Anda di halaman 1dari 35

Nama : Erlian Tamara Praktikum Mekanika Tanah

NPM : 12318287
Kelas : 4TA88

1. SONDIR TEST
1.1 PEDOMAN STANDAR
SNI 2827:2008 : Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan Alat Sondir

1.2 TUJUAN
Percobaan sondir yang dilakukan untuk mengetahui kedalaman keras (qc
= 150 kg/cm2) dan mengetahui perlawanan tanah terhadap tekanan ujung konus
(hambatan pelekat), serta perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus.

1.3 LANDASAN TEORI


Percobaan sondir merupakan salah satu pengujian penetrasi yang
bertujuan untuk mengetahui daya dukung tanah pada setiap lapisan serta
mengetahui kedalaman lapisan pendukung yaitu lapisan tanah keras. Kegagalan
struktur (roboh/ runtuh) akibat tidak diperhatikan pentingnya pengujian sondir.
Sangat disarankan untuk melakukan pengujian ini, sehingga dapat didesain jenis
pondasi yang aman dan efektif sesuai dengan karakteristik tanah dari bangunan
yang akan dibangun.
Alat berbentuk silindris dengan ujungnya berupa konus. Bi-conus type
begemann yang dilengkapi dengan selimut/jacket untuk mengukur hambatan
pelekat lokal (side friction). Sondir terbagi menjadi dua macam, yaitu sondir
ringan dengan kapasitas 0,000 – 250,000 kg/cm² dan sondir berat dengan
kapasitas 0,000 – 600,000 kg/cm². Pada percobaan sondir, stang sondir ditekan ke
dalam tanah dan kemudiian perlawanan tanah terhadap ujung sondir (tahanan
ujung) dan gesekan pada silimut silinder diukur.
Percobaan sondir merupakan representase atau model dari pondasi
tiang dalam skala kecil. Teknik pendugan lokasi atau kedalaman tanah keras
dengan suatu batang telah lama dipraktekan sejak zaman dulu. Versi mula-mula
dari teknik pendugaan telah dikembangkan di Swedia pada tahun 1917 oleh
Swedish State Railways dan kemudian oleh Danish Railways tahun 1927 (Dizar,
2017).
Pengujian tanah dengan alat sondir telah digunakan hampir pada
setiap penyelidikan tanah pada pekerjaan teknik sipil di Indonesia karena
pemakaiannya yang relatif, cepat dan amat ekonomis. Hasil tes sondir ini disajikan
berupa diagram atau grafik hubungan antara kedalamaan dengan fs, qc, total
friction dan friction ratio. Berdasarkan hasil uji sondir tanah dibedakan menjadi
beberapa klasifikasi. Klasifikasi tanah hasil pengujian sondir dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel Klasifikasi Tanah Berdasarkan Hasil Sondir Test


Hasil Sondir
qc fs Klasifikasi Jenis Tanah
kg/cm2 kg/cm2
6,000 0,150 - 0,400 Humus, lempung sangat lunak
Pasir kelanauan lepas, pasir sangat
0,200
lepas
6,000 – 10,000
Lempung lembek, lempung
0,2 00- 0,600
kelanauan lembek
0,100 Kerikil lepas
0,100 - 0,400 Pasir lepas
10,000
0,400 - 0,800 Lempung atau lempung kelanauan
0,800 – 2,000 Lempung agak kenyal
1,500 Pasir kelanauan, pasir agak padat
30,000 – 60,000 Lempung atau lempung kelanauan
1,000 – 3,000
kenyal
1,000 Kerikil kepasiran lepas
Pasir padat, pasir kelanauan atau
60,000 – 150,000 1,000 – 3,000 lempung padat dan lempung
kelanauan
3,000 Lempung kekerikilan kenyal
Pasir padat, pasir kekerikilan,
150,000 – 300,000 1,000 – 2,000 pasir kasar pasir, pasir kelanauan
sangat padat
(Sumber: Ir. V. Sunggono kh, Buku teknik sipil, halaman 132, 1984)
1.4 PERALATAN
Peralatan yang digunakan pada percoban sondir di lapangan adalah
sebagai berikut.
1. Mesin sondir
2. Stang sondir
3. Mantle cone
4. Friction cone
5. Jangkar spiral
6. Ambang penekan
7. Kunci inggris
8. Cangkul

Gambar 1.1 Peralatan Percobaan Sondir


Gambar 1.2 bagian-bagian alat sondir

Keterangan:

1. Gigi penekan 14. Kunci tiang;


2. Gigi cepat 15. Kaki sondir
3. Gigi lambat 16. Jangkar spiral
4. Tiang pelurus 17. Stang dalam
5. Rantai 18. Patent konus
6. Setelan rantai 19. Lubang pengisian oli
7. Engkol pemutar 20. Platon
8. Ruang oli 21. Oil seal
9. Kunci tiang 22. Ring penahan seal
10. Tracker 23. Mur penahan seal
11. Manometer 24. Kunci piston
12. Ruang oli 25. Kop penarik
13. Stang sondir 26. Bikonus
Gambar 1.3 Stang Sondir

Keterangan :

Posisi A

Stang sondir menekan bikonus sampai kedalaman tertentu, stang dalam (plunger)
belum ditekan (belum ada pengukuran).

Posisi B

Stang dalam ditekan masuk sedalam 4 cm, ujung bikonus menembus lapisan
tanah. Tahanan konus diukur oleh manometer dengan perantaraan stang dalam.

Posisi C

Stang dalam ditekan terus, ujung bikonus dan dinding gesek bergerak bersama-
sama menembus lapisan tanah. Jumlah tahanan konus dan hambatan pelekat
diukur oleh manometer dengan perantara stang dalam.

Posisi D

Stang sondir ditekan kembali, ujung bikonus dan dinding gesek bergabung lagi.
Bikonus siap melakukan penetrasi untuk pengukuran pada kedalaman selanjutnya.
1.5 PROSEDUR PERCOBAAN
Prosedur percobaan sondir adalah sebagai berikut.
1. Siapkan peralatan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Buka baut penutup lubang pengisian oli dan buka keran manometer, lalu
pasang kunci piston pada ujung piston.
b. Tekan berkali-kali kunci piston ke atas sampai oli keluar semua.
c. Isi oli dari lubang pengisian sampai penuh setelah oli yang lama habis.
Gerakkan kunci piston naik turun secara perlahan untuk menghilangkan
gelembung udara. Tutup kembali lubang pengisian tadi setelah tidak ada
gelembung udara.
d. Tutup salah satu keran manometer, tekan kunci piston pada alas rangka,
perhatikan kenaikan jarum manometer, hentikan penekanan dan tahan
(kunci) stang pemutar apabila jarum akan mencapai 25% ke maksimal
manometer. Apabila terjadi penurunan pada jarum manometer berarti ada
kebocoran antara lain pada sambungan-sambungan napel, baut penutup
oli atau pada seal piston. Lakukan hal yang sama untuk manometer yang
lainnya.
e. Pasang friction cone/ mantle cone pada drat stang sondir berikut stang
dalamnya. Tempatkan stang sondir tersebut pada lubang pemusat pada
rangka sondir tepat di bawah ruang oli. Pasang kop penekan.
f. Dorong tracker, pada posisi lubang terpotong lalu putarlah engkol
pemutar sampai menyentuh ujung atas stang sondir. Pengujian dan
pengukuran siap dilakukan.
g. Tiang sondir diberi tanda tiap 20 cm dengan spidol, gunanya untuk
mengetahui saat dilakukan pembacaan manometer.
h. Engkol pemutar kembali diputar sehingga patent friction cone/ mantle
cone masuk ke dalam tanah. Setelah mencapai batas 20 cm (lihat tanda
spidol), engkol pemutar diputar sedikit dengan arah berlawanan, tracker
ditarik ke posisi lubang bulat.
i. Buka keran yang menuju manometer 60 kg/cm2.
2. Bersihkan lokasi pekerjaan lalu pasanglah dua atau empat jangka spiral sesuai
dengan kondisi tanah dengan jarak tertentu agar cocok dengan kaki sondir.
3. Jepit rangka sondir dengan ambang pada jangka tersebut, lalu atur posisi
sondir agar tegak lurus, dengan cara mengendurkan kunci tiang samping lalu
gunakan waterpass untuk mengontrol.
4. Engkol pemutar diputar kembali sehingga stang dalam tertekan ke dalam
tanah dengan kecepatan 2 cm/detik. Stang dalam akan menekan piston lalu
akan menekan oli didalamnya, tekanan yang terjadi akan terbaca pada
manometer. Mantle cone hanya akan mengukur tahanan ujung konus (qc)
sedangkan friction cone akan mengukur tahanan ujung konus dan gesekan
dinding terhadap tanah.
5. Tekan stang, catat angka penunjukkan pertama pada jarum manometer
teruskan penekanan sampai jarum manometer bergerak yang kedua kalinya.
6. Lakukan penekanan dengan hati-hati dan amati selalu jarum manometer. Bila
diperkirakan tekanan akan melebihi kapasitas manometer, tutup keran
manometer tersebut dan buka keran manometer yang berkapasitas besar.
Stang sondir jangan menyentuh piston karena dapat menyebabkan kelebihan
tekanan secara drastis dan merusak manometer.
7. Putar kembali engkol pemutar berlawanan arah lalu posisi tracker
dipindahkan kembali menjadi posisi lubang terpotong. Lakukan penekanan
kembali sejarak 20 cm berikutnya dan ulangi prosedur 3 sampai 5.
8. Tambah stang sondir setelah mencapai kedalaman 1 meter. Caranya terlebih
dahulu naikkan piston penekan supaya stang sondir dapat disambung.
Gunakan kunci pipa untuk mengencangkannya. Ulangi prosedur 1 sampai 6.
9. Hentikan penyelidikan setelah mencapai kedalaman tanah keras (tahanan
konus lebih besar dari 150 kg/cm2).
10. Cabut stang sondir yang sudah ditanam dengan cara sebagai berikut.
a. Putar engkol pemutar agar piston penekan terangkat.
b. Tarik tracker pada posisi lubang terpotong.
c. Putar engkol pemutar sehingga stang sondir terangkat sampai stang
sondir berikutnya terlihat.
d. Tahan stang sondir bawah dengan kunci pipa agar rangkaian dibawahnya
tidak jatuh.
e. Lepaskan stang sondir bawah dengan kunci pipa yang lainnya.
f. Ulangi prosedur untuk stang sondir berikutnya.
11. Lakukan perawatan dengan memperhatikan hal berikut:
a. Stang sondir yang telah dipakai harus segera dibersihkan dari kotoran/
tanah yang melekat. Setelah bersih, lumuri dengan oli secukupnya agar
tidak berkarat.
b. Patent konus/ bikonus yang telah dipakai juga harus segera dibersihkan.
Setelah dibersihkan coba digerak-gerakkan, untuk menghindari terjadi
kemacetan. Buka rangkaian alat dan rendam dalam minyak tanah lalu
disikat dengan hati-hati kalau terjadi kemacetan. Lumuri dengan oli yang
masih baru kemudian dirangkaikan lagi sehingga gerakkannya tidak ada
yang terhambat.
c. Tambahkan stempet pada gigi penggerak mesin sondir bagian atas bila
sudah kering.
d. Lumasi seluruh bagian yang bergerak/ bergesekkan secara berskala.
e. Buka ruang oli dan periksa oil seal didalamnya bila terjadi kebocoran oli.
Ganti dengan yang baru bila oil seal tersebut sobek.

1.7 PERHITUNGAN
Perhitungan pada percobaan sondir dapat dilaukan dengan rumus rumus
dibawah ini.
1. Dimensi alat bikonus :
a. Diameter ujung bikonus (Dc) = 3,56 cm
b. Diameter selimut geser (Dg) = 3,56 cm
c. Tinggi selimut geser (hg) = 13,30 cm
2. Hasil pengukuran :
a. Tekanan konus (qc) kg/cm2
b. Jumlah Perlawanan (JP) kg/cm2

3. Luas potongan melintang bikonus (Ac) =


Gaya geser yang bekerja (P) = Ac (JH – qc)
4. Luas Selimut geser (Ag) = π × D g × hg
5. Rumus Perlawanan Gesek = Jumlah Perlawanan – qc
P
∴20×
6. Hambatan Pelekat (HP) =
Ag

5 Dc (JH −qc )
= hg

Faktor pembacaan (pembacaan penurunan 20 cm)


Untuk harga Dc = Dg = D
hg = 13,3 cm
5 D( JH−q c )
Maka, HP = 13 ,3
7. Jumlah Hambatan Pelekat (JHP) = ∑ HP
P
8. Hambatan Setempat (HS)
A
= g
Ac
( JH−qc )
= Ag
D c (JH −q c )
= 4 . hg

Untuk harga Dc = Dg = D
hg = 13,3 cm
D
(JH −qc )
Maka, HS = 53 ,2

2. DYNAMIC CONE PENETROMETER TEST


2.1 PEDOMAN STANDAR
Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil “Cara uji CBR
dengan Dynamic Cone Penetrometer (DCP)”, Departemen Pekerjaan Umum.

2.2 TUJUAN
Pengujian DCP dimaksudkan untuk menentukan nilai CBR (California
Bearing Ratio) sub grade, sub base atau base coarse suatu sistem perkerasan,
dilakukan secara tepat dan praktis sebagai pekerjaan quality control pembuatan
jalan.

2.3 LANDASAN TEORI


Alat DCP digunakan untuk menentukan nilai CBR, cara uji ini digunakan
untuk evaluasi kekuatan tanah dasar dan lapis fondasi jalan dengan menggunakan
DCP. Pengujian DCP merupakan cara alternatif jika pengujian CBR lapangan
tidak dapat dilakukan. Pengujian DCP dilakukan untuk mendapatkan kekuatan
lapisan hingga kedalaman 90 cm di bawah permukaan dengan tidak melakukan
penggalian sampai kedalaman pada pembacaan yang diinginkan.
Salah satu alat yang digunakan dalam pengujian DCP adalah konus.
Konus merupakan logam yang terbuat dari baja keras, konus memiliki dua jenis
yaitu konus 30° dan konus 60°. Konus 30° digunakan untuk bahan granular,
sedangkan konus 60° digunakan untuk tanah berbutir halus. Tanah yang berada
pada lokasi pengujian merupakan jenis tanah berbutir halus, oleh karena itu konus
yang digunakan adalah konus 60°. Berikut adalah tabel hubungan antara nilai
DCP dan nilai CBR.
Pengujian DCP dilakukan dengan cara ditumbuk setelah itu dicatat
pukulan dan penetrasi dari konus yang tertanam pada tanah. Semakin besar nilai
DCP maka semakin kecil nilai CBR nya. CBR merupakan nilai daya dukung
tanah sehingga apabila nilai CBR kecil, maka daya dukung tanahnya tidak baik
(Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil “Cara uji CBR dengan
DCP (Dynamic Cone Penetrometer)”, 2008).
2.4 PERALATAN
Peralatan yang digunakan pada percobaan dynamic cone penetrometer
(DCP) adalah sebagai berikut.
1. Alat DCP
2. Kantong alat
3. Konus
4. Mistar

Gambar 2.1 Peralatan Pengujian DCP


Gambar 2.2 Penetrometer Konus Dinamis (DCP)
Gambar 2.3 Bagian dari Penetrometer Konus Dinamis (DCP)

2.5 PROSEDUR PENGUJIAN


Prosedur percobaan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) adalah sebagai
berikut.
1. Siapkan peralatan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Sambungkan seluruh bagian peralatan dan pastikan bahwa sambungan
atas dengan landasan serta batang bawah dan kerucut baja sudah
tersambung dengan kokoh.
b. Tentukan titik pengujian, kupas dan ratakan permukaan yang akan diuji.
c. Buat lubang uji terlebih dahulu jika bahan perkerasan beraspal, sehingga
diperoleh lapisan tanah dasar.
d. Ukur ketebalan setiap bahan perkerasan yang ada.
2. Letakkan alat DCP pada titik uji di atas lapisan yang akan diuji.
3. Pegang alat yang sudah terpasang pada posisi tegak lurus (vertikal) di atas
dasar yang rata dan stabil, kemudian catat pembacaan awal mistar pengukur
kedalaman.
4. Angkat penumbuk pada tangkai bagian atas dengan hati-hati sehingga
menyentuh batas pegangan.
5. Lepas penumbuk sehingga jatuh bebas dan tertahan pada landasan.
6. Lakukan langkah-langkah 3 dan 4, catat jumlah tumbukan dan kedalaman
pada formulir.
7. Lakukan pengujian minimal dua kali dengan jarak 20 cm dari titik uji satu ke
titik uji lainnya.
8. Langkah-langkah setelah pengujian:
a. Siapkan peralatan agar dapat diangkat atau dicabut ke atas.
b. Angkat penumbuk dan pukulkan beberapa kali ke arah atas sehingga
menyentuh pegangan dan tangkai bawah terangkat ke atas permukaan
tanah.
c. Lepaskan bagian-bagian yang tersambung secara hati-hati, bersihkan alat
dari kotoran dan simpan pada tempatnya.
d. Tutup kembali lubang uji setelah pengujian.

2.6 PERHITUNGAN
Perhitungan pada percobaan Dinamic Cone Penetrometer (DCP) dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus rumus berikut ini.
Kumulatif tumbukan = tumbukan ke-(n) + kumulatif tumbukan ke-(n – 1)
Penetrasi = panjang awal mistar – panjang terukur mistar (mm)
Kumulatif penetrasi = penetrasi ke-(n) – penetrasi awal (mm)
DCP lapisan ke-(n) =
kumulatif penetrasi lapisan bawah − kumulatif penetrasi lapisan atas
kumulatif tumbukan lapisan bawah − kumulatif tumbukan lapisan atas

Cara Menentukan Nilai CBR


1. Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada form pengujian
penetrometer konus dinamis (DCP) dan hitung akumulasi jumlah tumbukan
dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada mistar
penetrometer konus dinamis (DCP).
2. Gunakan form hubungan kumulatif (total) tumbukan dan kumulatif penetrasi,
terdiri dari sumbu tegak dan sumbu datar, pada bagian tegak menunjukkan
kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah tumbukan.
3. Plot-kan hasil pengujian lapangan pada sumbu di grafik hubungan kumulatif
(total) tumbukan dan kumulatif penetrasi.
4. Tarik garis yang mewakili titik-titik koordinat tertentu yang menunjukkan
lapisan yang relatif seragam.
5. Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu selisih
antara perpotongan garis-garis yang dibuat pada langkah ke 4, dalam satuan
mm.
6. Hitung kecepatan rata-rata penetrasi (DCP, mm/tumbukan atau
cm/tumbukan) untuk lapisan yang relatif seragam.
7. Nilai DCP diperoleh dari selisih penetrasi dibagi dengan selisih tumbukan.
8. Gunakan gambar grafik atau hitungan formula hubungan nilai DCP dengan
CBR dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu horizontal ke
atas sehingga memotong garis untuk sudut konus 60° atau sudut konus 30°
(tergantung pada konus yang digunakan).
Konus 30° : Log10 (CBR) = 1,352 – 1,125 Log10 (DCP)
Konus 60° : Log10 (CBR) = 2,8135 – 1,313 Log10 (DCP)
Catatan:
DCP konus 30° dalam satuan cm/tumbukan
DCP konus 60° dalam satuan mm/tumbukan
Tarik garis dari titik potong tersebut ke arah kiri sehingga nilai CBR dapat
diketahui.
Nama : Erlian Tamara Praktikum Hidrolika
NPM : 12318287
Kelas : 4TA88

1. AMBANG LEBAR
1.1 PENDAHULUAN
Ambang adalah salah satu jenis bangunan air yang dapat digunakan
untuk
menaikkan tinggi muka air serta menentukan debit aliran air. Dalam merancang
bangunan air, perlu diketahui sifat-sifat atau karakteristik aliran air yang
melewatinya. Pengetahuan ini diperlukan dalam perencanaan bangunan air untuk
pendistribusian air maupun pengaturan sungai. Salah satu jenis ambang yang
digunakan untuk menentukan karakterisitik aliran adalah dengan menggunakan
ambang lebar.Fungsi penggunaan ambang lebar adalah sebagai berikut.
1. Ambang tersebut menjadi model untuk diaplikasikan dalam perancangan
bangunan pelimpah pada waduk dan sebagainya.
2. Bentuk ambang ini adalah bentuk yang sederhana untuk meninggikan
muka air. Sebagai contoh aplikasi, air yang melewati ambang lebar akan
memiliki energi potensial yang lebih besar sehingga dapat dialirkan ke
tempat yang lebih jauh dan dapat mengairi daerah yang lebih luas.

Gambar 1.1 Ambang Lebar


Gambar 1.2 Alat Ambang Lebar

Dalam percobaan ini akan diamati karakteristik aliran yang melalui


ambang dengan tipe karakteristik sebagai berikut :
1. Keadaan loncat
Keadaan loncat adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran
tidak dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2. Keadaan peralihan
Keadaan peralihan adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu saluran
tepat dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
3. Keadaan tenggelam
Keadaan tenggelam adalah keadaan di mana tinggi muka air di hulu
saluran
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.

Dari percobaan ini dapat diperoleh gambaran mengenai sifat aliran, berupa
bentuk atau profil aliran melalui analisa model fisik dari sifat aliran yang diamati.
Dalam kondisi nyata di lapangan, ambang ini berguna untuk meninggikan muka
air di sungai atau pada saluran irigasi sehingga dapat mengairi area persawahan
yang lebih luas. Dan selain itu, ambang dapat digunakan untuk mengukur debit
serta juga dapat digunakan untuk mengukur debit air yang mengalir pada saluran
terbuka.
1.2 TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dilakukan percobaan aliran yang melalui ambang lebar adalah
sebagai berikut.
1. Mempelajari karakteristik aliran yang melalui ambang lebar.
2. Menentukan pengaruh keadaan tinggi muka air di hilir terhadap muka air
di hulu saluran.
3. Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air
yang melimpah di atas ambang.

1.3 PERALATAN
Beberapa peralatan yang digunakan selama percobaan aliran air yang
melalui ambang lebar adalah sebagai berikut.

Gambar 1.3 Model Saluran Terbuka Untuk Percobaan Ambang Lebar

Keterangan Gambar 1.3:


1. Ambang lebar, berfungsi untuk meninggikan muka air.
2. Alat pengukur kedalaman, berfungsi untuk mengukur kedalaman air.
3. Meteran, berfungsi untuk mengetahui jarak antar titik.
4. Venturimeter dan pipa manometer, berfungsi untuk mengukur laju aliran
fluida dan mengukur tekanan udara dalam ruang tertutup.
5. Sekat pengatur hilir, berfungsi untuk mengatur karakteristik aliran.
6. Penampung air, berfungsi untuk menampung air yang akan dipompa maupun
pembuangan aliran yang melewati ambang lebar.
7. Generator dan pompa air, berfungsi untuk mengalirkan air

1.4 LANDASAN TEORI DAN RUMUS


Teori dan rumus yang digunakan pada percobaan aliran melalui ambang
lebar akan dijelaskan pada sub-sub bab setelah ini.

1.4.1 Debit Aliran (Q)


Percobaan ambang lebar menggunakan venturimeter untuk mengetahui
debit yang sebenarnya mengalir dari pompa. Debit yang melalui ambang dapat
dihitung dengan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum dan kontinuitas
(kekekalan massa), sehingga dapat diterapkan persamaan Bernoulli untuk
menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan pada saat
kontraksi.

Gambar 1.4 Venturimeters

Besarnya debit aliran (Q) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
Q = 64,0988 × π × (Δ H^1/2) (cm3/s)

Dimana :
Q : Debit aliran (cm3/s)
ΔH : Selisih tinggi raksa pada manometer (cm)
π` : 3,140

1.4.2 Koefisien Pengaliran (C)


Koefisien pengaliran didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak
aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi
nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan.

Gambar 1.5 Profil Aliran Melalui Ambang Lebar

Kecepatan aliran yang lewat di atas pelimpah akan dijelaskan sebagai berikut ini.

Dimana :
He : Tinggi air yang melewati atas pelimpah (cm)
g : Percepatan gravitasi = 981,000 (cm/s2)
t : Tinggi ambang (cm)
Debit aliran yang melalui pelimpah tersebut relatif kecil, maka
diperlukan koefisien reduksi bagi debit (Q) maka:

Substitusi C = c × g^1/2 ke persamaan di atas maka diperoleh persamaan debit


sebagai berikut:

Debit air yang mengalir ketika sudah diketahui nilainya, maka nilai koefisien
pengaliran (C) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

Dimana :
C : Koefisien pengaliran (cm0,5/s)
Q : Debit aliran (cm3/s)
L : Lebar saluran (cm)
He : Tinggi air yang melewati atas pelimpah (cm)

1.5 PROSEDUR PERCOBAAN


Prosedur yang dilakukan dalam percobaan aliran melalui ambang lebar
adalah sebagai berikut.
1. Memasang ambang lebar pada posisi yang telah ditentukan dalam model
saluran terbuka.
2. Mengkalibrasi alat pengukur kedalaman dan venturimeter. Mencatat
dimensi ambang.
3. Menyalakan pompa dengan debit air tertentu sesuai dengan yang
diinginkan, tetapi tidak sampai meluap.
4. Mengatur sekat di hilir sedemikian rupa, sehingga dapat memperoleh
keadaan loncat pertama, loncat kedua, peralihan, tenggelam pertama dan
tenggelam kedua.
5. Menentukan delapan titik pengamatan tinggi muka air. Dengan keterangan
delapan titik tersebut antara lain:
y1 : tinggi muka air di hulu.
y2 : tinggi muka air tepat sebelum ambang.
y3 : tinggi muka air tepat setelah ambang
y4 : tinggi muka air jatuh.
y5 : tinggi muka air sebelum air loncat
y6 : tinggi muka air setelah air loncat.
y7 dan y8 : tinggi muka air di hilir.
6. Mencatat jarak (x) dan tinggi muka air (y) di delapan titik pengamatan
pada masing-masing keadaan untuk mengambil profil aliran. Mencatat
data dari venturimeter untuk mendapatkan debit.
7. Mengulangi langkah No. 4 dan No. 5 untuk empat debit berbeda dari debit
terbesar ke debit terkecil yang masih dapat mengalir. Mencatat kedalaman
air di hulu (y1) dan kedalaman air di hilir (y8).
8. Mencatat tinggi raksa pada manometer untuk setiap perubahan debit
aliran.
9. Mengosongkan sekat di hilir setelah percobaan selesai dilakukan.

1.6 PROSEDUR PERHITUNGAN


Prosedur perhitungan yang dilakukan pada percobaan aliran melalui
ambang lebar adalah sebagai berikut.
1. Menggambar profil muka air sesuai dengan data yang didapat.
2. Menghitung besarnya debit yang mengalir (Q)
3. Menghitung besarnya He1dan He8
4. Menghitung koefisien pengaliran (C)
5. Menentukan nilai Cd dan Hd menggunakan grafik He1 vs C.
1.7 GRAFIK DAN KETERANGANNYA
Grafik yang diperoleh dari percobaan ambang lebar adalah sebagai
berikut.
1. Profil muka air
a. Mengambil data yang dapat menggambarkan profil aliran dari hulu,
saat melewati ambang, keadaan setelah melewati ambang dan hilir.
Mengambil nilai x dari sebelum ambang sampai setelah ambang.
b. Menggambarkan semua profil aliran dalam satu grafik.

2. He1 vs He8
a. Grafik He1 vs He8 bertujuan untuk membuktikan karakteristik air
yang melewati ambang. Kondisi tinggi muka air di hulu dan di hilir
ditunjukan dalam bentuk grafik He1 vs He8. Idealnya, nilai He1 akan
selalu sama selama air masih dalam kondisi loncat, artinya tinggi muka
air dihulu belum dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir dan
seterusnya.
b. Menggambarkan semua debit yang digunakan dalam satu grafik.

3. He1 vs Q
a. Grafik He1 vs Q bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara He1
dan Q. Idealnya, nilai He1 akan makin besar pada saat Q yang
dialirkan juga makin besar. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan
persamaan hasil regresi power (pangkat).
b. Menggunakan trendline yang mempunyai nilai R2 ≈ 1. Menggunakan
trendline regresi power.

4. He1 vs C
a. Grafik He1 vs C bertujuan untuk menentukan nilai Cd dan Hd. Nilai
Cd didapatkan dengan cara merata-ratakan nilai C yang berdekatan.
Nilai C yang menyimpang tidak digunakan, sedangkan untuk
mendapatkan nilai Hd dengan cara menarik garis lurus sejajar sumbu x
ke arah sumbu y dari nilai Cd
b. Menggunakan trendline yang mempunyai nilai R2 ≈ 1. Menggunakan
trendline regresi power.

5. Q vs C
a. Grafik Q vs C bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara Q dan
C. Nilai C akan relatif konstan untuk setiap nilai Q yang berbeda.
Menggunakan grafik untuk menunjukkan hubungan antara nilai C dan
Q dimana persamaan C, yaitu

b. b. Menggunakan trendline yang mempunyai nilai R2 ≈ 1.


Menggunakan trendline regresi power.

6. He1/Hd vs C/Cd
a. Menggunakan nilai Hd dan Cd yang diperoleh dari grafik He1 vs C.
b. Menggunakan grafik He1/Hed vs C/Cd untuk membuktikan bahwa
pada saat He1/Hd bernilai 1, maka C/Cd juga akan bernilai 1.
2 HYDRAULIC BENCH
2.1 PENDAHULUAN
Hydraulic bench merupakan alat untuk menghitung debit aktual. Cara
kerjanya adalah dengan mengalirkan air dalam suatu debit tertentu kedalam pipa
terbuka alat ini. Setelah air dalam pipa berada pada debit yang stabil, air akan
terus melaju menuju bak penampungan air. Bak penampungan air saat kosong
beratnya sama dengan beban penahan yang ada di sebelahnya. Air akan masuk
kedalam bak penampungan air tersebut. Setelah bak terisi air melebihi beban
penahan, beban akan terangkat. Saat itu perhitungan waktu dimulai
Setelah beban penahan terangkat, tambahkan beban agar tuas beban
penahan kembali turun. Setelah air dalam bak penahan kembali terisi, tuas akan
mulai terangkat. Saat tuas mulai terangkat lagi, waktu perhitungan dihentikan
Saat tuas terangkat kembali, massa air dalam bak penampung sama
dengan tiga kali massa beban yang ditambahkan saat percobaan. Untuk tiap debit
air yang sama, dilakukan tiga kali pengambilan waktu, hal itu untuk
memperbanyak data, sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan pengambilan
data. Suhu air dihitung dalam percobann, karena suhu berpengaruh kepada
perbandingan debit aktual dan debit teoritis
Alat hydraulic bench memiliki prinsip kerja yaitu menggunakan beban
untuk menghitung debit aktual yang dihasilkan dari perhitungan waktu debit dari
awal aliran hingga waktu saat tuas akan terangkat. Mekanisme yang digunakan
adalah kesetimbangan tuas. Massa debit air sama dengan tiga kali massa beban
dan debit fluida berbanding terbalik. Perbandingan ini berasal daari perbandigan
antara lengan pada hydraulic bench yang diletakkan beban dengan lengan
keseluruhan. Percobaan ini dilakukan triplo yaitu diulang 3x lalu waktu yang
digunakan sebagai data ialah waktu rata-rata.

2.2 TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan hydraulic bench yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Memahami cara kerja hydraulic bench.
2. Mengukur debit aktual (Qaktual) aliran fluida dengan menggunakan
prinsip kerja hydraulic bench.
3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi debit air dengan
menggunakan hydraulic bench.
4. Mengetahui penerapan dan aplikasi Hydraulic bench pada bidang
infrastruktur lingkungan

2.3 PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam percobaan hydraulic bench adalah
sebagai berikut.
Gambar 2.1 Hydraulic bench

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Hydraulic Bench

Keterangan:
1. Pelat beban, berfungsi untuk menjadi beban penahan bak air/measuring tank.

2. Measuring tank, berfungsi untuk menimbang banyaknya air yang dihasilkan


oleh
debit tersebut.
3. Power cut off switch, berfungsi untuk menyalakan dan mematikan pompa.
4. Weight beam stop, berfungsi sebagai penahan measuring tank.
5. Pipa air, berfungsi sebagai penyalur air dari pompa air ke measuring tank.
6. Drain valve, berfungsi untuk menyumbat dan membuang air dari penampung
air.
2.4 TEORI DASAR DAN RUMUS
2.4.1 Debit
Hydraulic bench adalah alat yang digunakan untuk mengukur debit yang
dihasilkan pada percobaan (debit aktual) dan juga menghitung waktu yang
diperlukan oleh debit dari awal aliran hingga tuas pada keadaan akan terangkat.
Faktor yang mempengaruhi nilai debit aktual yang lebih kecil diantaranya head
loss, gesekan antara fluida dengan pipa, viskositas suatu fluida dan sebagainya.
Hydraulic bench dilengkapi dengan tuas yang menghubungkan beban dengan bak
penampung debit air.
Tuas pada Hydraulic Bench dapat bergerak naik-turun berdasarkan massa
beban dan debit yang mengalir bak penampung akan diisi oleh air
dengankecepatan tertentu saat tuas mulai naik beban dipasang pada ujung tuas
lainnyadan diamati kembali hingga tuas tersebut naik. 'pabila tuas tersebut berada
padaketinggian seimbang setelah diberi beban maka dapat disimpulkan bah!a
massadebit air tiga kali massa beban.
Hydraulic Bench juga dilengkapi dengan Calm Lever. Calm lever
berguna untuk menaik-turunkan tuas pada saat akan membuangair yang ada dalam
bak hingga tuas kembali dalam keadaan setimbang. untuk menghitung debit
aktual#kita dapat menggunakan rumus berikut ini.

Keterangan:
Qaktual : Debit air aktual (m³/detik)
Vair : Volume air (m³)
Mbeban : Massa beban (kg)
ρair : Massa jenis air (km/m³)
trata-rata : Waktu yang diperlukan sesaat tuas akan bergerak naik (detik)

Besarnya debit aktual diperoleh dari hasil bagi antara volume dengan
waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak penampung (measuring tank). karena
sulitnya pengukuran volume air yang mengalir misalnya diletakkan di atas
timbangan maka digunakan alat ini dengan prinsip seperti jungkat-jungkit.
Measuring tank dan weight beam dihubungkan dengan lengan sepanjang
I, titik pusat diletakkan sejauh 1/3 dari weight beam dan 2/3 dari measuring tank.
Maka dengan prinsip jungkat-jungkit massa air adalah 2 kali beban massa. Massa
jenis air menjadi salah satu hal yang mempengaruhi nilai debit. Massa jenis air
didefinisikan sebagai perbandingan massa zat cair tiap satuan volume pada
temperature dan tekanan tertentu. Pada suhu 4°C dan tekanan atmosfer, nilai rapat
massa sebesar 1000 kg/m³. Nilai tersebut akan berubah sesuai dengan suhu air
tersebut.

Tabel 3.1 Hubungan Suhu dengan Massa Jenis Air

Suhu 𝜌 (Kg/cm³)
(°C)
0 999,9
5 1000
20 998,2
30 995,7
40 992,2
50 998,1
60 983,2
70 977,8
80 971,9
90 965,3
100 958,4
2.4.2 Viskositas
viskositas fluida (zat cair) merupakan gesekan yang ditimbulkan oleh
fluida bergerak, atau benda padat yang bergerak didalam fluida. Besarnya gesekan
ini biasa juga disebut sebagai derajat kekentalan zat cair. Jadi semakin besar
viskositas zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak didalam zat cair
tersebut. Viskositasyang berperan dalam zat cair adalah gaya kohesi antar partikel
zat cair. Viskositas dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang merupakan
gesekan antara molekul-molekul cairan satu dengan yang lain.
Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki
viskositas yang rendah dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan
memiliki viskositas tinggi. Contohnya, air memiliki viskositas rendah, sedangkan
minyak sayur memiliki viskositas yang lebih tinggi. Viskositas fluida dipengaruhi
oleh gaya kohesi antar molekul, sedangkan gaya kohesi tersebut dipengaruhi oleh
suhu.

2.4.3 Hukum Bernouli


Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida
akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya
merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa
jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya
dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Persamaan
Bernoulli yang didapat sebagai berikut

keterangan:
h = ketinggian permukaan air dari dalam pipa pengukuruan
v = kecepatan aliran pada titik terteentu
P = tekanan pada zat cair
ρ = massa jenis zat cair

2.5 PROSEDUR PERCOBAAN


Prosedur yang dilakukan pada percobaan hydraulic bench adalah sebagai
berikut:
1. Mengisi bak hydraulic bench dengan air hingga batas tertentu.
2. Mencatat suhu awal pada bak.
3. Memastikan measuring tank benar-benar dalam keadaan kosong dan
pompa dalam keadaan tertutup.
4. Memasang selang.
5. Memasang dan memastikan beban dalam keadaan seimbang dengan
measuring tank.
6. Menyalakan pompa dengan debit tertentu sesuai dengan yang
diinginkan.
7. Menyiapkan stopwatch, kemudian mulai memasukkan air dari selang
ke dalam measuring tank dan menyalakan stopwatch. Mematikan
stopwatch apabila posisi bak yang sudah terisi seimbang terhadap
beban.
8. Menyatat waktu yang terdapat di stopwatch serta mengulang
percobaan sebanyak tiga kali.
9. Melakukan percobaan dengan debit tetap beban berubah dan
sebaliknya sebanyak tiga kali dan mencatat hasilnya pada form data.
10. Mencatat suhu akhir pada bak untuk tiap percobaan

2.6 PROSSEDUR PERHITUNGAN


Prosedur perhitungan yang digunakan pada percobaan hydraulic bench
adalah sebagai berikut.
1. Menghitung besar massa jenis air dengan menggunakan cara
interpolasi
2. Menghitung besar debit aktual
3. Menghitung besar volume air pada measuring tank

2.7 GRAFIK DAN KETERANGAN


Prosedur pembuatan grafik dalam percobaan hydraulic bench akan
dijelaskan pada sub-sub bab sebagai berikut.

2.7.1 Debit Tetap Beban Berubah


Grafik yang digunakan pada percobaan hydraulic bench dengan debit
tetap beban berubah adalah sebagai berikut:
1. Beban vs Waktu (M vs t)
a. Grafik (M vs t) bertujuan untuk melihat hubungan waktu untuk
mengisi measuring tank dengan berat beban.

b. Menggunakan trendline regresi linear.

2. Beban vs Volume (M vs V)
a. Grafik (M vs V) bertujuan untuk hubungan berat beban dengan volume
air pada measuring tank.
b. Menggunakan trendline regresi linear.

3. Volume vs Waktu (V vs t)
a. Grafik (V vs t) bertujuan untuk menunjukkan hubungan volume (V)
terhadap waktu (t) pengisian air dalam measuring tank.
b. Menggunakan trendline regresi linear.

2.7.2 Debit Berubah Beban Tetap


Grafik yang digunakan pada percobaan hydraulic bench dengan debit
tetap berubah adalah sebagai berikut:
1. Waktu vs Debit (t vs Q)
a. Grafik (t vs Q) bertujuan untuk melihat hubungan waktu dengan debit
air untuk mengisi measuring tank. Hasil tersebut harus sesuai dengan
persamaan V = Q × t.
b. Menggunakan trendline regresi linear.

2. Debit vs Volume (Q vs V)
a. Grafik (Q vs V) bertujuan untuk melihat hubungan debit dengan
volume air pada measuring tank. Hasil tersebut harus sesuai dengan
persamaan V = Q × t.
b. Menggunakan trendline regresi linear set intercept 0.

3. Volume vs Waktu (V vs t)
a. Grafik (V vs t) bertujuan untuk hubungan volume air pada measuring
tank dengan waktu untuk mengisi measuring tank. Hasil tersebut harus
sesuai dengan persamaan V = Q × t.
b. Menggunakan trendline regresi linear.

Anda mungkin juga menyukai