Anda di halaman 1dari 8

Stabilisasi/Solidifikasi Limbah Mengandung Cu dengan

Campuran Semen Portland dan Bentonit


digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41058-3310100054-Paper.pdf

DIREVIEW OLEH :
Muhammad Afdil Kurniady
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK
Proses solidifikasi/stabilisasi (S/S) merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah B-3, terutama
limbah mengandung logam berat. Proses S/S pada umumnya menggunakan semen sebagai agen
solidifikasi. Penambahan pozzolan alam dapat mengurangi penggunaan semen guna menekan biaya
pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan lumpur berminyak ke
dalam campuran semen dan bentonit terhadap mutu produk S/S limbah mengandung Cu. Limbah
mengandung Cu dicampur dengan semen portland tipe 1 dan bentonit serta lumpur berminyak dalam
cetakan kubus ukuran 5 x 5 x 5 cm. 50% semen dan 50% bentonit dicampur rata, selanjutnya
ditambahkan lumpur berminyak dengan variasi komposisi semen dan bentonit : lumpur sebesar 85:15,
70:30, 55:45, 40:60. Selanjutnya dilakukan uji mutu hasil S/S dengan uji kuat tekan dan uji Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Konsentrasi Cu dalam benda hasil S/S diukur dengan
metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Hasil penelitian menunjukkan terjadi 2 kali penurunan
nilai kuat tekan pada benda uji dibandingkan kontrol, saat penambahan 15% lumpur ke dalam
campuran. Nilai kuat tekan benda kontrol sebesar 591 ton/m2, sedangkan nilai kuat tekan benda uji
mengandung 15% lumpur sebesar 323 ton/m2. Kuat tekan minimum hasil S/S berdasarkan baku mutu
sebesar 10 ton/m2. Penambahanlumpur berminyak ke dalam campuran semen danbentonit tidak
berpengaruh signifikan terhadap hasil uji TCLP.
1. Latar Belakang
Banyak industri yang membuang limbahnya langsung ke lingkungan tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Limbah yang berasal dari industri sangat berbahaya, khususnya limbah yang
mengandung logam berat, seperti krom, timbal, tembaga, kadmium, besi dan logam berat
lainnya. Logam berat banyak terdapat pada limbah industri, misalnya industri elektroplating,
metalurgi, smelting, limbah lumpur minyak bumi dan tekstil.

Pencemaran lingkungan oleh minyak bumi dan turunannya merupakan masalah serius
di seluruh dunia. Sejumlah besar hidrokarbon dibuang ke dalam air dan tanah akibat dari
kebocoran pipa, kecelakaan transportasi, dan pecahnya tangki penyimpanan. Menurut Paria
dan Yuet, solidifikasi/stabilisasi (S/S) limbah menggunakan semen merupakan salah satu
alternatif pengolahan limbah dengan tujuan mengurangi pencemaran lingkungan. Semen,
kapur, silika terlarut merupakan bahan yang sering digunakan pada solidifikasi/stabilisasi
limbah. Keberadaan bentonit tersebar di pulau-pulau besar Indonesia, diantaranya Pulau Jawa,
Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih
dari 380 juta ton. Namun, penggunaan tanah bentonit di Indonesia masih bernilai rendah.
Bentonit dapat digunakan secara langsung untuk pelumas pengeboran minyak, peletisasi biji
besi, pemurnian air buangan, bahan bangunan dan cetakan pelelehan biji mineral.

II. Metode Penelitian

A. Alat dan Bahan Penelitian

Limbah lumpur berminyak berasal dari proses pembersihan workshop PT Pamapersada


Nusantara, site Tutupan, Kalimantan Selatan. Semen portland tipe 1 diproduksi oleh PT Semen
Gresik. Tanah bentonit dikemas oleh PT Brataco. Limbah buatan didapatkan dengan
melarutkan CuSO dalam aquades. Alat yang diperlukan yaitu mixer/ alat pengaduk, rotary
agitator model SO192, alat pengukur kuat tekan Toorse Universal Testing Machine Type
RAT-200, dan spektrofotometer AAS Buck Scientific Model 210 VGP.
B. Reaktor Penelitian

Reaktor yang digunakan berupa cetakan kubus (specimen mold) berukuran 5 x 5 x 5


cm. Cetakan diisi dengan campuran semen portland, tanah bentonit, limbah lumpur berminyak,
serta limbah buatan dengan komposisi masing-masing bahan yang bervariasi. Cetakan dan
benda uji hasil proses S/S dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Cetakan benda uji Gambar 2. Benda S/S

III. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 60 hari dengan empat variasi komposisi dan tiga kali ulangan
untuk setiap sampel (triplo). Pada awal penelitian, ditentukan kadar Cu pada limbah lumpur berminyak,
semen, dan bentonit dimana diperoleh hasil masing-masing yaitu sebanyak 0,07 mg/L; 0,02 mg/L; 12,4
mg/L. Ditentukan komposisi lumpur yang ditambahkan pada campuran semen dan bentonit, yang
dilanjutkan dengan proses S/S limbah lumpur berminyak untuk mendapatkan kandungan Cu dalam
benda uji sebesar 1000 mg/kg. Kadar air benda uji hasil proses S/S dipertahankan melalui proses curing
selama 28 hari, dengan menyemprotkan air ke benda uji. Komposisi semen dan bentonit : lumpur, serta
massa kristal CuSO yang dimasukkan ke dalam campuran dapat dilihat pada Tabel 1.
D. Analisis Parameter

Analisis parameter dilakukan pada sampel benda uji maupun benda kontrol. Parameter
yang diukur pada setiap sampel adalah nilai kuat tekan dan kandungan Cu dalam sampel
melalui uji TCLP. Pengukuran nilai kuat tekan yang dimiliki sampel benda uji maupun benda
kontrol dilakukan setelah 28 hari waktu curing. Uji TCLP dilakukan segera setelah dilakukan
uji kuat tekan terhadap sampel. Metode analisis yang digunakan untuk mengukur kandungan
Cu pada sampel hasil proses S/S adalah metode AAS.

IV. Hasil dan Pembahasan

A. Uji Kuat Tekan

Kuat tekan merupakan besarnya beban yang dapat diterima oleh suatu benda per satuan luas
(Mulyono, 2004). Menurut keputusan kepala BAPEDAL No. 09 Tahun 1995 tentang Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Bahaya dan Beracun, kuat tekan minimum yang diterima benda hasil
solidifikasi adalah 10 ton/m2. Alat yang digunakan untuk uji kuat tekan adalah Universal Testing
Machine. Sebelum dilakukan pengujian kuat tekan benda uji ditimbang terlebih dahulu dan diukur luas
bidang tekannya. Nilai kuat tekan yang dimiliki benda kontrol sebesar 591 ton/m2. Nilai kuat tekan
benda uji disajikan pada Tabel 2.
Dilakukan proses pengolahan data dari rata-rata kuat tekan pada Tabel 2 untuk memastikan ada
atau tidaknya data diluar perkiraan atau outlier. Penentuan data outlier berikut ini dilakukan dengan
mencari rentang nilai yang diizinkan dapat dihitung menggunakan rata-rata dan standar deviasi. Hasil
perhitungan standar deviasi dan rentang data dapat dilihat pada Tabel 3.

Rentang nilai kuat tekan yang diizinkan berkisar antara 100,765 ton/m2 hingga 563,235 ton/m.
Dengan demikian nilai kuat tekan sebesar 660 ton/m2 yang dimiliki oleh sampel X dinyatakan sebagai
data outlier atau di luar perkiraan sehingga tidak disertakan ke dalam analisis. Kurva trendline nilai kuat
tekan dapat dilihat pada Gambar 3.

Cenderung terjadi penurunan kuat tekan ketika penambahan lumpur ke dalam campuran semen
dan bentonit semakin banyak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Penambahan lumpur
berpengaruh signifikan terhadap menurunnya nilai kuat tekan benda uji. Nilai kuat tekan tertinggi
diterima benda uji W dengan komposisi semen bentonit : lumpur 85:15 yaitu berkisar antara 320 ton/m2
hingga 328 ton/m2 dengan rata-rata kuat tekan 323ton/m2. Sedangkan benda uji dengan kuat tekan
terendah adalah sampel Z dengan komposisi semen bentonit : lumpur 40:60 yaitu berkisar antara 128
ton/m2 hingga 152 ton/m2 dengan rerata 141 ton/m2. Semua benda hasil proses S/S dengan variasi
komposisi campuran semen danbentonit : lumpur telah memenuhi kuat tekan minimumyang diizinkan
sebesar 10 ton/m2.

Berdasarkan persamaan regresi yang berasal dari trendline dapat diperkirakan komposisi
campuran yang menghasilkan nilai kuat tekan di bawah standar baku mutu kuat tekan. Dari perhitungan
tersebut dapat diperkirakan komposisi lumpur optimum yang dapat ditambahkan ke dalam campuran
adalah 85%. Hampir semua zat organik merupakan penghambat dalam proses setting semen. Zat
organik menghambat proses setting semen dengan membentuk layer/ lapisan pelindung di sekitar
butiran semen, sehingga menghambat pembentukan kalsium hidroksida. Dengan demikian, adanya zat
organik dalam lumpur berminyak, dapat mengganggu proses hidrasi semen yang berdampak pada
menurunnya nilai kuat tekan benda uji.

B. Uji TCLP

Uji TCLP dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat dalam benda hasil solidifikasi.
Kadar Cu dalam sampel dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer AAS. Kadar Cu
maksimum yang diizinkan ada pada cairan ekstraksi sampel menurut PP RI No. 85 Tahun1999 sebesar
10 mg/L. Prosedur uji TCLP disesuaikan dengan US-EPA method 1311. Sampel diayak hingga lolos
saringan 10 mm. Dimasukkan 5 mg sampel ke dalam beaker glass, ditaambahkan 96,5 ml aquades dan
diaduk selama 5 menit. Penambahan cairan ekstraksi sebanyak 20 kali berat padatan. Cairan ekstraksi
dibuat dengan menambahkan CH COOH ke dalam aquades hingga pH 2,88 ± 0,05. Rotasi dan agitasi
dengan kecepatan 300 rpm, dilakukan selama18 ±2 jam. Sampel disaring melalui saringan borosilicate
0,8 µm selanjutnya filtrat dianalisis dengan metode AAS. Prinsip pengukuran Cu dengan metoda AAS
ini adalah dengan membaca banyaknya sinar yang diserap oleh unsur Cu dalam keadaan bebas.
Diperlukan pemanasan hingga suhu tertentu sehingga unsur berada dalam keadaan bebas. Lampu
katoda untuk analisis Cu memiliki panjang gelombang 324,7 nm. Secara umum, diasumsikan bahwa
mobilitas logam relatif rendah dalam suasana pH yang tinggi. Sebagai contoh adalah hujan asam yang
dapat menurunkan stabilitas dari proses peluluhan bentuk limbah. Hasil uji TCLP disajikan pada Tabel
5.
Hasil uji TCLP menunjukkan konsentrasi Cu dalam cairan ekstraksi berkisar antara 0,15 mg/L
sampai 0,19 mg/L. Kandungan Cu tertinggi dalam larutan sampel Z (40% campuran semen dan bentonit
: 60% lumpur). Berdasarkan PP RI No. 85 tahun 1999 baku mutu TCLP zat pencemar dalam limbah
untuk Cu sebesar 10 mg/L. Dengan demikian, semua sampel yang telah diekstraksi masih memenuhi
baku mutu yang ditetapkan. Kurva trendline nilai TCLP disajikan pada Gambar 4.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa semakin banyak kandungan lumpur dalam benda uji semakin
tinggi pula kadar Cu dalam benda uji tersebut. Hal ini disebabkan adanya kandungan organik yang
semakin banyak dalam benda S/S akan berdampak pada berkurangnya daya adsorpsi terhadap Cu.
Pengaruh penambahan lumpur organik terhadap hasil uji TCLP dapat dilihat dengan analisis statistik
metode Anova. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 6.
Penambahan lumpur tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil uji TCLP. Hal ini
dikarenakan konsentrasi Cu hasil uji TCLP pada masingmasing sampel hampir sama (perbedaan
konsentrasi Cu tidak signifikan). Tidak munculnya nilai F dan signifikansi pada tabel hasil analisis
diakibatkan perbedaan nilai hasil uji TCLP yang sangat kecil. Selama proses S/S dalam penelitian ini
terjadi pengikatan ion-ion logam berat pada bagian permukaan bentonit melalui mekanisme tukar ion.
Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada sifat permukaan bentonit yang
bermuatan negatif. Dengan demikian, kation-kation dapat terikat secara elektrostatis pada permukaan
bentonit. Sementara itu, semen portland berfungsi sebagai pengikat butiran-butiran agregat dan mengisi
rongga udara diantara butiran agregat tersebut. Proses S/S tersebut mengakibatkan peluluhan ion logam
sangat kecil karena sebagian besar ion logam tertahan dalam benda hasil proses S/S.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penambahan lumpur berminyak berpengaruh signifikan terhadap nilai kuat tekan hasil solidifikasi
limbah mengandung Cu. Namun tidak berpengaruh signifikan terhadap uji TCLP. Penambahan 15%
lumpur ke dalam campuran mengakibatkan penurunan kuat tekan pada benda uji hingga 2 kali
dibandingkan benda kontrol.

Anda mungkin juga menyukai