I. Dasar teori
Agregat halus adalah suatu bahan material yang berupa butir-butir halus,
yaitu berupa pasir atau batu alam yang terdesintegrasi yang memiliki ukuran < 4,75
mm. Butir-butirnya tajam dan keras dengan indeks kekerasan 2,2 dan modulus
kehalusan butir antara 1,5 3,8 %. Agregat halus ini tidak pecah hancur walaupun
terkena sinar matahari dan hujan. Dalam penyaringan agregat ini menggunakan
saringan, agregat halus adalah agregat yang lolos saringan berdiameter > 4,75 mm
atau saringan no. 4 dan tertahan di saringan berdiameter 0,075 mm atau saringan
no. 200. Menurut SK SNI S-04-1989-F, agregat halus dibagi ke dalam 4 zona, yaitu
pasir halus, agak halus, agak kasar, dan kasar.
Agregat halus berperan besar dalam pembuatan beton, yaitu untuk
memperkecil pori-pori beton karena fungsinya, yaitu sebagai pengisi di antara
agregat kasar. Semakin kecil pori-pori beton, maka kuat tekan beton makin tinggi.
Agregat halus yang dipakai adalah agregat yang kandungan lumpurnya < 5% agar
mudah berikatan dengan semen. Apabila kandungan lumpur > 5%, agregat harus
dicuci terlebih dahulu.
II. Percobaan
a. Dasar Teori
Untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan yang tinggi (maksimal), maka
diperlukan bahan-bahan penyusun yang baik. Agregat halus, salah satu bahan
penyusun beton, dalam penggunaanya dalam campuran beton harus memiliki
kandungan lumpur < 5% (PBI 1971). Lumpur adalah agregat halus yang lolos
saringan berdiameter 0,063 mm. Keberadaan lumpur dalam pembuatan beton
adalah variabel penggangu pada proses pengikatan agregat dengan pasta semen,
karena lumpur yang menempel pada agregat tidak dapat bersatu dengan semen dan
mengakibatkan kuat tekan beton semakin kecil. Untuk itu, agregat halus perlu
diteliti terlebih dahulu kandungan lumpurnya agar dapat memperbesar kuat tekan
beton yang dapat dilakukan dengan sistem cucian maupun kocokan agregat halus.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak kandungan
lumpur di dalam agregat halus. Agregat yang digunakan adalah pasir kering (pasir
yang sudah dioven selama 24 jam hingga kering).
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah timbangan dengan ketelitian 1
gram, 2 gelas ukur berkapasitas 250 cc, bejana gelas diameter 10 cm setinggi 20
cm, pengaduk dari kayu, cawan, dan air.
Untuk sistem kocokan, pasir kering oven dimasukkan ke dalam gelas ukur
sebanyak 130 c, kemudian masukkan air sebanyak 200 cc. Keadaan pasir harus
jenuh tanpa gelembung. Mulut gelas ukur kemudian ditutup dengan plastik dan
diikat dengan karet gelang dan pastikan bahwa ditutup dengan rapat. Gelas ukur
yang berisi pasir dan air dikocok selama kurang lebih 30 menit dan tidak boleh ada
pasir yang keluar. Lalu diamkan di tempat yang memungkinkan sekitar 2 jam
sehingga akan terlihat di gelas ukur ada lumpur mengendap di atas pasir.
Untuk sistem cucian, sebanyak 100 gram pasir dimasukkan ke dalam bejana
gelas. Lalu dimasukkan air setinggi 12 cm di atas permukaan pasir. Aduk pasir dan
air sampai keruh dan diamkan sekitar 1 menit. Setengah dari air cucian dibuang dan
pastikan tidak ada pasir yang terbuang. Masukkan air, aduk, dan buang air
cuciannya terus-menerus sampai air di dalam bejana gelas jernih. Setelah jernih,
buang airnya dan sisakan pasir. Pasir kemudian dioven selama 24 jam. Kemudian
dikeluarkan dari oven, didinginkan dan hitung berat pasir akhir. Selisih berat pasir
awal dan setelah dicuci adalah berat lumpur.
b. Pengolahan Data
Tabel 1. Mengetahui Kandungan Lumpur dengan Sistem Kocokan
Berat Berat
Berat Persentase Berat
Pasir Sesudah
Lumpur Lumpur Rata-Rata
Mula- Dicuci
(gr) (%) Lumpur
Mula (gr) (gr)
Percobaan 1 100 92 8 8
7,5%
Percobaan 2 100 93 7 7
Menurut PBI 1971, agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari
5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah
bagian bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur
melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.
d. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan penyesuaian dengan syarat PBI 1971,
dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan ini belum memenuhi syarat, karena
kandungan lumpurnya melebihi 5%, yaitu 7,5%.
e. Saran
f. Lampiran
a. Dasar Teori
Zat organis yang terkandung dalam agregat halus umumnya berasal dari
penghancuran zat-zat tumbuhan, terutama yang berbentuk humus dan lumpur
organis. Zat-zat tersebut dapat menghambat pengikatan semen dan pengembangan
kuat beton. Oleh sebab itu, diperlukan pengujian agregat untuk menentukan bisa
tidaknya agregat digunakan dalam bahan campuran beton. Dalam percobaan ini, zat
organis dinetralkan dengan larutan NaOH 3%, dan warna yang terjadi dibandingkan
setelah kurang lebih 2 jam. Sesuai tabel warna standar, 1 2 adalah untuk kadar
lumpur rendah, 3 untuk kadar lumpur normal, dan 4 5 untuk kadar lumpur tinggi.
Semakin besar nomor warnanya, maka semakin tua warnanya yang berarti
kandungan zat organisnya semakin banyak pula.
Alat dan bahan yang digunakan hampir sama dengan percobaan kandungan
lumpur tapi ditambah dengan larutan NaOH 3%. Pertama, pasir dimasukkan ke
dalam gelas ukur 250 cc sampai setinggi 130 cc. Larutan NaOH 3% dituangkan ke
dalam gelas ukur setinggi 200 cc dan pastikan pasir di dalamnya jenuh tanpa
gelembung. Tutup mulut gelas ukur dengan plastik dan ikat dengan karet gelang
hingga rapat, lalu gelas ukur dikocok sekitar 30 menit, dan pastikan tidak ada pasir
yang keluar. Diamkan selama kurang lebih 2 jam, maka akan ada perubahan warna
larutan NaOH.
b. Pengolahan Data
Menurut PBI 1971, agregat halus tidak boleh mengandung bahan bahan
organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
Abrams-Harder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan agregat tersebut pada
umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama
tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci hingga bersih dengan
air, pada umur yang sama.
Menurut ASTM C40-04, standar warna untuk kandungan zat organis nomor
3, sedangkan di gardner colour nomor 5.
d. Kesimpulan
e. Saran
f. Lampiran
Gambar 2. Tintometer
3. Analisa Saringan
a. Dasar Teori
Agregat yang baik dalam pembuatan beton harus memiliki gradasi yang
baik. Gradasi ialah pembagian ukuran besar dan kecilnya suatu partikel agregat.
Penentuan gradasi agregat dapat dilakukan dengan menganalisa saringan agregat
yang kemudian kita dapatkan hasil grafik pembagian butir agregat.
Benda uji yang digunakan ialah agregat halus dengan berat 1000 gram
dengan alat satu set saringan agregat halus (standar ASTM), yaitu saringan
berdiameter 9,52 0,00 mm, mesin pengguncang saringan, cawan, timbangan
berketelitian 1 gram, dan stopwatch.
Saringan yang telah ditimbang beratnya disusun dari diameter terbesar ke
yang terkecil dengan susunan yang besar yang berada di atas. Masukkan agregat
halus ke saringan dan getarkan saringan dengan alat penggetar selama 10 menit
lalu diamkan 5 menit agar debu debu dapat mengendap. Agregat yang tertahan di
saringan dicatat berat agregatnya dalam tabel. Hasil penimbangan dikurangi dengan
berat saringan keadaan kosong. Percobaan ini akan menghasilkan persentase
jumlah agregat yang lolos saringan tertentu dan modulus kehalusan butir (FM).
b. Pengolahan Data
=
Grafik 1. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus
Menurut PBI 1971, agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka
ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam
pasar 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut :
Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat;
Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% dan 95%
berat.
Selain itu, menurut PBI 1971, kehilangan berat agregat halus maksimal 1%.
Dan berdasarkan SK SNI S041989F, susunan butir aggregat halus harus
memiliki modulus kehalusan antara 1,5-3,8.
Sedangkan menurut ASTM C33-86, mengenai susunan besar butir
(gradasi), agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam batas batas
sebagai berikut :
e. Saran
a. Dasar Teori
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering. Jumlah air yang terkandung
dalam agregat perlu diketahui, karena akan mempengaruhi jumlah air yang
diperlukan dalam campuran beton. Agregat yang basah (banyak mengandung air),
maka membuat campuran juga lebih basah dan sebaliknya. Sedangkan berat isi
agregat adalah rasion antara berat agregat dan isi atau volume. Berat isi agregat
diperlukan dalam perhitungan bahan campuran beton, apabila jumlah bahan diukur
dengan ukuran volume.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 1
gram kapasitas 20 kg, oven pengering, silinder berlubang, batang besi diameter 16
cm dan panjang 60 cm, dan cawan.
Dalam pengujian kadar air agregat halus, diperlukan agregat halus kering
dan SSD masing-masing sebanyak 500 gram. Percobaan dilakukan dua kali untuk
didapatkan data yang akurat serta kedua data dirata-rata kadar air yang terkandung
dalam agregat halus tersebut. Mula-mula, berat cawan ditimbang. Agregat halus
tersebut kemudian dikeringkan dengan oven sampai berat tetap ( 24 jam
pengovenan). Setelah dikeluarkan dari oven, agregat halus langsung ditimbang
kembali agar agregat tidak sempat menyerap air atau uap air yang ada di udara,
sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai berat benda uji
dalam oven dan kadar airnya yang dinyatakan dalam persen.
Untuk percobaan berat isi agregat, agregat halus yang diperlukan yaitu
agregat halus asli (kering) dan agregat halus SSD. Percobaan berat isi agregat halus
ini dilakukan dua kali dengan dua perlakuan yang berbeda, yang pertama adalah
agregat ditumbuk 25 kali (berat isi padat) dan hanya diketukkan ke tanah 25 kali
(berat isi gembur). Pada berat isi padat, ke dalam silinder berlubang agregat diisi
hingga penuh, tetapi dibuat 3 lapisan, dengan masing-masing lapisn ditumbuk
sebanya 25 kali, lalu agregat halus diratakan permukaannya dan ditimbang berat
pasirnya. Pada berat isi gembur, cara untuk memperoleh berat isinya hampir mirip
dengan berat isi padat, hanya dalam berat isi gembur tidak ditumbuk dengan tongkat
baja, melainkan hanya diketukkan ke tanah sebanyak 25 kali.
b. Pengolahan Data
Volume Silinder
Berat (kg) Berat Isi (kg/dm3)
(cm3)
Gembur 4,66 2941,67 1,584
Padat 5,05 2941,67 1,716
Menurut PBI 1971, kadar air pada pasir asli dan pasir SSD adalah maksimal
6%. Untuk berat isi pasir asli maupun SSD adalah minimal 1,3 kg/dm3.
d. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat dikatakan bahwa agregat halus tersebut memiliki
pori-pori kecil karena kadar air yang tidak melebihi batas yang ditentukan PBI
1971.
Begitu pun dengan berat isi asli maupun SSD memenuhi syarat karena
melebihi batas minimal yang ditentukan, yaitu 1,584 kg/dm3 dan 1,716 kg/dm3.
e. Saran
f. Lampiran
5. Berat Jenis
a. Dasar Teori
Berat jenis adalah perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu
benda, dalam hal ini adalah agregat halus, terhadap berat air dengan volume yang
sama pada suhu yang ditentukan. Berat jenis tidak memiliki satuan atau dimensi.
Pengujian berat jenis agregat halus bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya
berat jenis agregat halus. Jika berat jenisnya kecil, maka volume benda makin besar
sehingga dalam pembuatan beton diperlukan agregat halus yang banyak pula.
Alat dan bahan yang diperlukan dalam percobaan ini, antara lain timbangan,
kerucut terpancung, picnometer glass, penumbuk, saringan no. 4, thermometer,
cawan, dan air bersih. Agregat dalam keadaan SSD sebesar 50 gram ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam picnometer atau gelas ukur. Air bersih juga
dimasukkan sampai 90% isi picnometer sambil digoncang agar tidak terlihat
gelembung udara. Picnometer diisi kembali dengan air bersih sampai tanda batas
picnometer (500 ml) kemudian ditimbang beratnya. Air kemudian dibuang,
sedangkan agregat halus dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven
selama 24 jam sampai beratnya tetap. Segera setelah cawan dikeluarkan dari oven,
agregat ditimbang beratnya. Picnometer diisi lagi dengan air sampai tanda batas
(500 ml) dan ditimbang beratnya. Percobaan ini dilakukan masing-masing 2 kali
untuk agregat halus kering oven dan SSD, lalu dicari rata-ratanya dan kemudian
berat jenisnya.
b. Pengolahan Data
Berat
Berat Air / B Berat dalam
Contoh / Berat Jenis Asli
(gr) Air / C (gr)
A (gr)
Percobaan 1 500 469 765
Percobaan 2 500 469 749 2,358
Rata-Rata 500 469 757
Berat Berat
Berat Air / Berat Jenis
Contoh / A dalam Air /
B (gr) Asli
(gr) C (gr)
Percobaan 1 500 469 737
Percobaan 2 500 469 755 2,242
Rata-Rata 500 469 746
Menurut Revisi SNI 03-1737-1989 pasal 5.1.1 A ayat 6, berat jenis agregat
kasar dan agregat halus minimu adalah 2,5 dan perbedaannya tidak melebihi 0,2.
d. Kesimpulan
Sesuai dengan syarat yang ditentukan revisi SNI, agregat halus yang diuji
dalam percobaan ini telah memenuhi batas minimum yang ditetapkan sehingga
dapat digunakan dalam pembuatan bahan beton.
e. Saran
f. Lampiran
Gambar 8. Pengeringan Agregat Halus dalam Oven hingga Berat Tetap
Gambar 9. Agregat Halus SSD (tengah)
BAB II
I. Dasar Teori
Agregat adalah bahan utama penyusun beton, dengan prosentasi 60- 75%
dari total volume beton. Agregat yang dipakai dalam pembuatan beton berdampak
pada besar kecilnya kuat tekan beton. Kuat tekan beton dapat menjadi tinggi apabila
gradasi agregat merata. Selain itu, penggunaan agregat dapat mengurangi
penggunaan PC dan mengurangi penyusutan beton. Menurut PBI 1971, agregat
kasar adalah berupa kerikil yang berasal dari batuan yang terdesintegrasi dan batu
pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Kerikil adalah agregat yang memiliki
besar diameter antara 4,8 mm sampai 40 mm. Dalam penyaringan agregat
menggunakan saringan, agregat kasar adalah agregat tertahan di saringan
berdiameter 4,75 mm atau saringan no. 4. Agregat kasar bersifat keras dan tidak
berpori-pori, dan tidak pecah hancur walaupun terkena sinar matahari dan hujan.
II. Percobaan
1. Keausan
a. Dasar Teori
Agregat kasar sebagai pembuat beton memiliki pengaruh besar. Oleh karena
itu, agregat kasar yang dipakai haruslah kuat, keras, dan tidak mudah pecah menjadi
butiran yang lebih kecil. Keausan adalah rusaknya permukaan padatan karena
gesekan antar permukaan. Nilai keausan agregat kasar didapat dari perbandingan
antara agregat yang lolos saringan no. 12 terhadap berat semula. Percobaan ini
dilakukan dengan mesin Los Angeles.
Berdasarkan analisa saringan, mayoritas agregat tertahan pada saringan
ukuran 25,4 mm dan 19,1 mm. Sehingga benda uji yang diperlukan adalah agregat
kasar yang melewati saringan ukuran 38,1 mm dan tertahan disaringan 19,05 mm
sebanyak 10000 gram. Pengujian menggunakan cara G menggunakan bola baja
sebanyak 12 buah. Pada percobaan kali ini benda uji dicampurkan sehingga berat
benda uji awal ialah 10.000 gram. Agregat yang sudah dipersiapkan dimasukkan ke
dalam mesin beserta bola baja dan diatur untuk berputar sebanyak 500 kali, setelah
itu agregat disaring menggunakan saringan no. 12. Kemudian dihitung persentase
keausannya. Semakin kecil keausan agregat maka akan semakin kuat dan keras
agregat tersebut.Sesudah itu, dihitung persentase keausannya.
Pengolahan Data
Berat sebelum Diuji / a (gr) Berat Tertahan Saringan No. 12 / b (gr) Keausan
10.000 8460 15,4%
Menurut PBI 1971, keausan agregat dengan mesin pengaus Los Angeles
tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
Kesimpulan
Agregat kasar yang diuji bagus dalam menahan gesekan mesin Los Angeles,
terbuktir dari keausan yang hanya 15,4% sesuai dengan syarat PBI 1971.
Saran
Memperhatikan pemilihan agregat kasar yang baik yaitu kuat, keras, tahan
terhadap gesekan.
Lampiran
Gambar 11. Bola Baja Berjumlah 12
Gambar 12. Bola Baja Dimasukkan ke dalam Mesin Los Angeles
Gambar 13. Agregat Kasar setelah Dikeluarkan dari Mesin Los Angeles
Kadar air yang dikandung agregat kasar dapat mempengaruhi kuat tekan
beton atau FAS. Dalam rancangan campuran beton, kondisi agregat dianggap dalam
SSD. Oleh karena itu, kadar air agregat harus diperiksa sebelum digunakan. Jika
agregatnya tidak jenuh air, maka agregat akan menyerap air campuran beton yang
menyebabkan kurangnya air untuk proses pengerasan. Dengan mengetahui
kadar air dari agregat maka dapat diperhitungkan untuk penambahan maupun
pengurangan air dalam suatu campuran beton. Sedangkan, berat isi ialah
perbandingan antara berat agregat dengan volumenya. Berat isi berbanding lurus
dengan berat agregat itu sendiri dan berbanding terbalik dengan volumenya.
Alat dan bahan yang digunakan adalah timbangan dengan ketelitian 0,01
gram, oven, cawan, agregat kasar, silinder berlubang, dan batang besi. Timbang
dahulu berat silinder berlubang, kemudian masukkan agregat kasar asli ke dalam
silinder berlubang. Ada 3 lapisan, setiap lapisan dimasukkan agregat kasar
kemudian silinder dihentakkan sebanyak 25 kali. Untuk lapisan ke 3, harus
diratakan dengan batang besi. Lalu ditimbang berat agregat kasar asli di dalam
silinder berlubang. Langkah-langkah tersebut juga berlaku pada agregat kasar SSD.
Pengolahan Data
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa kadar air dan berat isi agregat kasar
sudah memenuhi syarat yang ditentukan berdasarkan PBI 1971 dan Data Primer
Penelitian 2005.
Saran
Kadar air agregat kasar SSD seharusnya lebih kecil dari pada agregat
kasar asli karena pengambilan agregat kasar SSD berasal dari
laboratorium sedangkan agregat kasar asli berasal dari luar
laboratorium yang kemungkinan terkena hujan.
Lampiran
Berat Jenis
Dasar Teori
Berat jenis adalah perbandingan antara berat agregat kering dan air yang
isinya sama pada suhu tertentu. Percobaan berat jenis agregat kasar menggunakan
alat-alat seperti timbangan, gelas bejana, kain penyerap, oven, dan cawan. Agregat
kasar yang dipakai untuk pengujian berat jenis adalah agregat kasar kering dan
agregat kasar SSD (Saturated Surface Dry), masing-masing sebanyak 500 gram.
Agregat kasar kering adalah agregat kasar yang diambil langsung dari tanah dalam
keadaan kering, sedangkan agregat kasar SSD adalah agregat kasar yang kering
permukaan yang dapat dilakukan dengan mengelap agregat satu persatu hingga
kering permukaan. Agregat kasar yang kering dan kering permukaan jenuh
ditimbang. Kemudian benda uji dimasukkan dalam bejana dan ditambahkan air
hingga benda uji terendam pada permukaan tanda batas bejana. Berat bejana yang
berisi benda uji dan air ditimbang. Lalu timbang juga berat airnya (sampai tanda
batas).
Pengolahan Data
Berdasarkan syarat Revisi SNI 03-1737-1989 pasal 5.1.1.a.6 dan ACI EI-
07 Chapter 3.1.1 Tabel 2, berat jenis agregat kasar asli maupun SSD telah
memenuhi dan baik untuk dijadikan bahan campuran beton untuk pekerjaan
konstruksi.
Saran
Lampiran
Gambar 16. Menimbang agregat kasar
Impact Test
Dasar Teori
Alat alat yang dibutuhkan dalam pengujian impact ini adalah satu set alat
impact test yang dilengkapi dengan penumbuk seberat 15 lbs (15 x 0,45 kg = 6,75
kg) dengan tinggi jatuh 12 inch (12 x 2,54 = 30,48 30 cm) , saringan No. 12 ,
Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
Mula-mula ambil agregat kasar sebanyak 50 x berat jenisnya. Buat 2 benda
uji karena akan didapat hasil rata-rata. Lalu masukkan benda uji ke dalam alat
impact test. Jatuhkan alat penumbuk setinggi 30 cm sebanyak 10 kali. Saring
agregat kasar yang telah ditumbuk dengan saringan No. 12 dan ditimbang beratnya
yang lolos saringan tersebut. Kekuatan agregat sama dengan selisih berat dibagi
berat semula (B1) kali 100%.
Pengolahan Data
Dari 2 kali percobaan, dapat disimpulkan bahwa agregat kasar uji tersebut
memiliki nilai impact yang telah memenuhi syarat SNI.
Saran
Lampiran
Gambar 17. Pengambilan Agregat Kasar untuk Impact Test
Dasar Teori
Pengolahan Data
Menurut PBI 1971, agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari
1% (ditentukkan terhadap berat kering) yang diartikan dengan lumpur adalah
bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm, apabila kadar lumpur melampaui 1%
maka agregat harus dicuci.
Kesimpulan
Saran
Agregat kasar yang memiliki kandungan lumpur lebih dari 1% tetap dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi dengan cara mencucinya (disemprot dengan
air) supaya kandungan lumpurnya dapat ditekan seminimal mungkin sehingga
memenuhi persyaratan.
Lampiran
Gambar 19. Pencucian Agregat Kasar
Analisa Saringan
Dasar Teori
Sisa di atas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% dan 98% berat
Menurut SK SNI S-04-1989-F, bahwa agregat kasar harus terdiri dari butir-
butir yang beraneka ragam besarnya, dan apabila diayak dengan susunan yang
ditentukan, susunan butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0-7,1.
Kesimpulan
Modulus kehalusan butir agregat kasar tersebut adalah 8,78 yang artinya
terlalu kasar karena melebihi batas syarat SK SNI. Sedangkan sisa di atas ayakan
31,5 mm memenuhi syarat PBI 1971, yaitu 0% dan sisa di atas ayakan 4 mm tidak
memenuhi syarat PBI 1971 karena melewati batas 90% - 98%, yaitu 98,468%. Sisa
di atas saringan 0,25 mm juga tidak memenuhi syarat karena melewati batas 80% -
90%, yaitu 99,325%.
Saran
Lampiran
Gambar 20. Penggoncangan Saringan Agregat Kasar
Dasar Teori
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan
untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain-lain. Beton merupakan satu
kesatuan yang homogen dengan mencampur agregat halus (pasir), agregat kasar
(kerikil), air, dan semen yang kadang dengan bahan tambahan (additif) yang
bersifat kimiawai maupun fisikal dengan perbandingan tertentu hingga homogen.
Beton memiliki kelebihan, yaitu tahan terhadap cuaca, kuat tekan tinggi,
dan biaya yang relatif rendah. Selain kelebihan, beton tentu memiliki beberapa
kekurangan yaitu daktilitas rendah, lemah tarik, dan penyusutan cukup besar.
Kekurangan beton dapat diminimalisir dengan pemilihan bahan penyusunnya yang
baik, penggunaan tulangan beton, dan FAS yang tepat.
Percobaan
Dasar Teori
Mortar adalah campuran dari agregat halus (pasir) dengan semen yang
bereaksi dengan air dengan proporsi tertentu. Perbedaan mortar dengan beton
adalah tidak adanya agregat kasar sebagai penyusun mortar, sehingga dapat
dikatakan bahwa mortar ialah bagian dari beton. Dikarenakan tidak adanya agregat
kasar sebagai penyusun mortar, maka kuat tekan mortar akan lebih rendah daripada
kuat tekan beton.
Bahan yang digunakan dalam percobaan membuat mortar ini adalah matriks
beton atau campuran untuk membuat beton yang sudah disaring agregat kasarnya
sehingga yang digunakan hanya campuran PC dan agregat halus. Alat yang
digunakan yaitu alat penumbuk, alat uji tekan dan cetakan mortar berukuran 5x5x5
cm.
Mula-mula buat campuran antara semen, pasir dan air yang sudah dihitung
proporsinya. Matriks beton dimasukkan ke dalam cetakan berukuran 5x5x5 cm
sebanyak 3 buah yang diberi olesan oli dengan 3 lapisan (masing-masing 1/3
volume) lalu ditumbuk 8 kali dan diratakan permukaannya. Mortar dibiarkan
mengeras selama 1 hari dan 1 hari berikutnya direndam dalam air. Dikeringkan pula
dalam 1 hari. Setelah dikeringkan, mortar ditimbang beratnya dan kemudian diuji
dengan menggunakan alat hingga hancur.
Pengolahan Data
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji kokoh tekan mortar, sudah sesuai dengan syarat yang
ditentukan SNI.
Saran
Lampiran
Gambar 22. Pengujian Kuat Tekan Mortar
Dasar Teori
FAS adalah perbandingan antara berat air dengan berat semen. Biasanya,
dalam membuat beton FAS yang digunakan berkisar antara 0,4 0,6. Semakin
tinggi FAS, maka semakin rendah kuat tekan beton (karena makin banyak air yang
dipakai).
Slump adalah ukuran dari kekentalan adukan beton. Uji slup menggunakan
beton segar dan alat berupa kerucut Abrams dan penggaris. Campuran beton
dimasukkan ke dalam kerucut Abrams sebanyak 3 lapisan dengan ketinggian sama.
Setiap lapisan ditumbuk 25 kali dengan menggunakan tongkat baja. Bagian atas
lapisan diratakan dan sisa kotoran di bagian luar kerucut dibersihkan, kemudian
dibiarkan selama 30 detik. Kerucut kemudian diangkat perlahan secara vertikal.
Penurunan tinggi puncak campuran beton diukur di tiga tempat berbeda dan dirata-
ratakan.
Pengolahan Data
FAS : 0,5
Kesimpulan
FAS mempengaruhi kualitas beton karena besar FAS langsung
berhubungan dengan banyaknya air yang dikandung. Semakin besar nilai FAS
maka kekuatan beton semakin rendah. Nilai Slump berbanding lurus dengan FAS
dalm artian semakin besar nilai Slump maka FAS yang dihasilkan juga semakin
bear (FAS dan Slump saling berkaitan).
Saran
Sebaiknya untuk uji slump dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan data
yang akurat. Penentuan nilai FAS juga perlu diperhatikan karena nilai FAS
berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang dibuat.
Lampiran
Gambar 25. Pengukuran Penurunan Nilai Slump Beton
Kuat
Tekan Beton
Dasar Teori
Dalam percobaan uji kuat tekan beton, digunakan alat uji yaitu Compression
Aparatus dengan bahan uji yaitu beton silinder berukuran 15x30cm sebanyak tiga
buah. Agregat dan semen yang telah ditentukan volumenya (menggunakan
perbandingan PC:PS:K = 1:2:3) mula-mula dituang dalam bak pencampur atau
loyang dan dicampur, kemudian ditambah air sedikit demi sedikit (sudah dihitung
sesuai FAS) sambil diaduk secara manual dengan sekop sehingga menghasilkan
campuran beton yang homogen. Campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan
silinder 15x30 cm yang sudah dilapisi oli dengan pengisian dilakukan dalam tiga
lapis dengan ukuran yang sama (masing-masing 1/3 volume silinder) dan ditusuk
sebanyak 25 kali. Beton dibiarkan selama 24 jam dan kemudian cetakannya dibuka
dan beton direndam ke dalam air untuk pematangan (curing) sampai waktu
pengujian. Sebelum pengujian, yaitu 3 hari setelah pengecoran, beton dikeringkan
terlebih dahulu. Kemudian ditimbang beratnya dan diberi lapisan di bagian atas
permukaan beton dengan belerang yang dilelehkan. Beton kemudian dimasukkan
ke dalam alat uji dan diberi gaya tekan sampai hancur. Gaya tekan yang
menyebabkan beton hancur dapat dihasilkan kokoh tekan beton setelah dibagi luas
alas beton tersebut.
Pengolahan Data
Vpc = x Vsilinder
= x 5298,75
= 883,125 cm
Wpc = pc x Vpc
= 3,6 x 883,125
= 3179,25 gram
Vps = x Vsilinder
= x 5298,75
= 1766,25 cm
Wps = ps x Vps
= 2,36 x 1766,25
= 4168,82 gram
Vk = x Vsilinder
= x 5298,75
= 2649,375 cm
Wk = k x Vk
= 2,66 x 2649,375
= 7047,34 gram
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari 3 benda uji didapati bahwa benda uji tersebut sudah
memenuhi syarat SNI yaitu memiliki kuat tekan minimal 125 kg/cm2 saat umur 3
hari.
Saran
Lampiran
Gambar 26. Pengujian Kuat Tekan Beton
Dasar Teori
Pengolahan Data
Ekivalensi Nilai
Rebound fc Rata-
Nilai Keterangan
Nilai Faktor (MPa) Rata
No Rebound Posisi
Rebound Koreksi Rata- fc
Terkoreksi Hammer
Aktual Rata 1 (MPa)
Titik
46 0 46,000 51,60
49 0 49,000 57,30
47 0 47,000 53,50
45 0 45,000 49,70
58,23
1 48 0 48,000 55,40 54,55
0
48 0 48,000 55,40
48 0 48,000 55,40
48 0 48,000 55,40
49 0 49,000 57,30
49 0 49,000 57,30
48 0 48,000 55,40
49 0 49,000 57,30
50 0 50,000 59,20
51 0 51,000 61,10
2 58,35
51 0 51,000 61,10
50 0 50,000 59,20
49 0 49,000 57,30
49 0 49,000 57,30
51 0 51,000 61,10
51 0 51,000 61,10
48 0 48,000 55,40
54 0 54,000 67,00
3 52 0 52,000 63,10 61,80
53 0 53,000 65,00
49 0 49,000 57,30
52 0 52,000 63,10
52 0 52,000 63,10
Metode uji kuat beton pada elemen konstruksi menggunakan hammer beton
diatur dalam SNI 03-4269-1998 : bahwa dalam pengetesan beton di lapangan
membutuhkan hammer test ini karena tidak mungkin membawa sampel beton di
lapangan untuk kemudian dibawa ke laboratorium.
Kesimpulan
Pengujian kuat tekan beton dengan hammer beton lebih mudah dan cepat.
Namun, kuat tekan beton yang diuji adalah kuat tekan beton bagian permukaan
beton tersebut saja.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh tabel hasil pembacaan
Hammer Test dengan hasil pada pembacaan vertikal sebesar 48,89 MPa dan
pembacaan horizontal sebesar 58,23 Mpa
Hal yang mempengaruhi hasil data yang berbeda-beda adalah :
Nilai FAS dan slump yang berbeda-beda.
Umur beton.
Saran
Dalam melakukan pengujian kuat tekan beton dengan hammer beton, area
yang diuji harus halus dan tidak keropos agar hasil pengujian lebih akurat, sehingga
dalam proses pencetakan beton harus benar-benar diperhatikan. Untuk
mempermudah penggunaan alat hammer test, maka beton yang diuji disarankan
untuk ditandai terlebih dahulu.
Lampiran
Gambar 27. Penandaan Titik pada Beton Uji
Gambar 28. Penggunaan Alat Hammer Test (-900)
Gambar 29. Alat Hammer Test
BAB IV
PEMERIKSAAN BAJA
Dasar Teori
Dalam pengujian tarik baja ini, alat yang digunakan adalah mesin uji tarik
yang harus dapat menarik batang baja dengan kecepatan merata dan dapat diatur
dengan kecepatan naiknya tegangan tidak melebihi 1kg/mm2 per detik, kertas
grafik dan pena, dan penggaris. Baja yang diuji adalah baja ulir 10 (D10) yang
berdiameter 10 mm. Baja dijepit pada mesin uji tarik dan diukur Lo nya. Bagian
dari mesin uji tarik yang mencatat kuat tarik dan Lu baja diset dan dimulai dari 0.
Kemudian kertas grafik dipasang beserta pena agar grafik pengujian dapat
diperoleh. Catat Fmax dan catat pula menambahan panjang baja setelah baja ditarik
sampai putus.
Percobaan
Pengolahan Data
Keterangan
Kesimpulan
Lampiran
Gambar 30. Alat Uji Tarik Baja