Anda di halaman 1dari 31

GANGGUAN AKTIVITAS DAN LATIHAN PADA LANSIA

Di
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok :
Putri Maulina
Nabila Aisal Putri
Rada Syarita
Buge Setiawan

AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA BANDA ACEH

2017
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana

manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah

satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan

aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Adapun sistem tubuh yang

berperan dalam kebutuhan aktivitas antara lain: tulang, otot dan tendon,

ligamen, sistem saraf dan sendi. Latihan atau olahraga pada lansia

harus dianjurkan untuk mempertahankan dan memperkuat kemampuan

fungsi dan meningkatkan kesehatan. Latihan atau olahraga yang teratur

untuk meningkatkan kemampuan fungsi dapat dimasukkan ke dalam

aktivitas sehari-hari lansia. Misalnya, pergelangan tangan dan

pergelangan kaki dapat digerak-gerakkan.

B. Epidemiologi/Insiden

Kasus Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya

menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Gangguan

mobilisasi dapat terjadi pada semua tingkatan umur, yang beresiko tinggi
terjadi gangguan mobilisasi adalah pada orang yang lanjut usia, post cedera

dan post trauma.

C. Etiologi/Penyebab

1. Kelainan postur

2. Gangguan perkembangan otot

3. Kerusakan sistem saraf pusat

4. Trauma langsung pada sistem mukuloskeletal dan neuromuscular

5. Kekakuan otot

D. Faktor Predisposisi

1. Pengobatan

2. Terapi pembatasan gerak

3. Kurang pengetahuan tentang manfaat pergerakan fisik

4. Kerusakan sensori persepsi

5. Nyeri, tidak nyaman

6. Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina

7. Keengganan untuk memulai gerak

8. Gaya hidup menetap, tidak fit

9. Malnutrisi
E. Patofisiologi

Setiap manusia akan mengalami proses menua yaitu suatu proses

menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya,

Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan

terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan

stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif.

Penyakit degeneratif ini dapat menyerang sistem tubuh manusia

termasuk sistem kardiovaskuler, pernapasan, saraf dan musculoskeletal.

Apabila salah satu sistem terganggu maka akan mempengaruhi sistem

lainnya yang dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas dan latihan

lansia.

F. Manifestasi Klinis

1. Mudah lelah saat beraktivitas

2. Peningkatan frekuensi pernapasan

3.Tidak mampu bergerak atau beraktivitas sesuai kebutuhan

4. Keterbatasan menggerakkan sendi

5. Pemenuhan ADL dibantu orang lain

6. Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas,


G. Dampak

Dampak fisik dari gangguan aktivitas pada lansia sangat banyak dan

bermacam- macam. Masalah-masalah yang berhubungan dapat

mempengaruhi semua sistem tubuh. Dampak fisiologis dari gangguan

aktivitas lansia

NO EFEK HASIL

1. Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik

maksimum

2. Penurunan fungsi ventrikel kiri - Peningkatan denyut jantung

- Sinkop

3. Penurunan curah jantung Penurunan toleransi latihan

4. Perlambatan fungsi usus Konstipasi

5. Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung

kemih

6. Gangguan sensori - Depresi dan ansietas

- Perubahan persepsi

7. Gangguan tidur - Bermimpi pada siang hari

- Halusinasi
H. Penatalaksanaan

1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga,

dan pramuwerdha.

2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,

pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah

ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

sendiri, semampu pasien.

3. Dilakukan pengkajian, perumusan target fungsional, dan pembuatan

rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan

untuk mencapai target terapi.

4. Temui dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan

cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta

penyakit/ kondisi penyetara lainnya.

5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat

menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau

dihentikan bila memungkinkan.

6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang

mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.

7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis

terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif

dan aktif, latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan

koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.


8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu

berdiri dan ambulasi.

9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan toilet.

I. Pencegahan

1. Pencegahan primer Pencegahan primer merupakan proses yang

berlangsung sepanjang kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses

yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas

tergantung pada fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.

Sebagai suatu proses episodik pencegahan primer diarahkan pada

pencegahan masalah-masalah yang dapat timbul akibat imoblitas atau

ketidak aktifan.

a. Hambatan terhadap latihan

1) Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial yang

terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal.

2) Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan

diet yang buruk)

3) Depresi gangguan tidur

4) Kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan.

5) Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman

untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.


b. Pengembangan program latihan

Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan,

dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk

memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu

kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi

santai yang dapat memberikan efek latihan. Ketika klien telah

memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-

faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan

keterikatan dan meningkatkan pengalaman:

1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,

selama dan setelah aktivitas diberikan.

2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah

latihan khusus).

3) Kesulitan yang dirasakan.

4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.

5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa

seseorang akan berhasil).

c. Keamanan

Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan

diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus

dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda


intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan

memilih aktivitas yang tepat.

2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder memfokuskan pada

pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.

J. Latihan Pada Lansia yang Mengalami Gangguan Aktivitas dan Latihan

Lansia yang mengalami gangguan aktivitas dan latihan seperti

keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua

latihan rentang gerak dengan mandiri, tirah baring total atau pasien

paralisis ekstermitas total maka perlu dilakukan latihan ROM untuk

mencegah kontraktur sendi.

Berikut adalah penjelasannya :

1. Definisi ROM

Range of motion ( ROM ) adalah gerakan dalam keadaan

normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk,

2008). Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan

untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap

untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
2. Tujuan ROM (Range Of Motion)

a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot

b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

c. Mencegah kekakuan pada sendi

d. Merangsang sirkulasi darah

e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur

3.Manfaat ROM (Range Of Motion)

a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam

melakukan pergerakan

b. Mengkaji tulang, sendi, dan otot

c. Memperbaiki tonus otot

d. Meningkatkan mobilisasi sendi

e. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

4. Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)

a. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali

sehari

b. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan

pasien.

c. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur

pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

d. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah

leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
e. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada

bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.

f. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi

atau perawatan rutin telah di lakukan.

5. Jenis-jenis ROM (Range Of Motion) ROM dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu :

a. ROM Aktif ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang

(pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan

motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan

sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal

(klien aktif).

b. ROM Pasif ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan

berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat

melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak

yang normal (klienpasif).

6. Indikasi dan Sasaran ROM

a. ROM Aktif :

1) Indikasi :

a) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif

dan menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau

tidak.
b) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat

menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan A-

AROM (Active-Assistive ROM, adalah jenis ROM Aktif yang

mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah

secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer

memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan).

c) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.

d) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas

diatas dan dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.

2) Sasaran :

a) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran

ROM Aktif serupa dengan ROM Pasif.

b) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan

pembelajaran gerak dari kontrol gerak volunter.

c) Sasaran spesifik

- Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot

yang terlibat

- Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang

berkontraksi

- Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas

jaringan persendian

- Meningkatkan sirkulasi
- Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik

b. ROM Pasif

1) Indikasi :

a) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila

dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan

b) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak

aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma,

kelumpuhan atau bed rest total

2) Sasaran :

a) Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat

b).Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur

c) Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot

d) Membantu kelancaran sirkulasi

e) Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta

difusi persendian

f) Menurunkan atau mencegah rasa nyeri

g) Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi

h) Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

7. Kontra indikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM
a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat

mengganggu proses penyembuhan cedera.

1) Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas

gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan

memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan

2) Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan

yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan

b. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya

membahayakan (life threatening)

1) PROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar,

sedangkan AROM pada sendi ankle dan kaki untuk

meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus

2) Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria,

dan lain-lain, AROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan

dalam pengawasan yang ketat.

8. Gerakan ROM Berdasarkan Bagian Tubuh Menurut Potter & Perry, (2005),

ROM terdiri dari gerakan pada persendian sebagai berikut :

a. Leher, Spina, Serfikal

b. Bahu
c. Siku

d. Lengan bawah

e. Pergelangan tangan

f. Jari- jari tangan

g. Ibu jari

h. Pinggul Gerakan

i. Lutut

j. Mata kaki

k. Kaki

l. Jari-Jari Kaki

9. Senam Lansia

1. Definisi Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang

teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut

usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan

fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut. (Santosa, 2010)

2. Manfaat olahraga
a. Perbaikan serta terpeliharanya kesegaran jantung dan sistem

pernafasannya.

b. Perbaikan serta terpeliharanya otot, daya tahan dan kelenturannya.

c. Pengaturan metabolism serta kenaikan berat badannya dapat

terkendali.

d. Tekanan darahnya dapat bertahan stabil.

e. Mencegah terjadinya kehilangan massa tulang.

f. Turunnya kadar lemak dalam dara, sehingga dapat mengurangi

kemungkinan timbulnya serangan penyakit jantung.

g. Dapat memperbaiki kesehatan jiwanya, serta dapat memperbaiki

kepercayaan diri.

h. Pembuluh darahnya lebih elastis, tidak cepat menebal atau

menyempit.

i. Dapat terpeliharanya bahkan dapat terjadi perbaikan dari

pengambilan oksigen secara maksimal.

j. Lebih terpeliharanya gula darah dan lain-lain (Margatan, 2000)

3. Gerakan senam lansia


Latihan senam dilakukan secara bertahap. Pada awal latihan setiap gerakan

dilakukan 2-3 kali. Bila sudah lancar dapat ditingkatkan menjadi 8-10 kali

untuk setiap gerakan.

a. Latihan kepala dan leher

1) Putar kepala ke samping kiri, kemudian ke kanan, sambil

melihat ke bahu

2) Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan, lalu ke kiri

b. Latihan bahu dan lengan

1) Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga, kemudian

turunkan kembali perlahan-lahan

2) Tepukkan kedua telapak tangan dan regangkan lengan ke

depan setinggi bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan

bertepuk kemudian angkat lengan ke atas kepala

3) Dengan satu tangan menyentuh bagian belakang dan leher, raihlah

punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai.

4) Letakkan tangan di pinggang, kemudian coba meraih ke atas

sedapatnya

c. Latihan tangan
1) Letakkan telapak tangan tertelungkup di atas meja. Lebarkan jari-

jari dan tekan ke meja.

2) Balikkan telapak tangan. Tarik ibu jari sampai menyentuh jari

kelingking, kemudian tarik kembali. Lanjutkan dengan

menyentuh tiap-tiap jari.

3) Kepalkan tangan sekuatnya kemudian regangkan jari-jari selurus

mungkin.

d. Latihan punggung

1) Dengan tangan disamping, bengkokkan badan ke satu sisi

kemudian ke sisi yang lain.

2) Letakkan tangan di pinggang dan tahan kedua kaki, putar tubuh

dengan melihat bahu ke kiri lalu ke kanan.

3) Posisi tidur terlentang dengan lutut dilipat dan telapak kaki datar

pada tempat tidur. Regangkan kedua lengan ke samping.

Tahan bahu pada tempatnya dan jatuhkan kedua lutut ke samping

kiri dan kanan.

4) Tepukkan kedua tangan ke belakang kemudian regangkan

kedua bahu ke belakang.

e. Latihan paha dan kaki


1) Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak atau dengan posisi

tidur. Lipat satu lutut sampai dada, lalu kembali lagi. Bergantian

dengan yang lain.

2) Regangkan kaki ke samping sejauh mungkin kembali lagi.

3) Kerjakan satu per satu.

4) Duduklah dengan satu kaki lurus ke depan. Usahakan lutut tidak

bengkok.

5) Pertahankan kaki tetap lurus tanpa membengkokkan lutut,

kemudian tarik/tegangkan telapak kaki kea rah badan dan

kemudian lepaskan kembali.

6) Tekuk dan regangkan jari-jari kaki tanpa

menggerakkan/membengkokkan lutut.

7) Pertahankan lutut tetap lurus, putar telapak kaki ke dalam sehingga

permukaannya saling bertemu, kemudian kembali ke posisi semula

f. Latihan muka

1) Kerutkan muka sedapatnya, kemudian tarik alis mata ke atas

2) Tutup kedua mata kuat-kuat, kemudian buka lebar-lebar.

3) Kembungkan pipi semampunya, kemudian hisap ke dalam


4) Tarik bibir ke belakang sedapatnya, kemudian ciutkan dan bersiul.

(Depkes, 2004)

g. Latihan pernafasan

Duduk dengan punggung bersandar pada bahu rileks. Letakkan

kedua telapak tangan pada tulang rusuk bawah. Tarik nafas dalam-dalam

secara perlahan, jangan mengangkat bahu, maka dada akan merasa

mengembang. Kemudian keluarkan nafas perlahan-lahan. Jika sudah

merasa bisa melakukan dengan benar, tidak perlu lagi menahan tulang rusuk

bawah dengan tangan. Lakukan berulang- ulang sampai minimal 10 kali.

Latihan ini dapat pula untuk membantu relaksasi pada saat istirahat dalam

melakukan latihan lainnya.

h. Latihan relaksasi

Latihan relaksasi ini berguna untuk mengendorkan otot-otot yang

tegang dan mengendurkan ketegangan pikiran serta

mengurangi kecemasan Posisi tubuh duduk di kursi atau berbaring di

lantai. Caranya adalah sebagai berikut :

1) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan otot-otot lengan

selama 10 hitungan dan kemudian bukalah genggaman tangan

serta kendurkan otot-otot selama 30 hitungan.


2) Kerutkan dahi ke atas dan pada saat yang sama kepala

didongakkan ke belakang, kemudian kepala diputar searah jarum

jam secara perlahan-lahan sebanyak 2 putaran, kemudian

kepala diputar.

3) Kerutkan otot muka, mata ditutup dengan kuat, mulut

dimonyongkan ke depan, lidah ditekan ke langit-langit dan bahu

ditekukkan ke depan. Pertahankan selama 10 hitungan kemudian

kendorkan semua otot-otot.

4) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan selam

10 detik, kemudian kendorkan.

5) Selanjutnya ibu jari sambil mengencangkan betis dan paha selama

10 hitungan kemudian kendurkan selama 10 hitungan.

6) Tariklah nafas secara perlahan-lahan dan sedalam mungkin,

pertahankan selama 10 hitungan kemudian keluarkan udara

seperlahan mungkin. (Arifin, 2003)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN AKTIVITAS DAN LATIHAN

I.Pengkajian

1. Anamnesa

a. Data demografi

1) Usia Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan

melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal.

Semakin usia bertambah lanjut maka semakin berisiko

mengalami gangguan aktivitas dan latihan.

2) Jenis kelamin Jemis kelamin memiliki peranan penting yang

berpengaruh pada gangguan aktivitas dan latihan hal ini karena

wanita yang telah menopause mengakibatkan hormone

estrogen turun sehingga terjadi penurunan densitas tulang dan

persendian

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : yang biasa muncul pada pasien dengan

gangguan aktivitas dan latihan adalah rasa nyeri pada sendi,

kelemahan pada ekstermitas, pusing, mengeluh sakit kepala

berat, dan badan cepat lelah.

2) Riwayat penyakit sekarang Adanya keluhan-keluhan yang

dirasakan klien seperti rasa nyeri pada sendi, kelemahan pada

ekstermitas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, dan badan

cepat lelah sehingga timbul perasaan tidak nyaman dalam

beberapa periode/waktu yang berpengaruh pada aktivitas dan

latihan yang dilakukan klien.

3) Riwayat penyakit dahulu Hal yang perlu dikaji diantaranya

adalah riwayat adanya gangguan pada sistem kardiovaskuler,

pernapasan, saraf dan muskuloskeletal sebab sistem-sistem

tersebut berfungsi secara terintegrasi yang dapat

mempengaruhi aktivitas dan latihan yang dilakukan klien,

ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,

dan jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien.

c. Pola Fungsi Kesehatan (GORDON)

1) Pola Aktivitas Dan Latihan Penurunan ketajaman

penglihatan, gangguan pendengaran, arthritis, osteoporosis


(terutama pada lansia wanita), penurunan kekuatan,

keseimbangan buruk, dan konfusi mental meningkatkan risiko

jatuh pada lansia; akibatnya semakin menghambat aktivitas dan

latihan lansia sehingga membuat lansia bergantung pada

bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari (AKS) seperti makan, minum, personal toilet, mandi,

berjalan, naik turun tangga, berpakaian, kontrol buang air besar,

dan kontrol buang air kecil.

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang

berfungsi untuk mengukur kemandirian fungsional dalam hal

perawatan diri dan mobilitas.

Total Skor BAI :

20 : Mandiri

12 - 19 : Ketergantungan ringan

9 - 11 : Ketergantungan sedang

5 – 8 : Ketergantungan berat

0-4 : Ketergantungan total


d. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernapasan

Seiring penuaan terjadi penurunan kekuatan otot dinding dada

dan mobilitas fisik yang terbatas sehingga reflek batuk menjadi

kurang efektif yang mengakibatkan penumpukan sekret.

Penumpukan sekret dapat menimbulkan penurunan ventilasi

pernapasan yang dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi

pernapasan.

2) Sistem Kardiovaskular

Lansia dapat mengalami hipotensi onrthostatik saat melakukan

aktivitas dan latihan fisik, yang dapat menyebabkan penurunan

curah jantung dengan gejala seperti peningkatan denyut

jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,

berkeringat, dan sinkop.

3) Sistem Saraf Pusat

Gangguan gerak pada lansia yang disebabkan oleh gangguan

saraf, sering ditemui pada kelumpuhan karena stroke,

syndroma dan penyakit parkinson. Selain itu, ketajaman

penglihatan menurun seiring penuaan, yang dapat menghambat


aktivitas fisik, penurunan keseimbangan, dan peningkatan

insiden jatuh pada lansia.

4) Sistem Muskuloskeletal

Kertilago hialin yang melapisi permukaan sendi akan terurai dan

terkikis seiring usia sehingga menyebabkan tulang menjadi

kontak langsung satu sama lain. Tendon, ligamen, membran

sinofial dan kapsula sendi menjadi kaku dan kurang elastis

sehingga menyebabkan nyeri dan mudah terjadi cedera. Selain

itu rentang pergerakan sendi menjadi terbatas sehingga terjadi

hambatan mobilitas fisik.

II. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada

lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan

antara lain:

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bed rest atau imobilitas,

mobilitas yang kurang, pembatasan pergerakan, nyeri.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas,

gangguan persepsi kognitif, imobilisasi, gangguan neuromuskular,

kelemahan/paralisis, pemasangan traksi.


3. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuskular,

menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi

kognitif, depresi, gangguan kognitif.

III. Intervensi Keperawatan

1. Dx. Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bed

rest atau imobilitas, mobilitas yang kurang, pembatasan

pergerakan, nyeri.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien

meningkatkan ambulansi atau aktivitas.

Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat

kemampuan

TTV dalam batas normal

2. Dx. Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

intoleransi aktivitas, gangguan persepsi kognitif, imobilisasi,

gangguan neuromuskular, kelemahan/paralisis, pemasangan

traksi.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien akan

menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria Hasil :
Individu menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi

serta tungkai yang sakit.

Memperlihatkan penggunaan alat-alat yang adaptif untuk

meningkatkan mobilitas

3. Dx. Keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan gangguan

neuromuskular, menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi,

kerusakan persepsi kognitif, depresi, gangguan kognitif.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan klien

memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera

(jatuh) tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan

kemungkinan cidera.

Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu.

Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri

dari cidera.

IV. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi hasil yang dapat ditemukan setelah melakukan

intervensi adalah sebagai berikut :


1. Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat

kemampuan

2. TTV dalam batas normal

3. Individu menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi

serta tungkai yang sakit.

4. Memperlihatkan penggunaan alat-alat yang adaptif untuk

meningkatkan mobilitas.

5. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat

meningkatkan kemungkinan cidera.

6. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu.

7. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi

diri dari cidera.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Dewi. (2012). Askep Lansia dengan Gangguan Aktivitas. Available from :

http://dewiemarchfooach.blogspot.com/2012/05/askep-klien-dgn-

gangguanaktivitas.html (diakses 2 Maret 2015)

Mass, Meridean L, (et al). 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik : diagnosis

NANDA, kriteria hasil NOC & Intervensi NIC. Jakarta : EGC

Setiahardja, Andi Sugiarto. (2005). Penilaian Keseimbangan dengan Aktivitas

Kehidupan Sehari-hari pada Lansia Panti Werdha Pelkris Elim

Semarang dengan menggunakan Balance Scale dan Indeks Barthel

Program Studi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro Semarang. Available from :

http://eprints.undip.ac.id/12804/1/2005PPDS4437.pdf (diakses 3 Maret

2015)

Setiono, Wiwing. (2013). Laporan Pendahuluan Gangguan Mobilitas Fisik.

Available from :

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporanpendahuluan-

gangguan-mobilitas.html#.VPRhRfmUdtY (diakses 3 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai