribadian, sikap, dan komunikasi)
dapat terjalin mulus dalam satu unit koperasi, yang menghasilkan sinergi daya tarik.

2.2.4. Tim Profesional


Di benua Eropa dan Amerika Utara, para pemain memiliki kontrak di mana mereka
menerima gaji, peralatan untuk bermain, dan kondisi untuk bermain yang mengamankan
mereka sebagai profesional. Terdapat tiga elemen penting dalam membahas tim profesional
yakni koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi. Pembagian kerja dalam sebuah tim profesional
sangatlah penting karena koordinasi diantaranya perlu tercapai agar dapat memenangkan
pertandingan. Dalam sebuah tim profesional, terdapat tiga peran penting yang memiliki andil
dan hubungan dikeseluruhannya yakni, kapten, pelatih, dan manajer. Kapten adalah tanggung
jawab yang diberikan kepada salah satu pemain tim atau didistribusikan diantara mereka. Peran
kapten dalam sebuah tim profesional cukup penting karena ia yang menentukan taktik ketika
pertandingan berlangsung, harus memiliki ketenangan yang baik, dan secara moral mendukung
serta memotivasi tim untuk memenangkan pertandingan. Kemudian, adanya pelatih dalam tim
profesional tidak mengherankan, mengingat sifat kompetitif dari industri dan kepentingan
finansial yang diberikan dalam kemenangan tim. Selama pertandingan, diharapkan bahwa
pelatih tim akan memberikan dukungan taktis dengan pengetahuannya, meninjau kesalahan
tim, dan membantu anggota tim dengan masalah yang tidak terkait dengan game itu sendiri.
Pelatih juga harus mempelajari musuh dan memetakan untuk menyusun strategi bagi tim serta
memotivasi tim. Para pemain eSports mengharapkan bahwa selama pertandingan, manajer
akan diperlukan terkait memberikan dukungan dalam hal-hal yang tidak terkait dengan
permainan itu sendiri. Manajer lebih aktif di luar pertandingan, terutama dalam mengurus
masalah yang berkaitan dengan sponsor, pendaftaran dalam kejuaraan, dan pemasaran tim.
Dalam beberapa penilitian, pemain cenderung menggunakan metode yang berbeda
untuk berkomunikasi dengan rekan tim mereka. Komunikasi non-verbal sering terjadi dalam
game kolaboratif serba cepat seperti genre FPS. Pembuatan keputusan yang cepat dan ad-hoc
dari game aksi menuntut agar pemain menemukan cara untuk berkomunikasi lebih cepat
daripada komunikasi verbal (suara atau teks), seperti atau bahkan lebih daripada untuk game
strategi. Seperti (Leavitt et al. 2016) menunjukkan, metode komunikasi non-verbal
meningkatkan kesadaran situasional tim, tetapi juga dapat mengganggu aliran pemain,
mengganggu fokus mereka, atau membebani perhatian mereka. Fakta bahwa hanya 15%
profesional yang dikutip dalam permainan visual sebagai metode komunikasi mungkin
menunjukkan bahwa pemain yang lebih berpengalaman dan serius ini memahami efek negatif
yang terkait dengan penggunaan metode ini dan lebih suka menggunakan komunikasi lisan
untuk menghindari masalah ini selama cocok. Selain itu, para profesional cenderung lebih tahu
bagaimana mereka harus bertindak dalam sebuah tim, seperti berdebat, yang membuat mereka
kurang bergantung pada komunikasi secara umum.
Fakta bahwa pemain yang menjadi bagian dari tim eSport yang diberikan harus
berkolaborasi dalam permainan, membuat kompetisi natural - gamification (bahkan lebih untuk
game yang bergantung pada fitur kooperatif-kompetitif) cenderung menyebabkan persaingan
bahkan di lingkungan yang tidak diinginkan. Penelitian Lipovaya dkk (2018) menunjukkan
adanya iklim kompetitif di dalam tim, baik amatir maupun profesional. Ini dapat dijelaskan
oleh keinginan untuk menjadi yang terbaik dan meningkatkan diri sendiri, yang merupakan
salah satu tujuan utama dari setiap atlet. Jika dibandingkan dengan amatir, para profesional
mengindikasikan persaingan sebagai kebutuhan untuk menjamin gaji mereka dan memperoleh
sumber pendapatan lain (seperti sponsor), pada akhirnya memungkinkan mereka untuk
mendedikasikan diri sepenuhnya kepada eSports sebagai pekerjaan. Agar tim dapat menang,
pemain harus dapat berkolaborasi di antara mereka sendiri, menyeimbangkan aspek kerjasama
dan persaingan individu.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian


Ditinjau dari jenis data primer sebagai sumber data, pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian yang akan
dikumpulkan tidak hanya berupa dokumen tetapi juga akan banyak dilakukan wawancara
mendalam pada narasumber yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif yaitu metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh
sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan (Creswell, 2010).

Jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penilitian deskriptif yaitu penelitian
yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-
data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penlitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai proses pembentukan tim nxl sebagai tim profesional yang
dijelaskan secara mendalam dan komprehensif.

3.2. Tipe Penelitian


Ragam penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Pendekatan studi kasus pada hakikatnya terfokus kepada kasus. Studi kasus merupakan tipe
pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif,
mendalam, mendetail, dan komprehensif.

3.3. Peran Peneliti


Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta,
namun peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Kontribusi peneliti adalah
bagian besar dari penelitian kualitatif, yang memiliki hasil yang lebih positif dan bermanfaat
ketimbang merugikan (Locke et al., 1987). Oleh sebab itu, kehadiran peneliti dan keterlibatan
peneliti sangat diperlukan karena pengumpulan data harus dilakukan dalam situasi yang
sesungguhnya.

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sebagai teman, pengamat serta mengobservasi
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian. Namun untuk memperjelas dan
memahami apa yang dilakukan subyek, maka peneliti perlu untuk ikut serta dalam kegiatan
yang dilakukan subyek penelitian dengan batasan tidak menganggu aktivitas subyek penelitian.
Relasi antara peneliti dengan subyek penelitian telah terbangun sebagai teman kerja yang
sebelumnya hampir setiap hari berkomunikasi interaktif dengan subyek penelitian. Hal ini
mempermudah peneliti untuk memperoleh data yang lengkap dari subyek penelitian karena
subyek penelitian sudah merasa percaya kepada peneliti.

3.4. Strategi Pengumpulan Data


3.4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian kali ini ditentukan dengan maksud dan tujuan
tertentu. Lokasi penelitian ditentukan dengan mempertimbangkan lokasi praktik latihan tim
profesionalnya dan ketersediaan waktu yang dimiliki informan. Mengingat, subyek penelitian
dalam praktik latihan tim profesionalnya berada di rumah salah satu subyek penelitian, maka
lokasi penelitian yang diambil adalah rumah subyek penelitian yang berada di kawasan
Kembangan, Jakarta Barat. Adapun lokasi lain sebagai alternatif dalam penelitian ini, seperti
di cafe atau restaurant yang berdekatan dengan lokasi praktik latihannya atas pertimbangan jika
subyek penelitian merekomendasi tempat lain.

Peneliti memilih lokasi ini sebagai pertimbangannya merupakan tempat berkumpulnya


anggota tim nxl. Disini mereka biasa melakukan interaksi pada sesama anggota, bermain game,
serta melakukan agenda-agenda lainnya. Hal ini tentunya juga memudahkan peneliti kaitannya
dalam proses penggalian data subyek dan pengamatan suasana sehari-hari.

3.4.2. Karakteristik Informan dan Dasar Penetapannya


Dalam penelitian kualitatif, istilah infroman lebih sering digunakan daripada sampling.
Neuman (2013) menjelaskan informan atau sampling, merupakan sehimpunan kecil kasus yang
dipilih peneliti dari himpunan besar dan akan menggeneralisasi pada populasi. Hanya saja
istilah ini (sampling) lebih banyak digunakan pada penelitian kuantitatif, sedangkan istilah
informan lebih sering digunakan pada penelitian kualitatif. Infroman dalam penelitian kualitatif
digunakan dengan tujuan memperdalam pemahaman kasus yang akan diteliti.

Penilitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang secara umum sering
digunakan pada riset lapangan peneliti telah memiliki kriteria tertentu dalam memilih
informan. Informan yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Tim nxl yang terdiri dari CEO
b. Investor atau sponsor selaku pendukung modal
c. Pihak Iespa sebagai bagian dari pemerintah

3.4.3. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Bungin (2003) metode pengumpulan adalah dengan cara apa dan bagaimana
data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan
informasi yang valid dan realiable. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian dan mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, pelaksanaan
pengumpulan data menggunakan metode yang disusun oleh Yin (2011) yakni wawancara
mendalam, pengamatan langsung di lapangan, dan dokumentasi.

Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data yang diperoleh bukan dari
instansi, melainkan berasal dari observasi langsung ke lapangan. Pengumpulan data sekunder
didapatkan dari instansi-instansi terkait dengan obyek penelitian. Data primer diperoleh dengan
cara:
A. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara mendalam merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi dari para
informan dengan cara tatap muka atau bertemu langsung. Pedoman wawancara disusun terlebih
dahulu dan dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan di lapangan. Penunjukan informan
dengan prosedur purposive yaitu menentukan kelompok peserta yang mejadi informan sesuai
dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin, 2007).
Wawancara yang digunakan ialah wawancara semi terstruktur, sehingga peneliti memiliki
kebebasan untuk menggali secara mendalam jawaban yang diberikan. Teknik ini memberikan
kemudahan kepada peneliti untuk menentukan informan yang akan diwawancarai sesuai
dengan tujuan penelitian.

B. Pengamatan langsung ke lapangan


Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
panca indera sebagai alat bantu utamanya. Observasi suatu unit organisasi akan menambah
dimensi-dimensi baru, untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang akan di teliti.
Peneliti dapat memperhatikan perilaku subyek saat berinteraksi dengan anggota tim nxl, serta
mengamati lokasi penelitian ketika peneliti datang ke tempat kegiatan.
C. Dokumentasi
Hadari Nawawi (2005) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga
buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Dalam
penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari media kabar dan website tim profesional.

3.5. Teknik Olah dan Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis deskriptif, yaitu
dengan menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas tentang terbentuknya tim
profesional gamers. Penelitian ini akan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan
studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan
dalam bentuk deskriptif.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2003). Aktivitas dalam
analisis data ini yaitu: 1). Pengumpulan data, kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. 2). Data reduction, diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 3). Data display, diartikan sebagai
pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4). Conclusion drawing/ verification, yaitu
penarikan kesimpulan dari deskripsi serta gambaran yang dijelaskan oleh subyek.

3.6. Metode Verifikasi Data/Temuan Lapangan


Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan
yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Melalui keabsahan data
kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk
mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007).

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini dilakukan triangulasi dengan sumber.
Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu membandingkan hasil
wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan Alasan menggunakan satrategi trianggulasi
karena pertama strategi ini mudah terjangkau untuk digunakan peneliti. Kedua secara praktis,
metode ini lebih mudah dipraktekkan untuk memvalidasi data temuan dalam peneliatian
identitas diri reggae mania di Gresik.

3.7. Keterbatasan Penelitian


Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan menggunakan data primer yang
diperoleh melalui wawancara mendalam. Keterbatasan pada penelitian ini meliputi
subjektifitas yang ada pada diri peneliti. Penelitian ini sangat tergantung kepada interpretasi
peneliti tentang makna yang tersirat dalam wawancara sehingga kecenderungan untuk bias
masih tetap ada. Untuk mengurangi bias maka dilakukan proses triangulasi, yaitu triangulasi
sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dengan fakta
dari informan yang berbeda dan dari hasil penelitian lainnya. Sedangkan triangulasi metode
dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, yaitu metode
wawancara mendalam dan observasi.

Referensi
Bayliss, Hunter Amadeus. 2016. Not Just a Game: the Employment Status and Collective
Bargaining Rights of Professional ESports Players. Washington: Washington and Lee
Journal of Civil Rights and Social Justice, Volume 22, Issue 2, Article 5
http://scholarlycommons.law.wlu.edu/crsj/vol22/iss2/5

Creswell John.W. 2014. Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Guo Freeman dan Donghee Yvette Wohn. 2017. Understanding eSports Team Formation and
Coordination. Spinger Science: Amerika Serikat

Juho Hamari dan Max Sjöblom. 2017. What is eSports and why do people watch it?. Internet
Research, Vol. 27 Issue: 2, pp.211-232

Lipovaya, V.; Lima, Y.; Grillo, P.; Barbosa, C. E.; Souza, J. M.; Duarte, F. 2018. Coordination,
Communication, and Competition in eSports: A Comparative Analysis of Teams in Two
Action Games. In: Proceedings of the 16th European Conference on Computer-
Supported Cooperative Work - Exploratory Papers, Reports of the European Society
for Socially Embedded Technologies (ISSN 2510-2591), DOI:
10.18420/ecscw2018_11

Menasce, Rick M. 2017. From Casual to Professional: How Brazilians Achieved eSports
Success in Counter-Strike: Global Offensive. Massachusetts: ProQuest 10284624

Moleong, Lexy.J.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; PT Remaja Rosdakarya


Offset
Neuman, W.Lawrence. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Eds.7. Penerjemah: Edina T. Sofia. Jakarta: PT.Indeks.

Saarnisto, Marcel. 2017. Impact of Sponsorships in eSports on the Buying Behavior. Finlandia:
Vaasan Ammattikorkeakoulu University of Applied Sciences

Wagner, Michael G. 2006. On the Scientific Relevance of eSports. Austria: University Krems

Anda mungkin juga menyukai