Anda di halaman 1dari 149

Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

BAB 2
PEMERIKSAAN BAHAN CAMPURAN BETON

2.1 PENDAHULUAN
Definisi beton menurut SNI 03-2843-2000 adalah campuran antara semen
portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan
atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat. Kekuatan,
keawetan dan sifat beton tergantung pada sifat bahan-bahan dasar penyusunannya
yaitu semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar, serta pengerjaannya
dalam menggunakan bahan tambah (admixture). Untuk mengetahui dan
mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita
memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen.
Selain itu, cara pengadukan maupun pengerjaannya juga mempengaruhi kekuatan,
keawatan serta sifat beton tersebut (Tjokrodimuljo, 1992).
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen, jika
ditambah dengan agregat halus akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan
agregat kasar akan menjadi campuran beton segar dan setelah mengeras akan
menjadi beton keras. Fungsi utama semen adalah untuk merekatkan butiran-butiran
agregat agar terjadi suatu massa yang kompak atau padat. Selain itu juga untuk
mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat (Mulyono, 2004).
Agregat didefinisikan sebagai material granular misalnya pasir, kerikil
atau batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk
membentuk beton semen hidrolik atau adukan. Kandungan agregat dalam suatu
adukan beton biasanya sangat tinggi, komposisinya dapat mencapai 60% - 80% dari
berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai bahan pengisi, tetapi
karena komposisinya yang cukup besar, maka peran agregat sangat penting dalam
campuran beton (Manik, 2008).

8
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi


beton, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran dalam
pembuatan beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya yang
tercemar garam, minyak, gula, atau bahan-bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam
campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-
sifat beton yang dihasilkan (Amri, 2005).
Bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan
agregat) yang ditambah pada adukan beton. Bahan tambah ini dicampur bersamaan
denagan bahan unsur beton sesuai dengan kita inginkan. Fungsi bahan tambah ini
adalah untuk mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, dan lain-lain
(Tjokrodimuljo,1992).

9
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2 PEMERIKSAAN SEMEN


2.2.1 Percobaan Kehalusan Semen
2.2.1.1 Maksud
Maksud dari percobaan kehalusan semen ini adalah menentukan kehalusan
semen. Kehalusan semen merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi antara semen dengan air.

2.2.1.2 Landasan Teori


Semen merupakan salah satu bahan pengikat. Semen dikatakan bahan
pengikat karena memiliki sifat adhesi dan kohesi. Semen portland adalah semen
hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak portland terutama yang
terdiri dari kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan
bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan
boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004).
Kehalusan semen portland adalah suatu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. Kecepatan
hidrasi semen berbanding lurus dengan luas permukaan semen itu sendiri, di mana
luas permukaan akan semakin besar jika semen tersebut semakin halus. Semakin
halus butiran semen, maka reaksi hidrasi semen akan semakin cepat, sehingga
kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang (Ventje, 2016).
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengikatan di mana waktu
pengikatan akan semakin lama jika butir semen lebih kasar. Selain itu, kehalusan
butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air
ke pemukaan, tetapi menambah kecenderungan beton menjadi susut sehingga
mempermudah terjadinya retakan. Kehalusan semen adalah perbandingan benda uji
yang lolos disaringan No. 100 dengan syarat persentase 0% dan No. 200 dengan
persentase maksimum 22% (ASTM C430).

10
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kehalusan semen adalah sebagai
berikut.
1. Saringan No. 100
2. Saringan No. 200
3. Timbangan
4. Kuas
5. Sieve shaker
6. Pan dan cover

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)


Gambar 2.1 Peralatan Percobaan Kehalusan Semen

2.2.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan kehalusan semen
adalah sebagai berikut.
1. Menimbang saringan No. 100 (W₁).
2. Menimbang saringan No. 200 (W₂).
3. Mengambil semen seberat 500,000 gram (W₃).

11
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Menyusun saringan dengan susunan paling atas adalah saringan No. 100,
kemudian di bawahnya saringan No. 200 dan yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan semen yang telah ditimbang sebelumnya ke dalam saringan yang
telah tersusun kemudian tutuplah dengan cover.
6. Mengguncangkan susunan saringan tersebut dengan sieve shaker selama 10
menit.
7. Mendiamkan semen selama 5 menit agar debu-debunya mengendap.
8. Menimbang saringan No. 100 berikut semen yang tertahan di atasnya (W₄).
9. Menimbang saringan No. 200 berikut semen yang tertahan di atasnya (W₅).

2.2.1.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan kehalusan semen dapat
dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Data Percobaan Kehalusan Semen
Parameter Nilai

Berat saringan No. 100 (gram) 378,000

Berat saringan No. 200 (gram) 244,000

Berat contoh uji semen (gram) 500,000

Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram) 379,000

Berat saringan No.200 + semen tertahan (gram) 711,000

12
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan kehalusan semen adalah
sebagai berikut.
W4 – W1
F1 = × 100,000%
W3
379,000 – 378,000
= × 100,000%
500,000
= 0,200%

W5 – W2
F2 = × 100,000%
W3
711,000 – 244,000
= × 100,000%
500,000
= 93,400%

Keterangan:
W₁ : Berat saringan No. 100 (gram)
W₂ : Berat saringan No. 200 (gram)
W₃ : Berat contoh uji semen (gram)
W₄ : Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram)
W₅ : Berat saringan No. 200 + semen tertahan (gram)
F₁ : Persentase semen tertahan saringan No. 100 (%)
F₂ : Persentase semen tertahan saringan No. 200 (%)

13
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Percobaan Kehalusan Semen


Parameter Nilai
Berat saringan No. 100 (gram) 378,000
Berat saringan No. 200 (gram) 244,000
Berat uji semen (gram) 500,000
Berat saringan No. 100 + semen tertahan (gram) 379,000
Berat saringan No. 200 + semen tertahan (gram) 711,000
Persentase semen tertahan saringan No. 100 (%) 0,200
Persentase semen tertahan saringan No. 200 (%) 93,400

14
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.2.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan kehalusan semen yang telah dilakukan
diperoleh nilai berat saringan No. 100 + semen tertahan sebesar 379,000, nilai
persentase semen tertahan saringan No. 100 sebesar 0,200%, nilai berat saringan
No. 200 + semen tertahan sebesar 711,000, dan nilai persentase semen tertahan
saringan No. 200 sebesar 93,400%. Dapat disimpulkan bahwa semen yang tertahan
di saringan No. 100 dan No. 200 tidak memenuhi syarat. Semen memenuhi syarat
kehalusan apabila persentase kehalusan semen yang tertahan di saringan No. 100
sebanyak 0% dan persentase kehalusan semen yang tertahan pada saringan No.
200 sebanyak 22%.

15
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3 PEMERIKSAAN AIR


2.3.1 Percobaan pH Air
2.3.1.1 Maksud
Maksud dari percobaan pemeriksaan pH air ini adalah menentukan nilai
pH air secara kasar di mana niali pH air yang baik yaitu berkisar 4,5 sampai
dengan 8,5.

2.3.1.2 Landasan Teori


Dalam suatu campuran beton air berfungsi sebagai bahan pembentuk pasta
dengan semen yang merekatkan bahan-bahan pencampur beton, kemudian dalam
beberapa waktu tertentu terjadi ikatan antara air dengan semen dan terbentuk suatu
pasta yang kemudian akan mengeras membentuk suatu beton keras. Air yang dapat
diminum dapat digunakan untuk air adukan beton, akan tetapi air yang dapat
digunakan untuk adukan beton tidak berarti dapat dikonsumsi untuk air minum.
Masalah pengadaan air untuk pencampuran adukan beton menyangkut masalah
mutu air yang memenuhi persyaratan untuk campuran beton (Meidiani, 2017).
pH dibentuk dari informasi kuantitatif yang dinyatakan oleh tingkat derajat
keasaman atau basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hidrogen. Nilai pH dari
suatu unsur adalah perbandingan antara konsentrasi ion hidrogen [H+] dengan
konsentrasi ion hidroksil [OH-]. Jika konsentrasi H+ lebih besar dari OH-, material
disebut asam, yaitu nilai pH adalah kurang dari 7. Jika konsentrasi OH- lebih besar
dari H+, material disebut basa, dengan suatu nilai pH lebih besar dari 7. Jika
konsentrasi H+ sama dengan OH- maka material disebut sebagai material netral.
Pengukuran suatu pH didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara
larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane gelas) yang telah
diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui.
pH meter akan mengukur potensial listrik antara merkuri klorida (HgCl) pada
elektroda pembanding dan potassium chloride (KCl) yang merupakan larutan
didalam gelas elektroda serta potensial antara larutan dan elektroda perak
(Meidiani, 2017).

16
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan


konstruksi bahan bangunan (beton) dengan struktur beton bertulang (baja). Dalam
pembuatan konstruksi, air berfungsi sebagai bahan yang membuat bahan perekat
hidrolis menjadi pasta yang akhirnya akan mengeras, selain itu air di dalam adukan
beton adalah untuk memicu proses kimiawi semen sebagai bahan perekat dan
melumasi agregat agar mudah dikerjakan. Kualitas air yang digunakan untuk
mencampur beton sangat berpengaruh terhadap kualitas beton itu sendiri, air yang
mengandung zat-zat kimia berbahaya, mengandung garam, minyak, dan lainnya
akan menyebabkan kekuatan beton menurun. Oleh karenanya pH air sangat penting
diperhatikan (SNI S-04-1989-F).

2.3.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan pH air dalam Praktikum
Teknologi Bahan Konstruksi adalah sebagai berikut.
1. Cawan
2. Indikator universal
3. Gelas ukur

(1) (2) (3)


Gambar 2.2 Peralatan Percobaan pH Air

17
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan pH air adalah sebagai
berikut.
1. Memasukkan sampel air minimal 200,000 ml ke dalam cawan.
2. Mencelupkan indikator universal ke sampel air, lalu memeriksa perubahan
warna yang terjadi.
3. Membandingkan warna dengan warna-warna standar pada indikator, memilih
yang paling mendekati sehingga pH-nya dapat ditentukan.

2.3.1.5 Data Percobaan


Nilai pH air yang diperoleh dalam percobaan pH air dengan menggunakan
indikator universal adalah 6,000 yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.3 Data Percobaan pH Air

18
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.3 Hasil Percobaan pH Air


Parameter Nilai
Keadaan air Jernih
Rasa air Tawar
Bau air Tidak Berbau
pH air 6,000

19
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.1.6 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan pH air yang telah dilakukan diperoleh nilai
pH air sebesar 6,000, dengan keadaan air jernih, rasa air tawar, dan tidak berbau.
Menurut SNI 03-6817-2002 air yang dapat memenuhi syarat dari standar tersebut
antara 4,500 – 8,500. Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa hasil
dari percobaan pH air yang telah dilakukan sudah memenuhi syarat standar dan
termasuk baik digunakan pada campuran beton.

20
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2 Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air


2.3.2.1 Maksud
Maksud dari percobaan kadar bahan padat dalam air ini adalah untuk
menentukan konsentrasi bahan padat atau garam mineral dalam air.

2.3.2.2 Landasan Teori


Dalam suatu campuran beton air berfungsi sebagai bahan pembentuk pasta
dengan semen yang merekatkan bahan-bahan pencampur beton. Air yang
digunakan harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam
berbahaya, debu, atau lanau. Persentase air dalam perencanaan campuran yang
diperlukan seperti yang diperlukan untuk dapat menghasilkan kekentalan campuran
yang memadai (Misnani, 2010).
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. Umumnya berdasarkan
definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati
saringan yang berdiameter 2 mikrometer. Aplikasi yang umum digunakan adalah
untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium,
kolam renang, proses kimia, dan pembuatan air mineral. Setidaknya, dapat
mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk
keperluan kimia misalnya pembuatan kosmetik, obat-obatan, dan makanan
(Misnani, 2010).
Pemeriksaan kadar bahan padat total dan bahan anorganik dalam air untuk
campuran beton bertujuan untuk menentukan kadar bahan padat dalam persen, dan
bahan anorganik dalam air untuk campuran beton. Air untuk pembuatan dan
perawatan beton secara umum tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali,
garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan lainnya yang dapat merusak mutu
beton dan atau baja tulangan, dalam hal ini sebaiknya digunakan air bersih yang
dapat diminum (Meidiani, 2017).

21
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar bahan padat dalam air
adalah sebagai berikut.
1. Gelas ukur
2. Cawan penguap
3. Oven
4. Timbangan
5. Desikator
6. Hot plate

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

Gambar 2.4 Peralatan Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air

2.3.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan kadar bahan padat
dalam air adalah sebagai berikut.
1. Menimbang cawan yang akan digunakan (W1).
2. Memasukkan sampel air sebanyak 500,000 ml ke dalam cawan penguap, lalu
menguapkannya menggunakan hot plate sampai airnya hampir habis.

22
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

3. Melakukan pengulangan penguapan, jika cawan penguap yang digunakan tidak


menampung 500,000 ml air.
4. Memasukkan cawan penguap ke dalam oven o o 100 C 10 C sampai beratnya
tetap (1 jam).
5. Mendinginkan cawan penguap yang telah di oven dalam desikator.
6. Menimbang berat cawan dan berat kering residu yang tertinggal (W2).

2.3.2.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan kadar bahan padat dalam
air dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Data Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air
Parameter Nilai
Berat cawan (gram) 16,180
Berat cawan + berat residu (gram) 16,320
Volume sampel air (ml) 500,000

2.3.2.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan kadar bahan padat dalam air
adalah sebagai berikut.
Berat residu kering = W₂ – W₁
= 16,320 – 16,180
= 0,140 gram
= 140,000 mg
1000,000
Konsentrasi bahan padat = W ×
S
1000,000
= 140,000 ×
500,000
= 280,000 mg/liter (ppm)

23
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Keterangan:
W : Berat residu kering = W₂ – W₁ (mg)
W₁ : Berat cawan (gram)
W₂ : Berat cawan + berat residu (gram)
S : Volume sampel air (ml)

24
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.5 Hasil Perhitungan Percobaan Kadar Bahan Padat dalam Air
Parameter Nilai
Berat cawan (gram) 16,180
Berat cawan + berat residu (gram) 16,320
Volume sampel air (ml) 500,000
Kosentrasi bahan padat (ppm) 280,000

25
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan kadar bahan padat dalam air yang telah
dilakukan diperoleh nilai kadar bahan dalam air sebesar 280,000 ppm. Menurut
pedoman standar pengujian SNI 03-6816-2002 persyaratan kadar bahan padat
dalam air yang diizinkan untuk campuran beton maksimum 2000,000 ppm. Maka
dapat disimpulkan kadar bahan padat yang telah diuji sudah memenuhi syarat,
karena nilai konsentrasi lebih kecil dari syarat maksimum.

26
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3 Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air


2.3.3.1 Maksud
Maksud dari percobaan bahan tersuspensi dalam air adalah untuk
menentukan konsentrasi bahan-bahan yang tersuspensi dalam air.

2.3.3.2 Landasan Teori


Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat,
misalnya pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan
anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-layang
dalam air. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air.
namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam
zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu
sebanding dengan kadar zat tersuspensi (Manik, 2018).
Zat padat tersuspensi merupakan partikel tidak larut dan partikel yang sulit
mengendap sehingga menyebabkan kekeruhan pada air. Zat padat tersuspensi
merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Zat padat
tersuspensi dapat bersifat organis dan inorganis. Zat padat tersuspensi dapat
diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat terapung yang selalu
bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan inorganis
(Misnani, 2010).
Zat padat tersuspensi dapat dipisahkan dengan cara penyaringan.
Pengujian kadar total padatan terlarut dilakukan melalui uji Total Suspended Solid.
Uji Total Suspended Solid merupakan suatu cara untuk menguji kadar total padatan
terlarut. Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut. Zat yang
jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut
(Misnani, 2010).

27
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bahan tersuspensi dalam air
adalah sebagai berikut.
1. Gelas ukur 1000,000 ml
2. Oven
3. Beaker glass 1000,000 ml
4. Botol suling
5. Timbangan dengan ketelitian 0,100 mg
6. Desikator
7. Kertas saring

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7)
Gambar 2.5 Peralatan Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air

28
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan bahan tersuspensi
dalam air adalah sebagai berikut.
1. Mengeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 103°C sampai dengan
105°C selama ± 1 jam.
2. Mendinginkan dalam desikator kemudian menimbang kertas saring (W₁).
3. Mengambil sampel air sebanyak 1000,000 ml lalu memasukkan sampel air
yang akan disaring ke dalam botol semprot.
4. Mengaduk sampel air sampai homogen kemudian memasukkan ke dalam
beaker glass yang telah dipasang kertas saring.
5. Mengeringkan residu bersama kertas saring dalam oven pada suhu 103°C
sampai dengan 105°C sampai beratnya tetap atau 24 jam.
6. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang residu dan kertas saring (W₂).

2.3.3.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan bahan tersuspensi dalam
air dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.6 Data Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air
Parameter Nilai
Berat kertas saring (gram) 3,850
Berat kertas saring + berat residu (gram) 3,890
Volume sampel air (ml) 1000,000

29
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan bahan tersuspensi dalam air
adalah sebagai berikut.
Berat residu kering (W) = W₂ – W₁
= 3,850 – 3,890
= 0,040 gram
= 40,000 mg
1000,000
Konsentrasi bahan tersuspensi = W ×
S
1000,000
= 40,000 ×
1000, 000
= 40,000 mg/liter (ppm)
Keterangan:
W : Berat residu kering = W₂ – W₁ (mg)
W1 : Berat kertas saring (gram)
W2 : Berat kertas saring + bahan tersuspensi (gram)
S : Volume sampel air (ml)

30
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.7 Hasil Perhitungan Percobaan Bahan Tersuspensi dalam Air


Parameter Nilai
Berat kertas saring (gram) 3,850
Berat kertas saring + berat residu (gram) 3,890
Volume sample air (ml) 1000,000
Konsentrasi bahan tersuspensi (ppm) 40,000

31
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan bahan tersuspensi dalam air yang telah dilakukan,
diperoleh nilai konsentrasi bahan tersuspensi adalah 40,000 ppm. Menurut SNI 06-
6989.3-2019 persyaratan kadar bahan tersuspensi yang diizinkan untuk campuran
beton adalah 2000,000 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa air yang telah
dilakukan pada percobaan bahan tersuspensi dalam air memenuhi syarat karena
tidak melebihi batas maksimum dan dapat digunakan.

32
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4 Percobaan Kadar Organik dalam Air


2.3.4.1 Maksud
Maksud dari percobaan kadar organik dalam air adalah untuk menentukan
konsentrasi bahan organik dalam air.

2.3.4.2 Landasan Teori


Zat organik yang berlebihan dalam air tidak diperbolehkan karena selain
menimbulkan warna, bau, dan rasa juga dapat bersifat toksik baik secara langsung
atau tidak. Zat organik yang ada di dalam air dapat berasal dari alam atau sebagai
dampak dari kegiatan manusia. Dampak dari alam dapat disebabkan oleh asam
humat dari daun atau tumbuhan yang membusuk, sedangkan dampak yang
disebabkan oleh kegiatan manusia adalah pembuangan limbah berupa tinja, limbah
cair, limbah padat dan gas yang berasal dari kegiatan manusia, industri, dan
sebagainya (Soesanto, 1996).
Pada umumnya kadar organik dapat berupa minyak, lemak, glukosa, dan
beberapa senyawa garam. Zat organik yang tercampur dapat membuat asam-asam
organis dan zat lain yang bereaksi dengan semen. Zat organik yang tercampur dapat
mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton dan juga menghambat proses hidrasi
semen sehingga pengerasan berlangsung lambat. Maka dari itu, dapat disimpulkan
bahwa bahan organik berpengaruh negatif pada proses pembuatan beton (Surmalin,
2011)
Air yang akan digunakan pada campuran beton harus seuai dengan standar
yang digunakan. Air harus bebas dari endapan ataupun dari zat-zat yang dapat
merusak. Air yang digunakan harus bebas dari minyak, asam, alkali, garam,
tumbuhan atau bahan-bahan lain yang dapat merugikan terhadap hasil akhir (SNI
03-6817-2002).

33
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar organik dalam air adalah
sebagai berikut.
1. Gelas ukur 1000,000 ml
2. Cawan
3. Oven
4. Timbangan
5. Desikator
6. Hot Plate
7. Lilin
8. Korek api

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7) (8)
Gambar 2.6 Peralatan Percobaan Kadar Organik dalam Air

34
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan kadar organik dalam
air adalah sebagai berikut.
1. Memasukkan sampel air sebanyak 500,000 ml ke dalam cawan penguap, lalu
menguapkan menggunakan hot plate sampai airnya hampir habis.
2. Mengulangi penuangan air hingga mencapai 500,000 ml, jika kapasitas cawan
penguap tidak bias menampung air sebanyak 500,000 ml.
3. Memasukkan ke dalam oven 110 ± 10°C sampai beratnya tetap (±1 jam).
4. Mendinginkan dalam desikator.
5. Menimbang berat cawan dan berat kering residu yang tertinggal (W₂).
6. Memijarkan residu dalam cawan pada pijar merah rendah selama 1 jam.
7. Mendinginkan dalam desikator lalu timbang (W₁).

2.3.4.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan kadar organik dalam air
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.8 Data Percobaan Kadar Bahan Organik dalam Air
Parameter Nilai
Berat residu dengan cawan setelah di pijarkan (gram) 16,540
Berat residu dengan cawan setelah di oven (gram) 16,400
Volume sampel air (ml) 500,000

2.3.4.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan kadar organik dalam air
adalah sebagai berikut.
Berat residu kering (W) = W₂ – W₁
= 16,540 – 16,400
= 0,140 gram
= 140,000 mg

35
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

1000,000
Konsentrasi bahan organik =W ×
S
1000,000
= 140,000 ×
500,000
= 280,000 mg/liter (ppm)
Keterangan:
W : Berat residu kering = W2 – W1 (mg)
W1 : Berat kertas saring (gram)
W2 : Berat kertas saring + bahan tersuspensi (gram)
S : Volume sampel air (ml)

36
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.9 Hasil Perhitungan Percobaan Bahan Organik dalam Air


Parameter Nilai
Berat residu dengan cawan setelah di pijarkan (gram) 16,540
Berat residu dengan cawan setelah di oven (gram) 16,400
Volume sampel air (ml) 500,000
Kosentrasi bahan organik (ppm) 280,000

37
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.3.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan dan hasil pemeriksaan kadar bahan organik
dalam air yang telah dilakukan, didapatkan konsentrasi kadar bahan organik dalam
air sebanyak 280,000 ppm. Menurut SNI 03-6817-2002, persyaratan kadar bahan
organik yang diizinkan untuk bahan campuran beton adalah maksimum 2000,000
ppm. Maka kadar bahan organik dalam air pada percobaan yang telah dilakukan
memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk campuran beton.

38
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4 PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR


2.4.1 Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar
2.4.1.1 Maksud
Maksud dari percobaan analisis saringan agregat kasar ini adalah untuk
mengetahui ukuran butiran dan gradasi agregat dari yang kasar hingga yang halus
serta untuk keperluan desain campuran beton serta tingkat kehalusannya yang
dinyatakan dalam modulus kehalusan.

2.4.1.2 Landasan Teori


Agregat kasar sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu
pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran
antara 4,76 mm sampai dengan 150 mm. Analisis saringan agregat adalah untuk
menghitung persentase lolos dan persentase total tertahan atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji setelah disaring, untuk menentukan grafik
kumulatif mix design dan pada beton untuk mentukan modulus kehalusan (finess
modulus) (SNI 03-1968-1990). Metode pengujian untuk analisis saringan agregat
kasar dan agregat halus yang duganakan adalah berdasarkan SNI ASTM
C136:2012.
Gradasi agregat merupakan gambaran yang memperlihatkan distribusi
ukuran butiran dari agregat. Gradasi agregat memengaruhi besarnya rongga antar
butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Macam-macam gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3, yaitu gradasi semacam,
gradasi rapat, dan gradasi timpang. Gradasi semacam adalah agregat dengan ukuran
yang hampir sama atau sejenis atau mengandung butir halus yang sedikit jumlahnya
sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi rapat adalah campuran
agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang. Gradasi timpang adalah
campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas (Ofronazel, 2020).
Gradasi ditentukan dengan cara analisis saringan, di mana sampel agregat
harus melalui seperangkat saringan, di mana saringan yang paling kasar diletakkan
paling atas dan yang paling bawah adalah yang paling halus. Ukuran saringan

39
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

menyatakan ukuran bukaan jaringan kawat dan nomor saringan menyatakan


banyaknya bukaan jaringan kawat per inci persegi dari saringan tersebut (Aditama,
2017).

2.4.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis saringan agregat kasar
adalah sebagai berikut.
1. Sieve shaker
2. Saringan 3", 2 ½", 2", 1 ½", 1", ¾", ½", 3/8", No. 4
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven.

(1) (2) (3)

(4) (5)
Gambar 2.7 Peralatan Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar

40
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan analisis saringan
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak ± 1000 gram. Cara pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan menggunakan sample splitter atau
menggunakan quartering method.
2. Memasukkan contoh agregat ke dalam oven pada suhu 110°C ± 5°C selama 24
jam atau sampai berat agregatnya tetap.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang terbesar
hingga yang terkecil lalu yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat ke dalam saringan yang paling atas kemudian menutup
dan mengguncangkannya selama 15 menit.
6. Membiarkan selama 5 menit untuk memberi kesempatan agar debu-debu
mengendap.
7. Membuka saringan tersebut lalu menimbang berat masing-masing saringan
berikut isinya.
8. Menghitung berat masing-masing agregat yang tertahan di dalam saringan.

2.4.1.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan analisis saringan agregat
kasar dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.10 Data Percobaan Pemeriksaan Analisis Saringan Agregat Kasar
Berat contoh kering = 993,300 (gram)

Nomor Berat saringan +


Berat saringan
saringan tertahan

(gram) (gram)
3"
581,000 581,000
(76,200 mm)
2 ½"
574,000 574,000
(63,500 mm)
41
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.10 Data Percobaan Pemeriksaan Analisis Saringan Agregat Kasar


(Lanjutan)
Berat contoh kering = 993,300 (gram)

Nomor Berat saringan +


Berat saringan
saringan tertahan

(gram) (gram)
2" 584,000 584,000
(50,800 mm)
1 ½" 658,000 658,000
(38,100 mm)
1" 608,000 621,300
(25,400 mm)
¾" 513,000 513,000
(19,050 mm)
½" 397,000 613,400
(12,500 mm)
3/8" 668,800 1404,600
(9,530 mm)
No. 4 372,000 388,800
(4,750 mm)
Pan 449,000 460,000

2.4.1.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan analisis saringan agregat
kasar menggunakan contoh saringan 1" (25,400 mm) adalah sebagai berikut.
Berat tertahan = (berat saringan + tertahan) – berat saringan
= 621,300 – 608,000
= 13,300 gram
ƩBerat tertahan = (Berat tertahan di saringan sebelum) + (berat tertahan
pada saringan)
= 0,000 + 13,300
= 13,300 gram

42
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Persentase tertahan =
 Berat tertahan × 100%
pan
13,300
= × 100%
993,300
= 1,339%
Persentase lolos = 100% - Persentase tertahan
= 100% - 1,339
= 98,661%
jumlah persentase kumulatif tertahan tanpa pan
Modulus kehalusan =
100,000
689,638
=
100,000
= 6,896%

43
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.11 Hasil Perhitungan Percobaan Analisis Saringan Agregat Kasar


Berat contoh kering = 993,300 (gram)
Berat Persentase
Berat Jumlah
Nomor saringan Berat kumulatif
saringan berat
saringan + tertahan
tertahan Tertahan Lolos
tertahan
(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)
3"
581,000 581,000 0,000 0,000 0,000 100,000
(76,200 mm)
2 ½"
574,000 574,000 0,000 0,000 0,000 100,000
(63,500 mm)
2"
584,000 584,000 0,000 0,000 0,000 100,000
(50,800 mm)
1 ½"
658,000 658,000 0,000 0,000 0,000 100,000
(38,100 mm)
1"
608,000 621,300 13,300 13,300 1,339 98,661
(25,400 mm)
¾"
513,000 513,000 0,000 13,300 1,339 98,661
(19,050 mm)
½"
397,000 613,400 216,400 229,700 23,125 76,875
(12,500 mm)
3/8"
668,800 1404,600 735,800 965,500 97,201 2,799
(9,530 mm)
No. 4
372,000 388,800 16,800 982,300 98,893 1,107
(4,750 mm)
Pan 499,000 460,000 11,000 993,300 100,000 0,000

44
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.12 Hasil Perhitungan Modulus Kehalusan Agregat Kasar


Persentase
Berat Kumulatif
Kumulatif
Nomor Saringan Tertahan Berat Tertahan
Tertahan
(gram) (gram) (%)
1 ½" (38,100 mm) 0,000 0,000 0,000
¾" (19,050 mm) 13,300 13,300 1,712
3/8" (9,530 mm) 735,800 749,100 96,422
No. 4 (4,750 mm) 16,800 765,900 98,584
N0. 8 (2,360 mm) 0,000 765,900 98,584
No. 16 (1,180 mm) 0,000 765,900 98,584
No. 30 (0,600 mm) 0,000 765,900 98,584
No. 50 (0,300 mm) 0,000 765,900 98,584
No. 100 (0,150 mm) 0,000 765,900 98,584
Pan 11,000 776,900 100,000
Jumlah 689,638
Modulus Kehalusan 6,896

45
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.13 Hasil Perhitungan Persebaran Ukuran Butiran Agregat Kasar


Nomor Fraksi Berat Berat Per Persentase
No
Saringan (cm) tertahan Fraksi (%)
3"
1. 0,000
(76,200 mm)
2½"
2. 0,000
(63,500 mm)
>4,000 0,000 0,000
2"
3. 0,000
(50,800 mm)
1½"
4. 0,000
(38,100 mm)
1"
5. 13,300
(25,400 mm)
2,000 – 4,000 13,300 1,354
¾"
6. 0,000
(19,050 mm)
½"
7. 216,400
(12,500 mm)
1,000 – 2,000 952,200 96,936
⅜"
8. 735,800
(9,530 mm)
No. 4
9. 0,480 – 1,000 16,800 16,800 1,710
(4,750 mm)
10. Pan <0,480 11,000 11,000 1,120
Jumlah 982,300 100,000

46
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

120,000
Persentase Kumulatif Lolos

100,000
80,000
Saringan (%)

60,000
40,000
20,000
0,000
-20,000
1,000 10,000 100,000

Ukuran Butiran Saringan (mm)


Persentase Lolos Maksimum Minimum

Gambar 2.8 Kurva Gradasi Agregat Kasar

47
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.1.7 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil percobaan analisis saringan agregat kasar,
maka diperoleh nilai persentase agregat kasar yang lolos pada saringan 3" sebesar
100,000%, saringan 2 ½" sebesar 100,000%, saringan 2" sebesar 100,000%,
saringan 1 ½" sebesar 100,000%, saringan 1" sebesar 98,661%, saringan ¾" sebesar
98,661%, saringan ½" sebesar 76,875%, saringan 3/8" sebesar 2,799%, saringan
No. 4 sebesar 1,107% dan pan sebesar 0,000%.
Modulus kehalusan didapatkan sebesar 6,896. Menurut SK SNI S-04-
1989-F, persyaratan nilai modulus kehalusan adalah 6,000 – 7,000. Jadi, nilai
modulus kehalusan telah memenuhi persyaratan. Persebaran butiran agregat masuk
fraksi 1-2, dengan berat fraksi sebesar 952,200 gram.

48
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2 Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


2.4.2.1 Maksud
Maksud dari percobaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar ini adalah
untuk mengetahui berat jenis agregat kasar dan kemampuannya menyerap air.

2.4.2.2 Landasan Teori


Berat jenis merupakan perbandingan antara berat dari satuan volume dari
suatu material terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur yang
ditentukan. Sedangkan penyerapan air merupakan berarti tingkat atau kemampuan
suatu bahan untuk menyerap air. Berat jenis agregat berbeda satu sama lainnya,
tergantung dari jenis batuan, susunan mineral, struktur butiran, dan porositas
batuannya. Berat jenis agregat mempunyai arti yang sangat penting terhadap sifat
beton yang dibuatnya (Maulidawati, 2011)
Pengujian berat jenis ini dibutuhkan ketelitian dikarenakan hasil nilai dari
pengujian berat jenis ini umumnya akan digunakan dalam memperkirakan seberapa
besar volume material yang digunakan dalam proses pencampuran. Nilai dari
penyerapan agregat kasar digunakan dalam proses perhitungan perubahan berat dari
suatu agregat akibat air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel utama
dibandingkan dengan pada saat kondisi kering. Ketika agregat tersebut dianggap
telah cukup lama kontak dengan air sehigga air telah menyerap penuh. Agregat
yang diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki penyerapan yang lebih besar
apabila digunakan, bila tidak dibiarkan mongering (Friska, 2020).
Beberapa macam berat jenis yaitu berat jenis kering (Bulk Spesific
Gravity), berat jenis jenuh kering permukaan (Bulk Spesific Gravity (SSD)), berat
jenis jenuh air (Apparent Spesific Gravity). Berat jenis kering (Bulk Spesific
Gravity) adalah berat jenis yang diperhitungkan terhadap seluruh volume pori yang
ada. Berat jenis jenuh kering permukaan (Bulk Spesific Gravity (SSD)) adalah
perbandingan antara antara berat dari satuan volume agregat (termasuk berat air
yang terdapat di dalam rongga akibat perendaman selama (24 ± 4) jam, tetapi tidak
termasuk rongga antara butiran partikel) pada suatu temperatur tertentu terhadap

49
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

berat di udara dari air suling bebas gelembung dalam volume yang sama pada suatu
temperatur tertentu. Berat jenis jenuh air (Apparent Spesific Gravity) adalah
penambahan berat dari suatu agregat akibat air yang meresap ke dalam pori-pori,
tetapi belum termasuk air yang tertahan pada permukaan luar partikel, dinyatakan
sebagai persentase dari berat keringnya (SNI 1969:2008).

2.4.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Dunagan test set
2. Saringan No. 4
3. Oven
4. Cawan
5. Timbangan.

(1) (2) (3)

(4) (5)
Gambar 2.9 Peralatan Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar

50
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan berat jenis dan
penyerapan agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan agregat yang tertahan saringan No. 4 (yang sudah dilakukan uji
bobot isi dengan SNI 03-4808-1998).
2. Mencuci benda uji tersebut lalu mengeringkan di dalam oven pada suhu 110°C
± 5°C selama 24 jam.
3. Mendinginkan di dalan ruang terbuka hingga suhunya sama dengan suhu
ruangan lalu merendam di dalam air selama 24 jam.
4. Membuang air rendamannya lalu meletakkan agregat di atas kain yang
menyerap air. Mengeringkan masing-masing agregat hingga diperoleh keadaan
jenuh kering permukaan (Saturated Surface Dry)
5. Menimbang agregat yang telah jenuh kering permukaan tersebut (A).
6. Segera memasukkan ke dalam keranjang dunagan kemudian mencelupkan ke
dalam container berisi air. Menggoyang-goyangkan keranjang di dalam air
untuk mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap.
7. Menimbang berat agregat dalam air (B).
8. Mengeringkan agregat dalam oven selama 24 jam pada suhu 110°C ± 5°C,
setelah didinginkan, timbang berat keringnya (C).

2.4.2.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan berat jenis dan
penyerapan agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.14 sebagai berikut.
Tabel 2.14 Data Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Nomor Sampel Rata-
Parameter
I II rata
Berat contoh jenuh kering (gram)
3812,000 5480,000 4646,000
permukaan
Berat contoh dalam air (gram) 2795,000 3182,000 2988,500
Berat contoh kering (gram) 3582,000 5285,000 4433,500

51
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat kasar adalah sebagai berikut.
C
Bulk Spesific Gravity =
A − B
3582,000
=
3812,000 − 2795,000
= 3,522
A
Bulk Spesific Gravity (SSD) =
A − B
3812,000
=
3812,000 − 2795,000
= 3,748
C
Apparent Spesific Gravity =
C − B
3582,000
=
3582,000 − 2795,000
= 4,551
A − C
Absorption = × 100%
C
3812,000 − 3582,000
= × 100%
3582,000
= 6,421%

Keterangan:
A : Berat contoh kering permukaan (SSD) (gram)
B : Berat contoh dalam air (gram)
C : Berat contoh kering (setelah di oven) (gram)

52
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.15 Hasil Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Nomor Sampel Rata-
Parameter
I II rata
Berat contoh jenuh kering
(gram) 3812,000 5480,000 4646,000
permukaan
Berat contoh dalam air (gram) 2795,000 3182,000 2988,500
Berat contoh kering (gram) 3582,000 5285,000 4433,500
Bulk specific gravity 3,522 2,300 2,911
Bulk specific gravity (SSD) 3,748 2,385 3,066
Apparent specific gravity 4,551 2,513 3,532
Absorption / penyerapan (%) 6,421 3,690 5,055

53
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil percobaan berat jenis dan penyerapan agregat
kasar diperoleh nilai berat jenis kering (Bulk specific gravity) sebesar 3,522 gram,
berat jenis jenuh kering permukaan (Bulk specific gravity SSD) sebesar 3,742 gram,
berat jenis jenuh air (Apparent specific gravity) sebesar 4,551 gram, dan penyerapan
air (Absorption) sebesar 6,421%.

54
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3 Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar


2.4.3.1 Maksud
Maksud dari percobaan bobot isi dan rongga udara agregat kasar ini adalah
untuk menentukan bobot isi serta rongga udara agregat kasar dalam kondisi lepas
juga kondisi padat.

2.4.3.2 Landasan Teori


Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton. Peranan agregat
sebagai bahan campuran beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton
kira-kira mencapai 70% sampai dengan 75% dari volume beton. Agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton. Pemilihan agregat sendiri merupakan suatu
bagian yang penting dalam pembuatan beton (Ofronazel, 2020).
Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat agregat dan isi dengan
volume yang ditempatinya. Berat isi agregat merupakan massa agregat yang
diperlukan untuk memenuhi isi volume container agregat setelah semua agregat
dikumpulkan berdasarkan volume. Berat isi agregat diperlukan dalam perhitungan
bahan campuran beton (Ofronazel, 2020).
Berat isi agregat ditinjau dalam dua keadaan, yaitu berat isi keadaan lepas
dan berat isi keadaan padat. Berat isi kondisi lepas merupakan perbandingan berat
agregat dengan volume literan. Berat isi kondisi pada merupakan perbandingan
berat agregat dalam keadaan padat dengan volume literan. Agregat dalam kondisi
lepas akan mempunyai berat persatuan volume yang lebih kecil dari agregat yang
lebih tinggi kerapatan massanya atau dalam keadaan padat (Buckman dan Brandy,
1982).

55
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Oven
2. Timbangan
3. Batang pemadat Ø16 mm
4. Container (Mold 6”)
5. Meja getar
6. Mistar perata
7. Jangka sorong
8. Sekop

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7) (8)
Gambar 2.10 Peralatan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Kasar

56
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.4 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar terbagi menjadi 2 kondisi yaitu berat isi lepas dan berat isi padat.
Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan bobot isi dan rongga
udara agregat kasar dalam kondisi lepas adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Mengambil sampel agregat dan mengeringkannya di dalam oven hingga
beratnya tetap. Cara mengambil sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
sample splitter atau menggunakan quartering method.
3. Memasukkan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir dari
ketinggian 5 cm di atas container dengan menggunakan sendok / sekop sampai
penuh.
4. Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
5. Menimbang berat container + isi (C).
Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan bobot isi dan rongga
udara agregat kasar dalam kondisi padat adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Mengambil sampel agregat dan mengeringkannya di dalam oven hingga
beratnya tetap. Cara mengambil sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
sample splitter atau menggunakan quartering method.
3. Memasukkan agregat ke dalam container tersebut kurang lebih sepertiga
bagian lalu menumbuk dengan batang pemadat sebanyak 25 kali.
4. Mengulangi hal yang sama untuk lapis kedua.
5. Memasukkan campuran agregat kasar hingga melebihi permukaan atas
container lalu menumbuk sebanyak 25 kali untuk lapis terakhir.
6. Meletakkan di atas meja penggetar lalu pasang penjepitnya.
7. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
8. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaannya dengan mistar perata.
9. Menimbang container berikut isinya (C).

57
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan bobot isi dan rongga
udara agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.16, dan Tabel 2.17 sebagai berikut.
Berat Jenis (Kering) = 3,522 gram
Absorpsi = 6,421%
Kondisi Lepas :
Tabel 2.16 Data Percobaan Berat Isi Lepas
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14073,000
Berat agregat (gram) 5300,000
3
Volume container (cm ) 3909,293

Kondisi Padat :
Tabel 2.17 Data Percobaan Berat Isi Padat
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14941,000
Berat agregat (gram) 6168,000
3
Volume container (cm ) 3909,293

2.4.3.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar pada kondisi lepas adalah sebagai berikut.
C − B
Berat isi (kering) =
V
14073,000 − 8773,000
=
3909,293
= 1,356 gram
C-B  A 
Berat isi (SSD) = × 1 +
V  100% 

14073,000 − 8773,000  6,421 


= × 1 +
3909,293  100% 

58
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

= 1,443 gram
 Berat isi (kering) 
Kadar rongga udara = 1 −  × 100%
 SG

 1,356 
= 1 − × 100%
 3,522 
= 61,508%
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat kasar pada kondisi padat adalah sebagai berikut.
C − B
Berat isi (kering) =
V
14941,000 − 8773,000
=
3909,293
= 1,578 gram
C − B  A 
Berat isi (SSD) = × 1 +
V  100% 

14941,000 − 8773,000  6,421 


= × 1 +
3909,293  100% 
= 1,679 gram
 Berat isi (kering) 
Kadar rongga udara = 1 −  × 100%
 SG

 1,578 
= 1 − × 100%
 3,522 
= 55,204%

Keterangan:
A : Absorpsi agregat (%)
B : Berat container (gram)
C : Berat container berikut isinya (gram)
V : Volume container (gram)
SG : Berat jenis agregat (kering)

59
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.18 Hasil Perhitungan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat
Kasar Kondisi Lepas
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14073,000
Berat agregat (gram) 5300,000
3
Volume container (cm ) 3909,293
3
Berat isi agregat (kering) (gram/cm ) 1,356
3
Berat isi agregat (SSD) (gram/cm ) 1,443
Kadar rongga udara (%) 61,508

60
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.19 Hasil Perhitungan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat
Kasar Kondisi Padat
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14941,000
Berat agregat (gram) 6168,000
3
Volume container (cm ) 3909,293
3
Berat isi agregat (kering) (gram/cm ) 1,578
3
Berat isi agregat (SSD) (gram/cm ) 1,679
Kadar rongga udara (%) 55,204

61
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil percobaan bobot isi dan rongga udara agregat
kasar dalam kondisi lepas diperoleh nilai berat isi agregat (kering) sebesar 1,356
gram/cm3, berat isi agregat (SSD) sebesar 1,443 gram/cm3, dan kadar rongga udara
sebesar 61,508%. Hasil percobaan bobot isi dan rongga udara agregat kasar dalam
kondisi pada diperoleh nilai berat isi agregat (kering) sebesar 1,578 gram/cm3, berat
isi agregat (SSD) sebesar 1,679 gram/cm3, dan kadar rongga udara sebesar
55,204%.

62
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4 Percobaan Kadar Air Agregat Kasar


2.4.4.1 Maksud
Maksud dari percobaan kadar air agregat kasar ini adalah untuk
menentukan kadar air yang terkandung dalam agregat.

2.4.4.2 Landasan Teori


Dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi. Air untuk
memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya
pengerasan. Air sebagai pelumas campuran agregat kasar, agregat halus, dan semen
agar ditempatkan ke dalam cetakan sesuai rencana. Air dalam campuran beton
terdiri dari air yang terserap di dalam agregat, air yang berada pada permukaan
agregat, dan air yang ditambahkan selama proses pencampuran (Kusuma, 2000).
Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang
terkandung agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam
persen. Percobaan kadar air agregat kasar dilakukan untuk mengetahui banyaknya
air yang terkandung dalam agregat kasar. Percobaan kadar air agregat dilakukan
pada saat agregat kasar dalam keadaan jenuh kering permukaan (SSD). Nilai kadar
air digunakan untuk koreksi takaran air untuk adukan beton yang disesuaikan
dengan kondisi agregat (SNI 03-1971-1990).
Kadar air yang terkandung di dalam agregat dapat memengaruhi kuat
tekan beton. Dalam campuran beton kondisi agregat dianggap dalam keadaan jenuh
kering permukaan (SSD). Oleh karena itu sebelum dipergunakan, kadar air agregat
harus diperiksa terlebih dahulu. Dengan mengetahui kadar air dari agregat dapat
diperhitungkan untuk penambahan maupun pengurangan air dalam suatu campuran
beton (ASTM D6780).

63
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut.
1. Cawan
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.11 Peralatan Percobaan Kadar Air Agregat Kasar

64
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan kadar air agregat
kasar adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan contoh agregat kasar dengan cara sampling menggunakan sample
splitter atau quartering method sebanyak minimum 500 gram untuk masing-
masing contoh lalu mencatat beratnya (A).
Tabel 2.20 Persebaran Agregat dari Nilai yang Paling Banyak, Lalu Didapat
Ukuran (12,5 dengan Saringan ½ (inci))
Ukuran butir maksimum Berat agregat minimum
(mm) (inci) (kg)
4,750 ¼ 0,500
9,500 ⅜ 1,500
12,500 ½ 2,000
19,000 ¾ 3,000
25,000 1 4,000
37,500 1½ 6,000
50,000 2 8,000
63,000 2½ 10,000
75,000 3 13,000
90,000 3½ 16,000
100,000 4 25,000
150,000 6 50,000
2. Memasukkan benda uji yang telah diambil ke dalam cawan.
3. Memasukkan cawan beserta benda uji ke dalam oven dengan suhu 100°C ±
10°C selama kurang lebih 24 jam.
4. Setelah mengeringkan di dalam oven, memasukkan cawan beserta benda uji ke
dalam desikator.
5. Setelah dingin, menimbang kembali contoh uji agregat (B).

65
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan kadar air agregat kasar
dapat dilihat pada Tabel 2.20 sebagai berikut.
Tabel 2.20 Data Percobaan Kadar Air Agregat Kasar
Parameter Sampel Agregat Kasar
Berat contoh awal (gram) 1500,000
Berat contoh kering (gram) 1461,000

2.4.4.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan kadar air agregat kasar adalah
sebagai berikut.
Berat air =A–B
= 1500,000 – 1461,000
= 39,000
A–B
Kadar air = × 100%
B
1500,000 – 1461,000
= × 100%
1461,000
= 2,669%
Keterangan:
A : Berat contoh awal (gram)
B : Berat contoh kering (gram)
A – B : Berat air (gram)

66
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.21 Hasil Perhitungan Percobaan Kadar Air Agregat Kasar


Parameter Sampel Agregat Kasar
Berat contoh awal (gram) 1500,000
Berat contoh kering (gram) 1461,000
Berat air (gram) 39,000
Kadar air (%) 2,669

67
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil percobaan kadar air agregat kasar yang telah
dilakukan, diperoleh nilai berat air sebesar 39,000 gram dan kadar air sebesar
2,669%. Standar spesifikasi kadar air yaitu 3% sampai dengan 5%. Berdasarkan
hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa pada percobaan kadar air agregat kasar
ini memenuhi spesifikasi kadar air.

68
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5 Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar


2.4.5.1 Maksud
Maksud dari percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar ini adalah
untuk mengetahui kandungan lumpur dan lempung dalam agregat.

2.4.5.2 Landasan Teori


Lumpur dan lempung yang sering terdapat dalam agregat berbentuk
gumpalan atau lapisan yang menutupi lapisan butiran agregat. Lumpur berupa tanah
atau sejenisnya dengan ukuran butiran lebih kecil dari 0,075 mm, biasanya
tercampur pada kerikil dan pasir. Dalam jumlah yang cukup banyak dapat
mengurangi kekuatan beton. Lumpur pada kerikil biasanya berasal dari endapan
sungai. Pengaruh lumpur pada beton segar yaitu menghambat proses hidrasi semen.
Untuk beton yang mengalami masa perawatan sesat setelah pencetakan, lumpur
dapat menjadi penyebab terbentuknya lapisan yang menyelimuti agregat, sehingga
mencegah terjadinya adhesi semen (Murdock dan Brook, 1979).
Lumpur dan lempung pada permukaan butiran agregat akan mengurangi
kekuatan dan ketahanan beton. Adanya lumpur dan lempung menyebabkan
bertambahnya air pengaduk yang diperlukan dalam pembuatan beton. Jika lumpur
terlalu banyak dalam adukan untuk plesteran, maka pelaksanaan akan sulit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya ikatan antara pasta semen dan agregat sehingga akan
menyebabkan turunnya kekuatan beton yang bersangkutan serta bertambahnya
penyusutan dan creep. Kadar lumpur dan lempung yang berlebih dalam agregat
kasar dapat menurunkan kekuatan beton dan menyebabkan mutu beton yang telah
direncanakan tidak terpenuhi (Saputra, 2015).
Kadar lumpur dan lempung yang terkandung dalam agregat penting untuk
diuji dan jumlahnya didalam agregat dibatasi. Kadar lumpur agregat normal yang
diijinkan untuk agregat halus maksimal 5%, dan untuk agregat kasar maksimal 1%.
Jika kadar lumpur melebihi standar yang telah ditentukan, maka agregat harus
dicuci kembali sampai kadar lumpurnya rendah atau dengan cara mengganti

69
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

agregatnya. Untuk menciptakan mutu beton yang baik, maka bahan penyusun beton
harus memenuhi syarat teknis (SNI S-04-1989-F).

2.4.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Saringan No. 4, No. 16, dan No. 200
2. Timbangan
3. Oven
4. Cawan.

(1) (1) (1)

(2) (3) (4)


Gambar 2.12 Peralatan Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar

70
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan kadar lumpur dan
lempung agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Mengambil agregat kasar (tertahan saringan No. 4) dengan cara sampling
menggunakan sample splitter atau quartering method, lalu memasukkan ke
dalam cawan sebanyak ± 500 gram.
2. Memasukkan cawan beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100°C ± 10°C
selama 24 jam.
3. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu menimbang berat mesing-masing
sampel kering (A).
4. Memasukkan air pencuci ke dalam cawan lalu mengaduknya hingga terjadi
pemisahan sempurna antara butir-butir kasar dan halus. Mengusahakan agregat
mengapung dibagian atas air sehingga mudah untuk memisahkannya.
5. Menuangkan air pencuci segera di atas saringan No. 16 yang di bawahnya
dipasang saringan No. 200.
6. Mengulangi pencucian dan penyaringan hingga air pencuci terlihat jernih.
7. Mengembalikan benda uji yang tertahan saringan No. 16 dan No. 200 ke dalam
cawan lalu mengeringkan di dalam oven pada suhu 100°C ± 10°C selama 24
jam.
8. Mendinginkannya dalam desikator lalu menimbang berat kering benda uji (B).

2.4.5.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan kadar lumpur dan
lempung agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.22 sebagai berikut.
Tabel 2.22 Data Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar
Parameter Sampel Agregat Kasar
Berat agregat kering awal (gram) 500,000
Berat agregat kering setelah pencucian (gram) 495,000

71
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan kadar lumpur dan lempung
agregat kasar adalah sebagai berikut.
A − B
Kadar lumpur dan lempung = × 100%
A
500,000 − 495,000
= × 100%
500,000
= 1,000%
Keterangan:
A : Berat contoh kering awal (gram)
B : Berat contoh kering setelah pencucian (gram)

72
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.23 Hasil Perhitungan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar
Parameter Sampel Agregat Kasar
Berat agregat kering awal (gram) 500,000
Berat agregat kering setelah pencucian (gram) 495,000
Kadar lumpur dan lempung (%) 1,000

73
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.5.7 Kesimpulan
Berdasarkan data percobaan kadar lumpur dan lempung agregat kasar yang
telah dilakukan diperoleh nilai kadar lumpur dan kadar lempung yang terkandung
dalam agregat kasar sebesar 1,000%. Sesuai ketentuan kadar lumpur agregat
normal yang diijinkan untuk agregat halus maksimal 5,000%, dan untuk agregat
kasar maksimal 1,000%. Maka agregat tergolong agregat yang masih baik
digunakan tanpa dicuci terlebih dahulu.

74
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6 Abrasion Test


2.4.6.1 Maksud
Maksud dari abrasion test ini adalah untuk mengetahui keausan agregat
yang diakibatkan oleh faktor-faktor mekanis.

2.4.6.2 Landasan Teori


Abrasi atau keausan agregat merupakan proses penghancuran atau
pecahnya agregat, dalam hal ini agregat kasar akibat proses mekanis seperti gaya
yang terjadi selama proses pelaksanaan pembuatan jalan, pelayanan terhadap beban
lalu-lintas dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan, dan
perubahan suhu sepanjang hari. Agregat yang terletak di dekat permukaan
perkerasan memerlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap aus yang
lebih besar dibandingkan dengan agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah,
karena bagian atas perkerasan menerima beban lebih besar. Nilai abrasi dari suatu
material merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena
berhubungan langsung dengan daya tahan perkerasan. Nilai abrasi sendiri
merupakan nilai yang menunjukkan daya tahan agregat kasar terhadap
penghancuran akibat dari beban mekanis maupun terhadap gesekan (Suparman,
1994).
Ketahanan agregat terhadap keausan akibat pengikisan dapat diketahui
melalui percobaan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Prinsip pengujian Los
Angeles adalah pengukuran perontokan agregat dari gradasi standarnya akibat
kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan penggilasan di dalam drum baja.
Pengujian Los Angeles telah digunakan secara luas sebagai indikator dari kualitas
atau kemampuan berbagai sumber agregat yang mempunyai komposisi mineral
yang sama. Uji abrasi Los Angeles mengukur tahanan agregat kasar terhadap
degradasi akibat abrasi dan tumbukan. Tetapi pengamatan dilapangan telah
menunjukan bahwa tidak selalu terdapat hubungan yang baik antara abrasi Los
Angeles dan kinerja (Hardiyatmo, 2011).

75
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Pengujian dengan menggunakan Los angeles machine adalah suatu cara


pengujian agregat yang berprinsip menguji angka aus yang dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus terhadap berat semula dalam persen. Semakin
besar nilai abrasi agregat, maka kinerja campuran beton akan semakin menurun.
Salah satu indikatornya adalah nilai stabilitas, dimana nilai stabilitas cenderung
mengalami penurunan dengan semakin besarnya nilai abrasi. Toleransi nilai
keausan pada agregat menurut yaitu 40%. Penggunaan agregat yang tidak
memenuhi syarat keausan akan mengakibatkan hal-hal seperti terganggunya
kestabilan konstruksi perkerasan dan terganggunya pelekatan terhadap agregat
(Suparman dan Sulistyoati, 1994).

2.4.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada abrasion test untuk menguji keausan
agregat adalah sebagai berikut.
1. Los Angeles abrasion machine
2. Bola baja
3. Oven
4. Talam
5. Saringan 1 ½", 1", ¾", ½", 3/8", ¼", No. 4, dan No. 12
6. Timbangan
7. Pan.

76
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7)
Gambar 2.13 Peralatan Percobaan Abrasi (Abrasion Test)

2.4.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada abrasion test untuk menguji
keausan agregat adalah sebagai berikut.
1. Mengambil agregat yang akan diperiksa lalu mencuci sampai bersih.
2. Mengeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 110°C ± 5°C sampai
beratnya tetap.
3. Memisahkan agregat sesuai dengan kelompoknya, lalu mencampurkan sesuai
dengan kombinasi yang diinginkan (A/B/C/D) dengan berat total ±5000 gram
(A).
4. Menghidupkan mesin los angeles abrasion.

77
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

5. Memutar drum abrasi dengan menekan tombol inching sehinggu tutupnya


mengarah ke atas.
6. Membuka tutup mesin abrasi lalu memasukkan agregat yang telah disiapkan
tadi.
7. Memasukkan bola baja sebanyak yang disyaratkan (lihat tabel ketentuan
kriteria benda uji abrasi).
8. Menutup kembali mesin abrasi tersebut.
9. Membuka tutup counter lalu mengatur angkanya menjadi 500 kemudian
ditutup kembali.
10. Menekan tombol start sehingga mesin abrasi berputar. Jumlah putaran akan
terbaca pada counter dan mesin abrasi akan berhenti berputar secara otomatis
pada jumlah putaran 500.
11. Memasang talam di bawah mesin abrasi.
12. Membuka tutup mesin lalu menekan tombol inching sehingga mesin abrasi
berputar dan agregat serta bola baja tertampung pada talam.
13. Menyaring agregat dengan saringan No. 12 lalu agregat tertahan dicuci sampai
bersih.
14. Mengeringkan agregat di dalam oven selama 24 jam pada suhu 110°C ± 5°C.
15. Menimbang berat keringnya.

78
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari abrasion test dapat dilihat pada
Tabel 2.24, Tabel 2.25 dan Tabel 2.26 sebagai berikut.
Tabel 2.24 Kriteria Benda Uji Abrasion Test
Ukuran Saringan Berat Agregat
Lolos Tertahan A B C D
1 ½" 1" 1250 ± 25
1" ¾" 1250 ± 25 2500 ± 10
¾" ½" 1250 ± 10
½" 3/8" 1250 ± 10 2500 ± 10
3/8" ¼" 2500 ± 10
¼" No. 4 2500 ± 10 2500 ± 10
No. 4 No. 8 2500 ± 10
Total 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10 5.000 + 10
Jumlah Bola Baja 12 11 8 6
Berat Bola (gram) 5000 + 25 4584 + 25 3330 + 20 2500 + 15

Tabel 2.25 Benda Uji yang Digunakan Pada Abrasion Test


Gradasi Saringan
Berat Agregat
Lolos Tertahan
¾" ½" 2389,400
½" 3/8" 2411,800

Tabel 2.26 Data Abrasion Test


Parameter Nilai
Berat sebelum (gram) 4801,200
Berat sesudah diayak saringan No. 12 (gram) 2475,000

79
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada abrasion test untuk menguji keausan
agregat adalah sebagai berikut.
A-B
Keausan = × 100%
A
4801,200 - 2475,000
= × 100%
4801,2
= 48,450%

Keterangan:
A : Berat total benda uji semula (gram)
B : Berat benda uji yang tertahan saringan No. 12 (gram)

80
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.27 Hasil Perhitungan Abrasion Test


Parameter Nilai
Berat sebelum (gram) 4801,200
Berat sesudah diayak saringan No. 12 (gram) 2475,000
Keausan (%) 48,450

81
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.6.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai keausan
48,450%, menurut ketentuan SK SNI 2417-1991 nilai keausan agregat yang baik
tidak lebih dari 40%. Dapat disimpulkan bahwa agregat tidak baik untuk digunakan
pada pekerjaan perkerasan. Karena agregat tergolong tidak dapat menahan gaya
gesek dan rentan hancur.

82
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7 Soundness Test Agregat Kasar


2.4.7.1 Maksud
Maksud dari soundness test agregat kasar ini adalah untuk mengetahui
keausan/pelapukan agregat akibat pengaruh iklim/cuaca.

2.4.7.2 Landasan Teori


Agregat-agregat pada campuran beton mempunyai kelebihan dan
kekurangan dengan berbagai alasan dan faktor tertentu. Faktor penyebabnya
terbagai menjadi dua, faktor mekanis dan kimiawi. Pada faktor kimiawi, penyebab
terbesar terjadinya kerusakan pada beton yaitu dikarenakan oleh pengaruh cuaca
atau iklim. Dilakukan beberapa percobaan untuk mengatasi dan mengetahui
berbagai macam kerusakan yang diakibatkan cuaca atau iklim (Anasori, 2013).
Soundness test merupakan perobaan yang dilakukan untuk mengetahui
sifat kekekalan agregat terhadap proses kimiawi sebagai akibat dari pengaruh
perbedaan iklim dan cuaca. Soundness adalah suatu tingkat kekekalan atau keausan
pada agregat yang dapat menentukan kualitas dari pembuatan beton. Soundness test
merupakan petunjuk kemampuan agregat untuk menahan perubahan volume yang
berlebihan yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan pada kondisi lingkungan,
seperti pembekuan dan pencairan, perubahan suhu, terik matahari, musim kering
dan hujan yang berganti-ganti (SNI 3407:2008).
Kekekalan agregat dapat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk
memeriksa reaksinya pada agregat. Larutan yang digunakan adalah larutan Natrium
Sulfat dan Magnesiun Sulfat. Agregat harus memenuhi syarat mutu untuk agregat
normal. Syarat untuk agregat kasar, pengujian menggunakan larutan Natrium
Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12% dan untuk pengujian menggunakan
Magnesium Sulfat bagian yang hancur maksimum 18%. Syarat untuk agregat halus,
pengujian menggunakan larutan Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum
10% dan untuk pengujian menggunakan Magnesium Sulfat bagian yang hancur
maksimum 15% (ASTM C33-86).

83
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada soundness test agregat kasar adalah
sebagai berikut.
1. Beaker glass
2. Timbangan dengan ketelitian minimal 0,1% dari berat benda uji.
3. Natrium sulfat/magnesium sulfat
4. Oven
5. Desikator
6. Termometer dengan ketelitian 0,1°C
7. Hydrometer
8. Wadah untuk agregat halus, kawat kasa berbentuk tabung yang bagian atasnya
terbuka yang mempunyai ukuran bukaan saringan No. 8
9. Saringan, dengan ukuran saringan sebagai berikut.
Tabel 2.28 Ukuran Saringan untuk Agregat Kasar
Ukuran Saringan
2 ½" (63,000 mm)
2" (50,000 mm)
1 ½" (37,500 mm)
1" (31,500 mm)
¾" (25,000 mm)
⅝" (16,000 mm)
½" (12,500 mm)
⅜" (9,500 mm)
5/16" (8,000 mm)
Benda Uji
Agregat kasar yang akan diuji harus tertahan saringan ukuran 4,75 mm (No. 4)
dengan berat masing-masing ukuran seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.29
sebagai berikut.

84
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.29 Ukuran Saringan dan Berat Contoh yang Diperlukan untuk Agregat
Kasar
Berat Contoh Uji
Ukuran Saringan
(gram)
Lolos 63,000 mm tertahan 37,500 mm (2 ½" ̶ 1 ½") 5000,000 ± 300,000
Terdiri dari:
Lolos 50,000 mm tertahan 37,500 mm (2" ̶ 1 ½") 2000,000 ± 200,000
Lolos 63,000 mm tertahan 50,000 mm (2 ½" ̶ 2") 3000,000 ± 300,000
Lolos 37,500 mm tertahan 19,000 mm (1 ½" ̶ ¾") 1500,000 ± 50,000
Terdiri dari:
Lolos 25,000 mm tertahan 37,500 mm (1" ̶ ¾") 500,000 ± 30,000
Lolos 37,500 mm tertahan 50,000 mm (1 ½" ̶ 1") 1000,000 ± 50,000
Lolos 19,00 mm tertahan 9,500 mm (¾" ̶ ⅜") 1000,000 ± 10,000
Terdiri dari:
Lolos 12,500 mm tertahan 19,000 mm (½" ̶ ⅜”) 330,000 ± 5,000
Lolos 19,000 mm tertahan 12,500 mm ( ¾" ̶ ½") 670,000 ± 10,000
Lolos 9,500 mm tertahan 4,750 mm (⅜" ̶ No. 4) 300,000 ± 5,000

2.4.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada soundness test agregat kasar
adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan larutan garam sulfat:
a. Menyiapkan larutan jenuh garam natrium sulfat/ magnesium sulfat dengan
cara melarutkan krista 1 murni garam natrium sulfat/ magnesium sulfat
dalam air panas lalu menyaringnya.
b. Larutan ini harus dalam kondisi jenuh sehingga tidak terlihat adanya
kelebihan garam yang tidak larut.
c. Kemudian mengaduk dan menyimpan dalam desikator selama 48 jam
sebelum mempergunakannya.

85
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

d. Pada larutan yang akan digunakan, terlebih dahulu menghancurkan garam


yang mungkin terjadi dengan cara mengaduk, kemudian menentukan berat
jenisnya.
1) Jika menggunakan natrium sulfat, berat jenisnya antara 1,151 – 1,174.
2) Jika menggunakan magnesium sulfat, berat jenisnya antara 1,295 –
1,308.
2. Mengambil agregat kasar di atas saringan No. 50, mengeringkan di dalam oven
sampai beratnya tetap kemudian memisahkan setiap fraksinya.
3. Menimbang berat masing-masing fraksi dan mengombinasikan seluruhnya.
Menyatat berat total agregat kasar dan berat masing-masing fraksi. Untuk
ukuran yang lebih besar dari 19,0 mm (3/4") menyatat banyaknya partikel yang
terkandung dalam agregat kasar.
4. Memasukkan contoh ke dalam beaker glass, kemudian menuangkan larutan
garam natrium / magnesium yang telah disediakan sehingga larutan tersebut
dapat merendam seluruh permukaan agregat kasar dengan ketinggian ± 12,5
mm (1/2").
5. Menutup beaker glass dengan rapat untuk mengurangi penguapan dan
masuknya substansi lain. Mengatur temperatur perendaman pada suhu 20,3°C
– 21,9°C.
6. Memasukkan beaker glass dalam desikator dan mendiamkan selama minimum
16 jam dan maksimum 18 jam.
7. Mengeluarkan agregat kasar dari dalam larutan, menunggu tiris selama 15 ± 5
menit. Mengeringkan dalam oven pada temperatur 110 ± 5°C sampai beratnya
tetap, kemudian mendinginkan agregat kasar sebelum merendam kembali
dalam larutan.
8. Mengulangi proses perendaman dan pengeringan agregat kasar minimum 5
kali. Apabila pengujian terpaksa dihentikan sementara, menyimpan agregat
kasar di dalam oven pada temperatur 110 ± 5°C sampai pengujian dilanjutkan
kembali.

86
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

9. Setelah proses perendaman dan pengeringan selesai, mencuci agregat kasar


dengan cara mengalirkan air panas (43 ± 6°C) ke dalam cawan sampai meluap
keluar untuk memastikan agregat kasar telah bersih dari larutan natrium
sulfat/magnesium sulfat. Selama proses pencucian, menjaga agregat kasar dari
guncangan atau tumbukan yang dapat membuat pecah atau retaknya agregat
kasar.
10. Mengeringkan masing-masing fraksi agregat kasar dalam oven sampai
diperoleh beratnya tetap.
11. Menyaring agregat kasar dengan ukuran saringan sebagai berikut.
Tabel 2.30 Ukuran Saringan yang Digunakan untuk Agregat Kasar Setelah
Pengujian
Untuk fraksi Saringan yang digunakan
63,00 mm – 37,00 mm 31,50 mm
37,50 mm – 19,00 mm 16,00 mm
19,00 mm – 9,50 mm 8,00 mm
9,50 mm – 4,75 mm 4,00 mm

Untuk agregat kasar, penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan


tangan. Jangan melakukan paksaan agar butiran dapat menembus lubang saringan.
Timbang dan catat berat agregat kasar yang tertahan pada masing-masing saringan.

2.4.7.5 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada soundness test agregat kasar adalah
sebagai berikut.
A − B
Persentase agregat yang lapuk = × 100%
A
Keterangan:
A : Berat agregat sebelum pengujian (gram)
B : Berat agregat sesudah pengujian (gram)

87
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.8 Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar


2.4.8.1 Maksud
Maksud dari percobaan analisis bentuk agregat kasar ini adalah untuk
mengetahui bentuk atau kepipihan agregat yang akan dipakai sebagai campuran
beton.

2.4.8.2 Landasan Teori


Agregat adalah sekelompok butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan. Agregat merupakan salah satu bahan
campuran beton. Kualitas beton ditentukan juga dari sifat dan hasil campuran
agregat dengan material lainnya. Agregat yang akan digunakan sebagai bahan
campuran beton tergantung dari mutu bahan, bentuk atau jenis konstruksi yang
digunakan (Bina Marga, 1999).
Bentuk butir agregat ditentukan oleh dua sifat yang tidak saling tergantung
yaitu kebulatan, ketajaman dan rasio antara luas permukaan dengan volume butir.
Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara alamiah bentuk agregat
dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya
yaitu agregat panjang atau lonjong dan pipih (RSNI T-01-2005).
Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya > 1,8 kali diameter
rata-rata. Indeks kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat
lonjong terhadap berat total. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6
kali diameter rata-rata. Indeks persyaratan kepipihan dan kelonjongan maksimal
25%. Pada beberapa penelitian sejauh ini mengatakan bahwa bentuk agregat tidak
begitu berpengaruh terhadap kuat tekan beton (Sukirman, 1999).

2.4.8.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis bentuk agregat kasar
adalah sebagai berikut.
1. Jangka sorong
2. Cawan

88
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

3. Timbangan
4. Oven.

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.14 Peralatan Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar

2.4.8.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan analisis bentuk
agregat kasar adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan agregat kasar sebagai benda uji dengan cara sampling
menggunakan sample splitter atau quartering method lalu mengeringkan benda
uji di dalam oven (± 1 jam) dan mengambil sebanyak ± 1000,000 gram yang
telah dikeringkan.
2. Mengukur panjang (P), lebar (L), dan tebal (T) dari masing-masing butiran
agregat kasar, lalu memasukkan agregat dalam klasifikasinya.
P > 3L : Panjang
L > 3T : Pipih
P < 3L dan L < 3T : Baik
3. Menimbang agregat kasar yang berbentuk panjang (B), berbentuk pipih (C),
dan juga menimbang total agregat yang digunakan (A).

89
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Menghitung persentase butiran agregat kasar yang tergolong panjang dan


pipih.

2.4.8.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari percobaan analisis bentuk agregat
kasar dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.31 Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar

Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm)

4,210 2,230 2,135


2,500 2,355 1,535
4,000 2,000 0,760
3,395 2,090 1,550
4,810 1,950 0,875
4,980 2,240 3,980
3,980 3,225 0,735
3,420 2,155 0,665
3,965 2,210 2,200
3,410 3,005 1,550
3,010 2,640 1,200
3,155 2,550 1,410
2,900 2,150 1,560
3,060 2,300 1,150
3,350 1,570 1,480
3,200 2,410 2,065
3,640 1,370 2,145
2,450 2,100 1,425
2,760 2,050 1,115
2,185 1,800 1,690

90
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.32 Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar (Lanjutan)

Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm)

2,550 2,500 1,400


2,850 2,700 1,500
2,755 2,300 1,370
2,160 2,230 1,350
2,645 1,750 1,740
2,915 1,650 1,800
2,145 2,100 1,435
2,670 2,200 2,010
2,540 2,235 1,345
5,100 1,815 1,500
2,350 2,460 1,740
2,725 1,630 1,330
2,720 2,110 1,630
2,455 1,700 0,780
2,450 1,845 1,520
2,785 2,040 1,135
3,480 2,515 1,660
3,550 1,895 1,425
2,875 2,475 8,395
3,100 2,750 1,625
3,525 2,675 1,575
3,575 1,375 1,125
3,675 1,750 1,400
2,675 1,850 1,100
2,725 2,675 1,225
2,625 1,900 1,325
3,125 1,650 1,275
3,150 2,250 1,350
2,200 1,825 1,675
2,850 1,775 1,475
2,975 2,250 1,525
1,975 2,000 1,325
2,450 1,875 1,525

91
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.33 Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar (Lanjutan)

Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm)

2,725 1,850 1,375


2,375 2,250 1,625
2,575 1,750 1,575
2,750 1,250 1,425
3,525 2,630 1,500
4,490 2,100 1,520
3,455 3,110 1,435
2,700 2,560 1,825
3,245 2,125 0,940
3,415 1,700 1,520
3,200 1,500 0,900
3,130 1,640 1,255
3,120 1,895 1,330
3,445 1,355 1,113
2,750 2,370 1,870
2,910 2,530 1,635
2,535 2,220 1,420
2,865 1,750 1,525
3,125 2,100 1,000
3,260 2,645 1,310
2,350 2,045 1,670
2,930 1,300 0,830
3,140 1,740 1,285
1,725 2,000 1,150
3,030 1,700 1,530
2,310 2,165 1,800
2,320 1,830 1,400

92
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.8.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada percobaan analisis bentuk agregat kasar
adalah sebagai berikut.
B+C
Persentase agregat panjang dan pipih = × 100%
A
0,000 + 18,400
= × 100%
790,100
= 2,329%
Keterangan:
A : Berat total agregat yang telah dikeringkan (gram)
B : Berat agregat untuk P > 3L (Panjang) (gram)
C : Berat agregat untuk L > 3T (Pipih) (gram)

93
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.34 Hasil Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar

Panjang Lebar Tebal Klasifikasi


(cm) (cm) (cm) (Panjang/Pipih/Baik)

4,210 2,230 2,135 Baik


2,500 2,355 1,535 Baik
4,000 2,000 0,760 Baik
3,395 2,090 1,550 Baik
4,810 1,950 0,875 Baik
4,980 2,240 3,980 Baik
3,980 3,225 0,735 Baik
3,420 2,155 0,665 Baik
3,965 2,210 2,200 Baik
3,410 3,005 1,550 Baik
3,010 2,640 1,200 Baik
3,155 2,550 1,410 Baik
2,900 2,150 1,560 Baik
3,060 2,300 1,150 Baik
3,350 1,570 1,480 Baik
3,200 2,410 2,065 Baik
3,640 1,370 2,145 Baik
2,450 2,100 1,425 Baik
2,760 2,050 1,115 Baik
2,185 1,800 1,690 Baik
2,550 2,500 1,400 Baik
2,850 2,700 1,500 Baik
2,755 2,300 1,370 Baik
2,160 2,230 1,350 Baik
2,645 1,750 1,740 Baik
2,915 1,650 1,800 Baik
2,145 2,100 1,435 Baik

94
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.35 Hasil Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar (Lanjutan)

Panjang Lebar Tebal Klasifikasi


(cm) (cm) (cm) (Panjang/Pipih/Baik)

2,670 2,200 2,010 Baik


2,540 2,235 1,345 Baik
5,100 1,815 1,500 Baik
2,350 2,460 1,740 Baik
2,725 1,630 1,330 Baik
2,720 2,110 1,630 Baik
2,455 1,700 0,780 Baik
2,450 1,845 1,520 Baik
2,785 2,040 1,135 Baik
3,480 2,515 1,660 Baik
3,550 1,895 1,425 Baik
2,875 2,475 8,395 Baik
3,100 2,750 1,625 Baik
3,525 2,675 1,575 Baik
3,575 1,375 1,125 Baik
3,675 1,750 1,400 Baik
2,675 1,850 1,100 Baik
2,725 2,675 1,225 Baik
2,625 1,900 1,325 Baik
3,125 1,650 1,275 Baik
3,150 2,250 1,350 Baik
2,200 1,825 1,675 Baik
2,850 1,775 1,475 Baik
2,975 2,250 1,525 Baik
1,975 2,000 1,325 Baik
2,450 1,875 1,525 Baik
2,725 1,850 1,375 Baik

95
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.36 Hasil Percobaan Analisis Bentuk Agregat Kasar (Lanjutan)

Panjang Lebar Tebal Klasifikasi


(cm) (cm) (cm) (Panjang/Pipih/Baik)

2,375 2,250 1,625 Baik


2,575 1,750 1,575 Baik
2,750 1,250 1,425 Baik
3,525 2,630 1,500 Baik
4,490 2,100 1,520 Baik
3,455 3,110 1,435 Baik
2,700 2,560 1,825 Baik
3,245 2,125 0,940 Baik
3,415 1,700 1,520 Baik
3,200 1,500 0,900 Baik
3,130 1,640 1,255 Baik
3,120 1,895 1,330 Baik
3,445 1,355 1,113 Baik
2,750 2,370 1,870 Baik
2,910 2,530 1,635 Baik
2,535 2,220 1,420 Baik
2,865 1,750 1,525 Baik
3,125 2,100 1,000 Baik
3,260 2,645 1,310 Baik
2,350 2,045 1,670 Baik
2,930 1,300 0,830 Baik
3,140 1,740 1,285 Baik
1,725 2,000 1,150 Baik
3,030 1,700 1,530 Baik
2,310 2,165 1,800 Baik
2,320 1,830 1,400 Baik

96
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.37 Hasil Perhitungan Analisis Bentuk Agregat Kasar


Parameter Nilai
Berat agregat total A= 790,100 (gram)
Berat agregat panjang B= 0,000 (gram)
Berat agregat pipih C= 18,400 (gram)
Persentase butiran agregat panjang dan pipih = 2,329 (%)

97
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.8.7 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan analisis bentuk agregat kasar yang telah dilakukan
didapatkan kesimpulan bahwa berat agregat total sebesar 790,100 gram, berat
agregat yang termasuk panjang sebesar 0,000 gram, berat agregat yang termasuk
pipih sebesar 8,400 gram, dan persentase butiran agregat panjang dan pipih adalah
2,329%.

98
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.9 Flakiness And Elongation Index Test


2.4.9.1 Maksud
Maksud dari flakiness and elongation index test ini adalah untuk
mengetahui secara kuantitatif distribusi agregat yang berbentuk flaky (pipih) dan
elongated (lonjong) yang dinyatakan dengan indeks kepipihan dan indeks
kelonjongan.

2.4.9.2 Landasan Teori


Bentuk butiran agregat adalah ukuran normal dari sebuah agregat, dimana
ukuran normal ini bergantung kepada besar ukuran agregat yang dominan pada
suatu gradai tertentu. Percobaan ini bertujuan untuk menguji keseragaman agregat
pada suatu konstruksi. Bentuk agregat dibagi menjadi 6 kategori, yaitu pipih,
lonjong, pipih dan lonjong, bulat, bersudut, dan tidak beraturan (British Standard
Institution, 1975).
Suatu agregat dikatakan pipih, lonjong, pipih dan lonjong atau berdimensi
seragam ditentukan berdasarkan perbandingan antara diameter terpendek,
terpanjang dan rata-ratanya. BSI menentukan jika perbandingan antara rata-rata
diameter dengan diameter terpanjang kurang dari 0,55 maka bentuk agregat tersebut
adalah lonjong. Jika perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata
diameter kurang dari 0,60 maka bentuk agregat tersebut adalah pipih (Friska, 2020).
Agregat berbentuk pipih jika agregat tersebut lebih tipis minimal 60% dari
diameter rata-rata. Agregat lonjong ukuran terpanjangnya lebih panjang minimal
180% diameter rata-rata. Misalnya untuk agregat yang lolos saringan 14,0 mm dan
tertahan di saringan 10,0 mm maka diameter rata-ratanya adalah 11,125 mm
(Collist, 1985).

99
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.9.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada flakiness and elongation index test adalah
sebagai berikut.
1. Flakiness gauge
2. Elongation gauge

2.4.9.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada flakiness index adalah sebagai
berikut.
1. Menyaring sampel dengan ukuran saringan 63,000 mm, 50,000 mm, 40,000
mm, 31,500 mm, 25,000 mm, 20,000 mm, 16,000 mm, 12,500 mm, 10,000
mm, 6,300 mm.
2. Mengambil minimum 200 buah sampel setiap fraksi lalu menimbangnya (Xn).
3. Mengukur ketebalan masing-masing sampel menggunakan alat pengukur
ketebalan.
4. Menimbang jumlah sampel yang melewati alat ukur dengan timbangan
ketelitian 0,100 gram (Xn).
Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan elongation index
adalah sebagai berikut.
1. Menyaring sampel dengan ukuran saringan 50,000 mm, 40,000 mm, 31,500
mm, 25,000 mm, 20,000 mm, 16,000 mm, 12,500 mm, 10,000 mm, 6,300 mm.
2. Mengambil minimum 200 buah sampel setiap fraksi lalu menimbangnya (Xn).
3. Mengukur panjang sampel masing-masing menggunakan alat pengukur
panjang.
4. Sampel dari masing-masing fraksi yang tidak dapat melewati panjang
pengukur yang ditentukan dengan sisi panjangnya adalah partikel memanjang
dan mengumpulkannya secara terpisah untuk menentukan berat total agregat
dari masing-masing fraksi.
5. Menimbang jumlah total sampel memanjang dengan timbangan ketelitian
0,100 gram (Xn).

100
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.4.9.5 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan pada flakiness and elongation index test
adalah sebagai berikut. Elongation Gauge
(x1 + x2 + x3 +...)
Flakiness Index = × 100
(X1 + X2 + X3 +...)
%Flakiness Index =
(Total berat agregat  Berat agregat yang tertahan pada Flakiness Gauge)
× 100
Berat agregat yang lolos pada Flakiness Gauge
(y1 + y2 + y3 +...)
Elongation Index = × 100
(Y1 + Y2 + Y3 +...)
% Elongation Index =
(Total berat agregat  Berat agregat yang tertahan pada Elongation Gauge)
× 100
Berat agregat yang lolos pada Elongation Gauge
Limits :
• Flakiness index for Bituminous and Non Bituminous mixes = max 15%
• Elongation index for Bituminous and Non Bituminous mixes = max 15%
• Combined flakiness and elongation index for bituminous and non bituminous
mixes = max 30%
• Flakiness index for concrete mixes = max 35%

101
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5 PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS


2.5.1 Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus
2.5.1.1 Maksud
Percobaan analisis saringan agregat halus bertujuan untuk mengetahui
ukuran butiran dan gradasi agregat halus serta untuk keperluan desain campuran
beton serta tingkat kehalusannya yang di nyatakan dalam modulus kehalusan

2.5.1.2 Landasan Teori


Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat yang digunakan dalam
campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan. Kandungan agregat
dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat berkisar antara
60,000% – 70,000% dari berat campuran beton (Prisca, 2017).
Analisis saringan agregat halus ialah penentuan persentase berat butiran
agregat yang lolos dari saringan yang sudah ditentukan. Sehingga angka-angka
persentase digambarkan pada grafik pembagian butiran. Tujuan pengujian analisis
saringan agregat halus ialah untuk memperoleh distribusi besaran dan jumlah
persentase butiran agregat halus (Prayoga, 2017).
Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu
agregat kasar adalah agregat yang tertahan di saringan No. 4 dan agregat halus
adalah agregat yang lolos saringan No. 4. Analisis saringan agregat halus adalah
pemeriksaan terhadap jumlah kumulatif agregat halus yang lolos saringan No. 4
hingga tertahan pada saringan No. 200. Berdasarkan data hasil percobaan maka
dapat ditentukan apakah agregat memiliki gradasi yang baik ataupun kurang baik.
Semakin baik gradasi yang didapatkan maka akan dapat kekuatan yang lebih
(Prisca, 2017).

103
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan analisis saringan agregat halus
adalah sebagai berikut.
1. Sieve Shaker
2. Saringan No. 4, No. 8, No. 16, No. 30 No. 50, No. 100, dan No 200
3. Pan dan cover
4. Timbangan
5. Oven

(1) (2) (3)

(4) (5)

Gambar 2.15 Peralatan Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus

104
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.1.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan analisis saringan
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Mengambil benda uji agregat halus masing-masing sebanyak ±1000 gram.
Cara mengambil sampel dapat dilakukan dengan menggunakan sample splitter
atau menggunakan quartering method.
2. Memasukkan sampel agregat halus ke dalam oven dengan suhu 110° C ± 5° C
selama 24 jam.
3. Menimbang berat masing-masing saringan.
4. Menyusun saringan pada sieve shaker dengan susunan saringan yang terbesar
hingga yang terkecil lalu yang paling bawah adalah pan.
5. Memasukkan agregat ke dalam saringan yang paling atas kemudian menutup
dan mengguncangkan selama 15 menit.
6. Membiarkan selama 5 menit untuk memberi kesempatan supaya debu-debu
mengendap.
7. Membuka saringan tersebut lalu menimbang berat masing-masing saringan
dengan isinya.
8. Menghitung berat masing-masing agregat yang tertahan dalam saringan.

2.5.1.5 Data Percobaan


Data percobaan yang didapatkan dari pengujian Analisis Saringan Agregat
Halu dapat dilihat pada Tabel 2.38 sebagai berikut.

105
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.38 Data Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering = 1058,000 gram
Berat
Berat
Saringan +
No. Saringan Saringan
Tertahan
(gram) (gram)
No. 4 363,000 364,000
No. 8 404,000 440,000
No. 16 256,000 363,000
No. 30 401,000 762,000
No. 50 397,000 743,000
No. 100 322,000 488,000
Pan 334,000 375,000

2.5.1.6 Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan dalam percobaan analisis saringan agregat
halus pada saringan No. 8 adalah sebagai berikut.
Berat Tertahan = Berat saringan + tertahan – berat saringan
= 440,000 – 404,000
= 36,000 gram
Jumlah Berat Tertahan = Berat tertahan di saringan sebelum saringan
No. 4 + berat tertahan pada saringan No. 8
= 1,000 + 36,000
= 37,000 gram
Persentase kumulatif:
jumlah berat tertahan
Tertahan = × 100%
berat contoh kering
37,000
= × 100%
1058,000
= 3,497%
Lolos = 100% – Tertahan
= 100% – 3,497%
106
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

= 96,503%
jumlah persentase kumulatif tertahan tanpa pan
Modulus kehalusan =
100
241,493
=
100
= 2,415

107
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.39 Hasil Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus


Berat Contoh Kering = 1058,000 gram

Berat Persentase
Berat Jumlah
Saringan Berat Kumulatif
Nomor Saringan Berat
+ Tertahan
saringan Tertahan Tertahan Lolos
Tertahan

(gram) (gram) (gram) (gram) (%) (%)

No. 4
363,000 364,000 1,000 1,000 1,000 99,000
(4,750 mm)

No. 8
404,000 440 ,000 36,000 37,000 3,497 96,503
(2,360 mm)

No. 16
256,000 363,000 107,000 144,000 13,611 86,389
(1,180 mm)

No. 30
401,000 762,000 361,000 505,000 47,732 53,268
(0,600 mm)

No. 50
397,000 743,000 346,000 851,000 80,435 19,565
(0,300 mm)

No. 100
322,000 488,000 166,000 1017,000 96,125 3,875
(0,150 mm)

Pan 334,000 375,000 41,000 1058,000 100,000 0,000

108
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.40 Hasil Perhitungan Modulus Kehalusan Agregat Halus

Berat Kumulatif Berat Persentase Berat


Nomor Saringan
Tertahan Tertahan tertahan

1½” (38,100 mm) 0,000 0,000 0,000


¾” (19,050 mm) 0,000 0,000 0,000

⅜” (9,530 mm) 0,000 0,000 0,000

No. 4 (4,750 mm) 1,000 1,000 0,095

No. 8 (2,360 mm) 36,000 37,000 3,497

No. 16 (1,180 mm) 107,000 144,000 13,611

No. 30 (0,600 mm) 361,000 505,000 47,732

No. 50 (0,300 mm) 346,000 851,000 80,435

No. 100 (0,150 mm) 166,000 1017,000 96,125

Pan 41,000 1058,000 100,000


Jumlah 241,493

Modulus Kehalusan 2,415

109
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

120,000
Persentase Kumulatif Lolos Saringan

100,000

80,000

60,000
(%)

40,000

20,000

0,000
0,100 1,000 10,000
Ukuran Butiran Saringan (mm)

Persentase lolos Batas atas Batas bawah

Gambar 2.16 Kurva Gradasi Agregat Halus

110
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.1.7 Kesimpulan
Data hasil percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada
percobaan analisis saringan agregat halus, maka diperoleh persentase agregat halus
yang lolos pada saringan No. 4 sebesar 99,000%, saringan No. 8 sebesar
96,503%,saringan No. 16 sebesar 86,380%, saringan No. 30 sebesar 53,260%,
saringan No. 50 sebesar 19,560%, dan saringan No. 100 sebesar 3,870%. Agregat
halus berada pada grading zone II. Modulus kehalusan yang diperoleh dari
percobaan analisis saringan agregat halus adalah 2,415 Modulus kehalusan yang
direkomendasikan SK SNI S-04-1989-F adalah 1,500% sampai 3,800%.
Berdasarkan persyaratan tersebut maka modulus kehalusannya memenuhi syarat.

111
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2 Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


2.5.2.1 Maksud
Percobaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dilakukan untuk
mengetahui berat jenis agregat halus dan kemampuannya menyerap air.

2.5.2.2 Landasan Teori


Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume dari bahan
yang kita uji. Penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu bahan untuk
menyerap air. Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil dari
4,75 mm (No. 4) (SNI 1970:2008).
Berat jenis (specific gravity) agregat berbeda satu sama lainnya,
tergantung dari jenis batuan, susunan mineral, struktur butiran dan porositas
batuannya. Berat jenis agregat mempunyai arti sangat penting terhadap sifat beton
yang dibuatnya. Berat jenis terdiri dari tiga macam yaitu berat jenis curah (bulk
spesific gravity), berat jenis kering permukaan atau SSD (bulk spesific gravity)
dan berat jenis semu (apparent specific gravity). Nilai penyerapannya adalah
perubahan berat agregat karena penyerapan air oleh pori-pori dengan agregat pada
kondisi kering (No. ASTM C 128-04a).
Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang
lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal menjadi
lebih tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat
terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena
penyerapan air oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering (PDEC, 1989
“pengujiam bahan”).

112
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Timbangan
2. Labu ukur 500 ml
3. Kerucut kuningan (cone)
4. Penumbuk (tamper)
5. Talam
6. Sendok Pengaduk
7. Oven
8. Saringan No. 4
9. Hot plate

113
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7) (8) (9)


Gambar 2.17 Peralatan Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Halus

2.5.2.4 Prosedur Percobaan


Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari percobaan berat jenis dan penyerapan
agregat halus antara lain:
1. Mengambil benda uji yang lolos saringan No. 4 (± 1.000 gram) dengan cara
sampling menggunakan sample splitter atau quartering method. Kemudian
mencuci benda uji tersebut.
2. Mengeringkan benda uji dalam oven pada suhu 100 ºC ± 10 ºC selama 24 jam
lalu mendinginkannya.
3. Merendam benda uji tersebut selama 24 jam dalam air.

114
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Menebarkan contoh di atas permukaan terbuka dan rata kemudian mengangin-


anginkannya, mengaduk contoh uji untuk mencapai pengeringan yang merata.
5. Mengecek kondisi SSD dalam agregat dapat dilakukan dengan pengujian
kerucut, caranya dengan memasukkan agregat ke dalam kerucut kuningan dan
membaginya ke dalam 3 lapisan, memadatkan lapis pertama dengan penumbuk
sebanyak 8 kali, lapis kedua 8 kali, dan lapis ketiga 9 kali sehingga jumlah
keseluruhan tumbukan 25 kali dengan tinggi jatuh ± 5,000 mm di atas
permukaan pasir agregat secara merata dan jatuh bebas.
6. Membersihkan daerah sekitar kerucut dari butiran agregat yang tercecer.
7. Mengangkat kerucut tersebut dalam arah vertikal secara perlahan-lahan.
8. Mengamati contoh saat dibuka, apabila masih tersusun rapi maka contoh masih
basah, maka harus mengeringkannya kembali. Apabila jatuh lepas keseluruhan,
maka contoh terlalu kering. Apabila terjadi keruntuhan sebagian sedikit demi
sedikit pada permukaan benda uji tersebut, maka contoh sudah dalam keadaan
SSD.
9. Memasukkan contoh ke dalam pan dan cover untuk menghindari penguapan
10. Mengisi labu ukur dengan air suling setengahnya lalu memasukkan benda uji
ke dalam labu ukur sebanyak 100 gram (jangan sampai ada yang tertinggal di
leher labu ukur).
11. Menggunakan hot plate untuk mengeluarkan gelembung udara.
12. Merendam labu ukur dalam air sehingga suhunya mencapai suhu ruangan lalu
menambahkan air suling sampai tanda batas.
13. Menimbang labu ukur + air + sampel agregat (C).
14. Memasukkan sampel agregat ke dalam oven pada suhu 100 ºC ± 10 ºC selama
24 jam, setelah itu memasukkannya kedalam desikator lalu timbang beratnya
(A).
15. Mengisi labu ukur dengan air suling sampai tanda batas lalu menimbangnya
(B).

115
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.5 Data Percobaan


Data percobaan untuk analisis saringan agregat halus dapat dilihat pada
Tabel 2.38.
Tabel 2.41 Data Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Nilai
Parameter
I II
Berat contoh jenuh kering permukaan (gram) 100,000 100,000
Berat contoh kering (gram) 99,000 97,630
Berat labu + air (gram) 670,500 669,000
Berat labu + sampel SSD + air (gram) 731,450 730,000

2.5.2.6 Perhitungan
Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat halus pada sampel I
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

A
Bulk Spesific Gravity =
B + 100,000 − C
99,000
=
670,500 + 100,000 − 731,450
= 2,535
100,000
Bulk Specific Gravity ( SSD) =
B + 100,000 − C
100, 000
=
670,500 + 100, 000 − 731,450
= 2,560
A
Apparent Spesifik Gravity =
B+ A−C
99,000
=
670,500 + 99,000 − 731,450
= 2,571

116
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

100,000 − A
Absorption / Penyerapan =  100%
A
100,000 − 99,000
=  100%
99,000
= 1,010

Keterangan:
A : Berat contoh kering (setelah di oven) (gram)
B : Berat labu + air (gram)
C : Berat labu + air + sampel agregat (gram)

117
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.42 Hasil Perhitungan Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Halus
Nilai
Parameter Rata -Rata
I II
Berat contoh jenuh kering permukaan (gram) 100,000 100,000 100,000
Berat contoh kering (gram) 99,000 97,630 98,315
Berat labu + air (gram) 670,500 669,000 669,750
Berat labu + sampel SSD + air (gram) 731,450 730,000 730,725
Bulk spesific gravity 2,535 2,503 2,519
Bulk spesific gravity (SSD) 2,561 2,564 2,562
Apparent spesific grafity 2,602 2,665 2,634
Absorption / Penyerapan (%) 1,010 2,428 1,719

118
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.2.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan menunjukkan nilai bulk
specific gravity sebesar 2,535, bulk specific gravity (SSD) sebesar 2,560, nilai
apparent specific gravity sebesar 2,571 dan nilai absorption (penyerapan) sebesar
1,010.

119
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.3 Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Halus


2.5.3.1 Maksud
Percobaan bobot isi dan rongga udara agregat halus bertujuan untuk
menentukan bobot isi serta rongga udara agregat halus dalam kondisi lepas dan
kondisi padat.

2.5.3.2 Landasan Teori


Jenis agregat yang dipakai tergantung dari kehalusan butirannya dan pada
saat proses pemadatan sebaiknya tidak berlebihan karena akan mempengaruhi
bobot isi, bila pemadatan dilakukan dengan baik maka bobot isi akan sesuai dengan
rencana. Bobot isi rencana dan bobot isi pemeriksaan, perlu adanya koreksi dengan
mengalikan harga semula yang diperoleh dari perencanaan dengan suatu faktor
“Angka perbandingan berat jenis sama dengan berat jenis hasil pemeriksaan
campuran dibagi dengan berat jenis semula”. Hasil bobot isi dalam percobaan
apabila lebih kecil dari bobot isi dalam mix design, maka kebutuhan bahan haruslah
dikoreksi kembali, sehingga akan didapat kebutuhan bahan yang sebenarnya
(Rizaldy, 2012).
Bobot isi atau berat satuan agregat adalah rasio antara berat agregat
dengan isi atau volume. Bobot isi agregat diperlukan dalam perhitungan bahan
campuran beton apabila jumlah bahan ditakar dengan ukuran volume. Pemeriksaan
volume memiliki hubungan erat dengan rencana biaya yang tersedia dalam
membuat suatu konstruksi yang dikehendaki (SNI 03-4804-1998).
Standar unit weight dari pasir adalah lebih dari 1,500 gram/cc. Unit weight
diperoleh dengan memasukan agregat dalam keadaan SSD ke dalam alat pengukur
yang telah diketahui volumenya sehingga berat agregat dapat diketahui. Dua
metode dapat digunakan dalam melaksanakan percobaan bobot isi agregat halus
yaitu metode rodding dan metode shoveling. Metode rodding adalah sebutan jika
agregat yang dimasukkan ke dalam container dipadatkan sebanyak 25 kali
dengan batang pemadat. Namun jika agregat dimasukkan langsung dalam

120
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

container tanpa adanya pemadatan, maka metode ini dinamakan metode shovellin
(Rizaldy, 2012).

2.5.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan bobot isi dan rongga udara
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Oven
2. Timbangan
3. Batang pemadat Ø16 mm
4. Container (Mold 6")
5. Meja getar
6. Mistar perata
7. Jangka sorong
8. Sekop

121
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7) (8)
Gambar 2.18 Peralatan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Halus

2.5.3.4 Prosedur Percobaan


Percobaan pada bobot isi dan rongga udara agregat halus terbagi menjadi dua, yaitu
pada kondisi lepas dan padat. Prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan
bobot isi dan rongga udara agregat halus pada kondisi lepas adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah diketahui volumenya (V).
2. Mengambil sampel agregat dan mengeringkan agregat di dalam oven sehingga
beratnya tetap. Mengambil sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
sample splitter atau menggunakan quatering method.
3. Memasukkan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir dari
ketinggian 5 cm di atas container dengan menggunakan sendok/ sekop sampai
penuh.
4. Meratakan permukaan container dengan mistar perata.
122
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

5. Menimbang berat container + isi (C).


Prosedur yang harus dilakukan pada bobot isi dan rongga udara kondisi
padat adalah sebagai berikut.
1. Menimbang berat container (B) yang telah doketahui volumenya (V).
2. Mengambil sampel agregat dan mengeringkan agregat di dalam oven hingga
beratnya tetap. Mengambil sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
sample splitter atau menggunakan quatering method.
3. Memasukkan agregat ke dalam container tersebut kurang lebih sepertiga
bagian lalu tumbuk dengan batang pemadat sebanyak 25 kali.
4. Mengulangi hal yang sama untuk lapis kedua.
5. Memasukkan agregat halus hingga melebihi permukaan atas container lalu
menumbuknya sebanyak 25 kali untuk lapisan terakhir.
6. Meletakkan container di atas meja penggetar lalu memasang penjepitnya.
7. Menghidupkan motor penggerak selama 5 menit sampai mencapai kepadatan.
8. Mengisi kembali bagian permukaan yang berlubang dengan agregat lalu
meratakan permukaanya dengan mistar perata.
9. Menimbang container berikut isinya (C).
10.
2.5.3.5 Data Percobaan
Data percobaan bobot isi lepas dan padat agregat halus dapat dilihat pada
Tabel 2.43 dan Tabel 2.44.
Berat Jenis (Kering) = 2,535
Absorpsi = 1,010
Tabel 2.43 Data Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Halus Kondisi
Lepas
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14870,000
Berat agregat (gram) 6097,000
Volume container 3909,293

123
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.44 Data Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat Halus Kondisi
Padat
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 15795,000
Berat agregat (gram) 7022,000
Volume container 3909,293

2.5.3.6 Perhitungan
Perhitungan bobot isi agregat halus pada kondisi lepas dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
C−B
Berat isi (kering) =
V
14870,000 − 8773,000
=
3909, 293
= 1,560 gram
C−B  A 
Berat isi (SSD) = X1 + 
V  100% 
14870, 000 − 8773, 000  1, 010 
= 1 + 
3909, 293  100% 
= 1,575 gram

 Berat isi (kering) 


Kadar rongga udara = 1 −  100%
 SG 
 1,560 
= 1 −  100%
 2,535 
= 38,482 gram

124
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Perhitungan bobot isi agregat halus pada kondisi padat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

C−B
Berat isi (kering) =
V
15795,000 - 8773,000
=
3909, 293
= 1,796 gram

C−B  A 
Berat isi (SSD) =  1 + 
V  100% 
15795,000 - 8773,000  1, 010 
=  1 − 
3909, 293  100% 
= 1,814 gram
 Berat isi (kering) 
Kadar rongga udara = 1 −  100%
 SG 
 1,796 
= 1 − 2,535  100%
 
= 29,149 gram

Keterangan:
A : Absorpsi agregat (%)
B : Berat container (gram)
C : Berat container + isi (gram)
V : Volume container (cm3)
SG : Berat jenis agregat (kering)

125
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.45 Hasil Perhitungan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat
Halus Kondisi Lepas
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 14870,000
Berat agregat (gram) 6097,000
Volume container 3909,293
Berat isi agregat (kering) 1,560
Berat isi agregat (SSD) 1,575
Kadar rongga udara (%) 38,461

126
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.46 Hasil Perhitungan Percobaan Bobot Isi dan Rongga Udara Agregat
Halus Kondisi Padat
Parameter Nilai
Berat container (gram) 8773,000
Berat container + agregat (gram) 15795,000
Berat agregat (gram) 7022,000
Volume container 3909,293
Berat isi agregat (kering) 1,796
Berat isi agregat (SSD) 1,814
Kadar rongga udara (%) 29,149

127
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.3.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah di lakukan
diperoleh berat isi agregat halus yang paling besar yaitu berat agregat dengan
kondisi padat. Berat isi agregat halus yang didapat sebesar 7022 gram. Dengan berat
isi (SSD) agregat halus yang didapat sebesar 1,815 gram Sedangkan berat isi
agregat halus dengan kondisi lepas yang didapat sebesar 6097 gram . Dengan berat
isi (SSD) yang didapat sebesar 1,575 gram Percobaan di atas juga menunjukkan
bahwa dengan kondisi padat membuat kadar rongga udara menjadi lebih kecil.
Kadar rongga udara agregat halus dengan kondisi padat yang didapat sebesar
29,149%. Sedangkan nilai kadar rongga udara agregat halus dalam kondisi lepas
yang didapat sebesar 38,461%.

128
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4 Percobaan Kadar Air Agregat Halus


2.5.4.1 Maksud
Percobaan kadar air agregat halus bertujuan untu menentukan kadar air
dalam agregat dengan cara pengeringan.

2.5.4.2 Landasan Teori


Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam agregat dengan agregat dalam keadaan yang kering. Kadar air agregat
dipengaruhi oleh besar jumlah air yang terkandung pada pori-pori agregat, semakin
besar selisih antara agregat semula dengan agregat setelah kering oven maka
semakin besar kadar air agregat maka banyak pula air yang dikandung oleh pori-
pori agregat tersebut dan sebaliknya. Agregat yang basah akan membuat campuran
beton lebih basah. Kadar air yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kuat
tekan beton. Dalam rancangan campuran beton kondisi agregat harus dalam
keadaan kering permukaan atau jenuh atau SSD (Saturated Surface Dry Condition)
(ASTM C 566-97).
Kadar air berbanding lurus dengan berat kandungan air suatu agregat dan
berbanding terbalik terhadap berat agregat dalam kondisi kering. Sehingga makin
besar nilai dari berat kandungan air agregat maka semakin besar nilai kadar air.
Sebaliknya, jika semakin kecil berat kandungan air dalam agregat maka semakin
kecil kadar air yang diperolehnya (Bestari et al, 2017).
Agregat yang basah akan membuat campuran beton lebih basah. Kadar air
yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kuat tekan beton. Dalam rancangan
campuran beton kondisi agregat harus dalam keadaan kering permukaan atau jenuh
(SSD). Oleh karena itu, kadar air agregat harus diperiksa sebelum digunakan.
(Bestari et al, 2017).

129
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar air agregat halus adalah
sebagai berikut.
1. Cawan
2. Timbangan
3. Oven
4. Desikator

(1) (2)

(3) (4)

Gambar 2.19 Peralatan Percobaan Kadar Air Agregat Halus

130
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.4 Prosedur Percobaan


Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari percobaan kadar air agregat halus
adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan contoh agregat halus dan kasar dengan cara sampling
menggunakan sample slitter atau quartering method sebanyak minimum 500
gram untuk masing-masing contoh lalu mencatat beratnya (A).
Tabel 2.45 Kriteria Sampel Kadar Air Agregat Halus
Berat Agregat
Ukuran Butir Maksimum Minimum
(kg)
(mm) (inci)
4,750 ¼" 0,500
9,500 ⅜" 1,500
12,500 ½" 2,000
19,000 ¾" 3,000
25,000 1" 4,000
37,500 1½ " 6,000
50,000 2" 8,000
63,000 2½ " 10,000
75,000 3" 13,000
90,000 3½ " 16,000
100,000 4" 25,000
150,000 6" 50,000

2. Memasukkan benda uji yang telah diambil ke dalam cawan.


3. Memasukkan cawan beserta benda uji ke dalam oven dengan suhu 100oC ±
10oC selama kurang lebih 24 jam.
4. Setelah mengeringkan dalam oven, memasukkan cawan beserta benda uji ke
dalam desikator.
5. Mendinginkan benda uji, lalu menimbang kembali contoh uji agregat (B).

131
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.5 Data Percobaan


Data percobaan kadar air agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.44
berikut.
Tabel 2.47 Data Percobaan Kadar Air Agregat Halus
Parameter Nilai
Berat contoh awal (gram) 1500,000
Berat contoh kering (gram) 1488,000

2.5.4.6 Perhitungan
Perhitungan kadar air agregat halus dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
Berat air = A−B
= 1500,000 – 1488,000
= 12,000
A – B
Kadar air = ×100%
B
1500,000 – 1488,000
= ×100%
1488,000
= 0,806%

Keterangan:
A : Berat isi air (gram)
B : Berat contoh kering (gram)
A–B : Berat air (gram)

132
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.48 Hasil Percobaan Kadar Air Agregat Halus


Parameter Nilai
Berat contoh awal (gram) 1500,000
Berat contoh kering (gram) 1488,000
Berat air (gram) 12,000
Kadar air (%) 0,806

133
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.4.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa dari agregat halus terdapat berat air sebesar 12,000 gram dan
kadar air sebesar 0,806%.

134
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5 Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus


2.5.5.1 Maksud
Percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus dilakukan untuk
mengetahui kandungan lumpur dan lempung dalam agregat.

2.5.5.2 Landasan Teori


Pasir adalah batuan berbutir halus yang terdiri atas butiran sebesar 0,15
mm sampai 4,75 mm. Pasir berasal dari penghancuran batuan baik secara alamiah
maupun penghancuran dengan bantuan manusia. Pasir merupakan bahan bangunan
yang berfungsi antara lain sebagai bahan campuran adukan beton. Maka dari itu
mutu dari pasir sangat perlu diperhatikan (ASTM C-33-2003).
Lumpur adalah bagian–bagian butiran yang dapat melewati ayakan 0,063
mm. Kandungan lumpur dalam pasir diwajibkan tidak lebih dari 5% dari berat
kering pasir. Kandungan lumpur pada agregat halus mempangaruhi kuat tekan dan
kuat tarik belah beton, semakin sedikit kandungan lumpur pada beton makan kuat
tekan dan kuat tarik belahnya lebih tinggi dibandingkan beton yang kandungan
lumpurnya banyak ( ASTM C-33-2003 ).
Persyaratan kadar lumpur agregat halus lolos saringan No. 200. Lumpur
dan tanah liat yang sering terdapat dalam agregat mungkin berbentuk gumpalan
atau lapisan yang menutupi lapisan butiran agregat. Lumpur dan tanah liat pada
permukaan butiran agregat akan mengurangi kekuatan ikatan antara pasta semen
dan agregat sehingga dapat mengurangi kekuatan dan ketahanan pada beton (SNI,
1996).

2.5.5.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar lumpur dan lempug
agregat halus adalah sebagai berikut.
1. Saringan No. 16 dan No. 200
2. Timbangan
3. Oven

135
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Cawan

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.20 Peralatan Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Halus

2.5.5.4 Prosedur Percobaan


Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari percobaan kadar lumpur dan lempug
agregat halus antara lain:
1. Mengambil agregat halus (saringan lolos No. 4) dengan cara sampling
menggunakan sample splitter atau quartering method, lalu memasukkan ke
dalam cawan sebanyak ± 500 gram.
2. Memasukkan cawan beserta isinya ke dalam oven pada suhu 100oC ± 10oC
selama 24 jam.
3. Mendinginkan benda uji dalam desikator lalu menimbang berat masing-masing
sampel kering (A).
4. Memasukkan air pencuci ke dalam cawan lalu aduk sehingga terjadi pemisahan
sempurna antara butir-butir kasar dan halus. Mengusahakan agar bahan halus
tersebut melayang sehingga mempermudah memisahkannya.
5. Menuangkan air pencuci segera di atas saringan No. 16 yang di bawahnya
dipasang saringan No. 200.

136
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

6. Mengulangi pencucian dan penyaringan sehingga air pencuci terlihat jernih.


7. Mengembalikan benda uji yang tertahan saringan No. 16 dan No. 200 ke dalam
cawan lalu mengeringkan dalam oven pada suhu 100oC ± 10oC selama 24 jam.
8. Mendinginkan dalam desikator lalu menimbang berat kering benda uji (B).

2.5.5.5 Data Percobaan


Data percobaan kadar lumpur dan lempung agregat halus dapat dilihat
pada Tabel 2.46 di bawah ini.
Tabel 2.49 Data Percobaan Kadar Lumpur dan Lempug Agregat Halus
Sampel Agregat
Parameter
Halus
Berat agregat kering awal (gram) 508,000
Berat agregat kering setelah pencucian (gram) 496,000

2.5.5.6 Perhitungan
Perhitungan pada kadar lumpur dan lempung dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
A−B
Kadar lumpur dan lempung = 100%
B
508,000 − 496,000
= 100%
496, 000
= 2,362%
Keterangan:
A : Berat agregat kering (gram)
B : Berat agregat kering (gram)

137
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.50 Hasil Perhitungan Percobaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat
Halus
Sampel Agregat
Parameter
Halus

Berat agregat kering awal (gram) 508,000


Berat agregat kering setelah pencucian (gram) 496,000
Kadar lumpur dan lempung (%) 2,362

138
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.5.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan bahwa
dalam agregat halus diperoleh kadar lumpur sebesar 2,362%. Berdasarkan
percobaan, kandungan lumpur dan lempung pada agregat halus < 5,000%, maka
agregat halus telah memenuhi syarat campuran beton.

139
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6 Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus


2.5.6.1 Maksud
Percobaan kadar bahan organik dilakukan untuk mengetahui kadar bahan
organik yang terkandung dalam agregat halus (pasir) yang digunakan sebagai bahan
campuran beton.

2.5.6.2 Landasan Teori


Agregat halus yang digunakan pada campuran beton dapat berupa pasir
akam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan (natural sand) atau pasir buatan
(artificial sand) yang dihasilkan alat-alat pemecah batu. Agregat halus sebagai
salah satu komponen beton, yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Salah satunya ialah pasir tidak boleh banyak mengandung bahan organik (Hadi,
2017).
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi syarat yang telah
ditetapkan, salah satunya pasir tidak boleh mengandung bahan organik berlebihan
yang akan berpengaruh buruk pada semen. Kadar bahan organik dalam agregat
halus akan memperlambat proses pengikatan semen, dan juga akan memperlambat
perkembangan kenaikan kekuatan beton. Agregat halus atau pasir tidak boleh
mengandung bahan organik terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan
percobaan warna dari Abrams, yang lebih populer dengan pengujian Abrams
Harder Peraturan Beton Indonesia (PBI. 71, 1971).
Bahan organik ini yang terdapat dalam agregat biasanya berasal dari hasil
penghancuran zat-zat tumbuhan. Bahan organik banyak terdapat dalam agregat
halus. Beberapa bahan organik bisa berpengaruh negatif pada semen. Zat organik
yang tercampur dapat membuat asam-asam organik dan zat lain bereaksi dengan
semen yang sedang mengeras. Kadar bahan organik akan memperlambat proses
pengikatan semen, dan juga akan memperlambat perkembangan kekuatan beton
(Hadi, 2017).

140
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan kadar bahan organik agregat
halus adalah sebagai berikut.
1. Botol organik
2. Larutan NaOH 3%
3. Standar warna
4. Gelas ukur

(1) (2)

(3) (4)
Gambar 2.21 Peralatan Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus.

141
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6.4 Prosedur Percobaan


Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari percobaan kadar bahan organik
agregat halus antara lain:
1. Mengambil contoh pasir dalam keadaan asli (dari lapangan) dengan cara
sampling menggunakan sample splitter atau quartering method sebanyak 130
ml.
2. Memasukkan pasir tersebut ke dalam botol organik lalu menambahkan lauran
NaOH 3% sampai batas 200 ml.
3. Menutup botol tersebut, lalu mengokocoknya selama 10 menit supaya benar-
benar bercampur.
4. Membiarkan selama 24 jam agar terjadi reaksi sempurna antara larutan NaOH
dengan bahan-bahan organik.
5. ketentuan warna

2.5.6.5 Data Percobaan


Data yang didapat dari percobaan kadar bahan organik agregat halus dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.22 Data Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus.

142
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.51 Hasil Percobaan Kadar Bahan Organik Agregat Halus


Hasil Pengamatan

143
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.6.6 Kesimpulan
Berdsasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah di lakukan dapat
di simpulkan bahwa, agregat halus yang telah diuji dalam praktikum ini memiliki
kadar zat organik yang rendah. Ditandai dengan alat uji organik plate yang
menunjukan angka 2. Karena larutan NaOH yang telah dicampurkan agregat halus
yang diuji dan didiamkan selama 24 jam hanya sedikit berubah warna menjadi
kekuning-kuningan. Dapat disimpulkan bahwa agregat halus dapat digunakan
sebagai bahan campuran beton tanpa perlu dilakukan pencucian terlebih dahulu.

144
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7 Soundness Test Agregat Halus


2.5.7.1 Maksud
Soundness test agregat halus bertujuan untuk mengetahui keausan atau
pelapukan agregat akibat pengaruh iklim atau cuaca.

2.5.7.2 Landasan Teori


Metode sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat dan
magnesium sulfat. Metode pengujian soundness secara umum dimaksudkan untuk
mengetahui sifat kekekalan agregat terhadap proses kimiawi sebagai akibat dari
pengaruh perbedaan iklim dan cuaca. Percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat jenuh (PBI 89.1990).
Cara uji yang digunakan adalah agregat halus yang disiapkan sesuai
dengan persyaratan contoh uji dalam metode soundness. Benda uji direndam lalu
dikeringkan selama periode waktu yag ditentukan di dalam larutan natrium sulfat
atau magnesium sulfat jenuh. Selisih kehilangan berat saat awal sebelum pengujian
dan setelah pengujian dinyatakan sebagai persentase nilai soundnesstest agregat
(Pemayun, 2015).
Alasan dilakukannya test ini dikarenakan beton mengalami kontak
langsung dengan cuaca luar, pengaruh cuaca ini memberi andil dalam keretakan
pada beton sehingga konstruksi bangunan yang berumur cukup lama banyak
mengalami keretakan. Salah satu pengaruh lingkungan yang menyebabkan beton
retak adalah air hujan. Beton pada bangunan tua menerima air hujan secara
langsung, lama kelamaan air hujan masuk meresap ke dalam pori-pori beton yang
kemudian mencapai tulangan pada beton (Pemayun, 2015).

145
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses percobaan soundness test adalah
sebagai berikut.
1. Beaker glass
2. Timbangan dengan ketelitian minimal 0,1% dari berat benda uji
3. Natrium sulfat/ magnesium sulfat
4. Oven
5. Desikator
6. Thermometer dengan ketelitian 0,1 °C
7. Hidrometer
8. Wadah untuk agregat halus, kawat kasa berbentuk tabung yang bagian atasnya
terbuka yang mempunyai ukuran bukaan saringan No. 60
9. Saringan, dengan ukuran saringan sebagai berikut.
Tabel 2.52 Ukuran Saringan untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan
No. 4 (4,750 mm)
No. 5 (4,000 mm)
No. 8 (2,400 mm)
No. 16 (1,200 mm)
No. 30 (0,600 mm)
No. 50 (0,300 mm)
No. 100 (0,150 mm)

BENDA UJI
Agregat halus yang akan diuji harus lolos saringan ukuran 9,500 mm
(3/8”) dengan berat tidak kurang 100,000 gram untuk masing-masing ukuran,
seperti yang di tunjukan pada Tabel 2.50

146
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

Tabel 2.53 Ukuran Saringan yang Digunakan Untuk Agregat Halus


Lolos Saringan Tertahan Saringan
9,500 mm (3/8 inci) 4,750 mm (No. 4)
4,750 mm (No. 4) 2,360 mm (No. 8)
2,360 mm (No. 8) 1,180 mm (No. 16)
1,180 mm (No. 16) 0,600 mm (No. 30)
0,600 mm (No. 30) 0,300 mm (No. 50)

2.5.7.4 Prosedur Percobaan


Prosedur dari percobaan soundness test agregat halus adalah sebagai
berikut.
1. Mempersiapan larutan garam sulfat.
a) Menyiapkan larutan jenuh garam natrium sulfat/ magnesium sulfat dengan
cara melarutkan kristal murni garam natrium sulfat/ magnesium sulfat
dalam air panas lalu menyaringnya.
b) Memastikan larutan benar-benar jenuh sehingga tidak terlihat adanya
kelebihan garam yang tidak larut.
c) Mengaduk baik-baik, kemudian menyimpan dalam desikator selama 48
jam sebelum dipergunakan.
d) Menghancurkan terlebih dahulu hablur-hablur pada larutan dengan cara
mengaduk, kemudian menentukan berat jenisnya.
1) Jika menggunakan natrium sulfat, berat jenis nya antara 1,151 –
1,174.
2) Jika menggunakan magnesium sulfat, berat jenisnya antara 1,295 –
1,308.
2. Mengambil benda uji halus di atas saringan No. 50, mengeringkan contoh
agregat halus dalam oven sampai beratnya tetap kemudian menyaringnya.
3. Mengambil benda uji ± 100 untuk masing-masing fraksi yang telah disaring,
kemudian mencatat berat totalnya. Jangan menggunakan agregat halus yang
menempel pada celah saringan.

147
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

4. Memasukkan benda uji kedalam beaker glass, kemudian menuangkan larutan


garam natrium/magnesium yang telah disediakan sehingga larutan dapat
merendam seluruh permukaan benda uji dengan ketinggian ± 12,500 mm
(1/2").
5. Menutup beaker glass dengan rapat untuk mengurangi penguapan dan masuk
nya substansi lain. Mengatur temperatur perendaman pada suhu 20,300
°C – 21,900 °C
6. Memasukkan beaker glass dalam desikator dan mendiamkannya selama
minimum 16 jam dan maksimum 18 jam.
7. Mengeluarkan benda uji dari dalam larutan, membiarkan tiris selama 15 ± 5
menit kemudian mengeringkannya dalam oven pada temperatur 110 °C ±°C
sampai beratnya tetap, kemudian mendinginkan benda uji sebelum merendam
kembali dalam larutan.
8. Mengulangi proses perendaman dan mengeringkan benda uji minimum 5 kali.
Apabila pengujian terpaksa dihentikan sementara, menyimpan benda uji di
dalam oven pada temperatur 110 °C ± 5 °C sampai pengujian dilanjutkan
kembali.
9. Mencuci benda uji dengan cara mengalirkan air panas (43 °C ± 6 °C) ke dalam
cawan sampai meluap keluar untuk memastikan bahwa benda uji telah bersih
dari larutan natrium sulfat/ magnesium sulfat. Menjaga benda uji dari
guncangan atau tumbukan yang dapat membuat pecah atau retaknya benda uji
selama proses mencuci.
10. Mengeringkan masing-masing fraksi benda uji dalam oven sampai
memperoleh beratnya tetapnya.
11. Menyaring benda uji dengan ukuran saringan yang sama pada saat persiapan
benda uji, lalu menimbang dan mencatat berat benda uji yang tertahan pada
masing-masing saringan.

148
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.7.5 Perhitungan
Perhitungan pada soundness test agregat halus dilakukan menggunakan
rumus sebagai berikut.
A−B
Persentase agregat yang lapuk = 100%
B
Keteranggan:
A : Berat agregat sebelum pengujian
B : Berat agregat sesudah pengujian

149
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.8 Bulking Factor Test


2.5.8.1 Maksud
Bulking factor test bertujuan untuk mengetahui persentase peningkatan
volume pasir dengan kadar air asli dibandingkan dalam keadaan jenuh air.

2.5.8.2 Landasan Teori


Bulking factor adalah rasio dari volume pasir dalam keadaan kering
dikurang volume dalan keadaan jenuh. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui material yang tepat untuk menghasilkan mutu beton yang baik sesuai
dengan kebutuhan dan kegunaan. Material yang baik mempunyai kadar air yang
baik juga (Pramudiyanto, 2016)
Bulking agregat tergantung pada dua faktor yaitu persentase kadar air dan
ukuran partikel agregat halus. Bulking meningkat karena kadar air naik sampai
batas tertentu dan menyebabkan kadar air mengalami penurunan volume, ketika
agregat halus benar-benar jenuh makan tidak menunjukkan bulking apapun
(Pramudiyanto, 2016)
Bulking factor test penting dilakukan untuk mendapatkan kualitas beton
yang tepat dengan daya tekan yang tinggi. Kenaikan volume pasir terjadi
dikarenakan adanya kandungan air didalamnya. Kenaikan volume terjadi ketika
pasir mengandung kadar air yang tidak cukup untuk membuat pasir sepenuhnya
jenuh, tetapi cukup banyak untuk membentuk lapisan air disekitar partikel pasir.
Lapisan air yag berada di sekitar pasir ini saling tolak menolak dan menyebabkan
ekspansi (Santoso, 2017)

150
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.8.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses bulking factor test adalah sebagai
berikut.
1. Gelas Ukur.

(1)
Gambar 2.23 Peralatan Bulking Factor Test

2.5.8.4 Prosedur Percobaan


Prosedur dari percobaan bulking factor test agregat halus adalah sebagai
berikut.
1. Mengambil contoh pasir dengan kadar air asli.
2. Memasukkan ke dalam gelas ukur sampai skala ± 300 ml. Mencatat volume
pasir tersebut (A).
3. Mengisi gelas ukur dengan air sampai setengahnya.
4. Bulking sampel hingga keadaan jenuh air kemudian menunggu hingga agregat
mengendap.
5. Membaca volume pasir (B).

2.5.8.5 Data Percobaan


Data bulking factor test dapat dilihat pada Tabel 2.5.17 di bawah ini:
Tabel 2.54 Data Bulking Factor Test
Parameter Nilai
Volume semula (ml) 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 280,000

151
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.8.6 Perhitungan
Perhitungan pada bulking factor test dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
A−B
Bulking factor = 100%
B
300,000 − 280,000
= 100%
280,000
= 7,143%
Keterangan:
A : Volume semula (ml)
B : Volume dalam keadaan jenuh air (ml)

152
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan Kelapa Dua Wetan, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur

Tabel 2.55 Hasil Percobaan Bulking Factor Test


Parameter Nilai
Volume semula (ml) 300,000
Volume dalam keadaan jenuh air (ml) 280,000
Bulking factor (%) 7,143

153
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.8.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan diketahui bahwa bulking
factor-nya mengalami penurunan volume persentase jika sebelumnya volume
semula dan volume dalam keadaan jenih air, setelah dilakukan perhitungan volume
tersebut menjadi 7,143%.

154
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.9 Sand Equivalent Test


2.5.9.1 Maksud
Sand equivalent test dilakukan untuk mengetahui kebersihan agregat halus
atau pasir untuk digunakan sebagai bahan campuran pada beton.

2.5.9.2 Landasan Teori


Sand equivalent test adalah uji lapangan cepat untuk menunjukkan
proporsi relatif dari debu halus atau material seperti tanah liat dalam agregat halus
(atau tanah granular). Istilah “sand equivalent” mengungkapkan konsep bahwa
sebagian besar agregat halus adalah campuran dari partikel kasar yang diinginkan
(misalnya pasir) dan umumnya tanah liat atau benda dan debu yang tidak
diinginkan. Bahan-bahan ini dapat melapisi partikel agregat dan mencegah dari
pengikatan-pengikatan beton yang tepat (Darmawan, 2017).
Pengujian setara pasir (sand equivalent test), dilakukan untuk menentukan
perbandingan relatif dari bagian bahan yang dapat merugikan (seperti butiran lunak
dan lempung) terhadap bagian bahan agregat yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm)
dan larutan kerja tertentu. nilai setara pasir adalah perbandingan antara skala
pembacaan pasir terhadap skala pembacaan lumpur pada alat uji setara pasir yang
dinyatakan dalam prosen. Bahan plastis adalah bahan yang mengandung lempung
atau lanau atau yang menyerupai lempung atau lanau (Parhastuti, 2013)..
Kebersihan agregat sering dapat dilihat secara visual namun dengan suatu
analisasaringan disertai pencucian agregat akan memberikan hasil yang lebih akurat
tentang bersih atau tidaknya agregat tersebut. Agregat yang kotor akan memberikan
pengaruh yang jelek pada kekuatan beton. Hal yang akan terjadi seperti
berkurangnya ikatan antaraaspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan lempung padaagregat tersebut (Darmawan, 2017).

155
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

2.5.9.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam sand equivalent test adalah sebagai
berikut.
1. Tabung Sand Equivalent (SE)
2. Beban equivalent
3. Larutan standar (stock solution)
4. Gelas Erlenmeyer
5. Statif
6. Cawan
7. Tin box
8. Saringan No. 4
9. Sumbat karet
10. Stopwatch

2.5.9.4 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan pada sand equivalent test adalah
sebagai berikut.
1. Mengambil pasir dari lapangan yang lolos saringan No. 4 dengan cara sampling
menggunakan sample splitter atau quartering method secukupnya lalu
memasukkannya ke dalam tin box sampai penuh.
2. Memasukkan larutan standar ke dalam tabung SE sampai skala 5.
3. Memasukkan pasir yang telah ditakar ke dalam tabung SE dan membiarkannya
10 menit.
4. Mengocok tabung tersebut dengan arah mendatar sebanyak 90 kali, di mana
dilakukan satu arah.
5. Memasukkan selang ke dalam tabung SE dan membuka keran hingga larutan
standar equivalent masuk ke dalam tabung SE sampai tertinggi skala 15.
6. Mendiamkan 20 menit, kemudian membaca skala di atas permukaan lumpur
(skala lumpur).

156
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi

7. Memasukkan skala beban equivalent secara perlahan-lahan sampai beban


tersebut berhenti
8. Membaca skala setelah pembebanan yang ditunjukkan oleh beban.

2.5.9.5 Perhitungan
Perhitungan sand equivalent dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
skala pembacaan pasir
Nilai SE = ×100,000%
skala pembacaan lumpur

157
Kelompok 1 Jurusan Teknik Sipil
Universitas Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai