Anda di halaman 1dari 111

Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

BAB 2
PEMERIKSAAN BAHAN CAMPURAN BETON

2.1 PENDAHULUAN
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, dan batu
pecah atau agregat-agregat lain yang dicampur jadi satu dengan suatu pasta yang
terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang satu
atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan
karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas,
dan waktu pengerasan (Mc.Cormac, 2004).
Faktor yang dapat mempengaruhi mutu beton salah satu diantaranya
distribusi susunan butir agregat (gradasi), agregat bergradasi baik dalam campuran
beton dapat menghasilkan beton yang berkualitas yaitu mudah dikerjakan
(workability), awet (durability), kuat (strength) dan ekonomis. Porositas beton
merupakan tingkatan yang menggambarkan kepadatan konstruksi beton. Porositas
meruapakan perbandingan antara ruang kosong dari suatu batuan dengan volume
batuan itu sendiri (Widhiarto, 2012).
Beton yang baik adalah jika beton tersebut memiliki kuat tekan tinggi,
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa mutu beton ditinjau hanya dari kuat
tekannya saja. Kuat hancur antara 20 sampai dengan 50 N/mm2 pada umur 28
hari bisa diperoleh di lapangan bila pengawasan pekerjaan baik. (Tjokrodimulyo,
1996).
Semen adalah bahan perekat atau lem, yang bisa merekatkan bahan-
bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga bisa membentuk
sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian umum semen diartikan sebagai
bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi
satu kesatuan yang kompak dan kuat (Pangaribuan, 2013).
Air adalah bahan dasar pembuatan beton yang paling murah. Air
berfungsi dalam pembuatan beton adalah untuk membuat semen bereaksi dan
7
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat. Kelebihan air yang berfungsi
sebagai pelumas agregat, sehingga membuat adukan mudah dikerjakan. Tetapi
seiring dengan semakin mudahnya pengerjaan, maka akan menyebabkan beton
menjadi terdapat banyak rongga, maka kuat tekan beton itu sendiri akan menurun
(Tjokrodimulyo, 2007).
Pada umumnya air yang digunakan untuk pembuatan beton adalah air
dengan pH 7, air yangber pH Asam ataupun Basa tidak memenuhi persyaratan.
Ini dapat berpengaruh terhadap mutu atau kualitas dari beton. Jika dapat
menurunkan mutu beton maka akan sangatberbahaya terhadap konstruksi yang
akan di bangun karena daya dukung konstruksi yang telah direncanakan tidak
sesuai dengan realisasi pembangunan.Kuat tekan yang dihasilkan pada beton yang
menggunakan pH air asam yaitu semakin rendah nilai pH air yang digunakan
maka kuat tekan beton yang dihasilkan semakin turun dari kuat tekan beton
normal. Kandungan organik adalah bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
pasir dan menimbulkan efek yang merugikan terhadap mutu mortar/beton. Kadar
bahan organik dalam agregat halus akan memperlambat proses pengikatan semen,
dan juga akan memperlambat perkembangan kenaikan mutu beton/mortar.
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar/beton, namun demikian peranan agregat pada beton
sangatlah penting. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% volume
mortar/beton. Walaupun namanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat
sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau betonnya, sehingga pemilihan
agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton
(Tjokrodimuljo, 2007).

8
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2 PERCOBAAN PEMERIKSAAN SEMEN


2.2.1 Percobaan Kehalusan Semen
2.2.1.1 Maksud
Percobaan pemeriksaan kehalusan semen dilakukan untuk menentukan
kehalusan semen. Kehalusan semen merupakan salah satu faktor penting yang
dapat mempengaruhi kecepatan reaksi antara semen dengan air.

2.2.1.2 Landasan Teori


Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif (adhesive)
dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral
menjadi suatu massa yang padat. Semen merupakan bahan yang jadi dan
mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis (hydrauliccements).
Semen portland atau biasa disebut semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa
bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu
gips sebagai bahan tambahan. Semen yang digunakan adalah Semen Portland
Tipe I (Sutrisno dan Widodo, 2008).
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang
komposisi utamanya adalah kalsium dan alumunium silikat. Penambahan air pada
mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai
kekuatan seperti batu. Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur
(CaO, silica (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang
sedikit alkali. Untuk mengkontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksidasi
besi, sedangkan gypsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat
semen (Mulyono,2003).
Kehalusan semen portland merupakan suatu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. Semakin halus
butiran semen portland, maka reaksi hidrasi semen akan semakin cepat, karena
hidrasi dimulai dari permukaan butir. Semen merupakan bahan pengikat yang
berfungsi untuk mengikat agregat halus dan agregat kasar dengan air dalam suatu
adukan, seperti adukan beton atau plesteran.

9
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kehalusan semenadalah
sebagai berikut:
1. Saringan No.100
2. Saringan No.200
3. Timbangan
4. Kuas
5. Sieve shaker
6. Pan dancover

2.2.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam Percobaan Kehalusan Semen adalah
sebagai berikut:
1. Menimbang saringan No. 100 (W1).
2. Menimbang saringan No. 200 (W2).
3. Mengambil semen dengan berat sebanyak 500 gram (W3).
4. Menyusun saringan dengan susunan paling atas adalah saringan No. 100,
kemudian di bawahnya saringan No. 200 dan yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan semen yang telah ditimbang ke dalam saringan yang telah
tersusun kemudian tutup dengan cover.
6. Mengguncangkan susunan saringan dengan sieve shaker selama 10 menit.
7. Mendiamkan susunan saringan selama 5 menit, agar debu-debu di dalam
saringan mengendap.
8. Menimbang saringan No. 100 beserta semen yang tertahan di atasnya (W4).
9. Menimbang saringan No. 200 beserta semen yang tertahan di atasnya (W5).

10
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari hasil percobaan kehalusan semen dapat dilihat
pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Data Percobaan Kehalusan Semen
No Parameter Nilai
1 Berat saringan No. 100 (gram) 376,200
2 Berat saringan No. 200 (gram) 244,600
3 Berat contoh uji semen (gram) 500,000
4 Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram) 790,900
5 Berat saringan No. 200 + semen tertahan (gram) 328,500

2.2.1.6 Perhitungan
Perhitungan yang digunakan pada percobaankehalusansemen
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
W4-W1
F1 = ×100%
W3
790,900- 376,200
= ×100%
500,000
414,700
= ×100%
500,000
=0,8294×100%
=82,940%

W5-W2
F2 = ×100%
W3
328,500- 244,600
= ×100%
500,000
83,900
= ×100%
500,000
=0,1678×100%
=16,780%

11
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Keterangan:
W1 : Berat saringan No. 100 (gram)
W2 : Berat saringan No. 200 (gram)
W3 : Berat contoh uji semen (garm)
W4 : Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram)
W5 : Berat saringan No. 200 + semen tertahan (gram)
F1 : Persentase semen tertahan saringan No. 100 (%)
F2 : Persentase semen tertahan saringan No. 200 (%)

12
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.2 Hasil Percobaan Kehalusan Semen


No Parameter Nilai
1 Berat saringan No. 100 (gram) 376,200
2 Berat saringan No. 200 (gram) 244,600
3 Berat contoh uji semen (gram) 500,000
4 Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram) 790,900
5 Berat saringan No. 200 + semen tertahan (gram) 328,500
6 Persentase semen tertahan saringan No. 100 (%) 82,940
7 Persentase semen tertahan saringan No. 200 (%) 16,780

13
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dari data percobaan dan hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan diperoleh persentase kehalusan semen yang tertahan pada
saringan No. 100 adalah 62,280% dan semen yang tertahan di saringan No. 200
adalah 13,680%. Menurut standar SNI 03-2530-1991 dengan syarat kehalusan
semen untuk yang tertahan di saringan No. 100 (W1) adalah ≤ 0,000% dan
persentase kehalusan semen yang tertahan pada saringan No. 200 (W2) ≤
22,000%, maka kesimpulannya adalah saringan No. 100 tidak memenuhi
syaratkarena persentase kehalusan semen yang tertahan lebih dari 0,000%,
sedangkan untuk saringan No. 200 memenuhi syarat karena semen yang tertahan
kurang dari 22,000%.

14
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3 PEMERIKSAAN AIR


2.3.1 Percobaan Pemeriksaan pH Air
2.3.1.1 Maksud
Percobaan Pemeriksaan pH Air dilakukan untuk menentukan dan
mengetahui nilai pH air secara kasar yang digunakan untuk campuran beton.

2.3.1.2 Landasan Teori


Air merupakan zat atau unsur penting bagi semua kehidupan di bumi.
Diantaranya dalam pembuatan beton. Pada pembuatan beton air diperlukan dalam
proses pengadukan untuk melarutkan semen sehingga membentuk pasta (bereaksi
dengan semen) yang kemudian mengikat semua agregat dari yang paling besar
sampai yang paling kecil dan menjadi bahan pelumas antara butiran-butiran
agregat agar mudah untuk dikerjakan dalam pengadukan, penuangan, maupun
pemadatan. (Susana, 2003).
pH adalah ukuran konsentrasi ion hydrogen dalam larutan. Pengukuran
pH (PotentialHydrogen) akan mengungkapkan jika larutan bersifat asam atau
basa. Jika skala pH sama dengan 7,0 maka dianggap netral, kurang dari 7,0
mengindikasikan bahwa larutan bersifat asam, sementara angka lebih besar dari
7,0 menunjukkan larutan bersifat basa. Jika air bersifat asam akan berpengaruh
terhadap ketahanan beton, beton akan bersifat korosif ke tulangan, sedangkan jika
air bersfiat basa makan akan keropos. (Anwar, 2017).
Derajat keasamaan atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH adalah
singkatan dari powerofhydrogen. Secara umum pH normal memiliki nilai 7
sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa,
sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi (Tri
Joko, 2010).
Penggunaan air harus diperhatikan untuk memperoleh beton dengan
kekuatan yang maksimal. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih
dan bebas dari bahan-bahan yang dapat merusak air tersebut seperti air yang

15
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

mengandung oli, asam alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya
yang merugikan dalam pembuatan dan hasil beton atau tulangan.

2.3.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan pemeriksaan pH airadalah
sebagai berikut:
1. Cawan
2. Indikator Universal
3. Gelas ukur

2.3.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam Percobaan pH Air untuk menentukan pH
air secara kasar adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan sampel air minimal 200 ml ke dalam cawan.
2. Mencelupkan indikator universal ke dalam sampel air, lalu memeriksa
perubahan warna yang terjadi.
3. Membandingkan warna tersebut dengan standar warna pada indikator, dan
memilih yang paling mendekati sehingga pH-nya dapat ditentukan.
4. Persyaratan nilai pH air yang diizinkan untuk campuran beton yaitu 4,5 – 8,5.

2.3.1.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari hasil percobaan pH air dapat dilihat pada Tabel
2.3 di bawah ini.

16
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.3 Hasil Percobaan pH Air


No Parameter Nilai
1 Keadaan air (Jenuh/Keruh/Kotor) Jernih
2 Rasa air Tawar
3 Bau air Tidak berbau
4 pH air 7

17
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.1.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data percobaan dan data pemeriksaan pH air yang telah
dilakukan, nilai pH air yang diperoleh adalah 6,500 dengan keadaan air jernih,
tawar, dan tidak berbau. Menurut standar SNI 03-6817-2002, syarat pH air yang
digunakan untuk pembuatan campuran beton yaitu 4,500 – 8,500. Pada percobaan
yang telah dilakukan, air yang diuji telah memenuhi syarat pH air yang
diperbolehkan menurut SNI 03-6817-2002, maka air yang digunakan dalam
percobaan memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk campuran pembuatan
beton.

18
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2 Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air


2.3.2.1 Maksud
Percobaan Pemeriksaan Kadar Bahan Padat dalam Air ini bertujuan
untuk menentukan kadar konsentrasi bahan padat atau garam mineral dalam air.

2.3.2.2 Landasan Teori


Air memiliki dua kelompok zat, yaitu zat terlarut seperti garam dan
molekul organic dan zat padat tersuspensi dan koloid seperti tanah liat. Zat padat
tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi zat padat terapung yang selalu
bersifat organik dan zat padat yang mengendap dapat bersifat organik dan non
organik. Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan pengeringan,
zat padat yang tertinggal selama proses pemanasan adalah materi yang ada dalam
air dan tidak hilang atau menguap. (Rinawati, 2019).
TDS (TotalDissolveSolid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik, misal : garam, dll) yang terdapat pada sebuah laurtan. TDS
meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau
sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas
seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan
yang berdiameter 2 micrometer ( meter). (Insan, 2007).
Total padatan terlarut (TotalDissolvedSolid) adalah suatu ukuran
kandungan kombinasi dari semua zat-zat anorganik dan organic yang terdapat
didalam suatu cairan sebagai molekul, yang terionkan atau bentuk mikrogranular
(solkoloid) yang terperangkap. Total zat padat terlarut terdapat didalam air sebagai
hasil reaksi dari zat padat, cair, dan gas di dalam air. (Ansarikimia, 2004).
Analisis zat padat dalam air sangat penting untuk penentuan komponen
atau kualitas air secara lengkap. Ditinjau dari segi kualitas, air bersih yang
digunakan harus memenuhi syarat secara fisik, kimia dan mikrobiologi.
Persyaratan secara fisik meliputi air harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa/
tawar, tidak berbaudan tidak mengandung zat padatan. (Rinawati, 2016).

19
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Untuk standar percobaan ini berlaku SNI 03-6817-2002 (Metode


Pengujian Mutu Air untuk digunakan dalam Beton Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater, 1999)

2.3.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan pemeriksaan kadar bahan
padat dalam air adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur 500 ml
2. Cawan penguap
3. Oven
4. Timbangan
5. Desikator
6. Hot plate

2.3.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air
adalah sebagai berikut:
1. Menimbang cawan yang akan digunakan (W1).
2. Memasukkan sampel air sebanyak 500 ml ke dalam cawan penguap, lalu
menguapkan menggunakan hot plate sampai airnya hampir habis.
3. Melakukan pengulangan penguapan, jika cawan penguap yang digunakan
tidak menampung 500 ml air, penuangan air dilakukan secara bertahap hingga
air nya habis.
4. Memasukkan cawan penguap ke dalam oven 110 ± 10 °C sampai beratnya
tetap (±1 jam).
5. Mendinginkan cawan penguap yang terlah di oven ke dalam desikator.
6. Menimbang berat cawan dan berat residu yang tertingal (W2).

20
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari hasilpercobaankadar bahan padat dalam
airdapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4 Data Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air
No Parameter Nilai
1 Berat cawan (gram) 15,970
2 Berat cawan + berat residu (gram) 16,090
3 Volume sampel air (ml) 500,000

2.3.2.6 Perhitungan
Perhitungan yang digunakan pada Percobaan Kadar Bahan Padat dalam
Air menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1000
Konsentrasi bahan padat =W × mg/liter (ppm)
S
=16,090- 15,970
= 0,120
=0,120×1000
=120

1000
Konsentrasi bahan padat =120 ×
500
120.000
=
500,000
=240,000mg/liter (ppm)
Keterangan :
W : Berat residu kering = W2-W1 (mg)
W1 : Berat cawan (gram)
W2 : Berat cawan + berat residu (gram)
S : Volume sampel air (ml)

21
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.5Hasil Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air


No Parameter Nilai
1 Berat cawan (gram) 15,970
2 Berat cawan + berat residu (gram) 16,090
3 Volume sampel air (ml) 500,000
4 Konsentrasi bahan padat (ppm) 240,000

22
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil data hasil percobaan dan hasil pemeriksaan kadar
bahan padat dalam air yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi kadar bahan
padat dalam air sebanyak 220,000ppm. Menurut SNI 03-6817-2002, persyaratan
kadar bahan padat dalam air yang diizinkan untuk pembuatan campuran beton
maksimum 2000,000 ppm (part per million). Sehingga kesimpulan dari percobaan
yang telah dilakukan bahwa kadar bahan padat dalam air di bawah batas
maksimum, sehingga air tersebut memenuhi syarat dan aman digunakan untuk
pencampuran beton.

23
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3 Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air


2.3.3.1 Maksud
Percobaan Pemeriksaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam air dilakukan
untuk menentukan konsentrasi bahan-bahan yang tersuspensi dalam air.

2.3.3.2 Landasan Teori


Zat padat tersuspensi (TotalSuspendedSolid) adalah semua zat padat
(pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air
dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton,
bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-
partikel anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya
reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk
endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat
organik di suatu perairan (Tarigenetal, 2003).
Suspensi terdapat sekurang-kurangnya satu komponen partikel yang
relatif besar tersebut merata dalam komponen lainnya, contohnya ialah pasir halus
yang tersuspensi dalam air, atau endapan dalam suatu campuran reaksi. Dalam
contoh tersebut, ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar untuk dapat dilihat,
baik dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop. Partikel dalam suspensi
akan mengendap akibat pengaruh gravitasi, walaupun laju pengendapannya
bergantung pada ukuran partikel. Pasir kasar akan mengendap dengan cepat dalam
air, sedangkan lumpur halus akan mengendap dengan laju yang jauh lebih lambat
(Brady, J.E, 1994).
Pemeriksaan kandungan bahan tersuspensi pada air merupakan langkah
penting yang dilakukan untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam
air yang dapat mempengaruhi kekuatan beton. Penggunaan air yang berlebih
dapat mempengaruhi kuat tekan beton,serta agregat kasar dan agregat halus susah
menyatu akibat kelebihan volume air.

24
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan bahan tersuspensi dalam air
adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur 1000 ml
2. Oven
3. Beaker glass 1000 ml
4. Botol semprot
5. Timbangan
6. Desikator
7. Kertas saring

2.3.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air
adalah sebagai berikut:
1. Mengeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 103°C sampai dengan
105°C selama ±1 jam, untuk memastikan kertas saring benar-benar kering.
2. Mendinginkan dalam desikator kemudian menimbang kertas saring (W1).
3. Mengambil sampel air sebanyak 1000 ml lalu memasukkan sampel air yang
akan disaring ke dalam botol tersebut.
4. Mengaduk sampel air sampai homogen kemudian memasukkannya ke
dalambeaker glass yang telah dipasang kertas saring.
5. Mengeringkan residu bersama kertas saring dalam oven pada suhu 103°C
sampai dengan 105°C sampai beratnya tetap atau 24 jam.
6. Mendinginkan ke dalam desikator lalu menimbang residu dan kertas saring
(W2).

25
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari hasil percobaan kadar bahan tersuspensi dalam
Air dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.
Tabel 2.6 Data Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam Air
No Parameter Nilai
1 Berat kertas saring (gram) 1,880
2 Berat kertas saring + bahan tersuspensi (gram) 1,960
3 Volume sampel air (ml) 1000,000

2.3.3.6 Perhitungan
Perhitungan yang digunakan pada Percobaan Bahan Tersuspensi Dalam
Air menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1000
Konsentrasi bahan tersuspensi = W × mg/liter (ppm)
S
= 1,960- 1,880
= 0,080
=0,080×1000
=80,000
1000
Konsentrasi bahan tersuspensi = 80,000 ×
1000
= 80,000 mg/liter (ppm)
Keterangan :
W : Berat residu kering = W2-W1 (mg)
W1 : Berat kertas saring (gram)
W2 : Berat kertas saring + bahan tersuspensi (gram)
S : Volume sampel air (ml)

26
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.7 Hasil Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam Air


No Parameter Nilai
1 Berat kertas saring (gram) 1,880
2 Berat kertas saring + bahan tersuspensi (gram) 1,960
3 Volume sampel air (ml) 1000,000
4 Konsentrasi bahan tersuspensi (ppm) 80,000

27
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil data hasil percobaan dan hasil pemeriksaan kadar
bahan tersuspensi dalam air yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi kadar
bahan padat dalam air sebanyak 90,000 ppm. Menurut SNI 03-6817-2002
persyaratan kadar bahan padat dalam air yang diizinkan untuk pembuatan
campuran beton maksimum adalah 2000,000 ppm (partpermillion), maka
kesimpulannya adalah kadar bahan tersuspensi dalam air pada percobaan yang
telah dilakukan memenuhi syarat dan aman digunakan untuk campuran beton.

28
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4 Percobaan Kadar Bahan Organik Dalam Air


2.3.4.1 Maksud
Percobaan Kadar Bahan Organik Dalam Air dilakukan untuk
menentukan konsentrasi kadar bahan organik dalam air.

2.3.4.2 Landasan Teori


Zat organik adalah zat yang pada umumnya merupakan bagian dari
hewan atau tumbuh-tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon,
proteindan lemak lipid. Zat organik mudah sekali mengalami pembusukan oleh
bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Adanya zat organik dalam air
menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar oleh kotoran manusia, hewan atau
oleh sumber lain (Lia, 2017).
Zat organik jika tercampur pada campuran dapat membuat asam-asam
organik dan zat lain bereaksi dengan semen yang sedang mengeras,
mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton dan juga menghambat hidrasi semen
sehingga proses pengerasan berlangsung lambat. Spesifik kadar organik yang ada
pada agregat tersebut akan akan bereaksi dengan kalsium hidroksia yang ada pada
semen dan membentuk satu senyawa baru yang sifatnya merusak beton itu sendiri
(Supartono, 1996).
Secara spesifik kadar bahan organik yang ada pada agregat tersebut akan
bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada pada semen dan membentuk satu
senyawa baru yang sifatnya merusak beton itu sendiri, sehingga dilakukan nya
pengujian kadar bahan organik bertujuan untuk mendapatkan nilai mutu air yang
digunakan dalam pembuatan beton dan untuk menentukan konsentrasi bahan
organik yang terdapat dalam air (Mulyono, 2005).

29
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar bahan organik dalam
air adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur 100 ml
2. Cawan
3. Oven
4. Timbangan
5. Desikator
6. Hotplate
7. Lilin
8. Korek api

2.3.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam Percobaan Kadar Bahan Organik dalam
Air adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan sampel air sebanyak 500 ml ke dalam cawan penguap, lalu
menguapkannya menggunakan hot plate sampai airnya hampir habis.
2. Melakukan pengulangan penguapan hingga mencapai 500ml air. Jika cawan
penguap yang digunakan tidak bisa menampung sebanyak 500ml air,
pengulangan penguapan dilakukan dengan cara menuangkan sampel air ke
dalam cawan penguap secara perlahan hingga air sampel habis.
3. Memasukkan cawan penguap ke dalam oven 110 ± 10°C sampai beratnya
tetap (±1 jam).
4. Mendinginkan cawan penguap yang telah di oven dalam desikator.
5. Menimbang berat cawan dan berat kering residu yang tertinggal (W2).
6. Memijarkan residu dalam cawan pada pijar merah (lilin) rendah selama 1
jam.
7. Mendinginkan cawan dalam desikator, lalu menimbang (W1).

30
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari hasil percobaan kadar bahan tersuspensi dalam
air dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.
Tabel 2.8 Data Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi Dalam Air
No Parameter Nilai
1 Berat residu dengan cawan setelah dipijarkan (gram) 16,080
2 Berat residu dengan cawan setelah dioven (gram) 16,090
3 Volume sampel air (ml) 500,000

2.3.4.6 Perhitungan
Perhitungan yang digunakan pada Percobaan Kadar Bahan Organik
dalam Air menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1000
Konsentrasi bahan organik = W × mg/liter (ppm)
S
= 16,090- 16,080
= 0,010
= 0,010 × 1000
=10,000

1000
Konsentrasi bahan organik =10,000 ×
500
= 10,000 × 2,000
=20,000 mg/liter (ppm)
Keterangan :
W : Berat bahan organik = W2- W1 (mg)
W1 : Berat residu dengan cawan setelah dipijarkan (gram)
W2 : Berat residu dengan cawan setelah dioven (gram)
S : Volume sampel air (ml)

31
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.8 Hasil Percobaan Kadar Bahan Tersuspensi dalam Air


No Parameter Nilai
1 Berat residu dengan cawan setelah dipijarkan (gram) 16,080
2 Berat residu dengan cawan setelah dioven (gram) 16,090
3 Volume sampel air (ml) 500,000
4 Konsentrasi bahan organik (ppm) 20,000

32
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil data hasil percobaan dan hasil pemeriksaan kadar
bahan organik dalam air yang telah dilakukan, dapat diperoleh konsentrasi kadar
bahan padat dalam air sebanyak 20,000 ppm (partpermillion). Menurut SNI 03-
6817-2002 persyaratan kadar bahan padat dalam air yang diizinkan untuk
pembuatan campuran beton maksimum yaitu 2000,000 ppm, sehingga
kesimpulannya adalah kadar bahan organik dalam air pada percobaan yang telah
dilakukan memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk campuran beton.

33
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4 PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR


2.4.1 Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar
2.4.1.1 Maksud
Mengetahui ukuran butiran dan gradasi agregat dari yang kasar hingga
halus serta untuk keperluan desain campuran beton tingkat kehalusannya yang
dinyatakan dalam modulus kehalusan.

2.4.1.2 Landasan Teori


Analisis saringan agregat kasar adalah suatu kegiatan analisis yang
digunakan untuk menentukan persentase berat butiran agregat yang lolos dalam
suatu perangkat saringan, yang angka persentase kumulatif digambarkan pada
grafik pembagian butir. Ukuran maksimum agregat ditunjukan dengan saringan
terkecil dimana agregat tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran nominal
maksimum agregat adalah ukuran saringan yang terbesar dimana diatas saringan
tersebut terdapat sebagian agregat yang tertahan.
Ukuran butiran maksimum dan gradasi agregat dikontrol oleh spesifikasi.
Susunan dari butiran agregat sangat berpengaruh dalam perencanaan suatu
perkerasan. Menurut SNI 03-2461-1998, agregat kasar memiliki modulus
kehalusan yang berada pada kisaran 6,000 – 7,200.
Saringan yang biasanya digunakan untuk analisis saringan adalah
saringan menurut standard ASTM (Amerika), British Standard, DIN (Jerman),
AFNOR (Perancis), dan ISO (Internasional). Setiap standar mempunyai ukuran
berbeda satu sama lainnya. Meskipun demikian biasanya dapat diambil ukuran-
ukuran lubang yang berdekatan atau ekivalennya. Saringan utama terdiri dari
saringan yang berurutan dengan ukuran lubang ayakan di bawahnya. Satu set
saringan terdiri dari saringan ukuran 4", 3", 2", 1", 3/4", 1/2", 3/8", No. 4, No.8,
No.16, No.30, No.50, No.100, dan No.200.

2.4.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan analisis saringan agregat
kasar adalah sebagai berikut.

34
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

1. Sieve shaker
2. Saringan 3", 21/2", 2", 11/2", 1", 3/4", 1/2", 3/8", dan No. 4
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven

2.4.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan analisis saringan agregat kasar
adalah sebagai berikut.
1. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak ± 1000 gram. Cara mengambil
sampel dapat dilakukan dengan menggunakan sample splitter atau
menggunakan quartering method.
2. Memasukkan contoh agregat kasar ke dalam oven pada suhu 110 ± 5 ºC
selama 24 jam atau sampai berat agregat kasar tetap.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang terbesar
hingga yang terkecil lalu susunan paling atas adalah cover dan susunan paling
bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat kasar ke dalam saringan yang paling atas kemudian
menutupnya dengan cover dan mengguncangkan selama 15 menit.
6. Mendiamkannya selama 5 menit untuk memberikan kesempatan supaya
debu-debu mengendap.
7. Membuka saringan tersebut lalu menimbang berat masing-masing saringan
berikut isinya.
8. Menghitung berat masing-masing agregat kasar yang tertahan dalam saringan.

2.4.1.5 Prosedur Percobaan


Data yang didapatkan pada percobaan analisis saringan agregat kasar
dapat dilihat pada Tabel 2.11 dibawah ini.

35
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.11Data Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar


BeratContohKering = 1002.500 gram

BeratSaringan BeratSaringan + Tertahan


NomorSaringan
(gram) (gram)
3"
580,900 580,900
(76,20 mm)
2½"
574,200 574,200
(63,50 mm)
2"
584,100 584,100
(50,80 mm)
1½"
635,600 635,700
(38,10 mm)
1"
607,900 637,400
(25,30 mm)
¾"
540,200 761,200
(19,50 mm)
½"
562,600 1146,100
(12,50 mm)
⅜"
521,400 659,400
(9,53 mm)
No. 4
425,400 449,600
(4,75 mm)

Pan 449,700 455,900

2.4.1.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan dalam percobaan analisis saringan agregat kasar
adalah sebagai berikut.

Berat tertahan saringan 3/8"


Berat tertahan = (berat saringan + tertahan) − (berat saringan)
= 698,900 – 520,300
= 178,600 gram
Jumlah berat tertahan saringan 3/8"
∑Berat tertahan =(∑berat tertahan di saringan sebelum3/8") + (berat
tertahan pada saringan 1/2")
= 178,600+ 647,500
= 826,100gram
36
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Persentase kumulatif tertahan saringan3/8"


Presentase tertahan =  Berat Tertahan x100%
Pan

826,100
= x100%
1024,000
= 80,674%
Persentase kumulatif lolos saringan 3/8"
Presentase lolos = 100,000% − persentase tertahan
= 100,000% − 80,674%
= 19,326%
Jumlah persentase kumulatif tertahan tanpa pan
Modulus kehalusan =
100,000
712,920
=
100, 000
= 7,129

37
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.12 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Agregat Kasar


Berat Contoh Kering = 1002.500 gram
Berat Persentase
Jumlah
Berat Saringan Berat Kumulatif
Nomor Berat
Saringan + Tertahan
Saringan Tertahan Tertahan Lolos
Tertahan
(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)
3"
580,900 580,900 0,000 0,000 0,000 100,000
(76,20 mm)
2½"
574,200 574,200 0,000 0,000 0,000 100,000
(63,50 mm)
2"
(50,80 584,100 584,100 0,000 0,000 0,000 100,000
mm)
1½"
(38,10 635,600 635,700 0,100 0,100 0,010 99,990
mm)
1"
(25,30 607,900 637,400 29,500 29,600 2,953 97,047
mm)
¾"
540,200 761,200 221,000 250,600 24,998 75,002
(19,50 mm)
½"
(12,50 562,600 1146,100 583,500 834,100 83,202 16,798
mm)
⅜"
521,400 659,400 138,000 972,100 96,968 3,032
(9,53 mm)
No. 4
425,400 449,600 24,200 996,300 99,382 0,618
(4,75 mm)

Pan 449,700 455,900 6,200 1002,500 100,000 0,000

38
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.13 Hasil Pemeriksaan Modulus Saringan Agregat Kasar

BeratTerta KumulatifBeratTer PersentaseKumulatifTe


NomorSarin han tahan rtahan
gan

(gram) (gram) (%)


1½" (38,10
0,100 0,100 0,010
mm)
¾" (19,05
250,500 250,600 24,998
mm)
⅜" (9,54 mm) 721,500 972,100 96,968
No. 4 (4,75
24,200 996,300 99,382
mm)
No.8 (2,36
0,000 996,300 99,382
mm)
No.16 (1,18
0,000 996,300 99,382
mm)
No.30 (0.60
0,000 996,300 99,382
mm)
No.50 (0.30
0,000 996,300 99,382
mm)
No.100 (0.15
0,000 996,300 99,382
mm)
Pan 6,200 1002,500 100,000
Jumlah 718,264
Modulus Kehalusan 7,182643392

39
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.14 Persebaran Butiran Agregat Kasar


Berattertah Berat Per Persentaseperseba
NomorSaring Fraksi
an Fraksi ran
an
(cm) (gram) (gram) (%)
3"
0,000
(76,20 mm)
2½"
0,000
(63,50 mm)
≥4 0,100 0,010
2"
0,000
(50,80 mm)
1½"
0,100
(38,10 mm)
1"
29,500
(25,30 mm)
2-4 250,500 24,988
¾"
221,000
(19,50 mm)
½"
583,500
(12,50 mm)
1-2 721,500 71,970
⅜"
138,000
(9,53 mm)
No. 4
0.480-1 24,200 24,200 2,414
(4,75 mm)

Pan <0.480 6,200 6,2 0,618

Jumlah 1002,500 100

40
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

120,000

100,000

80,000
Gradasi Butiran
60,000
Minimum
Maksimum
40,000

20,000

0,000
Gambar
1,0002.1 Kurva Gradasi Agregat Kasar Ukuran
10,000 100,000 Butiran Maksimum

41
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan analisis saringan
agregat kasar yang telah dilakukan, diperoleh agregat kasar yang lolos saringan
3", 2½", 2", dan 1½" sebanyak 100,000%, saringan 1" sebanyak 8,369%, saringan
¾" sebanyak 35,527%, saringan ½" sebanyak 63,232%, saringan ⅜" sebanyak
80,674%, saringan No. 4 sebanyak 99,453%, modulus kehalusan sebanyak 7,129.
Menurut SNI 03-2461-1998, agregat kasar memiliki modulus kehalusan yang
berada pada kisaran 6,000 – 7,200. Berdasarkan dari hasil percobaan analisis
saringan agregat kasar nilai modulus kehalusan adalah sebesar 7,129telah
melewati syarat standar dan nilai ukuran agregat maksimum sebesar 20,000 mm.

42
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2 Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


2.4.2.1 Maksud
Percobaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan untuk
mengetahui berat jenis agregat kasar dan kemampuannya dalam menyerap air.

2.4.2.2 Landasan Teori


Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume dari
bahan yang diuji.Penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu bahan untuk
menyerap air. Jumlah rongga atau pori yang didapat pada agregat disebut
porositas.
Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran
dengan agregat. Campuran berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti
dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan
banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang
besar sehingga dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan
sebaliknya.
Berat jenis curah (Bulk specific gravity) adalah berat jenis yang
diperhitungkan terhadap seluruh volume yang ada (Volume pori yang dapat
diresapi aspal atau dapat dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati air
dan volume partikel). Berat jenis kering permukaan jenis (SSD specific
gravity)adalah berat jenis yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat
diresapi aspal ditambah dengan volume partikel.Berat jenis semu (apparent
specific gravity) adalah berat jenis yang memperhitungkan volume partikel saja
tanpa memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.Atau merupakan
bagian relative density dari bahan padat yang terbentuk dari campuran partikel
kecuali pori atau pori udara yang dapat menyerap air.

43
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Dunagan test set
2. Saringan No. 4
3. Oven
4. Cawan

2.4.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan benda uji yang tertahan saringan No.4 (± 5.000 gram).
2. Mencuci agregat kasar tersebut lalu mengeringkan benda uji dalam oven pada
suhu 100 ± 10 ºC selama 24 jam.
3. Mendinginkan dalam ruang terbuka hingga suhunya sama dengan suhu
ruangan lalu merendamnya dalam air selama 24 jam.
4. Membuang air rendamannya lalu meletakan agregat kasar di atas kain
yangmenyerap air. Mengeringkan masing-masing agregat hingga
diperolehkeadaan jenuh kering permukaan (Saturated Surface Dry).
5. Menimbang agregat yang telah jenuh kering permukaan tersebut (A).
6. Memasukkan agregat yang telah jenuh kering permukaan ke dalam keranjang
dunagan kemudian mencelupkan ke dalam container berisi air. Menggoyang-
goyangkan keranjang di dalam air untuk mengeluarkan gelembung-
gelembung udara yang terperangkap.
7. Menimbang berat agregat dalam air (B).
8. Mengeringkan agregat dalam oven selama 24 jam pada suhu 100°C ± 10°C,
setelah mendinginkannya, lalu menimbang berat keringnya (C).

2.4.2.5 Data Percobaan


Data percobaan yang dilakukan dalam percobaan berat jenis dan
penyerapan agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.15.

44
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.15 Data Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Nilai Rata-
Parameter
I II Rata
Beratcontohjenuhkeringpermukaan (gram) 4379 4535 4457,000
Beratcontohdalam air (gram) 2570 2687 2628,500
Beratcontohkering (gram) 4093 4269 4181,000
Bulk specific gravity 2,263 2,310 2,286
Bulk specific gravity (SSD) 2,421 2,454 2,437
Apparent specific gravity 2,687 2,698 2,693
Absorption/penyerapan (%) 6,988 6,231 6,609

2.4.2.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan dalam percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar pada sampel I adalah sebagai berikut.
C
Bulk specific gravity =
A−B
6,988
=
4379-2570
= 2,263
A
Bulk specific gravity (SSD) =
A−B
4379
=
4379-2570
= 2,421

C
Apparent specific gravity =
C−B
6,988
=
6,988-2570

= 2,687

A−C
Absorption/ penyerapan = × 100,000%
C
4379-6,988
= 6,988 × 100,000%

45
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

= 62,564%

Keterangan:
A : berat contoh kering permukaan (SSD) (gram)
B : berat contoh dalam air (gram)
C : berat contoh kering (setelah dioven) (gram)

46
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.16 Hasil Perhitungan PercobaanBerat Jenis dan Penyerapan Air Agregat
Kasar
NomorSampel
Parameter Rata-rata
I II
Beratcontohawal (gram) 2001,500 2023,100 2012,300
Beratcontohkering (gram) 1902,700 1924,500 1913,600
Berat air (gram) 98,800 98,600 98,700
Kadar air (%) 5,193 5,123 5,158

47
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar
pada sampel I diperoleh nilai berat contoh jenuh kering permukaan sebesar
4968,500gram, berat contoh dalam air sebesar 2855,000gram, dan berat contoh
kering sebesar 4571,400gram, sehingga diperoleh nilaibulk spesific gravity
sebesar 2,163, bulk spesific gravity (SSD) sebesar2,351,apparent spesific gravity
sebesar 2,663, dan absorption sebesar 8,688%.Hasil perhitungan tersebut
digunakan dalam penentuan mix design.

48
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3 Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar


2.4.3.1 Maksud
Percobaan bobot isi dan rongga udara agregat kasar dilakukan untuk
menetukan bobot isi serta rongga udara agregat kasar dalam kondisi lepas juga
kondisi padat.

2.4.3.2 Landasan Teori


Rongga udara dalam satuan volume agregat adalah ruang diantara butir-
butir agregat yang tidak diisi oleh partikel yang padat. Berat isi atau berat satuan
agregat merupakan rasio antara berat agregat dan isi atau volume. Berat isi agregat
diperlukan dalam perhitungan bahan campuran beton, apabilajumlah bahan
ditakar dengan ukuran volume.
Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan, yaitu berat volume
gembur dan berat volume padat. Berat volume gembur merupakan perbandingan
berat agregat dengan volume literan, sedangkan berat volume padat adalah
perbandingan berat agregat dalam keadaan padat dengan volume literan.Menurut
British Standar 812, berat volume agregat yang baik untuk material beton
mempunyai nilai yang lebih besar dari 1445 kg/m³.
Pemeriksaan volume dalam bobot isi erat hubungannya dengan rencana
biaya yang dikehendaki. Volume beton yang diuji sama dengan volume
perencanaannya, maka pada pengadukan selanjutnya dapat dilakukan dengan
berpedoman pada perbandingan bahan-bahan pengadukan yang pertama.
Kebutuhan bahan harus dikoreksi dengan nilai perbandingan bobot isi
pemeriksaan dengan bobot isi perencanaan bila berbeda pada pelaksanaannya.

2.4.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1 . Oven
2. Timbangan
3. Batang pemadat Ø 16 mm

49
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Container (mold 6")


5. Meja getar
6. Mistar perata
7. Jangka Sorong
8. Sekop

2.4.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar dibedakan menjadi 2 kondisi yaitu berat isi lepas dan berat isi padat.
Prosedur percobaan bobot isi dan rongga udara agregat kasar kondisi lepas adalah
sebagai berikut.
1 . Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2 . Mengambil sampel agregat dan mengeringkan agregat di dalam oven hingga
beratnya tetap. Melakukan pengambilan sampel dengan menggunakan sample
splitter atau menggunakan quartering method.
3 . Memasukkan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir dari
ketinggian 5 cm diatas container dengan menggunakan sendok atau sekop
sampai penuh.
4 . Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
5 . Menimbang berat container + isi (C).
Prosedur percobaan bobot isi dan rongga udara agregat kasar berat isi
padat adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Mengambil agregat kasar dan mengeringkan agregat di dalam oven hingga
beratnya tetap. Melakukan pengambilan sampel dengan menggunakan sample
splitter atau quartering method.
3. Memasukkan agregat kasar ke dalam container tersebut kurang lebih
sepertiga bagian lalu menumbuknya dengan batang pemadat sebanyak 25
kali.
4. Mengulangi hal yang sama untuk lapis kedua.

50
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

5. Memasukkan campuran agregat kasar hingga melebihi permukaan atas


container lalu menumbuknya sebanyak 25 kali untuk lapis akhir.
6. Meletakkan container diatas meja getar lalu memasang penjepitnya.
7. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
8. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaan dengan mistar perata.
9. Menimbang container beserta dengan isinya (C).

2.4.3.5 Data Percobaan


Data percobaan yang telah dilakukan dalam percobaan bobot isi dan
rongga udara agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.17 dan 2.18.

Tabel 2.17 Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar Kondisi
Lepas
Parameter Nilai
Beratcontainer (gram) 7190
Beratcontainer + agregat (gram) 11422
Beratagregat (gram) 4232
3
Volume container (cm ) 3201,350
Beratisiagregat (kering) (gram/cm3) 1,322
Beratisiagregat (SSD) (gram/cm3) 10,059
Kadar ronggaudara (%) 0,422

Tabel 2.18 Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar Kondisi
Padat
Parameter Nilai
Beratcontainer (gram) 7190
Beratcontainer + agregat (gram) 12051
Beratagregat (gram) 4861
Volume container (cm3) 3201,350
Beratisiagregat (kering) (gram/cm3) 1,518
Beratisiagregat (SSD) (gram/cm3) 11,554
Kadar ronggaudara (%) 0,336

51
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.6 Perhitungan
Perhitungan pada percobaan berat isi dan rongga udara pada agregat
kasar pada kondisi lepas adalah sebagai berikut.
C−B
Berat isi (kering) =
V
12051-7190
=
3201,350

= 1,518 gram/cm3

C−B  A 
Berat isi (SSD) =  1 + 
V  100,000% 
6,609
= 1,518 ×1
100,000%

= 10,059 gram/cm3

 berat isi (kering) 


Kadar rongga udara = 1 −   100,000%
 SG 
1,322
=1− × 100,000%
2,286

= 45,069%
Perhitungan pada percobaan berat isi dan rongga udara pada agregat
kasar pada kondisi padat adalah sebagai berikut.
C−B
Berat isi (kering) =
V
12051−7190
= 3201,350

= 1,518 gram/cm3

C−B  A 
Berat isi (SSD) =  1 + 
V  100,000% 
6,609
= 1,518 × {1 × 100.000%}

= 11,554 gram/cm3

52
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

 berat isi (kering) 


Kadar rongga udara = 1 −   100%
 SG 
1,518
={1 − 2,286} × 100%

= 0,336 %
keterangan:
A : absorpsi agregat (%)
B : berat container (gram)
C : berat container berikut isinya (gram)
V : volume container (gram)
SG : berat jenis agregat (kering)

53
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta
Timur

Tabel 2.19 Hasil Pemeriksaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar pada
Kondisi Lepas
No. Parameter Nilai
1 Berat container (g) 7052,000
2 Berat container+agregat (g) 10989,000
3 Berat agregat (g) 3937,000
4 Volume container (cm3) 3048,305
5 Berat isi agregat (kering) (g/cm3) 1,292
6 Berat isi agregat (SSD) (g/cm3) 1,404
7 Kadar rongga udara (%) 45,069

54
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.20 Hasil Pemeriksaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar pada
Kondisi Padat
No. Parameter Nilai
1 Berat container (g) 7370,000
2 Berat container+agregat (g) 11873,000
3 Berat agregat (g) 4503,000
4 Volume container (cm3) 3040,305
5 Berat isi agregat (kering) (g/cm3) 1,481
6 Berat isi agregat (SSD) (g/cm3) 1,610
7 Kadar rongga udara (%) 37,006

55
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan bobot isi dan kadar rongga
udara agregat kasar diperoleh nilai kadar rongga udara dari agregat kasar dalam
kondisi padat dan lepas, kondisi lepas yang diperoleh dalam percobaan tersebut
adalah 45,069% sedangkan dalam kondisi padat yang diperoleh dalam percobaan
tersebut adalah 37,006%. Berat isi agregat kering yang diperoleh dalam keadaan
lepas sebesar 1,292 gram/cm3 dan keadaan padat sebesar 1,481gram/cm3 juga
berat isi agregat (SSD) yang diperoleh dalam keadaan lepas sebesar
1,404gram/cm3 dan keadaan padat sebesar 1,610gram/cm3.

56
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4 Percobaan Kadar Air Agregat Kasar


2.4.4.1 Maksud
Percobaan kadar air agregat kasar dilakukan untuk menentukan kadar air
yang terkandung dalam agregat kasar.

2.4.4.2 Landasan Teori


Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan berat keadaan kering. Jumlah air yang terkandung di dalam
agregat perlu diketahui, karena akan mempengaruhi jumlah air yang akan
diperlukan didalam pencampuran beton.Keadaan kandungan air di dalam agregat
dibedakan menjadi beberapa tingkat, yaitu kering tungku, agregat yang benar-
benar tidak berair, dan ini berarti dapat secara penuh menyerap air, kering udara,
yaitu agregat yang kering permukaannya tetapi mengandung sedikit air di dalam
porinya. Oleh karena itu agregat dalam tingkat ini masih dapat sedikit mengisap
air, jenuh kering muka, agregat pada tingkat ini tidak ada air di permukaan tetapi
butir-butirnya berisi sejumlah air (Tjokrodimuljo, 1996).
Kadar air yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kuat tekan beton
atau dengan kata lain faktor air semen (fas) dapat mempengaruhi kuat tekan beton.
Dalam rancangan campuran beton kondisi agregat dianggap dalam keadaan kering
permukaan atau jenuh (saturated surface dry condition/SSD). Oleh karena itu
kadar air agregat harus diperikasa sebelum dipergunakan (Tjokrodimuljo, 1996).
Agregat tidak jenuh air, maka agregat akan menyerap air campuran beton
yang menyebabkan kurangnya air untuk proses pengerasan. Dengan mengetahui
kadar air dari agregat dapat ditaksir/ diperhitungkan untuk penambahan maupun
pengurangan air dalam suatu campuran beton. Kadar air yang berbeda-beda pada
agregat mengakibatkan pengurangan atau penambahan air terhadap campuran
sehingga faktor air semen yang sudah direncanakan juga mengalami perubahan
sehingga menghasilkan kuat tekan beton yang kemungkinan beragam
(Tjokrodimuljo, 1996).

57
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar air agregat kasar
adalah sebagai berikut.
1. Cawan
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

2.4.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur dalam melakukan percobaan kadar air agegat kasar adalah
sebagai berikut.
1. Menyiapkan agregat kasar dengan cara sampling menggunakan sample
splitter atau quartering method sebanyak minimum 500 gram untuk masing-
masing agregat lalu catat beratnya (A).
Ukuran Butiran Maksimum BeratAgregat
Minimum (kg)
(mm) (inci)

6,300 1/ 4 0,500
9,500 3/8 1,500
12,700 1/ 2 2,000
19,100 3/ 4 3,000
25,400 1 4,000
38,100 1 6,000
50,800 2 8,000
63,500 2 10,000
76,200 3 13,000
88,900 3 16,000
101,600 4 25,000
152,400 6 50,000

2. Memasukkan agregat yang telah diambil ke dalam cawan.


3. Memasukkan cawan beserta agregat ke dalam oven dengan suhu 100 °C ± 10
°C selama kurang lebih 24 jam.
58
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Memasukkan cawan beserta agregat tersebut ke dalam desikator setelah


mengering.
5. Menimbang kembali agregat tersebut (B) setelah dingin

2.4.4.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut.
Tabel 2.22 Data Percobaan Kadar Air Agregat Kasar
NomorSampel
Parameter Rata-rata
I II
Beratcontohawal (gram) 2001,500 2023,100 2012,300
Beratcontohkering (gram) 1902,700 1924,500 1913,600
Berat air (gram) 98,800 98,600 98,700
Kadar air (%) 5,193 5,123 5,158

2.4.4.6 Perhitungan
Perhitungan data yang diperoleh dari percobaan kadar air agregat kasar
adalah sebagai berikut.
Berat air =A– B
= 2001,500 – 1902,700
= 98,800 gram

A −B
Kadar air = 100%
B
2001,500−1902,700
= × 100%
1902,700

= 5,193%

Keterangan :
A : berat contoh awal (gram)
B : berat contoh kering (gram)
A–B : berat air (gram)

59
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.23 Hasil Perhitungan Percobaan Kadar Air Agregat Kasar


No. Parameter Nilai
1 Berat contoh awal (g) 2000,400
2 Berat contoh kering (g) 1886,400
3 Berat air (g) 114,000
4 Kadar air (%) 6,043

60
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang sudah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa kadar air agregat kasar didapatkan hasil bahwa kadar air yang
terkandung dalam agregat kasar adalah 6,043%. Kadar air agregat mempunyai
acuan standar dalamSNI 03-1971-1990, yaitu sebesar 3,000% – 5,000%. Hasil
percobaan yang didapatkan dari percobaan kadar air agregat kasar tidak
memenuhi standar.

61
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5 Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar


2.4.5.1 Maksud
Percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar dilakukan untuk
mengetahui kandungan lumpur dan lempung dalam agregat.

2.4.5.2 Landasan Teori


Pengertianlumpuradalahbagianyangberasaldariagregatalam(kerikildanpas
ir)yangdapatmelaluiayakan0,075mm,denganberat jenis kurang dari 2,000.
Bahanagregatalam(kerikil
danpasir)dapatmenyebabkanterganggunyaprosespengikatanpadabetonsertapengera
sanbetonnya.
Kandunganlumpuryangberlebihanpadaagregatakanmengurangidayalekatagregatde
nganpastasemen (SK SNI S-04-1989-F).
Ada kecenderungan meningkatnya penggunaan air dalam campuran
beton yang bersangkutan, jika terdapat lumpur. Lumpur tidak dapat menjadi satu
dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat.
Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak adanya saling
mengikat. Kandungan lumpur yang berlebihan pada agregat akan mengurangi
daya lekat agregat dengan pasta semen.
Kadar lumpur yang berlebih pada agregat dapat membuat kekuatan beton
menjadi rendah, sehingga mutu beton yang ditargetkan tidak tercapai. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan mutu agregat (kerikil maupun pasir) agar mendapatkan
bahan-bahan campuran beton yang memenuh isyarat, sehingga beton yang
dihasilkan nantinya sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu syarat teknis
adalah agregat halus (pasir) tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% berat
pasir. Kadar lumpur agregat normal yang diijinkan SK SNI S–04–1989–F untuk
agregat halus (pasir) maksimal 5% dan untuk agregat kasar (kerikil) maksimal
1%.

62
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Saringan No. 4, No. 16, dan No. 200
2. Timbangan
3. Oven
4. Cawan

2.4.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Mengambil agregat kasar dengan carasampling menggunakan sample splitter
atau quartering method, lalu memasukkan agregat kasar (tertahan saringan
No.4) sebanyak minimum 5000 gram ke dalam cawan.
2. Memasukkan cawan beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100 ± 10 °C
selama 24 jam.
3. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu menimbang berat agregat kasar
kering (A).
4. Memasukkan air pencuci ke dalam cawan lalu mengaduk benda uji hingga
terjadi pemisahan sempurna antara butir-butir kasar dan halus. Mengusahakan
bahan halus melayang sehingga mempermudah dalam memisahkannya.
5. Menuangkan air pencuci segera diatas saringan No. 16 yang di bawahnya di
pasang saringan No. 200.
6. Mengulangi pencucian dan penyaringan hingga air pencuci terlihat jernih.
7. Mengembalikan benda uji yang tertahan saringan No. 16 dan No. 200 ke
dalam cawan lalu mengeringkannya dalam oven pada suhu 100 ± 10 °C
selama 24 jam.
8. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang berat kering agregat (B).

63
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.5 Data Percobaan


Data yang diperoleh dari percobaan kadar lumpur dan lempung agregat
kasar adalah sebagai berikut.
Tabel 2.24 Data Percobaan Kadar Lumpur Lempung Agregat Kasar
SampelAgrega SampelAgrega
Parameter t t
Halus Kasar
Beratagregatkeringawal (gram) 500 5000
Beratagregatkeringsetelahpencucia
(gram) 489 4959
n
Kadar lumpur dan lempung (%) 2,200 0,820

2.5.5.6 Perhitungan
Perhitungan dari percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar
adalah sebagai berikut.
A−B
Kadar lumpur dan lempung = 100%
B
500-489
= ×100%
489

= 2,200%

Keterangan:
A : berat agregat kering awal
(gram)
B : berat agregat kering setelah pencucian (gram)

64
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.25 Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar
No. Parameter Nilai
1 Berat agregat kering awal (g) 4746,000
2 Berat agregat kering setelah pencucian (g) 4673,500
3 Kadar lumpur dan lempung (%) 1,528

65
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.7 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar
diperoleh nilai kadar lumpur dan lempung agregat kasar adalah 1,528%. Menurut
SNI 03-4142-1996, syarat kadar lumpur dan lempung agregat kasar adalah ≤
1,000%. Jadi, agregat belum memenuhi standar yang ditentukan

66
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6 Abrasion Test


2.4.6.1 Maksud
Abrasion test dilakukan untuk mengetahui keausan agregat yang
diakibatkan oleh faktor-faktor mekanis.

2.4.6.2 Landasan Teori


Keausan adalah perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.
12 (1,180 mm) terhadap berat semula dalam persen. Untuk menguji kekuatan
agregat kasar dapat mengguankan bejana Rudolf ataupun dengan alat uji los
angeles test.Mesin yang digunakan untuk pengujian keausan ini adalah mesin los
angeles. Mesin ini berbentuk silinder dengan diameter 170 cm yang terbuat dari
baja. Dalam pengujian ini menggunakan bola-bola baja yang berukuran 4 – 6 cm
sebagai nilai bantu untuk menghancurkan agregat. Jumlah bola yang digunakan
tergantung dari tipe gradasi dan agregat yang diuji.
Di dalam mesin losangelesterdapat sirip yang berfungsi sebagai pembalik
material yang diuji dan lama pengujian tergantung dari jumlah berat material.
Pengujian atau test los angeles telah digunakan secara luas sebagai indikator dari
kualitas atau kemampuan berbagai sumber agregat yang mempunyai komposisi
mineral yang sama. Hasil dari pengujian ini tidak langsung secara sah
membenarkan perbandingan antara sumber-sumber agregat yang jelas berbeda
dari asal, komposisi, maupun strukturnya.
Prinsip pengujian losangeles adalah pengukuran perontokan agregat dari
gradasi standarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan penggilisan di
dalam drum saja. Ketika drum berputar, bilah baja yang terdapat di dalamnya,
mengangkat sampel dan bola baja, membawanya berputar sampai kembali jatuh,
mengakibatkan efek tumbuk-tekan atau impact-crushing pada sempel. Sampel
sendiri kemudian berguling dengan mengalami aksi abrasi dan panggilasan
sampai bilah baja kembali menekan dan membawanya berputar.

67
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam abrasion test agregat kasar adalah
sebagai berikut.
1. Los angeles abrasion machine
2. Bola baja
3. Oven
4. Saringan 11/2", 1", 3/4", 1/2", 3/8", 1/4", No.4, dan No. 12
5. Talam
6. Timbangan
7. Pan

2.4.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam abrasion test agregat kasar adalah sebagai
berikut.
1. Mengambil agregat yang akan diperiksa lalu mencucinya hingga bersih.
2. Mengeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 100 ± 10 °C sampai
beratnya tetap
3. Memisahkan agregat sesuai dengan kelompoknya. Lalu mencampurkan
sesuai dengan kombinasi yang diinginkan (A/B/C/D) dengan berat total 5000
gram (A).
Tabel 2.26 Kriteria Benda Abrasion Test

Ukuran Saringan Berat Agregat


Lolos Tertahan Lolos Tertahan Lolos Tertahan
1
/4″ No.4 2500 ± 10 2500 ± 10
No.4 No. 8 2500 ± 10
Total 5.000 ± 10 5.000 ± 10 5.000 ± 10 5.000 ± 10
Jumlah bola baja 12 11 8 6
Berat bola 5000 ± 25 4584 ± 25 3330 ± 20 2500 ± 15
(gram)

68
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.26 Kriteria Benda Abrasion Test(Lanjutan)


Ukuran Saringan Berat Agregat
Lolos Tertahan A B C D
11/2″ 1″ 1250 ± 25
1″ 3
/4″ 1250 ± 25
3
/4″ 1
/2″ 1250 ± 10 2500 ± 10
1
/2″ 3
/8″ 1250 ± 10 2500 ± 10
3
/8″ 1
/4″ 2500 ± 10

4. Menghidupkan lampu power.


5. Memutar drum abrasi dengan menekan tombol inching sehingga tutupnya
mengarah ke atas.
6. Membuka tutup mesin abrasi lalu memasukkan agregat yang telah disiapkan.
7. Memasukkan bola baja sebanyak yang disyaratkan (lihat tabel ketentuan
kriteria benda uji abrasi).
8. Menutup kembali mesin abrasi.
9. Membuka tutup counter lalu mengatur angkanya menjadi 500 kemudian
ditutup kembali.
10. Menekan tombol start sehingga mesin abrasi berputar. Jumlah putaran akan
terbaca pada counter dan mesin abrasi akan berhenti berputar secara otomatis
pada jumlah putaran 500.
11. Memasang talam di bawah mesin abrasi.
12. Membuka tutup mesin lalu tekan tombol inching sehingga mesin abrasi
berputar dan agregat serta bola baja tertampung pada talam tersebut.
13. Menyaring agregat dengan saringan No. 12 lalu mencuci agregat tertahan
sampai bersih.
14. Mengeringkan lagi dalam oven selama 24 jam pada suhu 100 ± 10 °C.
15. Menimbang berat keringnya.

69
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.5 Data percobaan


Data yang diperoleh dari percobaan uji abrasion yang telah dilakukan
dapat di lihat pada tabel 2.27 dan 2.28.
Tabel 2.27 Data Kriteria Agregat Percobaan Abrasion Test
GradiasiSaringan
BeratAgregat
Lolos Tertahan
¾" ½" 2500 ± 10
½" ⅜" 2500 ± 10
Total 5000 ± 10
Jumlah bola Baja 11
Berat Bola Baja 4584 ± 25

Tabel 2.28 Data Percobaan Abrasion Test


Parameter Nilai
BeratSebelum (gram) 5006,7
BeratSesudahdiayakSaringan No.12
(gram) 3099
Keausan (%) 38,103

2.4.6.6 Perhitungan
Nilai yang didapat dari hasil percobaan uji abrasi dengan perhitungan
sebagai berikut.

A−B
Keausan = 100%
A
5006,7-3099
= ×100%
5006,7

= 38,103%

Keterangan:
A : berat total benda uji semula (gram)
B : berat benda uji yang tertahan saringan No. 12 (gram)

70
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIKSIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.29 Hasil Pemeriksaan Abrasion Test


No. Parameter Nilai
1 Berat sebelum (gram) 5000,000
2 Berat sesudah diayak saringan No. 12 (gram) 2624,000
3 Keausan (%) 47,520

71
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian keausan agregat yang telah dilakukan
diperoleh nilai keausan rata-rata adalah 47,520%. Menurut SNI 2417:2008 (Cara
Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles), nilai keausan agregat
yang baik untuk digunakan dalam konstruksi adalah < 40,000 %. maka hasil
percobaan dari agregat telah memenuhi standar.

72
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5 PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS


2.5.1 Percobaan Analisis Saringan Aggregat Halus
2.5.1.1 Maksud
Percobaan analisis saringan agregat halus bertujuan untuk mengetahui
ukuran butiran dan gradasi agregat halus serta untuk keperluan desain campuran
beton serta tingkat kehalusannya yang dinyatakan dalam modulus kehalusan.

2.5.1.2 Landasan Teori


Analisis saringan adalah suatu Analisa yang dilakukan kepada saringan
yang bertujuan untuk mengetahui besar dari butiran suatu agregat. Dalam
percobaan ini yang digunakan adalah agregat halus. Agregat halus merupakan pengisi
yang berupa pasir. Agregat halus yang baik harus bebas dari bahan organik dan lempung.
Pasir yang digunakan dalam pencampuran beton jika dilihat dari sumberya dapat berasal
dari sungai ataupun dari galian tambang (quarry).
Secara umum material beton yang digunakan pada konstruksi terdiri atas
semen, air, pasir (agregat halus) dan kerikil (agregat kasar) yang dicampur dengan
perbandingan tertentu dan untuk menghasilkan kekuatan tertentu pula (Achmad
Basuki, 2017). Agregat halus sebagai bahan dasar untuk pembuatan beton
memegang peranan penting dalam menentukan mutu beton, karena agregat
merupakan bahan pengisi yang diikat oleh semen dan air menjadi massa padat,
sehingga kualitas agregat halus mempengaruhi langsung terhadap mutu beton.
Agregat halus berupa pasir, adalah agregat yang semua butir menembus ayakan 4,80 mm.
Sesuai dengan SNI 03-2847-2002, bahwa agregat halus merupakan agregat yang
mempunyai ukuran butir maksimum sebesar 5,00 mm.
Analisis saringan agregat halus berpacu kepada pedoman SNI 03-1968-
1990 (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar).
Pengujian ini memiliki alat utama yaitu sieve shaker. Sieve shaker adalah alat yang
digunakan untuk memisahkan padatan dengan menggunakan peralatan penyaringan
berlapis serta adanya nilai mesh saringan yang berbeda-beda. Peralatan ini memanfaatkan
getaran yang memudahkan bahan yang hendak dipisahkan untuk melewati saringan.

73
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Getaran yang dihasilkan, selain untuk meratakan permukaan bahan yang akan disaring juga
berfungsi untuk mengarahkan bahan yang tidak tersaring (Muhammad Faris, 2019).

2.5.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan Analisis Saringan Agregat
Halus adalah sebagai berikut.
1. Sieve shaker
2. Saringan 3", 21⁄2", 2", 11⁄2", 1", 3⁄4",1⁄2", 3⁄8", No.4, No.8, No.16, No.30, No.50,
No. 100
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven

2.5.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan Analisis Saringan Agregat
Halus adalah sebagai berikut.
1. Mengambil contoh agregat halus dan kasar masing-masing sebanyak 1000
gram. Cara pengambilan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
sample splitter atau menggunakan quartering method.
2. Memasukkan contoh agregat ke dalam oven pada suhu 110°C +5°C selama 24
jam atau sampai berat agregatnya tetap.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang terbesar
hingga yang terkecil lalu yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat ke dalam saringan yang paling atas kemudian ditutup
dan diguncangkan selama 15 menit.
6. Membiarkan selama 5 menit untuk memberi kesempatan supaya debu-debu
mengendap.
7. Membuka saringan tersebut lalu timbang berat masing-masing saringan
berikut isinya.
8. Menghitung berat masing-masing agregat yang tertahan dalam saringan.

74
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.1.5 Data Percobaan


Data yang didapatkan dari percobaan analisis saringan agregat halus
dapat dilihat pada Tabel 2.34.

Tabel 2.34 Data Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering = 993,300 gram

Berat Saringan Berat Saringan + Tertahan


Nomor Saringan
(gram) (gram)

No. 4
411,900 411,900
(4,75 mm)
No. 8
261,400 345,200
(2,36 mm)
No. 16
364,100 487,600
(1,18 mm)
No. 30
401,000 652,200
(0,60 mm)
No. 50
396,100 706,700
(0,30 mm)
No. 100
375,600 546,900
(0,15 mm)
Pan 442,400 495,300

2.5.1.6 Perhitungan
Perhitungan percobaan analisis saringan agregat halus pada saringan No. 8
adalah sebagai berikut.

Berat tertahan = (berat saringan + tertahan) − (berat


saringan)
= 345,200 – 261,400
= 83,800 gram
ƩBerat tertahan = berat tertahan di saringan No. 4 + berat tertahan di
saringan No.8
= 0,000 + 83,800

75
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

= 83,800 gram
 berat tertahan
Persentase tertahan =  100%
berat contoh kering
83,800
= × 100%
993,30
= 8,437%
Persentase lolos = 100% − persentase tertahan
= 100% − 8,437%
= 91,563%
jumlah persentase kumulatif tertahan tanpa pan
Modulus kehalusan =
100,000
247,569
=
100
= 2,476

76
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.35 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering = 993,300 gram
Berat Jumlah Persentase Kumulatif
Berat Berat
Nomor Saringan + Berat
Saringan Tertahan Tertahan Lolos
Saringan Tertahan Tertahan
(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)
No. 4
411,900 411,900 0,000 0,000 0,000 100,000
(4,75 mm)
No. 8
261,400 345,200 83,800 83,800 8,437 91,563
(2,36 mm)
No. 16
364,100 487,600 123,500 207,300 20,870 79,130
(1,18mm)
No. 30
401,000 652,200 251,200 458,500 46,159 53,841
(0,60 mm)
No.50
396,100 706,700 310,600 769,100 77,429 22,571
(0,30 mm)
No.100
375,600 546,900 171,300 940,400 94,674 5,326
(0,15 mm)

Pan 442,400 495,300 52,900 993,300 100,000 0,000

77
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.36 Hasil Pemeriksaan Modulus Kehalusan Agregat Halus


Persentase
Kumulatif Berat
Berat Tertahan Kumulatif
Nomor Saringan Tertahan
Tertahan
(gram) (gram) (%)
1½" (38,10 mm) 0,000 0,000 0,000
¾" (19,05 mm) 0,000 0,000 0,000
⅜" (9,53 mm) 0,000 0,000 0,000
No. 4 (4,75 mm) 0,000 0,000 0,000
No.8 (2,36 mm) 83,800 83,800 8,437
No.16 (1,18 mm) 123,500 207,300 20,870
No.30 (0.60 mm) 251,200 458,500 46,159
No.50 (0.30 mm) 310,600 769,100 77,429
No.100 (0.15 mm) 171,300 940,400 94,674
Pan 52,900 993,300 100,000
Jumlah 247,569
Modulus Kehalusan 2,476

78
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

120,000
Presentase Kumulatif Lolos Saringan %

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

0,000
0,100 1,000 10,000
Ukuran Bukaan Saringan (mm)

Gradasi Butiran Minimum Maksimum


Gambar 2.3 Kurva Gradasi Agregat Halus

79
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan analisis saringan
agregat halus, didapatkan persentase lolos tiap saringan sebagai berikut. saringan
No. 4 sebesar 100,000%, saringan No.8 sebesar 91,563%, saringan No.16 sebesar
79,130%, saringan No. 30 sebesar 53,841% saringan No. 50 sebesar 22,571%, dan
saringan No. 100 sebesar 5,326%. Didapatkan nilai perhitungan modulus
kehalusan sebesar 2,476. Menurut SK SNI S-0-1989-F, modulus kehalusan adalah
1,500 − 3,800. Berdasarkan dari hasil praktikum analisis saringan agregat halus
nilai modulus kehalusannya adalah sebesar 2,476 telah memenuhi syarat standar.

80
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2 Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


2.5.2.1 Maksud
Percobaan ini bermaksud untuk mengetahui berat jenis dari agregat halus
serta penyerapannya itu sendiri.

2.5.2.2 Landasan Teori


Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar atau beton. Agregat mempunyai peranan sangat penting terhadap
mutu dan kualitas beton karena mengisi komposisi cukup besar (kira kira 65%-75%) dalam
mortar atau beton. Agregat harus mempunyai bentuk yang baik (bulat atau mendekati
bentuk kubus), bersih, keras, kuat dan gradasinya baik. Agregat dengan gradasi baik
memiliki susunan butiran dari halus hingga kasar secara beraturan, sangat ideal digunakan
sebagai agregat beton karena butirannya dapat saling mengisi sehingga akan diperoleh
beton dengan kepadatan yang tinggi, mudah dikerjakan, dan mudah dialirkan (Amri, 2005).
Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau
mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI 1737-1989-F).
Agregat halus Agregat halus sebagai bahan dasar untuk pembuatan beton
memegang peranan penting dalam menentukan mutu beton, karena agregat
merupakan bahan pengisi yang diikat oleh semen dan air menjadi massa padat,
sehingga kualitas agregat halus mempengaruhi langsung terhadap mutu beton.
Agregat halus banyak tersedia langsung di alam seperti di sungai-sungai atau
dibuat dari pemecahan batuan alam, sehinggamasing-masing sumber agregat
tersebut akan mempunyai kualitas yang berlainan tergantung dengan sumbernya
dan jika dipergunakan sebagai material dalampembuatan beton normal tentunya
akam menghasilkan beton dengan kualitas yang berlainan (Heri Suprapto, 2008).
Pada percobaan berat jenis dan penyeparan agregat halus ini berpedoman
kepada SNI 1970:2008. Pedoman ini, merujuk kepada standar nasional mengenai
cara uji berat uji dan penyerapan agregat halus. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan beberapa alat seperti saringan No. 4, hot plate hingga timbangan
serta menggunakan beberapa metode yaiitu sampling splitter atau quartering
method. Hal ini digunakan untuk menunjang keberhasilan pengujian.

81
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Timbangan
2. Labu ukur 500 ml
3. Kerucut kuningan (cone)
4. Penumbuk (tamper)
5. Talam
6. Sendok pengaduk
7. Oven
8. Saringan No.4
9. Hot plate

2.5.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Mengambil agregat yang lolos saringan No.4 (±1.000 gram) dengan cara
sampling menggunakan sample slitter atau quartering method. Cuci benda uji
tersebut.
2. Mengeringkan dalam oven pada suhu 100°C 10°C selama 24 jam lalu
dinginkan.
3. Merendam agregat selama 24 jam dalam air.
4. Menebarkan agregat di atas permukaan terbuka dan rata kemudian dapat
diangin anginkan, sampel agregat juga dapat diaduk untuk mencapai
pengeringan yang merata,
5. Untuk mengecek apakah contoh sudah dalam kondisi SSD dapat dilakukan
pengujian kerucut, masukkan ke dalam kerucut kuningan dan dibagi ke dalam
3 lapisan, lapis pertama dipadatkan dengan penumbuk sebanyak 8 kali, lapis
kedua 8 kali dan lapis ketiga 9 kali sehingga jumlah keseluruhan tumbukan 25

82
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

kali dengan tinggi jatuh ±5 mm di atas permukaan pasir contoh secara merata
dan jatuh bebas.
6. Membersihkan daerah sekitar kerucut dari butiran agregat yang tercecer.
7. Mengangkat kerucut dalam arah vertikal secara perlahan-lahan.
8. Mengamati agregat saat dibuka, apabila masih terletak rapi, maka contoh
masih basah, keringkan kembali agregat tersebut. Apabila jatuh lepas
keseluruhan. maka contoh terlalu kering. Apabila terjadi keruntuhan sebagian
sedikit demi sedikit pada permukaan benda uji tersebut, maka agregat sudah
dalam keadaan SSD.
9. Masukan ke dalam pan dan cover untuk menghindari penguapan.
10. Isi labu ukur dengan air suling setengahnya lalu masukkan agregat ke dalam
labu ukur sebanyak 100 gram (jangan sampai ada yang tertinggal di leher labu
ukur).
11. Gunakan hot plate untuk mengeluarkan gelembung udara.
12. Rendam labu ukur dalam air hingga suhunya mencapai suhu ruangan lalu
tambahkan air suling hingga tanda batas.
13. Timbang labu ukur + air + sampel agregat (C).
14. Masukkan sampel agregat ke dalam oven pada suhu 100°C 10°C selama 24
jam, setelah itu masukkan dalam desikator lalu timbang beratnya (A).
15. Isi labu ukur dengan air suling sampai tanda batas lalu timbang (B).

2.5.2.5 Data Percobaan


Data percobaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.37.

Tabel 2.37 Data Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Nilai Rata-
Parameter
I II Rata
Berat contoh jenuh kering permukaan (gram) 100,000 100,000 100,000
Berat contoh kering (gram) 99,790 99,660 99,725
Berat labu + air (gram) 668,97 669,55 669,26
Berat labu + sampel SSD + air (gram) 731,02 730,94 730,98

83
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.6 Perhitungan
Perhitungan pada percobaan berat jenis dan penyerapan agregat halus
pada nilai/sampel 1 sebagai berikut.
A
Bulking spesific gravity =
B + 100,000 − C
99,790
= 668,970 + 100,000 − 731,020

= 2,630
100,000
Bulk spesific gravity (SSD) =
B + 100,000 − C
100,000
= 668,970 + 100,000 − 731,020

= 2,635
A
Apparent spesific gravity =
B+A−C
99,790
= 668,970 + 99,790 −731,020

= 2,644
100,000 − A
Absorption = ×100%
A
100,000 − 99,790
= ×100%
99,790
= 0,210%
Keterangan:
A : berat agregat kering (setelah di oven) (gram)

B : berat labu + air (gram)

C : berat labu + air + agregat (gram)

84
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.38 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


Nilai Rata-
Parameter
I II Rata
Berat contoh jenuh kering
(gram) 100,000 100,000 100,000
permukaan
Berat contoh kering (gram) 99,790 99,660 99,725
Berat labu + air (gram) 668,970 669,55 669,26
Berat labu + sampel SSD
(gram) 731,020 730,94 730,98
+ air
Bulk specific gravity 2,630 2,581 2,605
Bulk specific gravity
2,635 2,590 2,612
(SSD)
Apparent specific gravity 2,644 2,604 2,624
Absorption/penyerapan (%) 0,210 0,341 0,275

85
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
diperoleh nilai bulk specific gravity sebesar 2,630; bulk specific gravity (SSD)
sebesar 2,635; apparent specific gravity sebesar 2,644; dan absorption/
penyerapan sebesar 0,210%. Ketika agregat halus diletakkan dalam cawan, akan
membuat pasir/agregat halus menjadi runtuh sebagian, dan itulah yang menjadi
kondisi SSD. Berdasarkan SNI 1970:2008, berat agregat halus pada kondisi SSD
mengalami penyusutan setelah dikeringkan dalam oven.

86
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.3 Percobaan Bobot Isi Dan Rongga Udara Agregat Halus


2.5.3.1 Maksud
Percobaan bobot isi dan rongga udara agregat halus dilakukan untuk
menentukan bobot isi serta rongga udara agregat halus dalam kondisi lepas juga
kondisi padat.

2.5.3.2 Landasan Teori


Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih
70 % dari volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat
mempengaruhi sifat sifat beton yang dihasilkan. Agregat akan selalu memiliki
bobot serta rongga udara yang dapat berpengaruh terhadap kualitas konstruksi.
Hal ini harus dikendalikan dengan baik. Percobaan ini dilakukan untuk
menentukan bobot isi serta rongga udara agregat halus dalam kondisi lepas juga
kondisi padat.
Bobot isi agregat adalah berat agregat persatuan isi, sedangkan rongga udara
dalam satuan volume agregat adalah ruang diantara butir-butir agregat yang tidak diisi oleh
partikel padat. Bobot isi agregat tergantung dari pengemasan agregat kasar tersebut
di kemas dalam kondisi lepas atau kondisi padat. Bobot isi menunjukan perbandingan
antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi
merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi
bobot isinya yang berarti tanah semakin sulit meneruskan air (Hardjowigen, 2002).
Sebagaiaman percobaan lain memiliki pedoman untuk melakukan pengujian.
Percobaan ini juga berpedoman kepada SNI 03-4804-1998. Berat volume agregat
ditinjau dalam dua keadaan, yaitu berat volume gembur dan berat volume padat.
Berat volume gembur merupakan perbandingan berat agregat dengan volume
literan, sedangkan berat volume padat adalah perbandingan berat agregat dalam
keadaan padat dengan volume literan. Nilai rendemen lebih besar dari 1,000
menunjukkan suatu kelebihan beton yang digunakan, sedangkan jika rendemen

87
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

kurang dari 1,000 menunjukkan kekurangan campuran dari volume rancangan


(SNI 03-4804-1998).

2.5.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Oven
2. Timbangan
3. Batang pemadat Ø16 mm
4. Container (mold 6")
5. Meja getar
6. Mistar perata
7. Jangka sorong
8. Sekop

2.5.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat halus pada kondisi lepas adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Mengambil agregat halus dan mengeringkan agregat di dalam oven sehingga
beratnya tetap. Cara pengambilan agregat dapat dilakukan dengan
menggunakan sample splitter atau menggunakan quartering method.
3. Memasukkan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir dari
ketinggian 5 cm di atas container dengan menggunakan sendok/ sekop
sampai penuh.
4. Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
5. Menimbang berat container + isi (C).
Percobaan bobot isi dan rongga udara agregat halus pada kondisi padat
adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).

88
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Mengambil agregat halus dan mengeringkan agregat di dalam oven sehingga


beratnya tetap. Cara pengambilan agregat halus dapat dilakukan dengan
menggunakan sample splitter atau menggunakan quartering method.
3. Memasukkan agregat ke dalam container tersebut kurang lebih sepertiga
bagian lalu menubuk dengan batang pemadat sebanyak 25 kali.
4. Mengulangi hal yang sama lapis kedua
5. Memasukkan campuran agregat kasar hingga melebihi permukaan atas
container lalu menumbuk sebanyak 25 kali untuk lapisan terakhir.
6. Meletakkan di atas meja penggetar lalu memasang penjepitnya.
7. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
8. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaannya dengan mistar perata.
9. Menimbang container beserta isinya (C).

2.5.3.5 Data Percobaan


Data percobaan bobot isi dan rongga udara agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.39 dan Tabel 2.40.

Tabel 2.39 Data Percobaan Bobot Isi Lepas Agregat Halus


Parameter Nilai
Berat container (gram) 7465,000
Berat container + agregat (gram) 12302,000
Berat agregat (gram) 4837,000

Tabel 2.40 Data Percobaan Bobot Isi Padat Agregat Halus

Parameter Nilai
Berat container (gram) 7465,000
Berat container + agregat (gram) 12953,000
Berat agregat (gram) 5488,000

89
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.3.6 Perhitungan
Perhitungan pada percobaan bobot isi dan rongga udara agregat halus
pada kondisi lepas adalah sebagai berikut.
C−B
Berat isi (kering) =
V
12302,000 − 7465,000
= 3246,540
= 1,490 gram/cm3
C−B A
Berat isi (SSD) = × (1 + )
V 100%
12302,000 − 7465,000 0,276
= × (1 + 100%)
3246,540
= 1,494 gram/cm3
berat isi (kering)
Kadar rongga udara = (1 − ) × 100%
SG
1,490
= (1 − ) × 100%
2,605
= 42,814%
Keterangan:
A : absorpsi agregat (%)
B : berat container (gram)
C : berat container berikut isinya (gram)
V : volume container (gram)
SG : berat jenis agregat (kering)

90
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.41 Hasil Pemeriksaan Bobot Isi Lepas Agregat Halus

Parameter Nilai
Berat container (gram) 7465,000
Berat container + agregat (gram) 12302,000
Berat agregat (gram) 4837,000
Volume container (cm³) 3246,540
Berat isi agregat (kering) (gram/cm³) 1,490
Berat isi agregat (SSD) (gram/cm³) 1,494
Kadar rongga udara (%) 42,814

Tabel 2.42 Hasil Pemeriksaan Bobot Isi Padat Agregat Halus

Parameter Nilai
Berat container (gram) 7465,000
Berat container + agregat (gram) 12953,000
Berat agregat (gram) 5488,000
Volume container (cm³) 3246,540
Berat isi agregat (kering) (gram/cm³) 1,690
Berat isi agregat (SSD) (gram/cm³) 1,695
Kadar rongga udara (%) 34,939

91
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan bobot isi dan rongga
udara agregat halus, diperoleh hasil bobot isi pada kondisi bobot isi lepas, nilai
berat isi agregat (kering) 1,490 gram/cm3 dengan nilai berat isi agregat (SSD)
1,494 gram/cm3, dan nilai kadar rongga udara 42,814%. Hasil bobot isi kondisi
padat, nilai berat isi (kering) 1,690 gram/cm3, nilai berat isi (SSD) 1,695
gram/cm3, nilai kadar rongga udara 34,939%.

92
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4 Percobaan Kadar Air Agregat Halus


2.5.4.1 Maksud
Percobaan kadar air agregat halus bertujuan untuk menentukan kadar air
yang terkandung dalam agregat.

2.5.4.2 Landasan Teori


Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen. Percobaan kadar
air agregat halus dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan
kadar air agregat. Keberhasilan pecobaan ini akan diperoleh angka persentase dari kadar air
yang dikandung oleh agregat. Pengujian ini dilakukan pada agregat yang mempunyai
kisaran garis tengah dari 6,3 mm sampai 152,4 mm. Hasil pengujian kadar air agregat dapat
digunakan dalam pekerjaan seperti perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton
dan perencanaan campuran dan pebgendalian mutu perkerasan jalan (SNI 03-1971-1990)

Agregat yang baik digunakan dalam campuran beton adalah agregat pada kondisi
SSD. Apabila agregat dengan kadar air tertentu (belum mencapai kondisi SSD) digunakan
dalam perencanaan campuran, maka agregat tersebut akan menyerap air terlebih dahulu
sampai mencapai kondisi SSD sebelum air bereaksi dengan semen. Campuran tersebut
akan mengalami kekurangan air sehingga tidak akan didapatkan kuat tekan yang
diinginkan dan akan berdampak buruk pada beton yang telah direncanakan. Kadar air SSD
pada agregat sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang terkandung dalam agregat. Semakin
besar selisih antara berat agregat semula dengan berat agregat setelah kering oven maka
semakin banyak pula air yang dikandung oleh agregat tersebut dan sebaliknya. Apabila
agregat tidak dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD), proporsi campuran harus
dikoreksi terhadap kandungan dalam agregat. Koreksi Proporsi Campuran dilakukan
terhadap kadar air dalam agregat minimum satu kali sehari (Dedy Satyawirawan, 2016).

93
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk percobaan kadar air agregat halus adalah
sebagai berikut.
1. Cawan
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

2.5.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan kadar air agregat halus adalah
sebagai berikut.
1. Menyiapkan agregat halus dengan cara sampling menggunakan sample
splitter atau quartering method sebanyak ± 500 gram lalu mencatat beratnya
(A).
Tabel 2.43 Ukuran Butir Maksimum Untuk Agregat Halus

Ukuran Butir Maksimum


Berat Agregat
Minimum
(mm) (inci) (kg)

6,300 ¼ 0,500
9,500 ⅜ 1,500
12,700 ½ 2,000
19,100 ¾ 3,000
25,400 1 4,000
38,100 1½ 6,000
50,800 2 8,000
63,500 2½ 10,000
76,200 3 13,000
88,900 3½ 16,000
101,600 4 25,000
152,400 6 50,000

2. Memasukkan agregat halus yang telah diambil ke dalam cawan.

94
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

3. Memasukkan cawan beserta agregat halus ke dalam oven dengan suhu 100℃
± 10℃ selama kurang lebih 24 jam.
4. Mengeringkan dalam oven, setelah itu memasukkan cawan beserta agregat
halus tersebut ke dalam desikator.
5. Menimbang kembali cawan beserta agregat halus (B) setelah didinginkan.

2.5.4.5 Data Percobaan


Data yang didapat dari percobaan kadar air agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.44.

Tabel 2.44 Data Percobaan Kadar Air Agregat Halus


Parameter Nilai
Berat agregat awal (gram) 2000,100
Berat agregat kering (gram) 1991,200

2.5.4.6 Perhitungan
Perhitungan pada percobaan kadar air agregat halus adalah sebagai
berikut.
Berat air =A−B
= 2000,100 − 1991,200
= 8,900 gram
A−B
B × 100%
Kadar air =
2000,100− 1991,200
= ×100%
1991,200
= 0,447%
Keterangan:
A : berat contoh awal (gram)
B : berat contoh kering (gram)
A −B : berat air (gram)

95
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.45 Hasil Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus


Parameter Nilai
Berat agregat awal (gram) 2000,100
Berat agregat kering (gram) 1991,200
Berat air (gram) 8,900
Kadar air (%) 0,447

96
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan,
agregat halus mengandung kadar air sebanyak 0,447%. Dalam percobaan mix
design beton kadar air akan menjadi hal yang diperlukan. Oleh karena itu, data ini
akan digunakan untuk penyesuaian kebutuhan free water content dalam
perencanaan campuran (mix design) beton.

97
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5 Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus


2.5.5.1 Maksud
Percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus dilakukan untuk
mengetahui kandungan lumpur dan lempung dalam agregat halus.

2.5.5.2 Landasan Teori


Tanah liat dan Lumpur yang sering terdapat dalam agregat, mungkin
berbentuk gumpalan atau lapisan yang menutupi lapisan butiran agregat. Tanah
lihat dan Lumpur pada permukaan butiran agregat akan mengurangi kekuatan
ikatan antara pasta semen dan agregat sehingga dapat mengurangi kekuatan dan
ketahanan beton. Adanya lumpur dan tanah liat menyebabkan bertambahnya air
pengaduk yang diperlukan dalam pembuatan beton, disamping itu pula akan
menyebabkan berkurangnya ikatan antara pasta semen dengan agregat sehingga
akan menyebabkan turunnya kekuatan beton yang bersangkutan serta menambah
penyusutan dan creep.

Pembangunan konstruksi memerlukan beton yang bermutu, untuk


menciptakan mutu beton yang baik (kuat tekan tinggi), maka bahan penyusun
beton harus memenuhi syarat teknis. Salah satu syarat teknis adalah agregat halus
(pasir) tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat pasir. Kadar lumpur
agregat normal yang diijinkan SK SNI S–04–1989–F untuk agregat halus (pasir)
maksimal 5% dan untuk agregat kasar (split) maksimal 1%. Ada kecenderungan
meningkat-nya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika
terdapat lumpur. Lumpur tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga meng-
halangi penggabungan antara semen dengan agregat (Purwanto, 2012).

Lumpur dalam beton adalah partikel yang lolos ayakan no. 200 (0,075
mm). Apabila agregat halus dan kasar mengandung kadar lumpur yang tinggi
maka dapat menyebabkan terhambatnya pengerasan semen, bertambahnya Faktor
Air Semen (FAS), mampu mengurangi daya ikatan pasta semen dengan agregat
sehingga dapat mengurangi kekuatan dan ketahanan beton dan lebih lanjut lagi
beton akan menjadi retak ketika kering akibat dari tingginya bagian yang halus
(Reni Rahmawati, 2015).
98
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Saringan No. 4, No. 8, dan No. 200
2. Timbangan
3. Oven
4. Cawan

2.5.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus adalah
sebagai berikut.
1. Mengambil benda uji dengan cara sampling menggunakan sample splitter atau
quartering method, lalu masukkan ke dalam cawan, untuk agregat halus (lolos
saringan No.4) sebanyak minimum 500 gram sementara untuk agregat kasar
(tertahan saringan No.4) sebanyak minimum 5000 gram kemudian masukkan
masing-masing sampel ke dalam cawan yang berbeda.
2. Memasukkan cawan beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100°C +10°C
selama 24 jam.
3. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu timbang berat masing-masing
sampel kering (A).
4. Memasukkan air pencuci ke dalam cawan lalu aduk hingga terjadi pemisahan
sempurna antara butir-butir kasar dan halus. Usahakan agregat halus
mengapung dibagian atas air sehingga mudah untuk memisahkannya.
5. Menuangkan air pencuci segera di atas saringan No.16 yang di bawahnya
dipasang saringan No.200.
6. Mengulangi pencucian dan penyaringan hingga air pencuci terlihat jernih.
7. Mengembalikan benda uji yang tertahan saringan No.16 dan No.200 ke dalam
cawan lalu keringkan dalam oven pada suhu 100ºC 10°C selama 24 jam.
8. Mendinginkan dalam desikator lalu timbang berat kering benda uji (B).

99
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5.5 Data Percobaan


Data percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.46.

Tabel 2.46 Data Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus
Parameter Nilai
Berat agregat kering awal (gram) 500,000
Berat agregat setelah pencucian (gram) 489,000

2.5.5.6 Perhitungan
Perhitungan pada percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus
adalah sebagai berikut.
A −B
A × 100%
Kadar lumpur dan lempung =
500,000 − 489,000
= × 100%
500,000
= 2,200%
Keterangan:
A : berat contoh kering awal (gram)
B : berat contoh kering setelah pencucian (gram)

100
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.47 Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus
Parameter Nilai
Berat agregat kering awal (gram) 500,000
Berat agregat setelah pencucian (gram) 489,000
Kadar lumpur dan lempung (%) 2,200

101
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan kadar lumpur dan
lempung agregat halus, diperoleh nilai kadar lumpur dan lempung sebesar
2,200%. Berdasar kepada SNI 03-4142-1996 nilai kadar lumpur dan lempung
adalah sebesar ≤ 5,000%. Dengan demikian, nilai kadar lumpur dan lempung yang
telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa agregat halus tersebut memenuhi syarat
untuk campuran beton.

102
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6 Sand Equivalent Test


2.5.6.1 Maksud
Sand equivalent test dilakukan untuk mengetahui kebersihan agregat
halus atau pasir.

2.5.6.2 Landasan Teori


Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam
menentukan besarnya kekuatan beton. Pada beton biasanya terdapat 60% sampai
80% volume agregat Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga
seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, rapat,
dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celalı yang ada di
antara agregat berukuran besar. Karena agregat merupakan merupakan bahan
yang terbanyak di dalam beton, maka semakin banyak persen agregat dalam
campuran akan semakin murah harga beton, dengan syarat campurannya masih
cukup mudah dikerjakan untuk elemen struktur yang memakai beton tersebut.
Agregat memiliki peranan penting dalam jalannya pembangunan
konstruksi. Agregat yang digunakan sebagai bahan jalan harus bersih, bebas dari
zat-zat asing seperti tumbukan, butiran lunak, gumpalan tanah liat (lempung) atau
lapisan tanah liat (lempung). Biasanya berada dalam atau melekat pada agregat.
Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh jelek pada kinerja perkerasan,
seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.
Pengujian setara pasir (sand equivalent test), dilakukan untuk
menentukan perbandingan relative dari bagian bahan yang dapat merugikan
(seperti butiran lunak dan lempung) terhadap bagian bahan agregat yang lolos
saringan no.4. Nilai setara pasir agregat untuk pekerjaan campuran beraspal panas,
mensyaratkan minimum 50 % (spek umum bidang jalan dan jembatan,litbang
trans PU, April 2005). Pengujian setara pasir adalah suatu metode pengujian
agregat halus atau pasir lolos saringan no 4 (4,76 mm),menggunakan suatu alat uji
cara setara pasir dan larutan kerja tertentu. (Fiqri Darmawan, 2016).

103
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk sand equivalent test adalah sebagai
berikut.
1. Tabung Sand Equivalent (SE)
2. Beban Equivalent
3. Larutan standar (stock solution)
4. Gelas erlenmeyer
5. Statif
6. Cawan
7. Tin box
8. Saringan No. 4
9. Sumbat karet
10. Stopwatch

2.5.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan sand equivalent adalah sebagai
berikut.
1. Mengambil pasir dari lapangan yang lolos saringan No.4 dengan cara
sampling menggunakan sample splitter atau quartering method secukupnya
lalu. masukkan ke dalam tin box sampai penuh, ratakan dan tekan dengan
tangan sehingga rata permukaan.
2. Memasukkan larutan standar ke dalam tabung SE sampai skala 5.
3. Memasukkan pasir yang telah ditakar ke dalam tabung SE dan biarkan 10
menit.
4. Mengocok tabung tersebut dengan arah mendatar sebanyak 90 kali, dimana
perhitungan dilakukan satu arah.
5. Memasukkan slang ke dalam tabung SE dan buka keran hingga larutan standar
equivalent masuk ke dalam tabung SE sampai tertinggi skala 15.
6. Mendiamkan 20 menit, kemudian baca skala di atas permukaan lumpur (skala
lumpur).

104
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

7. Selanjutnya, Memasukkan skala beban equivalent secara perlahan-lahan


sampai beban tersebut berhenti.
8. Membaca skala setelah pembebanan yang ditunjukkan oleh beban

2.5.6.5 Perhitungan
Perhitungan percobaan sand equivalent menggunakan rumus sebagai
berikut:
skala pembacaan pasir
Nilai SE =  100%
skala pembacaan lumpur

105
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7 Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus


2.5.7.1 Maksud
Percobaan kadar bahan organik agregat halus bertujuan untuk
mengetahui kadar bahan organik yang terkandung dalam agregat halus yang akan
digunakan sebagai bahan campuran beton.

2.5.7.2 Landasan Teori


Agregat memiliki senyawa organik di dalamnya. Zat organik yang
terkandung dalam agregat halus umumnya berasal dari penghancuran tumbuh-
tumbuhan, terutama yang berbentuk humus dan lumpur organik. Zat organik yang
merugikan diantaranya gula, minyak dan lemak. Gula dapat menghambat
pengikatan semen dan pengembangan kekuatan beton, sedangkan minyak dan
lemak dapat mengurangi daya ikat semen.
Pada percobaan ini, akan digunakan bahan berupa NaOH hal ini
ditujukan agar bahan organik dapat bereaksi dan menimbulkan warna yang akan
menjadi penentu apakah agregat dapat digunakan tanpa dicuci terlebih dahulu atau
harus dibersihkan kembali. Natrium Hidroksida atau NaOH sendiri merupakan senyawa
kimia dengan alkali tinggi. Natrium hidroksida digunakan dalam pembuatan garam
Natrium dan deterjen, regulasi pH, dan sintesis organik. NaOH digunakan dalam proses
produksi aluminium Bayer, secara massal. Natrium hidroksida paling sering ditangani
sebagai larutan berair. karena lebih murah dan mudah ditangani (Kurt dan Bittner, 2005).
Zat organik adalah zat yang pada umumnya merupakan bagian dari binatang atau
tumbuh-tumbuhan dengan komponen utamanya adalah karbon, protein, dan lemak lipid.
Agregat halus merupakan salah satu komponen dalam campuran beton, dimana agregat
halus yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu salah satunya adalah tidak
boleh mengandung bahan organik yang berlebih.

2.5.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk percobaan kadar bahan organik agregat
halus adalah sebagai berikut.
1. Botol organik

106
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Larutan NaOH 3%
3. Standar warna
4. Gelas ukur

2.5.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada percobaan kadar bahan organik agregat
halus adalah sebagai berikut.
1. Mengambil pasir dalam keadaan asli (dari lapangan) dengan cara sampling
menggunakan sample splitter atau quartering method sebanyak 130 ml.
2. Memasukkan pasir ke dalam botol organik lalu tambahkan lauran NaOH 3%
sampai batas 200 ml.
3. Menutup botol, lalu guncangkan selama 10 menit supaya benar-benar
bercampur.
4. Membiarkan selama 24 jam agar terjadi reaksi sempurna antara larutan NaOH
dengan bahan-bahan organik.
5. Menentukan warna larutan dengan ketentuan warna sebagai berikut:
a. Bandingkan warna larutan dengan standar warna.
b. Standar warna No.1 dan No.2 berarti pasir tersebut dapat digunakan
sebagai bahan campuran beton tanpa dicuci terlebih dahulu.
c. Bila warna larutan sama dengan standar warna No.3 dan No.4, maka
kandungan organiknya tinggi sehingga pasir tersebut perlu dicuci dahulu
sebelum digunakan untuk campuran beton, dan apabila warna larutan
sama dengan No.5, maka penggunaannya perlu dipertimbangkan.

2.5.7.5 Data Percobaan


Setelah menganalisis pasir yang telah dimasukkan ke dalam botol
organik dan ditambahkan larutan NaOH 3% sampai batas 200 ml serta melihat
warna yang timbul dari larutan. Didapatkan bahwa larutan organik tersebut berada
pada tabel no 2 yaitu memiliki keterangan rendah.

107
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.48 Hasil Pemeriksaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus


Hasil Pengamatan

108
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7.6 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap kadar bahan organik
agregat halus warna larutan pasir sama dengan warna No. 2. Hal ini berarti bahwa
kandungan organik yang dimiliki agregat tersebut rendah. Sesuai dengan pedoman
SNI 03-2816-1992 standar warna No.2 berarti pasir tersebut dapat digunakan
sebagai bahan campuran beton tanpa dicuci terlebih dahulu.

109
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7 Soundness Test Agregat Halus


2.4.7.1 Maksud
Soundess test agregat halus dilakukan untuk mengetahui
keausan/pelapukan agregat akibat pengaruh iklim/cuaca.

2.4.7.2 Landasan Teori


Soundess test dilakukan untuk menentukan resistensi agregat terhadap
disintegrasi melalui cuaca dan khususnya siklus beku dan cair. Agregat yang
tahan lama (tahan terhadap cuaca) lebih kecil kemungkinannya terdegradasi di
lapangan dan menyebabkan tekanan perkerasan HMA prematur dan berpotensi
kegagalan. Memperhatikan suhu larutan dalam ruangan pada saat pengujian agar
selalu sesuai dengan yang disyaratkan di dalam metode pengujian soundness,
sebab ketelitian pengujian soundness secara garis besar sangat bergantung pada
kondisi suhu larutan dan suhu ruangan. Peralatan yang diperlukan juga harus
sesuai standar yang ditentukan. Selain menggunakan larutan natrium sulfat dan
magnesium sulfat, ada larutan lain yang digunakan yaitu barium klorida (Ahmad,
2015).
Diketahui bahwa agregat-agregat pada campuran beton mempunyai
kelebihan dan kekurangan dengan berbagai alasan dan faktor tertentu. Penyebab
terbesar terjadinya kerusakan pada beton yaitu dikarnakan pada keadaan cuaca/
iklim. Dimana beton terkadang terkena sinar matahari dan tekadang terkena air
hujan. Untuk mengatasi atau untuk mengetahui berbagai macan kerusakan yang
diakibatkan cuaca maka dilakukan beberapa mekanis percobaan. (ASTM C 88-
76).
Kekekalan agregat dapat diuji dengan larutan kimia untuk memeriksa
reaksinya pada agregat. Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum
dalam SK SNI S-04-1989-F. Agregat halus jika diuji dengan menggunakan
larutan garam sulfat (natrium sulfat) bagian yang hancur maksimum 12% dan jika
diuji dengan menggunakan magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%
(Anasori, 2013)

110
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan Soundness test agregaat halus
adalah sebagai berikut.
1. Beaker glass
2. Timbangan dengan ketelitian minimal 0,1%
3. Natrium sulfat/magnesium sulfat
4. Oven
5. Desikator
6. Termometer dengan ketelitian 0,1%
7. Hidrometer
8. Wadah untuk agregat halus, kawat kasa berbentuk tabung yang bagian
atasnya terbuka yang mempunyai ukuran bukan saringan No. 60
9. Saringan dengan ukuran sebagai berikut.
Tabel 2.28 ukuran saringan
Ukuran Saringan
No.4 (4,750 mm)
No. 5 (4,000 mm)
No. 8 (2,400 mm)
No. 16 (1,200 mm)
No. 30 (0,600 mm)
No. 50 (0,300 mm)
No. 100 (0,150 mm)

2.4.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang harus dilakukan dalam soundness test agregat
halus adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan larutan garam sulfat.
a. Menyiapkan larutan jenuh garam natrium sulfat/ magnesium sulfat dengan
cara melarutkan kristal 1 murni garam natrium sulfat/ magnesium sulfat
dalam air panas lalu menyaringnya.
b. Larutan harus betul-betul jenuh sehingga tidak terlihat adanya kelebihan
garam yang tidak larut.

111
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

c. Mengaduk baik-baik, kemudian menyimpan dalam desikator selama 48


jam sebelum dipergunakan.
d. Menghancurkan terlebih dahulu hablur-hablur garam yang mungkin
terjadi dengan cara mengaduk, kemudian menentukan berat jenisnya.
2. Mengambil benda uji agregat halus di atas saringan No. 50, mengeringkan
dalam oven sampai beratnya tetap kemudian menyaringnya.
Tabel 2.50 Ukuran Saringan yang digunakan untuk Agregat Halus
Lolos saringan Tertahan Saringan
9,500 mm (3/8") 4,750 mm (No. 4)
4,750 mm (No. 4) 2,360 mm (No. 8)
2,360 mm (No. 8) 1,180 mm (No. 16)
1,180 mm (No. 16) 0,600 mm (No. 30)
0,600 mm (No. 30) 0,300 mm (No. 50)

3. Mengambil benda uji ±100 untuk masing-masing fraksi yang telah disaring,
kemudian mencatat berat totalnya. Jangan menggunakan agregat halus yang
menempel pada celah saringan.
4. Memasukkan benda uji ke dalam beaker glass, kemudian menuangkan
larutan garam natrium/ magnesium yang telah disediakan sehingga larutan
tersebut dapat merendam seluruh permukaan benda uji dengan ketinggian
±12,5 mm (1/2").
5. Menutup beaker glass dengan rapat untuk mengurangi penguapan dan
masuknya substansi lain. Mengatur temperatur perendaman pada suhu 20,3oC
− 21,9 oC.
6. Memasukkan beaker glass ke dalam desikator dan mendiamkan selama
minimum 16 jam dan maksimum 18 jam.
7. Mengeluarkan beda uji dari dalam larutan, membiarkannya tiris selama 15 ± 5
menit. Mengeringkan dalam oven pada temperatur 110oC ± 5oC sampai
beratnya tetap, kemudian mendinginkan benda uji sebelum direndam kembali
dalam larutan.
8. Mengulangi proses perendaman dan pengeringan benda uji minimial 5 kali.
Apabila pengujian terpakasa dihentikan sementara, menyimpan benda uji di
dalam oven pada tempratur 110 oC ± 5oC sampai pengujian dilanjutkan
112
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

kembali.
9. Setelah proses perendaman dan pengeringan selesai, mencuci benda uji dengan
cara megalirkan air panas (43 oC ± 6 oC) ke dalam cawan sampai meluap
keluar untuk memastikan benda uji telah bersih dari larutan natrium sulfat/
magnesium sulfat. Selama proses pencucian, menjaga benda uji dari
guncangan atau tumbukan yang dapat membuat pecah atau retaknya benda uji.
10. Mengeringkan masing-masing fraksi benda uji dalam oven sampai
memperoleh beratnya tetap.
11. Menyaring agregat halus dengan ukuran saringan yang sama pada saat
persiapan benda uji, lalu menimbang dan mencatat berat benda uji yang
tertahan pada masing-masing saringan (B).

2.4.7.5 Perhitungan
Perhitungan pada Soundness test agregat halus dilakukan dengan runus
sebagai berikut.
A − B
Persentase agregat yang lapuk = ×100%
B

Keterangan:
A: berat agregat sebelum pengujian
B : berat agregat sesudah pengujian

113
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.8 Bulking Factor Test


2.4.8.2 Maksud
Bulking factor test dilakukan untuk mengetahui persentase peningkatan
volume pasir dengan kadar air asli dibandingkan dalam keadaan jenuh air.

2.4.8.2 Landasan Teori


Bulking factor adalah rasio dari volume pasir dalam keadaan kering
dikurangi dengan volume pasir dalam keadaan jenuh. Bulking factor test
dilakukan untuk mengetahui persentase peningkatan volume pasir dengan kadar
air asli dibandingkan dalam keadaan jenuh. Pengembangan volume pasir atau
yang biasa disebut dengan bulking merupakan percobaan yang dilakukan untuk
menentukan persentase udara yang terkandung dalam rongga antar butir.
Faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah kadar air pasir dan
volume rongga yg dimiliki. Pasir basah akan menyebabkan lapisan air terbentuk
pada partikel-partikel pasir dan tegangan permukaannya cenderung untuk
memisahkannya sehingga menyebabkan penambahan volume atau disebut
pengembangan isi. Semakin besar volume rongga udara maka volume beton akan
semakin padat dan akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
Bulking factor test berhubungan dengan perubahan volume tanah seperti
pengurangan massa tanah yang disebabkan oleh pengurangan kadar air tanah awal
sampai dengan kadar air pada batas susut tanah. Batas susut kadar air merupakan
batas minimum ketika pengurangan kadar air tersebut tidak menyebabkan
perubahan volume tanah. Bulking factor test sangatlah penting dan harus
dilakukan untuk mendapatkan kualitas beton yang berdaya tekan tinggi (Suryono,
2016).

2.4.8.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam bulking factor test agregat halus adalah
sebagai berikut.

1. Gelas ukur 1000 ml.

114
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2. Stopwatch.

2.4.8.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang harus dilakukan pada bulking factor test adalah
sebagai berikut.

1. Mengambil contoh pasir dengan kadar air asli.


2. Memasukkan ke dalam gelas ukur sampai skala ±300,000 ml. Mencatat
volume pasir tersebut (A).
3. Mengisi gelas ukur dengan air sampai setengahnya.
4. Bulking sampel hingga keadaan jenuh air kemudian menunggu hingga agregat
mengendap.
5. Mencatat volume pasir (B),

2.4.8.5 Data Percobaan


Data hasil bulking factor test yang telah dilakukan dapat dilihat pada
Tabel 2.5.1 adalah sebagai berikut.
Tabel 2.51 Data pemeriksaan Bulking Factor Test
Parameter Nilai
Volume semula (ml) 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 290,000

2.4.8.6 Perhitungan
Perhitungan bulking factor test dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
A − B
Bulking factor = ×100%
B
300,000 − 290,000
= ×100%
290, 000
= 3,448%
Keterangan:
A : volume pasir dengan kadar air asli (ml)
B : volume pasir dalam keadaan jenuh air (ml)
115
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.52 Hasil Perhitungan Bulking Factor Test


Parameter Hasil
Volume semula (ml) 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 290,000
Bulking factor (%) 3,448

116
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.8.7 Kesimpulan
Hasil data bulking factor test dan hasil perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat diketahui volume semula sebesar 300,000 ml, volume dalam keadaan
jenuh sebesar 290,000 ml dan bulking factor sebesar 3,448%..

117
Kelompok 2 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai