Anda di halaman 1dari 43

A.

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN WILAYAH

1. Makna Perencanaan
Makna perencanaan dan perancangan merupakan dasar atau landasan
pema-haman pembangunan wilayah dan terapannya. Bahasan ini secara rinci
mencakup pengertian dan unsur-unsur perencanaan, makna perencanaan bagi
masa depan, serta faktor-faktor dan persyaratan rencana.

1.1. Pengertian Perencanaan dan Perancangan


Pengertian planning atau perencanaan telah banyak mengalami
perkembang-an. Pada awalnya isttiahplan atau rencana selalu diasosiasikan
dengan segala sesuatu yang merupakan hasil arsitek atau insinyur yang terwujud
dalam bentuk gambar ata-upun peta. Oleh karenanya, suatu rencana pada saat
itu merupakan suatu hasil yang bersifat statis. Meskipun hasil akhir merupakan
sesuatu yang bersifat dinamis, namun sekah sesuatu itu dibuat dan memperoleh
hasil yang merupakan hasil bersifat tetap seperti itu. Misalnya, hasil rencana
seorang insinyur otomotif berupa mobil yang bersifat dinamis tetapi tetap saja
sekali mobil itu dibuat maka merupakan suatu hasil yang tetap seperti itu.

Pada perkembangannya, perencanaan terkait dengan upaya merumuskan


kei-nginan manusia dalam arti yang lebih luas. Perencanaan merupakan rumusan
kei-nginan dari sekelornpok manusia untuk mencapai keadaan yang lebih balk
Adanya keragaman sifat dan dinamika manusia, maka makna perencanaan selalu
mengalami perkembangan. Jika saat ini berbicara tentang perencanaan, maka di
dalamnya selalu terkandung pengertian adanya suatu rangkaian
berkesinambungan, bahkan dapat merupakan suatu siklus. Hal ini disebabkan
perencanaan merupakan suatu upaya merumuskan keinginan dan cita-cita pada
masa mendatang bagi manusia yang bersifet dinamis tersebut Oleh karena itu,
makna perencanaan saat ini merupakan hasil suatu rangkaian kerja untuk
menrumuskan sesuatu yang didasari oleh suatu pola tindakan tertentu, yang
menurut pertimbangan yang sistematik akan dapat membawa keun-tungan, tetapi
dengan anggapan bahwa akan ada tindakan-tindakan selanjutnya, yang akan
merupakan rangkaian kegiatan sistematik lainnya. Artinya, bahwa tindakan yang
dirumuskan semula masih bersifat terbuka bagi kemungkinan adanya pihhan cara
tindakan lain, bahkan tindakan yang telah dirumuskan semula itu masih
me-mungkinkan disesuaikan apabila dianggap kurang menguntungkan pada saat
tertentu lainnya.

Terminologi perencanaan selalu dikaitkan dengan perancangan. Kedua


kata ini secara harfiah merupakan terjemahan dari planning dan design. Lingkup
arti yang dipakai kedua istilah tersebut di Indonesia telah mengalami
perkembangan. Pada awalnya perancangan diartikan sebagai hasil perumusan
keinginan atau cita-cita pada masa mendatang, yang lingkupnya lebih luas, dalam
konteks makro. Perencanaan merupakan produk perumusan keinginan atau
tita-cita pada masa mendatang yang lebih terbatas dalam konteks mikro. Namun
lingkup pengertian itu juga telah meng-alami peikembangan sehubungan dengan
pengertian semantik dan bahasanya. Oleh karenanya, meskipun masih belum
dibakukan, perencanaan yang merupakan terje-mahan dari planning dan
perancangan yang merupakan terjemahan dari design lingkup maknanya justru
sebaliknya, Perencanaan lingkupnya lebih luas dalam konteks makro, sedangkan
perancangan merupakan bagian dari produk perencanaan lebih terbatas dalam
konteks mikro (Gambar A. 1.)

Gambar A.l. Hubungan Perencanaan dengan Perancangan

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa rencana adalah hasfl dari


suatu perencanaan, yakni sesuatu yang akan merupakan pedoman dan arahan
untuk men-capai keinginan, yang sasaran dan jangkauannya telah digariskan
teriebih dulu. Rencana merupakan rumusan-rumusan keinginan atau cita-cita
yang lingkupnya menye-luruh dan luas. Rancangan merupakan produk dari
kegiatan perancangan yakni beru-pa upaya tindak lanju, penjabaran, dan rincian
dari hasil perencanaan terdahulu.
1.2. Unsur-unsur Pengertian Perencanaan
Jenis dan tipe perencanaan apapun, dalam usaha mencapai hasilnya
secara umum akan melalui suatu rangkaian proses tertentu. Pada rangkaian
proses ini dapat terkait dengan berbagai aspek, baik yang bersifat pendorong,
penunjang, maupun penghambat, serta umpan baliknya, JOca perencanaan
ditinjau dalam lingkup secara umum, dapat diartikan sebagai:

'suatu usaha untuk memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia,


dengan memperhatikan segala keterbatasan dan pembatasan yang ada,
guna mencapai suatu tujuan secara efisien dan efektif.'

Usaha mencapai tujuan tersebut, akan selalu berlandasan pada prinsip


pokoi ekonomi, yaitu mencapai hasil sebesar-besarnya, dengan modal
sekecil-kecilnyz (prinsip optimasi). Di dalam suatu perencanaan tersebut
terkandung lima unsur yakni (1) keinginan atau cita-cita; (2) tujuan dan motivasi;
(3) sumberdaya (alam manusia, binaan, dan biotik); (4) upaya hasil guna
(effectivity) dan daya guna (efficiency); dan (5) unsur ruang dan waktu. Di dalam
tujuan dirumuskan keinginan dan sasaran yang ingin dicapai, sesuai dengan
kebutuhan. Dimensi waktu mencakup penentuan waktu untuk mencapai keinginan
dan sasaran tersebut, untuk dapat meme-nuhi kebutuhan pada masa mendatang.

Jangkauan suatu perencanaan adalah untuk mencapai suatu tujuan pada


masa mendatang, tetapi di dalam pertimbangannya tidak terlepas dari
pengetahuan tentang keadaan-keadaan masa kini dan masa lalu. Hal ini sangat
penting di dalam menentu-kan proyeksi-proyeksi keutuhan pada masa
mendatang. Pengalaman tentang keadaan masa lalu, serta apa yang dapat dan
belum dapat dipenuhi pada masa kini, akan me-cupakan faktor-faktor
pertimbangan untuk membuat prediksi kebutuhan pada masa mendatang.

1.3. Perencanaan Sebagai Proyeksi Masa Depan


Dalam upaya perencanaan mengandung dimensi waktu baik past period
mau-pun present period, serta future period. Upaya mencapai cita-cita pada masa
mendatang yang lebih baik sdain mempertimbangkan kebutuhan pada masa
mendatang, juga melihat pengalaman dan trend yang berkembang sejak masa
lampau. Hal ini disebabkan adanya dinamika masyarakat yang rangkaiannya
bersifat berkesinam-bungan, yakni apa yang terjadi saat ini merupakan
perkembangan kebutuhan masyarakat Oleh karenanya, didalam
mempertimbangkan upaya peningkatan pada masa mendatang, diperlukan
pengalaman masa lampau dan menjadi pertimbangan pula agar tidak terulang
kesalahan atau kegagalan yang pernah dialami.

Dalam perencanaan terkandung pengertian keinginan untuk mencapai


cita-cita masa depan yang lebih baik. Dalam hal ini terkandung pula upaya yang
dilandasi peramalan atau prediksi, sehingga perencanaan merupakan proyeksi ke
masa depan. Proyeksi mengandung makna harapan meningkatkan,
memperbesar, memperbaiki, atau bahkan memperkecil, menurunkan dan
mengurangi, demi tercapainya keadaan yang lebih baik. Upaya pembesaran atau
pengecilan perlu didasari oleh pertimbangan obyektif, efisiensi, dan efektifitas.
Upaya peningkatan ataupun pembesaran sesuatu aspek, karena dirasakan dan
dapat dibuktikan secara pasti, bahwa keadaan sekarang serba kurang dan
membutuhkan pengembangan, karena adanya tuntutan kebutuhan masyarakat
SebaHknya, upaya penurunan ataupun pengecilan sesuatu, harus dapat
dibuktikan bahwa yang dapat dicapai sampai saat ini terlalu besar dibandingkan
dengan tuntutan kebutuhan yang ada, sehingga keadaan ini merupakan hal yang
tidak efisien.

1.4. Faktor-faktor dan Persyaratan Rencana


Bahasan di atas dapat diringkaskan bahwa pada dasarnya faktor-faktor
yang menentukan perencanaan dan perancangan dapat mencakup beberapa hal:
1) landasan filosofis dan ideologis;
2) motivasi dan tujuan yang merupakandasar kebijaksanaan;
3) sumberdaya biofisik dan manusia, serta modal dan informasi;
4) teknologi dan ihnu pengetahuan;
5) tenaga kerja atau personal yang trampil;
6) serta waktu dan ruang.
Agar hasil perencanaan dan perancangan dapat berdaya guna, maka
dituntut suatu persyaratan yang mencakup empat aspek.
1) Suatu rencana ataupun rancangan hams logis atau masuk akal dan dapat
di-mengerti.
2) Suatu rencana ataupun rancangan harus flexible karena dinamika
manusia terjadi secara berkesinambungan.
3) Suatu rencana ataupun rancangan hams obyektif baik yang menyangkut
ke-pentingan urnum, maupun kepentingan tertentu.
4) Suatu rencana ataupun rancangan hams mempeiiiatikan kendala
(constraint) dan keterbatasan (limitation) lingkungan, baik lingkungan
biofisik maupun lingkungan manusia (budaya manusia).

Berbagai faktor dan persyaratan rencana maupun rancangan tersebut


merupa-kan dua aspek yang saling berkaitan erat. Persyaratan dapat dicapai
karena adanya faktor-faktor yang mendukung perencanaan dan perancangan.
Dalam hubungan ini periu jiga difahami, bahwa 'rencana dan rancangan bukan
merupakan tujuan dari proses perencanaan maupun tujuan perancangan, tetapi
hanya akan merupakan alat yang merumuskan dan mengarahkan untuk
mencapai tujuan keinginan dan cita-cita yang lebih baik pada masa mendatang.

2. Perkembangan Perencanaan Wilayah


Kesadaran manusia tentang kebutuhan suatu perencanaan pada dasarnya
secara naluriah telah diawali sejak jaman purba Rangkaian perkembangan
perencanaan wilayah, ternyata sangat erat kaitannya dengan perkembangan
peradaban, kebu-dayaan dan kemampuan manusia dalam hal Umu pengetahuan
dan teknologi. Proses dan hasil proses perencanaan tersebut pada setiap masa
dimanifestasikan ke dalam struktur, bentuk, dan penampilan fisik yang berbeda.
Perbedaan terjadi sebagai akibat adanya cara pendekatan dan penyelesaian yang
dilandasi oleh faktor-faktor peradaban dan teknologi, serta tingkat kompleksitas
permasalahan yang terjadi pada masa tertentu.

2.1. Perkembangan Perencanaan di Negara Maju


Perencanaan wilayah diusahakan manusia di dalam usaha memenuhi
kebutuhan hidupnya, berkaitan dengan masa atau jaman yang lazim digunakan
sebagai patokan dalam ihnu sejarah. Masa menurut batasan sejarah di
negara-negara maju dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) jaman
perkembangan, yakni jaman Purba, jaman Yunani, jaman Abad Pertengahan,
jaman Peralihan, jaman Revolusi Industri, dan jaman Pasca hidustri. Pada setiap
jaman memiliki variasi atau perbedaan-perbe-daan yang sangat jelas tentang
peradaban dan tingkat ihnu pengetahuan dan teknologi. Peradaban dan tingkat
ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa lampau hingga masa Pasca Revolusi
Industri berkembang dari tingkat paling rendah atau sederhana hingga tingkat
peradaban ekoteknologi, yang diikuti sistem informasi dan komunikasi serta
teknologi automisasi yang lebih canggih.

Demikian juga pennasalahan wilayah dan kehidupan budaya manusia di


da-lamnya, tingkat kompleksitasnya berkembang semakin beragam dari yang
paling se-derhana hingga tingkat super kompleks. Permasalahan tersebut antara
lain urbanisasi fisik mupun demografis, pergerakan dan perubahan yang semakin
cepat, pertentang-an dan benturan kepentingan semakin beragam dan tajam,
serta eksploitasi sumber-daya secara besar-besaran semakin tinggi. Dalam
rangka pemecahan dinamika kom-pleksitas masalah yang semakin meningkat
tersebut, penggunaan pendekatan dalam perencanaan pun berkembang dari cara
pemenuhan kebutuhan yang sangat sedernana, hingga pendekatan yang lebih
menekankan pada efisiensi dan efektivitas, serta me-nekankan pendekatan yang
berwawasan lingkungan (Tabel A1.).

2.2. Perkembangan Perencanaan di Indonesia


Peikembangan umum tersebut juga berkaitan dengan perencanaan
wilayah yang terjadi di negara Indonesia. Masih adanya keterbatasan
materi-materi penelitian tentang perkembangan wilayah di Indonesia, maka dalam
kaitannya dengan sejarah perencanaan wilayah di Indonesia dapat ditelusuri dari
masa-masa yang sedikit terba-tas. Oleh karenanya, perkembangan tersebut
hanya dapat ditunjukkan dengan mem-bagi 6 masa; yakni masa Pra Kolonial (Pra
VOC), masa VOC, masa Awal Abad Ke-duapuluk, masa Perang Dinia Kedua dan
Perang Kemerdekaan, masa Awal Kedau-latan (Dekade Limapuhan dan
Enampuluhan), masa Dekade Tujuhpuluhan, dan masa Sejak Delapanpuluhan
hingga Sekarang.

Pada setiap masa tersebut juga memiliki perbedaan-perbedaan yang


sangat jelas tentang pennasalahan wilayah dan kehidupan budaya manusia di
dalamnya. Tingkat kompleksitasnya berkembang semakin beragam dari
masalah-masalah pada tingkat kdompok kekuasaan pemerintah kecil dan sistem
penguasa dan wilayah yang dikuasai; hingga tingkat masalah yang sangat
kompleks. Permasalahan tersebut antara lain urbanisasi fisik mupun demografis
semakin meningkat; perkembangan wilayah perkokaan dan perdesaan;
keterbukaan investasi dalam pembangunan permukim-an, serta dampak
globaMsasi dan krisis ekonomi di setiap wilayah kota dan desa. Pemecahan
dinamika kompleksitas masalah yang semakin meningkat, penggunaan pen-
dekatan dalam perencanaan pun berkembang. Pada awalnya digunakan
pendekatan yang bersifat sederhana (tradisional dan spiritual), misalnya Hasta
Kosala Kosali (Bali); dan mendasarkan pada Bental Jemusr (Jawa), berkembang
hingga penggunaan pendekatan yang lebih menekankan pada pembangunan
berwawasan lingkung-an, pendekatan keruangan, pendekatan kemitraan antara
pemerintah dengan swasta dan masyarakat; hingga pendekatan regional.
Khronologi secara umum perkembangan perencanaan di Indonesia dapat
disajikan secara skematik pada Tabel A2.

Tabel A1. Perkembangan Perencanaan Secara Umum di Negara-negara Maju

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS PENDEKATAN


MASA
TEKNOLOGI PERMASALAHAN PERENCANAAN
Purba Peradaban masih Sangat sederhana - Didominasi oleh alam
sangat rendah dengan - Pemenuhan kebutuhan
kemampuan teknologi sangat sederhana
yang sangat rendah - Kebutuhan fisik
diutamakan
Yunani - Peningkatan - Sederhana - Dengan sangat
peradaban - Sistim penguasa dan terbatas sudah dapat
- Teknologi lebih maju dikuasai mengubah alam sesuai
tetapi masih sangat kebutuhan
terbatas - Pendekatan fisik estetis
Abad Peradaban sudah lebih - Meningkatnya - Terbentuknyay
Pertengahan maju persaingan antar kelompok kelompok
(Medieval Age) Teeknologi lebih maju kelompok penguasa dan rakyat
- Peningkatan budaya yang dikuasai
tukar menukar - Dominasi agama dan
- Peperangan perebutan kekuasaan
hegomoni - Produksi dan
pertukaran
- Pertahanan
- Pendekatan fisik estetis
Masa - Pradaban semakin - Kompleksitas - Prestise bangsa
Pereralihan tinggi dan merupakan permasalahan semakin menjadi dasar
(Renaissance0 awal kepada meluas pembangunan
penemuan teknologi - Pertukaran barang dan - Penonjolan diri/bangsa
dan perkembangan produk antar bangsa - Skala pemanfaatan
ilmu pengetahuan - Sistim hubungan ruang serba kolosal
dan seni terbuka - Pendekatan fisik estetis
Revolusi Industri - Peradaban semakin - Komleksitas semakin - Efisiensi ekonomi
berkembang dan tinggi - Politik antar bangsa
mengawali - Urbanisasi desa-kota - Perencanaan
perkembangan - Hubungan antar Negara pembangunan yang
teknologi - Peningkatan kegiatan menyeluruh dan
- Perkembangan perdagangan intern – perwilayahan
Industrialisasi ekstern - Pendekatan sistim dan
- Perkembangan sibernetika
teknologi mobilitas - Pembangunan
berlanjut dan
berwawasan
lingkungan
Pasca Revolusi - Peradaban - Super kompleks
Industri ekoteknologi - Urbanisasi tinggi
- Kemajuan teknologi - Negara maju versus
dan Ilmu negasa berkembang
Pengetahuan - Pergerakan yang
- Perkembangan semakin cepat
system informasi dan - Pertentangan
komunikasi kapitalistik dan
- Teknologi autominasi sosialistik
- Hubungan antar Negara
dan system blok
- Eksploitasi sumber
daya alam secara besar
besaran
Tabel A2. Perkembangan Perencanaan di Indonesia

MASA KOMPOLEKSITAS MASALAH PENDEKATAN PERENCANAAN


Pra-Kolonial (Pra - Kelompok kelompok - Pendekatan tradisi spiritual
VOC) kekuasaan pemerintah kecil antara lain Hasta Kosala kosali
- Sistim penguasa dan yang (Bali); Bental Jemur
dikuasai
VOC - Konflik colonial versus - Terbentuknya lingkungan
penguasa pribumi colonial di wilayah wilayah
- Pertahanan dan perluasan pantai atau muara sungai
kekuasaan kolonial dengan pola abad pertengahan
Eropa (kota perbentengan
–fortified towns)
Awal abad ke 20 - Dampak revolusi industry di - Introduksi perencanaan kota
Eropa terhadap tanah jajahan modern
- Perkembangan pemanfaatan - Terbentuknya kota kota modern
sumber daya alam di tanah - Penataan kota dengan
jajahan (pertambangan dan bangunan bergaya Eropa untuk
perkebunan) kepentingan colonial
- Perekonomian colonial yang - Perkembangan pusat pusat
makin meningkat perekonomian
- Kepadatan penduduk Jawa - Desentralisasi Pemerintah
dikurangi dengan transmigrasi Jajahan (1905)
ke Sumatera (1905)
Perang Dunia II dan - Perang Kolonial dengan - Stagnasi permbangunan
Perang Kemerdekaan Jepang - Pada tahun 1948 keluar SVO
- Dampak perekonomian dari dan 1949 SVV untuk
pendudukan Jepang memecahkan pembangunan
- Perang kemerdekaan kota yang mengalami kerusakan
karena perang
Awal Kedaulatan - Pembangunan perekonomian - Pembangunan Semesta
(1950-1960) - Peningkatan urbanisasi Berencana
- Bantuan ekonomi - Peningkatan kesadaran esensi
internasional perencanaan pembangunan
- Konflik polotik danh regional - Perlunya peningkatan sumber
- Pembangunan nasional daya manusia di bidang
perencanaan
- Perencanaan wilayah dan kota
baru
Decade 1970-an - Perkembangan kota kota - Perkembangan perencanaan
besar wilayah dan kota
- Urbanisasi - Pengembangan model model
- Pengembangan pertanian perencanaan wilayah dan kota
- Permbangunan berwawasan - Introduksi model model
pemerataan perencanaan
- Pembangunan berwawasan
lingkungan (Habitat Stockholm
1971)
Sejak 1980-an sampai - Urbanisasi yang semakin - Perencanaan berwawasan
sekarang meningkat pembangunan yang
- Keterbukaan investasi dalam berkelanjutan
pembangunan perumahan - Pengembangan perangkat
dan prasarana perencanaan tata ruang
- Dampak globalisasi - Pengembangan kemitraan
perekonomian pada pemerintah swasta dan
pembangunan wilayah dan pemerintah dalam
kota pembangunan wilayah dan kota
- Perencanaan pengembangan
regional antar negara

2.3. Motivasi dan Orientasi Perencanaan

2.3.1. Motivasi Perencanaan


Sasaran, tujuan, dan hasil perencanaan akan memilM motivasi yang
berbeda, sesuai dengan faktor dimensi waktu, kemampuan, dan sumberdaya
yang tersedia. Pada hakekatnya, motivasi perencanaan diarahkan pada dua
orientasi, yakni perenca-naan yang dilandasi oleh kecenderungan, dan
perencanaan yang dilandasi oleh target. Pertama, suatu dasar pemikiran bertitik
tolak pada makna perencanaan sebagai suatu rangkaian proses, untuk mencapai
sesuatu yang lebih baik pada masa mendatang, dengan mempertimbangkan
kejadian-kejadian pada masa lampau dan apa yang telah serta sedang terjadi
pada masa kini (Gambar A.2.).

Gambar A.2. Dasar Pemikiran Trend Oriented Planning


Dalam hal ini perencanaan yang disusun untuk mencapai sasaran-sasaran
dan tujuan-tujuan pada masa mendatang akan mempertimbangkan pengalaman,
kebutuhan, dan tuntutan-tuntutan yang berkembang pada masa lalu; serta
kebutuhan, penna-salahan dan tuntutan pada masa kini. Hal-hal tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar menyusun proyeksi kebutuhan perencanaan
dan tuntutan masa mendatang yang ideal (Gambar 1). Pada proses perencanaan
tersebut kecenderungan yang terjadi saat ini akan sangat penting sebagai faktor
pertimbangan untuk menentukan arah dan tujuan perkembangan pada masa
mendatang. Titik tolak berpikir perencanaan yang de-mikian biasanya dikatakan
sebagai suatu proses pemikiran kecenderungan (trend oriented planning).

Titik tolak berpikir perencanaan kedua, adalah suatu pemikiran yang lebih
di-tekankan semata-mata kepada sasaran dan tujuan yang akan dicapai masa
mendatang. Oleh karenanya, di dalam dasar pemikiran perencanaan yang kedua
ini faktor penentu yang sangat penting adalah suatu ideal target yang ingin dicapai
pada masa mendatang. Target ini hanya didasarkan kepada keadaan pada masa
kini, serta proyeksi untuk meningkatkan kepada keadaan sekarang ke keadaan
yang lebih baik, dan sedikit sekali, atau bahkan tidak memperhatikan
kecenderungan apa yang terjadi pada masa lampau (Gambar A.3).

Suatu pendapat yang menyatakan bahwa perencanaan di banyak negara


sedang berkembang, lebih didasarkan pada usaha-usaha pencapaian target yang
ideal pada masa mendatang. Hal itu berkaitan dengan faktor-faktor sifat
perkembangannya yang relatif cepat; keadaan sosial, politik, dan perekonomian
yang masih berubah-ubah; sola sejarah masa lalu merapakan suatu pengalaman
yang pahit karena kolonialisme. Pengalaman masa lalu mengenai kegagalan
pembangunan, lebih banyak atau cukup dengan mempelajari dari
pengalaman-pengalaman di negara-negara yang telah maju. Sebaliknya di
negara-negara yang telah maju lebih dikenal dengan istilah preservatinoist at
heart, yang mana pertimbangan masa lalu sangat dipertimbangan di dalam
perencanaan pembangunan mereka. Akibatnya ketika diterapkan di negara
sedang berkembang tidak selurubnya berhasil, bahkan lebih banyak mengalami
kegagalan dalam pembangunannya.
Gambar A.3. Dasar Pemikiran Ideal Target Planning

Kedua dasar pemikiran perencanaan tersebut seharusnya dilakukan


bersama, bergantung pada karakteristik dan jenis sasaran serta tujuan
pembangunan yang akan dicapai. Disamping itu, keadaan dan pola sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan aspek-aspek geografis daerah perencanaan
merupakan faktor yang sangat berpenga-ruh dalam menentukan kebeihasilan
pembangunan. Berbagai aspek geografis sebagai dasar pertimbangan
perencanaan pembangunan, antara lain potensi wilayah baik potensi fisik alami,
potensi fisik binaan, potensi biotik, dan potensi manusia. Di negara-negara yang
sedang berkembang seperti di Indonesia misalnya, tampaknya kombinasi cara
pendekatan perencanaan target dan kecenderungan akan penting sekah
diterapkan dalam menyusun suatu rencana pembangunan wilayah. Hal ini
mengingat:
1) masih banyaknya masalah yang tidak dapat atau sulit diperhirungkan
secara kuantitatif;
2) masih tingginya dinamika perubahan yang terjadi di dalam masyarakar;
3) kecenderungan perkembangan yang didasari oleh nilai-nilai yang berlaku
di masyarakat masih cukup kuat;
4) stabilitas perekonomian yang belum mantap;
5) dan keadaan sosial politik yang masih dalam perkembangan.

2.3.2. Jangkauan Hasil Perencanaan


Dalam kaitannya dengan pennasalahan motivasi dan orientasi
perencanaan di atas, maka suatu rencana tidak sdalu akan mencapai sasaran
dan tujuan secara tepat seperti apa yang digariskan sebelumnya. Dalam hal ini
terdapat suatu basil rencana yang ditekankan pada waktu pencapaiannya,
dengan konsekuensi bahwa hasil yang dicapai berada dalam suatu rentang
(range) tertentu. Hasil rencana yang lebih ditekankan pada ketepatan target yang
ditetapkan, dengan konsekuensi bahwa mungkin waktu pencapaiannya dapat
melewati dimensi waktu yang telah ditetapkan. Dalam keadaan tertentu, ada
kemungkinan pula bahwa target rencana sudah dapat dicapai sebelum sampai
pada waktu yang diharapkan. Hal ini dapat digambarkan pada diagram Gambar
A4. berikut.

Gambar A4. Pencapaian Target Sebelum Sampai Waktu yang Ditentukan

Kemungkinan tidak tercapamya target perencanaan seharusnya


dievaluasi/ dinilai pada waktu yang seharusnya dieapai. Evaluasi ini akan menilai
dan meng-ukur hal-hal yang menyebabkan hambatan tersebut. Hasil evaluasi ini
seharusnya merupakan masukan bagi penyempurnaan rencana dan strategi.

Gambar A5. Kemungkinan Target Tidak Tercapai Pada Waktu Yang Ditentukan
Berdasailcan strategi baru tersebut kemudian ditentukan apakah target
yang direncanakan untuk tahun T2 masih rdevan dengan kebutuhan untuk
diteruskan ke target yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Gambar A6, Penentuan Target yang Direncanakan Untutk Tahun Tertentu

3. Ruang Lingkup Perencanaan Wilayah


Lingkup perencanaan sebenarnya sangat luas, mencakup berbagai aspek
kehi-dupan. Luasnya ruang lingkup perencanaan bergantung pada obyek
perencanaan. Ruang lingkup perencanaan wilayah meliputi dua aspek, yakni
lingkup substantif dan lingkup teritorial. Ruang lingkup substantif mencakup materi
sasaran perencanaan, sedangkan ruang lingkup terutorial mencakup luas
wawasan perencanaan dari segj wilayah.

3.1. Ruang Lingkup Substantif


Perencanaan wilayah dari aspek substantif menyangkut tiga lingkup
perencanaan, yakni perencanaan yang berkaitan dengan upaya pengembangan
sosial budaya masyarakat (social planning); perencanaan yang berkaitan dengan
upaya pengembangan ekonomi (economic planning), dan perencanaan yang
berkaitan dengan upaya pengembangan fisik (physical planning). Perencanaan
fisik (physical planning) selalu dan sering diasosiasikan dengan pengertian aspek
keruangan dan perencanaan tata ruang. Beberapa pengertian perencanaan dari
aspek substantif, dapat dijdaskan sebagai berikut.
1) Perencanaan sosial (social planning) adalah segala usaha perencanaan
pemba-ngunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada aspek-aspek
kehidupan masyarakat. Hasil perencanaan sosial merupakan arahan dan
pedoman pengembangan dan pembangunan sosial, seperti misalnya rencana
pengembangan pendidikan, rencana pengembangan kependudukan dan
keluarga berencana, rencana pengem-bangan kelembagaan, rencana
pengembangan keagamaan, rencana pengembangan politik, dan lainnya.

2) Perencanaan ekonomi (economic planning) adalah segala upaya


perencanaan pem-bangunan yang berorientasi dan bermotivasi ke
pengembangan perekonomian. Hasil perencanaan ekonomi termasuk
rencana produksi, pengembangan pendapat-an per kapita, regional, dan atau
nasional; pengembangan lapangan kerja; distri-busi konsumsi;
pengembangan perangkutan dan perhubungan; dan rencana mone-ter dan
lainnya

3) Perencanaan fisik (physical planning) adalah segala upaya perencanaan


pemba-ngunan yang berorientasi dan bermotivasi ke aspek fisik. Dalam hal
perencanaan fisik wilayah lebih banyak berdasar pada wawasan tataruang
untuk dapat meng-efisiensikan dan menefektifkan pemanfaatan ruang dan
sumberdaya Dalam ke-nyataannya perencanaan fiaik merupakan upaya
untuk mewujudkan wadah dan struktur nyata dalam rangka menjabarkan
kebutuhan sosial ekonomis masyarakat Hasil perencanaan fisik termasuk
rencana tata ruang, tata guna lahan, sebagai perwujudan perencanaan tata
ruang, rencana prasarana dan sarana fisik wilayah.

Ketiga lingkup substansi perencanaan tersebut tidak terlepas satu sama


lain di dalam proses perencanaan. Perencanaan Sosial menjadi landasan bagi
perencanaan ekonomi, demilaan juga sebaliknya perencanaan ekonomi
memerlukan landasan rencana pengembangan sosial. Perencanaan fisik tidak
dapat dikembangkan tanpa dukungan rencana-rencana pengembangan sosial
dan ekonomi. Rencana pengembangan ekonomi juga berkaitan erat dengan
pengembangan fisik wilayah secara keniangan. Perencanaan fisik pada
hakekatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan kebutuhan fisik untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya Dalam
lingkup yang luas kebutuhan fisik ini adalah berupa penyediaan akan kebutuhan
ruang seperti lahan atau rumah. Lahan ini fungsinya akan disesuaikan dengan
berbagai macam kigiatan fungsional masyarakat yang akan ditempatkan di
atasnya. Perwujudan nyata dari adanya kegiatan fungsional ini adalah bempa
suatu keragaman pola tata guna lahan.

Struktur bangunan seperti bangunan kegiatan ekonomi, bangunan sekolak.


bangunan kesehatan, bangunan pemerintahan, bangunan pabrik monumen dan
perta-manan serta perumahan akan merupakan perwujudan fisik yang nyata dari
suatu kawasan kegiatan tertentu. Di dalam lingkup yang lebih rinci, setiap lahan
dan bangunan yang dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan fungsional
masyarakat itu akan memerlukan pula berbagai sarana pelayanan. Berbagai
ragam sarana pelayanan tersebut antara lain berupa jaringan jalan sebagai sarana
pergerakan, dan jaringan utilitas umum seperti air minum, sistem pembuangan,
sistem drainase. jaringan listrik, jaringan telepon dan lain-lain.

Gambaran di alas memrnjukkan bahwa aspek-aspek fisik merupakan


perwujudan nyata dari suatu tuntutan kebutuhan yang disebabkan oleh
pertambahan manusia dan perkembangan kegiatan usaha serta budayanya.
Untuk mencapai tujuan perencanaan, yaitu memanfaatkan sumber daya yang ada
seefisien dan seefektif mungkin, maka perlu adanya suatu perencanaan fisik.
Rangkaian kaitan antara perkembangan dan pertumbuhan penduduk,
perkembangan kegiatan usaha dan budaya masyarakat serta implikasinya
terhadap usaha penyediaan sarana fisiknya, memperlihatkan bahwa secara nyata
perencanaan aspek-aspek fisik tidak dapat ditinjau secara tersendiri. Artinya,
suatu perencanaan fisik akan terkait erat dan merupakan implikasi serta tindak
lanjut dari perencanaan sosial budaya, ekonomi dan politik Oleh karena itu suatu
perencanaan fisik, mencakup usaha pengaturan dan penataan:

1) tuang dalam arti luas yang akan menghasilkan suatu susunan tata guna
lahan yang sesuai dengan kegiatan masyarakat yang akan
dikembangkan;
2) kebutuhan ruang secara khusus yang diwujudkan dalam bentuk bangunan
bangunan umum, bangunan perumahan, pertamanan, bangunan pabrik,
bangunan kegiatan kebudayaan, pendidikan, kesehatan, terminal, dan
lainnya;
3) kebutuhan jaringan jalan dan utih'tas umum seperti: air minum, drainase,
pembuangan, telkom dan lain-lain.

Di dalam lingkup yang lebih khusus perwujudan perencanaan fisik ini dapat
diartikan pula sebagai suatu perencanaan tata ruang (spatial planning). Secara
dia-gramatis hubungan antara aspek nonfisik dengan perencanaan fisik dapat
digambar-kan sebagai berikut (Gambar A7.). Sebagai contoh, dikemukakan
beberapa proyek pembangunan fisik yang merupakan perwujudan nyata dari
pembangunan segi-segj nonfisik, yaitu pembangunan sosial, sosial budaya, dan
ekonomi.

a. Proyek pembangunan sosial misalnya bangunan perumahan tinggal;


bangunan kesehatan; bangunan rekreasi; bangunan pemerintahan;
bangunan pertemuan; bangunan olah raga; pertamanan; dan jaringan utih'tas
umum.
b. Proyek pembangunan sosial budaya: bangunan sekolah; bangunan tempat
ibadah; bangunan kegiatan seni budaya; bangunan musium dan sejarah;
c. Proyek pembangunan sosial ekonomi: pasar dan perbelanjaan; bangunan
industri; pusat perkantoran dan perdagangan; bangunan pergudangan;
pelabuhan laut; pela-buhan udara; terminal dan stasiun kereta api; jalan raya,
dan jalan kereta api.

3.2. Ruang Lingkup Teritorial


Pengertian teritorial adalah segala sesuatu yang mempunyai kaitan
dengan pengertian dan batasan wilayah atau area. Meskipun dalam perencanaan
wilayah belum dibakukan, tetapi wilayah dapat dikategorikan atas dasar
teritorialnya, yakni wilayah, daerah, dan kawasan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Gambar A7. Hubungan antara Perencanaan Fisik dengan Perencanaan Non Fisik

a. Wilayah: suatu bagian dari permukaan bumi, yang teritorialnya ditentukan


atas dasar pengertian, batasan perwatakan geografis, seperti Wilayah Aliran
Sungai, Wilayah Hutan, Wilayah Pantai, Wilayah Negara yang secara geo-
grafis ditentukan oleh suatu batasan geografis tertentu.
b. Daerah: suatu wilayah yang diartikan sebagai suatu teritorial dimana makna
dan batasan serta perwatakannyadidasarkan pada wewenang administratif
pemerintahan, yang ditentukan dengan peraturan perundangan tertentu,
seperti Daerah Propinsi, daerah Kabupaten, daerah Kota
c. Kawasan: suatu wilayah yang teritorialnya didasarkan pada pengertian dan
batasan fungsional. Kawasan tersebut dapat ditentukan teritorialnya sebagai
suatu wilayah yang secara fungsional mempunyai perwatakan tersendiri
seperti kawasan industri, kawasan pusat kota, kawasan pusat perdagangan,
kawasan perkantoran, kawasan rekreasi, dan kawasan hutan lindung.

3.3. Hirarki Perencanaan


Baik dari aspek substansi maupun teritorialnya, perencanaan wilayah
memiliki jenjang hirarki tertentu yang sesuai dengan cakupan perencanaan.
Jenjang tersebut dapat dimulai dari perencanaan individu manusia hingga kepada
perencanaan nasional. Salah satu dasar tinjauannya adalah aspek keluasan
jangkauan yang dibedakan menurut perbedaan skalanya. Enam lingkup utama
skala perencanaan menurut hirarki adalah sebagai berikut.

(1) Perencanaan individu adalah aktifitas manusia dalam merencanakan


kepentingan pribadinya secara perorangan, dengan teritorial yang sangat
terbatas, yakni sekitar individu tersebut (individual space).
(2) Perencanaan keluarga atau rumahtangga, yakni perencanaan dari
beberapa individu yang membentuk kelompok yang mempunyai jaunan
keluarga dengan teritorial wilayahnya, yang membatasi tempat kelompok
tersebut, seperti misahiya rumah sebagai ruang keluarga (family space).
(3) Penecanaan lingkungan yakni perencanaan yang menyangkut
kepentingan kelompok lebih besar, yang terbentuk oleh beberapa
kelompok rumahtangga atau oleh beberapa kegiatan fungsional, sehingga
membentuk suatu kawasan fungsional secara keruangan, sehingga
disebut community space.
(4) Perencanaan lokal merupakan bagian-bagian dari lingkup perencanaan
regional seperti perencanaan kota, desa, atau lingkungan khusus.
Perencanaan kota yakni penataan dan pengaturan ruang dalam lingkup
kota, yang terbea-tuk oleh beberapa lingkungan dan kawasan fungsional
(city space).
(5) Perencanaan regional atau wilayah lingkupnya meliputi teritorial yang luas,
mencakup perkotaan maupun perdesaan, serta wilayah kegiatan
fungsional tertentu. Dalam hal ini termasuk pula unsur-unsur lingkungan
alami dan bina-an. Dalam perencanaan wilayah ini dapat meliputi suatu
wilayah geografis seperti wilayah aliran sungai, wilayah pantai, dan
lainnya; serta dapat pula mencakup daerah administratif seperti propinsi
ataupun kabupaten dan keca-matan. Jadi perencanaan regional
merupakan bagian-bagiacfdari perencanaan nasional, seperti
perencanaan pembangunan propinsi, kabupatan atau suatu wilayah
khusus seperti daerah aliran sungai (DAS).
(6) Perencanaan nasional yakni suatu perencanaan yang berlingkup negara.
Perencanaan nasional dimaksudkan untuk memberikan acuan dasar dan
pedom-an pembangunan nasional di dalam memanfaatkan berbagai
sumberdaya yang ada untuk kesejahteraan seluruh bangsa. Dalam
lingkup nasional hasil perencanaan ini seperti Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun). Biasanya perencanaan nasional secara fisik
tidak dapat digambarkan secara nyata. Perencanaan nasional tidak
bersubordinasi kepada jenjang yang lebih tinggi.

Di samping ketiga lingkup skala perencanaan di atas dikenal juga (4)


perencanaan sektoral, yaitu perencanaan suatu proyek khusus yang merupakan
bagian dari program pembangunan nasional atau regional seperti pembangunan
irigasi, pem-bangunan jalan negara, dan lain-lain. Output fisik dari ketiga tingkatan
skala perencanaan di atas semakin besar semakin menuju ke skala lingkup yang
lebih kecil. Oleh karenanya, dapat dikemukakan, bahwa semakin kecil lingkup
skala perencanaan tersebut semakin besar keterperincian serta penekanan
produk fisiknya. Dalam hubungan ini dapat pula dikemukakan, bahwa semakin
besar lingkup skala perencanaan semakin besar pula tekanan perencanaannya
pada aspek yang sifatnya nonfisik, yaitu aspek sosial budaya dan aspek ekonomi.
Secara skematis hubungan tersebut dapat digambarkan pada label A3. berikut.
Tabel A3. Hubungan Perencanaan Aspek Sosial Budaya dan Aspek Fisik
Lingkup Perencanaan/ Aspek Sosial Aspek Aspek Fisik
Substansi Teritorial Budaya Ekonomi
Nasional X O O
Regional X V O
Lokal O V X
X = Pertimbangan substansi besar
O = Pertimbangan substansi agak besar
V = Pertimbangan substansi kecil
Pertanyaan Bahan Diskusi Kdas:
- Bagaimana menurut pendapat saudara tentang 'makna perencanaan
sebagai proyeksi masa depan'?
- Apa saja persyaratan suatu rencana pengembaugan wilayah?
- Berikan contoh-contoh konkrit kelemahan strategi perencanaan top down!
- Apakah suatu perencanaan dapat diterapkan di setiap wilayah, dan jelaskan
alasannya!
- Tunjukkan beberapa dampak suatu perencanaan wilayah pada kondisi sosial!

4. Wilayah Perencanaan Pengembangan


Disamping pengertian tentang teritorial perencanaan tersebut di atas,
dikenal juga tentang pengertian wilayah pengembangan atau development region.
Wilayah pengembangan pada dasamya merupakan suatu wilayah yang
perwatakan dan cara-cara pengembangannya merupakan suatu kesatuan, baik
secara ekonomis, demografis, maupun secara fisiografis dan geografis. Wilayah
ini pada umumnya meru-pakan suatu teritorial yang ditentukan sebagai suatu
kerangka dasar pengembangan atau regional development frame of refference.
Wilayah pengembangan dapat ter-bentuk oleh suatu teritorial dalam arti geografis,
ekonomis, ataupun demografis, se-hingga dapat merupakan suatu wilayah yang
semata-mata terbentuk karena batasan geografis saja, atau beberapa daerah
administratif. Hakekatnya adalah untuk menje-laskan secara sistematis dan
rasional dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada masa Repelita II misalnya, dalam regionalisasi nasional terbentuk


Wilayah Pembangunan Utama (WPU), yakni WPU A Sumatra Bagian Utara
dengan pusat pengembangan di Medan; WPU B terdiri alas Sumatera Bagian
Selatan, sebagian Jawa bagian Barat, Jawa Barat, dan Sebagian Kalimantan
Bagian Barat, dengan pusat pengembangannya di Jakarta; WPU C terdiri atas
Jawa Bagian Timur, Sebagian Kalimantan Bagian Timur dan Tengah, serta Bali,
dengan pusat pengembangannya di Surabaya; dan WPU D terdiri atas Indonesia
Bagian Timur, dengan pusat pengembangannya di Ujungpandang. Di setiap
wilayah propinsi dan daerah kabupaten maupun kota juga memfliki pewflayahan
pembangunan. Wilayah ini mendasarkan kepada pertimbangan berbagai kriteria,
antara lain ahran barang, mobihtas penduduk, perangkutan, kemudahan
berhubungan dan hubungan fungsional lainnya (seperti hubungan ekonomi,
demografis, dan pemerintahan.

4.1. Pengertian Perencanaan Inter Regional dan Intra Regional


Perencanaan wilayah secara umum menunjukkan perencanaan tingkat
meso. Tipe perencanaan sama dengan tipe perencanaan yang lain, yakni memfliki
kenam-pakan dasar yang sama, tetapi juga terdapat perbedaan yakni lebih
dikhususkan pada suatu wilayah. Dengan demikian perencanaan wilayah dapat
dipandang sebagai suatu jawaban terhadap masalah-masalah regional tertentu,
yakni masalah-masalah dengan dimensi regional. Dalam perencanaan regional
dikenal dua tipe, pertama perencanaan yang membahas alokasi sumberdaya
antara wilayah (inter regional planning); dan kedua perencanaan wilayah yang
membahas alokasi sumberdaya di dalam suatu wilayah (intra regional planning).
Tekanan inter regional planning misahiya, me-ngenai bagaimana mengalokasikan
sumberdaya antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan , merupakan tugas
tindakan pemerintah pusat; sedang intra regional planning merupakan tugas
badan atau institusi pemerintah regional yang didesen-tralisasi.

Keputusan- keputusan alokasi sumberdaya antara berbagai bagian


teritorial nasional, seharusnya dilakukan pada tingkat pemerintah pusat, atas
dasar pilihan yang dirumuskan oleh badan perenacanaan pusat suatu negara.
Bada perencanaan itu sendiri dapat membagi Rencana Pembangunan Nasional
ke dalam tingkat-tingkat meso (propinsi, kabupaten). Namun demimikan badan
tersebut dapat juga memper-timbangkan usulan yang diajukan dalam mekanisme
administrasi eselon yang lebih rendah. Dalam hal ini jelas bahwa tipe kegiatan
perencanaan merupakan hal yang sensitif secara politis. Kenyataan masalah
utaraa misalnya perbedaan dana modal ekstra yang diberikan ke suatu wilayah
terpilih atau melebihi dana yang diberikan wilayah lainnya, dapat menimbulkan
konflik serius. Oleh karenanya, perencana wilayah seharusnya memperoleh
bimbingan dari lingkungan perencanaan yang benar-benar telah diuji dinamikanya
di dalam negara yang bersangkutan.
Bahasan inter regional planning di banyak negara lebih meadcankan pada
perencanaan perdesaan dalam kaitannya dengan perencanaan perkotaan,
misalnya dalam alokasi sumberdaya di kedua wilayah tersebut. Banyak
perdebatan yang sam-pai pada kesimpulan, bahwa kebijaksanaan pembangunan
dan implementasinya di banyak negara menghadapi masalah urban bias. Pada
umumnya urban bias berasal dari kenyataan bahwa perencanaan untuk
mengatasi masalah-masalah perdesaan di-susim oleh sekelompok pejabat
pemerintah yang tidak sesuai dengan bidang perma-salahannya. Selain itu urban
bias dapat terjadi sebagai akibat penasehat pembangunan atau konsultan yang
berasal dari luar kelompok masyarakat ditempatkan pada bidang yang tidak
sesuai

Beberapa aspek urban bias dapat dikemukakan sebagai bahan bahasan.

1) Aspek efisiensi, dapat bias di banyak negara sedang berkembang, terutama


akibat pemindahan sumberdaya dari industri ke pertanian dan atau dari kota
ke desa; memang dapat saja meningkatkan produk nasional bersih pada
harga pasar tanpa menambah in put. Situasi mi terjadi ketika faktor modal
terbatas, penanaman modal yang ekstensif memiliki kesempatan luas di
daerah perdesaan dibandingkan di perkotaan; sehingga akan lebih banyak
dilayani oleh unit-unit individu atau ekonomi seperti modal atau barang yang
sama.

2) Norma pemerataan, misal suatu tambahan pendapatan sebesar Rp


1.000.000,00 akan lebih meningkatkan kesejahteraan penduduk perdesaan
dari pada di perkotaan. Hal mi berkaitan dengan kenyataan berikut.
a) Pola distribusi pendapatan di perdesaan dan kemiskinan relatih lebih
merata di perdesaan dari pada di perkotaan. Kelompok penduduk yang
tidak begitu miskin di perdesaan, tidak terlalu benyak berbeda dari
tetangganya, dibandingkan dengan kelompok penduduk kaya di
perkotaan.
b) Kenyataan menunjukkan bahwa tindakan pemerintah yang diarahkan
untuk peningkatan standard kehidupan ekonomi masyarakat perkotaan,
lebih banyak ditekankan pada anggota masyarakat yang telah memiliki
sumber pendapatan yang stabil, sedangkan mereka yang termasuk
kelompok marginal kurang mendapat perhatian. Setiap oarang di
perdesaan terlibat dalam bentuk kegiatan ekonomi yang produktif,
sehingga kelompok miskin lebih beruntung dari pada kelompok miskin di
perkotaan, dalam kaiatnnya dengan usaha pemerintah meningkatkan
standard kehidupan.
Permasalahannya, apakah realokasi sebagian dari investasi umum dari
sektor perkotaan ke sdctor perdesaan memiliki efek yang jelek terhadap posisi
kelompok miskin di perkotaan? Jawaban atas masalah tersebut sangat
bergantung pada imple-mentasi dari kebijaksanaan baru. Artinya, bahwa
stimulasi secara selektif dari daerah perkotaan seharusnya dilaksanakan
sebagai bagian dari kebijaksanaan keruangan, yang menuju pada penciptaan
pusat-pusat untuk transfonnasi struktural dari orga-nisasi keruangan tanpa urban
bias.

4.2. Konsep Wilayah dan Pewilayahan


Konsep wilayah merupakan konsep yang sangat flexible (luwes). Wilayah
itu sendiri seharusnya lebih menekankan pada tinjauan sebagai alat untuk
mencapai tujuan, dari pada tujuan itu sendiri. Pewilayahan menunjukkan proses
penentuan batas-batas wilayah (delineation). Dalam pewilayahan atau
regionalisasi telah dikembang-kan berbagai metode). Penentuan wilayah
merupakan suatu uji coba dalam klasi-fikasi keruangan. Klasifikasi ini cukup
relevan mengingat beberapa alasan berikut.
1) Persebaran keruangan yang terbatas dari obyek-obyek dan karakteristik
sosio ekonomis dan non ekonomis, serta hubungan antara berbagai
kegiatan ekono-mi wilayah.
2) Kesempatan yang rdatif lebih tinggi dari pada hubungan antara
karakteristik dengan kegiatan di dalam kesatuan ruang tertentu
dibandingkan dengan karakteristik dan kegiatan tersebut di luar kesatuan
ruang.

Matriks berikut ini menyajikan perbedaan antara kriteria dan maksud


klasi-fikasi. Berbagai nama yang seringkali digunakan untuk tipe wilayah tertentu
disa-jikan dengan judul yang sesuai (label A.4.)
Tael A.4. Matriks Perbedaan Kriteria dan Tujuan Klasifikasi Wilayah

Tujuan
Analisis A Perencanaan B
Saling Wilayah Fungsional Wilayah
Ketergantungan Wilayah Nodal Perencanaan
Kriteria (1) Wilayah Terpolarisasi
Kesamaan Wilayah Seragam Daerah Program
(2) Wilayah Formal Proyek
Wilayah Homogin
Wilayah mintakat

4.3. Doktrin Perencanaan Wilayah


Doktrin perencanaan pembangunan wilayah telah berkembang sejak
beberapa puluh tahun yang lalu, sebagai akibat langsung atau reaksi terhadap
pembangunan ekonorai makro sebdum kernerdekaan. Pada umumnya,
rencana-rencana pembangunan didasarkan pada doktrin comparative advantage,
yakni suatu aliran pemi-kiran yang menekankan pada kebutuhan untuk
memusatkan semua investasi bam di negara-negara sedang berkembang, di
dalam beberapa pusat perkotaan yang luas (antara lain primate cities), dengan
argumen-argumen bahwa ongkos infrastruktur non produktif paling sedikit, skala
dconomi terbesar dan pengaruh modernisasi terkuat. Doktrin ini tidak mencakup
suatu dimensi wilayah yang jelas.

Doktrin perencanaan wilayah tersebut juga memberikan kunci yang


memu-satkan investasi di setiap pusat pertumbuhan yang terpilih. Investasi dapat
berupa sektor industrialisasi modern yang berperanan sangat dinamis. Tetapi saat
ini ditam-bahi juga strategi geografis yakni strategi keruangan. Beberapa penulis
(Myrdal, Hirschman, dan Friedman) membahas investasi wilayah inti (cores) atau
pusat-pusat pertumbuhan (growth centres) akan mengalami kemerosotan
ataupun perluasan me-lalui sistem hirarki pusat perkotaan, yang pada akhimya
akan membentuk ketidakse-imbangan atau polarisasi akan hilang dan periphery
lambat laun akan menjadi satu sistem ekonomi nasional.
Kelemahan doktrin pembangunan ini dengan fokus wilayah telah
menghasfl-kan banyak rencana, di antaranya adalah banyaknya terapan rencana
dengan hasil yang kurang memuaskan, terutama pendapatan regional yang tidak
sama; artinya bahwa aspek tersebut sebagai indikator keterbatasan efek
kejatuhan (trickle down effect) dalam situasi yang nyata, Friedman
menggambarkan evolusi pikiran dari awal penekanan pada kebutuhan untuk
memusatkan pandangan ekonomi, ke suatu tekanan pada kehandalan akibat
perluasan sektor modern yang ditempatkan pada pusat-pusat pertumbuhan. Pada
akhimya Friedman mempertajam kritiknya terhadap doktrin growth centres, dan
sdanjutnya menyumbangkan doktri bam tentang perencanaan pembangunan
wflayah, sebagai altematif yang dianggap dapat mengintegrasi terapan yang
berhasil dari pada kebijaksanaan pemenuhan kebutuhan pokok, yakni
pende-katan territorial terhadap pembangunan wilayah.

5. Tipe-tipe Perencanaan Wilayah

5.1. Wilayah Perencanaan


Seperti telah dikemukakan bahwa wilayah mengadung banyak pengertian.
Wilayah dalam kaitannya dengan perencanaan akan selalu berarti suatau satuan
geografis sub nasional, yang merupakan suatu sarana yang baik dan serasi untuk
mena-ngani masalah-masalah dan fungsi-fimgsi perencanaan dalam proporsi
yang teratur. Empat kategori yang digunakan untuk merencanakan suatu satuan
geografis sebagai wilayah perencanaan menurut asasnya, adaiah sebagai
berikut.
1) Wilayah perencanaan menurut asas homoginitas, adaiah wilayah yang
dibedakan atas dasar ciri homogenitas tertentu, bergantung pada kriteria yang
digunakan. Kriteria dapat menggunakan aspek biofisik, maupun aspek sosio
ekonomik.

2) Wilayah perencanaan menurut asas fungsionalitas merupakan penentuan


wilayah berdasar konsep jaringan hubungan antar daerah yang membentuk
satuan wilayah tertentu menurut hubungan fungsi wilayah. Wilayah fungsional
juga sering disc-but sebagai wilayah inti (nodal region) karena biasanya
memiliki suatu pusat ak-tifitas yang menjalankan fungsi tersebut.
3) Daerah aliran sungai (DAS) menggunaan asa utama untuk merencanaan
suatu wilayah yang memiliki hubungan atau ikatan hidrologis. Tipe wilayah
perencanaan seperti ini secara implisit mengandung arti sebagai wilayah
homogin dalam arti kesatuan hidrologis, namun juga memih'ki arti swbagai
wilayah fungsional, ditin-jau dari aspek keterkaitan fungsi melalui jaringan
aliran sungai yang menghu-bungkan daerah hulu dan hilir.

4) Wilayah khusus dapat berupa daerah-daerah bencana atau daerah yang


mengalami kerusakan akibat gempa bumi, banjir, letusan gunungapi, dan
sebagainya.

Dalam kaitannya dengan perencanaan wilayah dan pembangunan wilayah,


maka asas fungsionalitas lebih sesuai diterapkan, karena dalam usaha mencapai
keterpaduan dibutuhkan organisasi, koordinasi kegiatan, dan jalur komunikasi
inteh-sif di tingkat lokal maupun regional. Pembagian geografis menjadi
satuan-satuan administratif hakekatnya sangat penting, mengingat banyak data
statistik bidang sosial ekonomi wilayah keberadaannya berdasar satuan satuan
geografis tersebut.

5.2. Klasifikasi Wflayah Perencanaan


Tipologi atau klasifikasi tentang tipe-tipe perencanaan wilayah ke dalam
empat kategori memfokuskan pada berbagai aspek kegiatan utama yang dapat
dibedakan pada proses perencanaan regional. Pengertian klasifikasi secara
etimologis adaiah teknik atau cara untuk mengatur data secara sistematis menjadi
kelompok-kelompok atau golongan atau beberapa bagian yang dalam hal ini
berupa group, klas, atau keluarga (Webster, 1966). Klasifikasi wilayah adaiah
usaha untuk mengadakan penggolongan wilayah ke dalam bagian-bagian tertentu
berdasar properti tertentu. Penggolongan yang dimaksud haruslah
memperhatikan keseragaman sifat, dan mem-perhatikan semua individu. Semua
individu yang ada dalam populasi mendapat tempat dalam golongannya
masing-masing. Usaha untuk mengubah atau mengeli-minir data seperti yang
terjadi dalam proses generalisasi, tidak terdapat dalam klasifikasi.

Tujuan utama klasifikasi bukan untuk menonjolkan sifat tertentu dari


sejum-lah individu, mdainkan mencari deferensiasi antar golongan wilayah. Cara
yang dapat dikerjakan dalam klasifikasi dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Secara garis besar klasifikasi dapat diperbedakan ke dalam dua golongan, yaitu
klasifikasi yang bertujuab untuk mengetahui deferensiasi jenis dan klasifikasi yang
bertujuan untuk mengetahui deferensiasi tingkat.

1) Deferensiasi Jenis dalam Klasifikasi Wilayah Perencanaan


Dalam program-program perencanaan, deferensiasi jenis sangat penting. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan gambarantentang sifat suatu wilayah yang
ada, Deferensiasi jenis kebanyakan dilakukan secara kualitatif. Misal,
klasifikasi wilayah mendasarkan pada persebaran bentuk penggunaan lahan.
Dari data bentuk penggunaan lahanyang ada dapat digambarkan tentang
wilayah yang berbeda-beda dengan masing-masing karakteristik. Derajad
generalisasi sampai pada batas-batas tertentu masih tampak meskipun tidak
besar. Makin teliti suatu klasifikasi akan memberikan informasi semakin baik.
Cara tersebut banyak diterapkan pada survei yang menggunakan
penginderaan jauh sebagai alat analisisnya. Dari kenampakan foto udara
misahiya dapat ditentukan batas-batas penggunaan lahan-nya secara jelas.

2) Deferensiasi Tingkat dalam Klasifikasi Wilayah Perencanaan


Penentuan deferensiasi tingkat wilayah perencanaan mencakup dua metode,
yakni interval method dan hierarchical method. Pertama. metode interval
dalam regio-nalisasi bersifat kuantitatif statistik. Aspek penting yang harus
diperhatikan adalah parameter yang digunakan untuk dasar penggolongan.
Semakin banyak klas yang dibentuk dalam deferensiasinya, atau semakin
kecil interval yang digunakan sebagai dasar penggolongan; maka semakin
banyak informasi yang dapat disadap dari data yang bersangkutan (Robinson
and Sale, 1969). Salah satu contoh metode ini dapat ditunjukkan pada
Gambar A.8. berikut. Kedua. metode hirarkis menekankan pada urutan
struktural, dimana setiap klas dalam klasifikasi ini memiliki hubungan dengan
klas-klas di bawahnya maupun di atasnya, karena orde yang lebih tinggi
merupakan gabungan dari klas-klas yang di bawahnya (Chorley and Haggett,
1970). Pembagian klas menggunakan metode hirarkis dapat disajikan seperti
Gambar A.9 berikut.
Uraian pewilayahan secara ringkas di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Generalisasi wilayah (penyamarataan wilayah) memiliki implikasi penting
dalam proses perencanaan wilayah, terutama dalam tahap pengenalan
wila-yah, atau dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa dalam pre planning
period teknik ini memegang peranan utama, karena berhubungan erat
dengan penen-tuan prioritas pembangunan
- Dalam tahap perencanaan berikutnya (planning period) akan lebih mengena
dan sesuai bila menggunakan teknik-teknik klasifikasi wilayah
- Delimitasi kuantitatif lebih memudahkan para perencana dalam mengerjakan
pewilayahan, karena derajad konsistensinya lebih mudah dipertahankan.
- Untuk mengerjakan usaha pewilayahan dengan cepat, tepat, dan konsisten,
sangat dianjurkan menggunakan komputer programing.
5.3. Jenis-jems Perencanaan Wilayah
Istilah perencanaan wilayah belum merapakan pengertian yang langsung
di-terima secara umum. Hampiran terhadap rencana-rencana wilayah dapat
didasarkan pada berbagai jenis prinsip dan kategori klasifikasinya beraneka
ragam. Kategori klasifikasi secara umum yang digunakan dalam rencana wilayah
berdasar asal atau sumbernya terdiri dari empat kategori.

1) Rencana wilayah yang berasal dari prosedur-prosedur tertentu dalam proses


perencanaan. Perencanaan wilayah berasal dari prosedur tertentu ada yang
dimulai dari tingkat administrasi puncak (atas atau pusat), dan terbagi dalam
rencana nasional melalui rencana-rencana suatu regional dan sektoral.
Rencana ini sering disebut sebagai rencana wilayah dari atas ke bawah.
Namun demikian ada pula rencana wilayah yang dimulai dari bawah. Dalam
hal ini kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal diru-muskan menjadi
rencana yang terhimpun dan terpadu dalam rencana regional, yang
selanjutnya menjadi rencana sektoral dan nasional. Jenis rencana ini sering
disebut sebagai rencana wilayah dari bawah ke atas. Namun demikian
rencana wilayah akan cukup efektif jika kedua jenis rencana tersebut
dipadukan, melalui dialog intensif antara badan-badan perenca-naan
nasional, sektoral, dan lokal, termasuk penduduknya.

2) Rencana wilayah yang berasal dari tingkat-tingkat tertentu dalam sistem


regionali-sasi negara-negara yang lebih besar. Dalam hal ini rencana wilayah
dapat dibeda-kan ke beberapa tingkat dalam sistem regional sub nasional,
sehingga untuk setiap rencana dapat disusun:
- rencana-rencana wilayah makro;
- rencana-rencana wilayah meso;
- dan rencana-rencana wilayah mikro.

3) Rencana wilayah yang berasal dari tujuan-tujuan awal atau titik-titik mula
tertentu. Dalam perencanaan regional untuk wilayah fungsional dan wilayah
pemusatan, dapat diperhatikan berbagai jenis komponen wilayah. 'Rencana
wilayah yang ber-orientasi perkotaan ataupun desa kota', rencana tersebut
terpusat pada salah satu atau lebih dari kota-kota penting dalam wilayah
tersebut. Dalam hal ini peencana-an fisik kota didasarkan pada penilaian
pembangunan yang akan berlangsung dalam wilayah yang dilayani oleh kota
tersebut Rencana tersebut adapat berhasfl jika terdukung oleh suatu rencana
wilayah yang menyeluruh, meliputi pembangunan non perkotaan. 'Rencana
wilayah yang berorientasi perdesaan', terpusat pada sektor pertanian dan
kawasan-kawasan tersebut dapat menetapkan pembangunan yang hams
dflakukan dalam pusat-pusat perkotaan, tetapi tidak dapat di-rinci secara tehti
dan tuntas sampai pada program-program tindakan. 'Rencana wilayah yang
berorientasi pada perdesaan dan perkotaan', menyusun dan menyi-apkan
program-program tindakan secara rinci untuk keduanya.
4) Rencana wikyah yang berasal dari tingkat-tingkat elaborasi atau ketelitian
kerja tertentu. Rencana wilayah dapat disusun dan disiapkaii sesuai dengan
tingkat-tingkat rincian tertentu, terutama jika perencanaan regional baru
diperkenalkan dalam suatu Negara

Rencana wilayah mendasarkan pada aktifitas yang harus dilakukan dapat


dibedakan menjadi tiga jenis:

- Rencana Pennulaan, menyajikan penilaian umum tentang potensi-potensi


utama, dan hambatan pengembangan, serta merencanakan
kegiatan-kegiatan pembangunan yang lebih penting. Rencana tersebut dapat
merapakan bagian dari rencana na-sional. Rencana semacam ini dapat
disusun oleh suatu tim kecil yang terdiri atas orang-orang yang
berpengalaman dalam waktu antara 1-3 bulan.

- Rencana berupa bagan dapat berupa suatu telaah yang teliti dari rencana
wilayah permulaan. Rencana tersebut harus membuat bagan mengenai
program-program tindakan utama dan proyek-proyek yang potensial, dan
menguraikan struktur wilayah tersebut pada akhir periode perencanaan yang
bersangkutan, apabila tujuan-tujuan telah tercapai. Rencana semacam ini
dapat disusun oleh suatu kelompok yang terdiri dari 5 -10 orang ahli dalam
waktu 3-6 bulan.

- Rencana rinci berisi program-program tindakan yang dirinci hingga tingkat


identifi-kasi proyek-proyek. Rencana ini merapakan jaringan yang
memperUhatkan urutan waktu proyek-proyek yang telah ditentukan, alokasi
anggaran tahunan per proyek, suatu peta yang menggambarkan lokasi
proyek-proyek, dan suatu uraian terperinci mengenai struktur wilayah tersebut
dalam waktu yang akan datang apabila tujuan-tujuan telah tercapai. Rencana
seperti ini dapat membutuhkan suatu tim yang terdiri atas 5 -20 orang ahli dan
dapat menyita waktu 6 bulan hingga 2 tahun.

Dua persyaratan utama pada semua jenis rencana wilayah di atas adalah
harus komprehensif dan terpadu. Rencana komprehensif mencakup rencana
ekonomi dan sosial, sedangkan rencana terpadu haras sesuai dengan kerangka
dasar rencana lain yang diberikan oleh pemerintah. Artinya, sesudah rencana
disesuaikan secara menyeluruh, maka tujuan-tujuan rencana wilayah dan
tujuan-tujuan rencana nasional dan sektoral bersesuaian satu sama lain, dan
rencana-rencana lokal sesuai dengan kerangka dasar rencana regional.
Perencanaan wilayah dilaksanakan secara bertahap; pada hakekatnya
berlangsung apabila anggaran-anggaran tahunan pada tingkat nasional, regional,
dan lokal sudah ditetapkan, agar dipadukan menjadi suatu kerangka dasar umum
yang berasal dari perencanaan jangka panjang terpadu dan komprehensif.
Kerangka dasar ini harus disesuaikan secara teratur sebagai suatu konsekuensi
logis dari perencanaan bertahap.

Tugas:
1) Baca buku Konsepsi Wilayah dan Prinsip Pewilayahan, Pengarang Hadi
Sabari Yunus, 1991.

2) Susun makalah ringkas dari bagian The Place of Regional Planning in the
Process of Planned Development, hal 6 — 29, pada buku Framework for
Regional Planning in Developing Countries, by J. M. Van Staveren and D. B.
W. M. Van Dusseldorp, 1993
6. Wawasan Tata Ruang dan Perencanaan Pengembangan

Tata Ruang mempunyai kaitan pengertian dengan kata spatial dalam bahasa
Inggris. Tata Ruang diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kaitan
dengan keruangan – spasial

Amos Rapoport menekankan pengertian spatial ini atau Tata Ruang sebagai hal
yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan ruang, wawasan Tata
Ruang terkak dengan suatu penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang
sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan.

Larry Wetzling, lebih jauh memberikan arti Tata Ruang sebagai sesuatu yang
berups hasil perencanaan fisik. la menekankan bahwa di dalam Tata Ruang
terdapat suatu distribusi atau pengagihan dari tindakan manusia dan kegiatannya
untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Tata Ruang
dalam hal ini menunri Westzling merupakan penjabaran dari suatu produk
perencanaan fisik ruang apakah im ruang terbatas maupun ruang tak terbatas.

Di Indonesia wawasan tentang Tata Ruang ini sudah sejak lama dikembangkan.
Dari berbagai forum dapat dikemukakan beberapa wawasan dan pengertian
umumnya mengatakan bahwa Tata Ruang merupakan penataan pada suatu
lokasi untuk menempatkan benda benda, kegiatan yang di dalamnya dapat
berubah dan berkembangJadi dalam hal ini Tata Ruang dapat diartikan sebagai
penataan bagiaia bagian ruang yang disediakan untuk digunakan sebagai tempat
benda benda, kegiatan dan perubahan. Kalau yang di tata itu penggunaan ruang
bumi , maka hasilnya dapai dikatakan sebagai suatu tata guna bumi. Kalau yang
ditata itu penggunaan ruang yang berisi air maka hasilnya dikatakan sebagai tata
guna ar dan kalau yang ditata itu ruang angkasa maka hasilnya dikatakan sebagai
tata guna angkasa. Kalau yang ditata ira merupakan gabungan dari bumi, air dan
angkasa maka maka tata guna ruangnya disebut sebagai Tata Ruang atau Spatial
Planning.

Pandangan lain adalah dari bidang penataan dan pemanfaatan lahan, yang
menekankan bahwa penataan ruang (Spatial Planning) baru bisa nyata kalau telah
ada tanah yang diperuntukan untuk penggunaan tertentu serta dikuasai oleh calon
pengguna tanah in: misalnya untuk suatu proyek pembangunan tertentu. Jadi
dalam hal ini ruang mempunyai arti sebagai tanah di permukaan bumi. Dengan
anggapan tanah sebagai genus dan tanah sebagai species maka yang bisa ditata
adalah tanah dan bukan ruang.

Pada Undang Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Tata Ruang
diartikan sebagai suatu wujud struktural pemanfaatan ruang suatu wilayah baik
direncanakan ataupun tidak direncanakan (terjadi secara alami). Penataan Ruang
(Spatian Planning) adalah perencanaan , pemanfatan dan pengendalian ruang.
Sedangkan Rencana Tata Ruang (Spatial Plan) disrtikan sebagai basil
perencanaan Tata Ruang, berupa arahan kebijaksanaan dan memperuntukan
(alokasi, pengagihan) pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan
ikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan kehidupan. Sektor sektor
lainnya seperti pertambangan, kehutanan , perkebunan, perhubungan, pertanian
dan lain lain juga mempunyai wawasan Tata Ruang yang spesifik sesuai dengan
ruang lingkup sektor yang akan ditata dalam pemanfaatan ruang untuk
kepentingan tertentu tersebut.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa ruang dalam arti segala
sesuatu yang berkaitan dengan wawasan ruang di bumi(jagad raya) adalah
semua bagian bumi yang dimulai dari titik pusat bumi, yang mengandung berbagai
sumber daya alam kebumian termasuk potensi bencana alam, mineral air dll
sampai ke bagian permukaan bumi dengan berbagai potensi dan keterbatasan
(limitasi) nya sampai ke bagian di atas permukaan bumi yaitu angkasasampai ke
batas atmosfer bumi dengan berbagai potensi dan permasalahannya.

Ruang atau Space adalah wadah tempat berlangsungnya kehidupan yang


mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, termasuk di dalamnya
tanah, air, udara beserta benda benda serta sumber daya dan keadaan alam
sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dengan berbagai kegiatannya
serta berbagai mahluk lainnya melakukan dan melaksanakan kehidupannya.

Tata Ruang atau Spatial adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
pada berbagai hirarki (jenjang) wilayah (nasional, wilayah, lokal).
Penataan Ruang atau Spatial Planning adalah proses perencanaan ,
pemanfaatan dan pengendalian pelaksanaan rencana Tata Ruang yang
berencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan dalam memenuhi kebutuhan
pemanfaatan ruang uang meningkat dan berkembang terus dari masa ke masa.

Rencana Tata Ruang (Spatial Plan) adalah produk perencanaan penataan ruang
yang merupakan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk
berbagai kebutuhan.

6.1. Pengertian Dasar Penataan Ruang


Penataan ruang secara umum merupakan proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam pengertian ini
sebenarnya terkandung tenninologi mengenai ruang, tata ruang, rencana tata
ruang yang akan menjadi dasar dalam penataan ruang. Sesuai dengan UU
Penataan ruang, pengertian tersebut adalah sebagai berikut.
- Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya
hidup dan melakukan kegjatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
- Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik
direncanakan maupun tidak.
- Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan


ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem
yang tidak terpi-sahkan satu dengan lainnya.

Kebutuhan suatu penataan ruang pada berbagai tingkat wilayah pada


dasar-nya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan
pembangunan, antara lain dalam bentuk konflik kepentingan dalam pemanfaatan
yang menuntut penyelesaian dari segi tata ruang (spatiaf). Disamping itu juga
semakin disadari bahwa pembangunan yang terarah lokasinya diharapkan akan
memberikan hasfl yang lebih besar bagi wilayah secara keseluruhan.
Perkembangan pesat berbagai sektor pembangunan perlu diakomodasi dalam
ruang, berbagai konflik peman&atan ruang yang terjadi seringkali dijadikan
indikasi semakin diperlukannya penataan ruang sebagai suatu proses atau
kegiatan yang terpadu, sejak perencanaan, pelaksanaan. sampai
pengendaliannya. Dalam konteks ini tentu saja penataan ruang yang dimak-sud
dilakukan secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan penggunaan ruang yang
meningkat terus dari waktu ke waktu dengan cara optimum, berdaya guna, serasi
dam berkjelanjutan.

Perhatian terhadap urgensi penataan ruang, secara nasional tampak jdas


dengan adanya Undang-undang Penataan Ruang, yang diharapkan menjadi
landasan tertinggi bagi upaya penataan ruang pada berbagai tingkat wilayak
Dalam UU tersebut dikemukakan:

"penataan ruang yang berazaskan pada (a) pemanfaatan ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang, dan berkelanjutan; dan (b) keterbukaan, persamaan, keadilan, dan
perlindungan hukum".

6.2. Tujuan dan Lingkup Penataan Ruang

a. Tujuan Penataan Ruang


Penataan ruang secara umum bertujuan untuk:
1) menyelengarakan pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang
berlan-daskan pada Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
2) menyelenggarakan pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya;
3) mencapai pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan:
- kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera;
- keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan dengan memperhatikansiirnberdaya manusia;
- peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
secara berdaya gima dan berhasil guna, serta tepat guna untuk
me-ningkatkan kualitas sumberdaya manusia;
- perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menannggulangi
dampak negatip terhadap lingkungan; keseimbangan kepentingan
kesejahteraan dan keamanan.
b. Lingkup Penataan Ruang
Ditinjau dan lingkupnya, penataan ruang dalam semua tingkat wilayah
nega-ra pada dasaraya akan mengatur pemanfaatan dan perlindungan ruang
terhadap dua fungsi utama kawasan, yakni kawasan lindung dan kawasan
budidaya Dalam hal ini kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya adalah kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

Penataan ruang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan rencana dan


pengendalian pelaksanaan tata ruang. Berdasarkan pada aspek administratifhya,
penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah propinsi, dan wilayah
kabputen atupun wilayah kota. Penataan ruang atas dasar fimgsi kawasan dan
aspek kegiatan, meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu. Pengertian dari kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian tennasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pengertian dari kawasan
perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama non pertanian,
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. Pengertian dari kawasan tertentu adalah kawasan yang
ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis, yang penataan ruang-nya
diprioritaskan.

Penataan ruang dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek


lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, dan interaksi antar
komponen lingkung-an.Penataan juga haras memperhatikan tahapan,
pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan serta pembinaan kemampuan
kelembagaan. Dengan memperhatikan aspek aspek tersebut, penataan ruang
dilakukan untuk terciptanya upaya dalam pemanfaatan ruang secara berdaya
guna dan berhasil guna, serta untuk terpeliharanya kelestari-an lingkungan hidup.
1) Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang deflakukan melalui proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasar pada ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Rencana tata ruang tersebut akan ditinjau
kembali atau disempumakan sesuai dengan jenis perencanaannya secara
berkala. Dalam proses perencaannya, pe-rencanaan tata ruang haras
mempertimbangkan secara terpadu aspek-aspek kesera-sian, keselarasan, dan
keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi,
sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan. Selain itu haras
memperhatikan juga aspek secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi dan etika
lingkungan, serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang pada dasamya
mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata
guna lahan, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam
lainnya,

2) Pemanfaatan Ruang
Arti pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pembangunan
yang memanfaatkan ruang menurat jangka waktu yang ditetapkan di dalam tata
ruang. Pembiayaan program pemanfaatan ruang merupakan mobilisasi, prioritas,
dan alokasi pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan.
Dalam pelak-sanaannya, pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara:
- penyusunan program beserta pembiayaan pembangunannya;
- pemanfaatan ruang didasarkan atas rencana tata ruang.
Penyelengaraan pemanfaatan ruang dilakukan secara bertahap melalui
penyiapan program kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Disamping itu diselenggarakan melalui tahapan pembangunan
dengan memperhatikan sumber dan mobilisasi dana serta alokasi pembiayaan
program pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Proses dan
prosedur pelaksanaan tata ruang akan dilakukan secara hirarkis di tingkat
nasional, propinsi, kabupaten ataupun kota, secara umum melupri hal-hal berikut.
- Prioritas wilayah, program dan pembiayaan pembangunan.
- Kebijakasanaan pola pengelolaan tata guna lahan, tata gunan air, tata guna
udara, tata guna sumberdaya alam lainnya, sesuai dengan azas penataan
ruang, untuk tingkat nasional dan daerah propinsi berupa kebijaksanaan,
sedangkan untuk dae-rah kabupaten maupun kota berupa penguasaan,
penggunaan dan pengendalian ter-hadap tanah, air, dan udara, serta
sumberdaya lainnya.
- Kemampuan aparat pelaksana.
- Partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
- Jangka waktu lima tahun.

Hal lain yang perlu dikembangkan dalam pemanfaatan ruang adalah


adanya perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak
penduduk sebagai warga negara. Perangkat insentif merupakan pengaturan yang
bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiringan dengan
tujuan rencana tata ruang. Misalnya dengan pemberian kompensasi, imbalan, dan
tata cara penyelengga-raan sewa ruang dan usun saham (bidang ekonomi) serta
pembangunan dan pengada-an sarana dan prasarana untuk melayani
pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang (bidang fisik).
Adapun perangkat disinsentif merupakan pengaturan yang bertujuan membatasi
pertumbuhan atau megurangj kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang kota. Pengenaan disinsentif ini misalnya berbentuk penge-naan pajak yang
tinggi atau ketidaktersediaan sarana dan prasarana.

3) Pengendalian Ruang
Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang maka
dilakukan pengendalian dengan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban
pemanfaatan ruang. Pengawasan tersebut merupakan usaha untuk menjaga
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang. Penertiban merupakan usaha untuk mengambil tindakan agar
pemanfaatan ruang yang direnca-nakan dapat terwujud. Kegiatan pengawasan
tersebut dilakukan dalam bentuk:
- Pelaporan, berupa kegiatan memberi informasi secara objektif mengenai
pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
- Pemantauan (monitoring), yang merupakan kegiatan mengamati,
mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang
dan lingkungan yang tidak sesuai dengan tata ruang.
- Peninjauan kembali (evaluasi), yang merupakan usaha untuk menilai
kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata
ruang.

Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan


rencana tata ruang dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk sanksi tersebut dapat
berupa sanksi administrasi, sanksi perdata, atau sanksi pidana.

6.3. Hirarki Rencana Tataruang


Dalam kaitan dengan tingkatan wilayah, kegjatan penataan ruang
dibedakan atas Rencana Tata Ruang wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota. Hal ini
menunjukkan bahwa wilayah perencanaan sangat terikat dengan wilayah
administrasi pemerintahannya kare-na kewenangan mengatur pemanfaatan
ruang sesuai dengan pembagian administrasi pemerintahan. Dalam Repelita V,
diisyaratkan perlu segera disusun berbagai jenis tata ruang sebagai berikut:

- Rencana Tata Ruang wilayah Nasional yang merupakan strategi dan arahan
kebi-jaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Berdasarkan UU
Penataan Ruang berjangka waktu 25 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
- Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi yang merupakan penjabaran strategi
dan arahan kebijaksanaan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan
struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. Jangka waktu rencana ini
adalah 15 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi.
- Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota, yang merupakan penjabaran
dari Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi ke dalam strategi pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, Jangka waktu rencana ini
adalah 10 tahun dan ditetapkan dengan Perda Kabupaten/Kota.

Khusus untuk wilayah perkotaan baik Kota maupun ibukota Kabupaten,


ibukota kecamatan atau kota lainnya, dikenal adanya hierarki rencana tata ruang
kota sebagai berikut (Permendagri No. 2 Tahun 1987):
- Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Tingkat II.
- Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Tingkat II.
- Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah (Perda) Tingkat II.

Tingkat kedalaman dari setiap jenis rencana tata ruang di atas adalah
sebagai berikut:
- Tingkat kedalaman Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah setara
dengan tingkat ketelitian peta skala minimal 1 :1.000.000.
- Tingkat kedalaman Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi adalah setara
dengan tingkat ketelitian peta skala minimal 1 : 250.000.
- Tingkat kedalaman Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten adalah setara
dengan tingkat ketelitian peta skala minimal 1 : 100.000 dan peta wilayah
kotamadya setara dengan skala minimal 1: 50.000.
- Tingkat kedalaman RUTRK adalah setara dengan tingkat ketelitian peta skala
minimal 1 : 10.000.
- Tingkat kedalaman RDTRK adalah setara dengan tingkat ketelitian peta skala
minimal 1:5.000.
- Tingkat kedalaman RTRK ditetapkan dengan ketelitian peta skala minimal 1:
2.000 atau 1:1.000.

6.4. Peraturan Perundangan Penataan Ruang


Selama ini telah ada berbagai ketentuan peraturan perundangan yang
secara substantif terkait dengan penataan niang (dalam hal ini aspek-aspek yang
menjadi komponen dari ruang), baik dalam bentuk Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, maupun Keputusan Pre-siden. Berikut ini akan dijabarkan beberapa
peraturan perundangan yang telah ada.

- Berupa Undang-Undang:
(1) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Po-kok Agraria;
(2) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan;
(3) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan;
(4) Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1972 tentang Transmigrasi;
(5) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah;
(6) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;
(7) Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 1980 tentang Jalan;
(8) Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1982 tentang Dasar Pokok-Pokok
Ling-kungan Hidup;
(9) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
(10) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati;
(11) Undang-Undang Nomor: 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
(12) Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman;
(13) Undang-Undang Nomor: 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

- Wujud Peraturan Pemerintahan adalah:


(1) Peraturan Pemerintah Nomor: 22 Tahun 1982 tentang Tatacara Pengaturan
Air;
(2) Peraturan Pemerintah Nomor: 23 Tahun 1982 tentang Irigasi;
(3) Peraturan Pemerintah Nomor: 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
(4) Peraturan Pemerintah Nomor: 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;
(5) Peraturan Pemerintah Nomor: 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai

- Dampak Lingkungan:
(1) Peraturan Pemerintah Nomor: 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah (LNRI No.
25 Tahunl987, TLN No. 3352);
(2) Peraturan Pemerintah Nomor: 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegjatan
Instansi Vertikal di Daerah;
Selain itu telah dikeluarkan beberapa Keputusan Presiden dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri yang menyangkut penataan ruang:
(1) Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan
Tata Ruang Nasional;
(2) Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
(3) Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi
Kawasan Industri;
(4) Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
(5) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 1986 tentang Penetapan Batas
Wi-layah Kota di Seluruh Indonesia;
(6) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Prasa-rana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasih'tas Sosial Perumahan
Kepada Peme-rintahDaerah;
(7) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman
Penyu-sunan Rencana Kota;
(8) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 34 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan
Per-mendagri No. 7 Tahun 1986 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di
Seluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai