TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Daerah
I
Daerah
II
Daerah
III
Daerah
IV
10
100
100
100
100
4,8
90-100
90-100
90-100
90-100
2,4
60-95
75-100
85-100
95-100
1,2
30-70
55-90
75-100
90-100
0,6
15-34
35-59
60-79
80-100
0,3
5-20
8-30
12-40
15-50
0,15
0-10
0-10
0-10
0-15
Selain itupun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat halus yang
akan digunakan sesuai dengan ASTM C.33 :
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) atau No.200)
dalam persen ditambah berat maksimum,
Saringan (mm)
Gradasi Agregat
40 mm
20 mm
10 mm
76
100
38
95-100
100
19
35-70
95-100
100
9,6
10-40
30-60
50-85
4,8
0-5
0-10
0-10
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat yang akan
digunakan dalam campuran beton, yaitu :
Kadar lumpur pada agregat kasar tidak boleh lebih besar daripada 1%, karena
lumpur dapat mengurangi daya ikat antar permukaan agregat yang menyebabkan
turunnya kekuatan beton. Apabila dari hasil percobaan didapatkan nilai kadar
lumpur lebih besar daripada 1%, maka agregat kasar tersebut harus dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai dalam campuran beton.
2.1.3 Semen
Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen yang
mengeras maka kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah
lem, yang bila semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak
menjamin kerekatan yang baik (Nugraha & Antoni, 2007).
Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah
berhubungan degan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi
kimia tersebut, tetapi fungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah
perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai (Mulyono, 2005).
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portland yang digunakan di Indonesia haru memenuhi syarat SII.0013-81
atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam standar tersebut (Mulyono, 2005).
10
Tabel 2.3
No
Tipe ASTM
Tipe Standar I
4
5
Tipe II
Modified panas
hidrasi, ketahanan
terhadap sulfat
sedang
Tipe III
Cepat mengeras,
kekuatan awal tinggi
Tipe IV
Panas Hidrasi
Rendah
Tipe V
Tahan terhadap Sulfat
Penggunaan
Semua bangunan beton yang tidak akan mengalami
perubahan cuaca yang dahsyat atau dibangun dalam
lingkungan korosif.
Untuk bangunan yang menggunakan pembetonan secara
massal, seperti dam, panas hidrasi tertahan dalam
bangunan untuk jangka waktu yang lama.
Pembetonan massal
Untuk bangunan di air yang mengandung sulfat atau air
laut.
Tabel 2.4
Nama Kimia
Formula Kimia
Notasi
Trikalsium Silikat
Dikalsium Silikat
Trikalsium Aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
Kalsium Sulfat Dihidrat
(Gypsum)
3CaO.SiO2
2CaO. SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
C3S
C2S
C3A
C4AF
CaSO4.2H2O
CSH2
Massa
(%)
49-55
18-25
8-10
8-11
Pengaruh
terhadap
pengerasan
(jam)
sampai 360
sampai 336
setelah 24
-
6 -
2.1.4 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat
diminum umumnya digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawasenyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya,
11
bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat
mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka
bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru
perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut sebagai Faktor Air Semen
(water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air
setelah prose hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan
proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.
Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28
hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang
menggunakan air standar/suling (Mulyono, 2005).
untuk
12
W3
V ............................................................................
(2.1)
Dimana :
V
W3
air
ini
digunakan
untuk
koreksi
takaran
air
dalam
W 1W 2
W1
100%........................................................................
(2.2)
Dimana:
W1
W2
kering
permukaan. Berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry
13
condition) adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering muka dengan
berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume disini termasuk
pori-pori yang tidak tembus air, sedangkan pori-pori kapiler diisi oleh air atau jenuh.
Berat jenis dalam keadaan kering sama seperti berat jenis pada saturated and surface
dry condition, tetapi dalam pengukuran volume termasuk volume seluruh pori-pori
yang ada. Berat jenis permukaan berbeda satu sama lain, tergantung daru jenis batuan,
susuan mineral, struktur butiran, dan porositas batuan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat
halus adalah:
Berat jenis kering =
B2
B 3+250B 1
..............................................................................
(2.3)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
250
B 3+250B 1
.......................................
(2.4)
Penyerapan =
250B 2
B2
100%....................................................................................
(2.5)
Dimana:
B1 = berat agregat kondisi kering (gram)
B2 = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
B3 = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
14
Bk
Bj( W 1W 2)
...........................................................................
(2.6)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
Bj
Bj( W 1W 2)
....................................
(2.7)
Penyerapan =
BjBk
Bk
100%......................................................................................
(2.8)
Dimana:
Bk = berat agregat kondisi kering (gram)
Bj = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1 = berat bejama, air, dan agregat kasar (gram)
W2 = Berat bejana dan air (gram)
15
agregat dan semen hidroloik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang
ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung (Mulyono, 2005).
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah
admixture ditambakan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing)
sedangkan bahan tambah aditif yaitu bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan
dilaksanakan.
Bahan tambah ini biasanya merupakan perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan
jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif yang
merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan jadi bahan tambah
aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatan. Berikut adalah
penjelesan dan klasifikasi bahan tambah:
a. Bahan Tambah Kimia
Menurut standar ASTM. C.494 (2011) dan Pedoman Beton 1989 SKBI. 1.4.53.1989
(Ulasan Pedoman beton 1989), jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh
tipe bahan tambah. Pada dasarnya suatu bahan tambah harus mampu
memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja yang sama sepanjang waktu pekerjaan
selama bahan tersebut digunakan dalam racikan beton sesuai dengan pemilihan
proporsi betonnya (PB, 1989).
b. Bahan Tambah Mineral (additive)
Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan tambah mineral ini
cendrung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzollan, fly
16
ash, slag, dan silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini
antara lain (Cain, 1994) :
Memperbaiki kinerja workability
Mengurangi panas hidrasi
Mengurangi biaya pekerjaan beton
Mempertinggi daya ahan terhadap serangan sulfat
Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
Mempertinggi usia beton
Mempertinggi kekuatan tekan beton
Mengurangi penyusutan
Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
2.3.1Fly Ash
Fly ash (abu terbang) adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara
yang tidak terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit
tenaga listrik tenaga uap. Produk limbah dari PLTU tersebut mencapai 1 juta ton per
tahun (Nugraha & Antoni, 2007)
Fly Ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993
Part 1 226.3R-3), yaitu :
a. Kelas C
Fly Ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran
lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda).
1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
2. Kadar CaO mencapai 10%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 35% dari berat binder.
b. Kelas F
Fly Ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batubara.
1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
2. Kadar CaO < 5%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari berat binder.
c. Kelas N
17
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah
diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses
melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga
mempunyai sifat pozzolan yang baik..
2.3.2Kerak Tanur Tinggi
Kerak tanur tinggi adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron),
di mana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang
ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi
pada temperatur 1600oC dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat
maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai
sebagai pengganti agregat. Namun bila cairan tersebut. Didinginkan secara cepat dan
mendadak, maka akan membentu granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok
untuk pembuatan semen slag. Bijih dari blast tersebut kemudian digiling hingga halus,
dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton (Nugraha &
Antoni, 2007).
2.3.3Uap Silika
Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari
proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada
pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Juga disebut silika fume (SF),
microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan sebagainya. Namun SF yang dipakai
untuk beton adalah yang mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, SF
mengandung SiO2 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya
amorphous (bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran silika fume ini lebih halus
dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk seperti Fly Ash tetapi ukuran nya lebih kecil
sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam bentuk bubuk , dipadatkan atau
18
cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar 2,20 tetapi bulk density
hanya 200-300 kg/m. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25 m/g.
SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonomis.
Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar
maupun beton keras.Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m,
kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya SF. Campuran lebih kohesif. Pada slump
yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk menghasilkan aliran tertentu. Ini
mengindikasikan stabilitas lebih baik dari beton cair. Pendarahan (bleeding) sangat
berkurang sehingga perlu perawatan dini untuk mencegah retak susut plastis, khususnya
pada cuaca panas dan berangin. SF biasanya dipakai bersama super plastisizer. Beton
dari SF memperlihatkan kekuatan awal yang rendah. Namun perawatan temperatur
tinggi memberi pengaruh percepatan yang besar. Potensi kekuatan adalah 3 sampai 5
kali dari semen portland per unit massa sehingga untuk kekuatan yang sama, umur 28
hari memberikan faktor air semen yang lebih besar. Panas hidrasi juga 2 kali lebih besar,
namun karena potensi kekuatan tinggi, evolusi panas total bisa lebih rendah bila kadar
semen dikurangi. Jadi beton dengan kekuatan tinggi (diatas 100 MPa) dapat dihasilkan.
Sifat mekanis lainnya seperti kuat tarik dan lentur dan modulus elastisitas berkaitan
dengan kuat tekan seperti halnya beton dari semen portland (Nugraha & Antoni, 2007).
2.3.4Abu Kulit Gabah
Penggilingan padi selalu menghasilkan gabah yang cukup banyak yang akan
menjadi material sisa. Ketika bulir padi digiling, 78% dari beratnya akan menjadi beras
dan akan menghasilkan 22% berat kulit gabah. Kulit gabah ini dapat digunakan sebagai
bahan bakar dalam proses produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah terbakar
dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal dengan Rice Husk Ash (RHA)
yang mempunyai kandungan silika reaktif (amorphhous silica) sekitar 85-90%.
19
Jadi dari setiap 1000 kg padi yang digiling akan menghasilkan 220 kg (22%) kulit
gabah. Bila kulit gabah itu dibakar pada tungku pembakaran maka akan menghasilkan
sekitar 55 kg (25%) RHA (Paul Nugraha & Antoni, 2007: 108-109).
Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat digunakan
sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran yang baik.
Temperatur tungku pembakaran tidak boleh melebihi 800 derajat celcius sehingga dapat
menghasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit gabah ini
terbakar pada suhu lebih dari 850 derajat celcius maka akan menghasilkan abu yang
sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat
pozzolan.
Setelah pembakaran kulit gabah selama 15 jam dengan suhu yang terkontrol maka
akan dihasilkan RHA yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu dengan sedikit
warna hitam. Warna hitam menandakan bahwa temperatur tungku pembakaran terlalu
tinggi yang menghasilkan abu yang tidak reaktif.
RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus.
RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen
atau hanya memakai air kapur sebagai campuran untuk mendapatkan beton dengan kuat
tekan rendah.
2.3.5Debu Granit
Batu granit berasal dari bauan volkanik (beku, terdiri dari quarts, feldsfar,
hornblede, dan mika yang menjadi suatu susunan yang kokoh. Batu granit pada
umumnya sangat keras. Beratnya berkisar antara 2670-3240 kg/m3, sedangkan kekuatan
rata-rata berkisar antara 12,60 28,00 kN/cm2 dan daya serap 0,002 0,2% ukuran
berat.
Granit ditemukan dalam pluton-pluton besar pada benua, ketika kerak bumi telah
mengalami pengikisan yang besar. Granit mengalami proses pendinginan yang sangat
20
lambat pada kedalaman jauh dari permukaan tanah, untuk membentuk butiran-butiran
mineral besar. Selain itu, granit juga terbentuk dari letusan gunung berapi yang
mengeluarkan lava pijar. Ketika lava keluar dari dalam perut bumi dan memenuhi
daratan bumi, tetapi lava dengan komposisi sama dengan granit hanya ke luar pada
permukaan bumi. Ini berarti, granit harus terbentuk melalui pelelehan batuan benua yang
dapat terjadi karena dua alasan, yaitu penambahan panas dan penambahan volatil (air
atau karbon dioksida atau keduanya).
Permukaan benua relatif panas karena mengandung sebagian besar uranium dan
potasium yang memanaskan daerah sekelilingnya melalui peluruhan radiokatif. Proses
lempeng tektonik terutama subduksi dapat menyebabkan magma basaltik naik di bawah
benua. Selain panas, karbon dioksida ini melepaskan magma dan air yang membantu
semua jenis batuan meleleh pada suhu lebih rendah. Diperkirakan bahwa sejumlah besar
magma basaltik dapat menempel ke bagian bawah sebuah benua dalam proses yang
disebut underplating. Dengan pelepasan panas dan cairan yang lambat, sejumlah besar
kerak benua bisa berubah menjadi granit pada waktu bersamaan.
Ada tiga hal yang membedakan granit dengan batuan lainnya, yaitu :
a. Granit terbetuk dari butiran-butiran mineral besar yang bersatu erat.
b. Granit selalu terdiri atas mineral kuarsa dan feldspar, dengan atau tanpa jenis
mineral lain di dalamnya.
c. Hampir semua jenis granit berbentuk beku dan plutonik. Pengaturan acak butiran
pada batu granit merupakan bukti otentik asal plutoniknya.
Batuan dengan
komposisi yang sama seperti granit bisa terbentuk melalui proses metamorfisme
batuan sedimen yang lama. Akan tetapi, jenis batuan ini memiliki corak yang kuat
dan biasanya disebut dengan granit gneiss.
21
Karena Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung berapi aktif,
maka banyak tempat tempat di daerah Indonesia yang memiliki kandungan granit yang
belum dimanfaatkan. Menurut Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, untuk
pulau Jawa sendiri kandungan granit terbesar terdapat pada kabupaten Banjarnegara
yang tersebar di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kalibening, Kecamatan Banjarmangu,
Kecamatan Karangkobar, Kecamatan Pangentan, Kecamatan Sigaluh. Dengan besar
cadangan di tiap kecamatan sebesar 204.800.500 ton, 9.165.000 ton, 15.958.028 ton, dan
55.438.331 ton.
Debu granit adalah material yang berasal dari sisa pemotongan batu granit yang
digunakan sebagai furniture rumah. Sisa pemotongan ini biasanya hanya didiamkan oleh
pabrik granit hal ini disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui potensi yang
terdapat pada debu granit ini.
Granit yang murni hanya salah satu jenis granitoid. Sebuah granitoid mengandung
20-60 % kuarsa dan kandungan feldspar. Granit adalah batuan yang kuat karena
memiliki butiran mineral yang terbentuk selama periode proses pendinginan yang sangat
lambat. Penambahan kuarsa dan feldspar menunjukkan kekuatan granit lebih kuat
dibandingkan baja. Karena kekuatannya tersebut, granit banyak dipakai untuk bangunan
dan benda hiasan seperti batu nisan.
Kuarsa dan Feldspar umumnya memberikan granit bercahaya terang, dari warna
merah muda sampai warna putih. Warna dasar tersebut disisipkan oleh mineral-mineral
pengaya lainnya yang warnanya lebih tua. Mineral pelengkap yang paling umum adalah
mika biotit hitam dan hornblenda amfibol hitam.
22
pembuatan semen. Silika merupakan salah satu material oksida yang keberadaannya
berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya biasa dalam bentuk amorf ,
dan kristal. Ada tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan
terdapat dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal tersebut.
23
Persentase
(%)
72,04
14,42
4,12
3,69
1,82
1,68
1,22
0,71
0,3
0,12
0,05
Empat senyawa yang paling penting dalam reaksi hidrasi adalah Trikalsium Silikat
(C3S) atau 3CaO.SiO3 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 15 hari. Dikalsium
silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 14 hari.
Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia (chemical attack) dan
juga mengurangi besar susutan pengeringan. Trikalsium Aluminat (C3A) atau
3CaO.Al2O3 mengalami pengerasan setelah 24 jam. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF)
atau 4CaO.Al2O3.FeO2 kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau
beton.
Senyawa dalam proses pengerasan semen Portland yang paling dominan
pengaruhnya adalah senyawa silikat dibandingkan senyawa aluminat. Meskipun reaksi
kimia yang terjadi pada senyawa aluminat jauh lebih cepat, namun proses pengerasan
hanya 10 % dari keseluruhan proses pengerasan yang sempurna. Senyawa silikat yang
24
C-S-H gel
Trikalsium silikat
gel tobermorite
+ 3CH
kalsium hidrosikda
C-S-H gel
Dikalsium silikat
Tabel 2.6
gel tobermorite
+ 3CH
kalsium hidrosikda
n
o
Uraian
1
2
3
4
5
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
CaO
Fisika Utama
OPC I
%
19,8
5,5
3,39
1,18
63
Debu Granit
%
72,04
14,42
1,22
0,71
1,82
25
n
o
1
Uraian
Kehalusan :
Uji permebealitas udara, m2/kg
Dengan alat:
Turbidimeter
Blaine
OPC
I
Debu Granit
160
280
232
*sumber(Fatimah, 2010)
fck
= kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji kubus 150 mm atau silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa)
fcr = kekuatan tekan beton rata rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
percancangan campuran beton (MPa)
S
26
Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan
beton dapat dihitung dengan rumus :
fc =
P
A
............................................................................................................(2.9)
Dengan :
fc
rata- rata yang distyaratkan. Pada tahap pelaksanaa konstruksi, beton yang telah
dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil
frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari fc seperi yang telah
disyaratkan. Kriteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang
berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 fc unutk
kuat tekan rata rata dua silinder dan memenuhi fc + 0,82 s unutk rata rata empat
buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan
berikutnya (Mulyono, 2005).
27
ialah kekuatan tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15
(+0,06) cm pada umur 28 hari.
Sedangkan fc adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam MPa), didapat
berdasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Penentuan nilai fc boleh juga didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang
didapat dari hasil uji tekan benda uji kubus bersisi 150 mm. fck adalah kuat tekan beton
(dalam MPa), didapat dari benda uji kubus bersisi 150 mm. Atau perbandingan kedua
benda uji ini, untuk kebutuhan praktis bisa diambil berkisar 0,83.
Tabel 2.7
Silinde
r (MPa)
Kubus
2,5
5
7,5
10
(MPa)
Ratio
Silinde
0,80 0,80 0,80 0,80
r/
Kubus
*Sumber : ISO Standart 3893-1977)
10
12
16
20
25
30
35
40
45
50
12,5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
0,80
0,80
0,80
0,80
0,83
0,86
0,88
0,89
0,90
0,91
28
s=
( fcfcr )2
j
...........(2.10)
n1
Dengan:
fcr
fc
Bila suatu produksi tidak mempunyai hasil uji yang memenuhi persyaratan pasal
3.3.1 butir 1 (bila belum tersedia data hasil uji, sebagai pendekatan awal, maka tabel
2.8 memberikan perkiraan standar deviasi berdasarkan besarnya volume pekerjaan
atau pendekatan yang diberikan pada tabel 2.9), tetapi hanya ada sebanyak 15
sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi standar yang dihitung dari
data hasil uji tersebut dengan faktor pengali pada tabel 2.10.
29
Tabel 2.8
Klas Operasi
Pengujian Konst.
Umumnya
Percobaan
Laboraturium
Tabel 2.9
Kuat Tekan Rata Rata Perlu, Jika Tidak Tersedia Untuk
Menetapkan Deviasi Standar
Persyaratan Kekuatan
Kuat tekan Rata - Rata
tekan, fc, MPa
perlu, fcr MPa
Kurang dari 21
fc + 10,0
21 sampai dengan 35
fc + 8,5
Lebih dari 35
fc + 10,0
(*Sumber : SNI 03 2847 2000)
Tabel 2.10
Faktor Pengali Untuk Deviasi Standar Bila Data hasil Uji yang
Tersisa Kurang Dari 30 Buah
Jenis Penguji
Faktor Pengali
Kurang dari 15
Gunakan tabel 2.8
15
1,16
20
1,08
25
1,03
30
1
(*Sumber : SNI 2834 2000)
.......................................................................................................(2.10)
Dimana:
m
k ..........= tetapan yang nilainya diambil dari prosentase hasil uji yang fc dan
untuk
5% diambil 1.64
30
fcr=f c + m
................................................................................................(2.10)
Dimana:
fc '
fcr
Tabel 2.11
Tipe
Semen
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak
memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata,
dll.
II
III
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti
bendungan dll
31
Jenis semen
Jenis agregat
Umur (hari)
kasar
Bentuk
28
91
17
23
33
40
Batu pecah
19
27
37
45
20
28
40
48
Batu pecah
23
32
45
54
21
28
38
44
Portland Tipe
Batu pecah
25
33
44
48
III
25
31
46
53
Batu pecah
30
40
53
60
Semen
Portland Tipe I
Semen
Portland Tipe
II dan IV
Semen
benda uji
Silinder
Kubus
Silinder
Kubus
32
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji
Berbentuk Kubus Panjang, Lebar, Tinggi 150 mm)
33
34
Tabel 2.13
Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Semen min per
Jenis pembetonan
FAS maks
3
m beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
35
Tabel 2.14
Faktor Air Semen Maksimum Untuk
Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3)
dalam tanah
Total
(SO3) (%)
(SO3) dalam
campuran
air tanah =
2:1 (gr/lt)
<0,2
<1,0
0,2 0,5
0,5 1,0
1,0 1,9
1,9 3,1
(SO )
dalam air
tanah
(gr/lt)
Jenis Semen
<0,3
0,3 1,2
1,2 2,5
Beton
Kandungan semen
min dengan ukuran
3
agregat maks (kg/m )
Yang
FAS
maks
40
mm
20
mm
10
mm
80
300
350
0,50
290
330
350
0,50
Tipe I dengan
Pozolan 15 40 %
(semen Portland
Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan
Pozolan 15 40 %
(semen Portland
Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
1,0 2,0
3,1 5,6
2,5 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
330
370
420
0,45
Tabel 2.15
Jenis
beton
Berhubungan
dengan:
Air tawar
Bertula
ng atau
pra
tegang
Air payau
Air laut
Kandungan semen
3
min (kg/m )
FAS
Tipe Semen
20 mm
0,50
Semua tipe I V
280
300
0,45
Tipe I + Pozolan 15 40 %
(semen Portland Pozolan)
340
380
0,50
Tipe II atau V
340
380
0,45
Tipe II atau V
340
380
36
Tabel 2.16
Pemakaian Beton
Maksimum
Minimum
12,5
5,0
9,0
2,5
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal
7,5
2,5
tulangan.
Sepertiga kali tebal plat.
37
Ukuran
agregat
Jenis Batuan
60
0 10
maks
10 30
30 60
180
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205
10 mm
20 mm
40 mm
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Dalam Tabel 2.12 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis
yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
A=0,67 Ah +0,33 A k
.............................................................................(2.11)
Dimana:
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
k. Kadar Semen
38
Kadar semen yang diperlukan dapat diperoleh dari perkalian kadar air bebas dengan
perbandingan air semen, atau kadar air bebas dibagi dengan perbandingan air
semen.
l. Kebutuhan semen minimum
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan
dengan Tabel 2.18.
Tabel 2.18
Kebutuhan
semen
Minimum
Untuk
Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Semen min per
Jenis pembetonan
FAS maks
3
m beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
39
b. Air laut
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Lubang Ayakan
(mm)
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90 100
90 100
90 100
95 100
2,4
60 95
75 100
85 100
95 100
40
1,2
30 70
55 90
75 100
90 100
0,6
15 34
35 59
60 79
80 100
0,3
5 20
8 30
12 40
15 50
0,15
0 10
0 10
0 10
0 15
.
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm
41
Gambar 2.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm
q. Berat jenis agregat campuran
42
......................................................................(2.12)
Dimana:
BJ camp = Berat jenis agregat campuran
BJ ah
BJ ak
beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.6 dapat diperkirakan berat jenis
Gambar 2.7.
Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu
horizontal pada Gambar 2.7, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke
atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai
berat jenis beton.
43
Gambar 2.7 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
s. Kebutuhan agregat campuran
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3
dengan kebutuhan air dan semen.
t. Berat agregat halus
Berat agregat halus diperoleh dari hasil perkalian jumlah kadar agregat campuran
(langkah q) dengan persentase fraksi pasir (langkap p) setelah dikoreksi dengan
jumlah fraksi agregat halus yang terdapat di dalam agregat kasar.
u. Berat agregat kasar
Berat agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi berat agregat gabungan
(langkah s) dengan berat agregat halus (langkah t).
v. Koreksi kebutuhan bahan
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka
harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
44
Air =
([ A100A )] B( A A ) C
h
Agregat halus = B+
......................................................(2.13)
([ A100A )] B ........................................................................
h
(2.14)
Agregat kasar =
C+ ( A k A 2) C
.................................................................(2.15)
Dimana:
A ............................................................................= Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B .........................................................= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
45
Dapat dicegah terjadinya retak retak permukaan beton yang diakibatkan oleh
terlalu cepatnya penguapan air pada saat beton tersebut masih muda.
Tercapainya kekuatan beton yang disyaratkan.
Kekuatan tetap bertambah selama proses pembasahan. Pembasahan berguna untuk
memperlancar hidrasi dari semen.
Umur Beton
0,4
0,55 0,75
14
0,65 0,88
0,9
21
0,9
5
0,9
5
28
90
365
1,2
1,35
1,15
1,2
46
Penelitian yang berjudul Granite Powder Concrete ini dilakukan oleh (T.
Felixkala and P. Partheenan) yang bertujuan untuk menggunakan limbah daripada
pengrajin granit, yaitu berupa bubuk granit sebagai pengganti aggregat halus pada beton
30MPa. Ukuran butiran daripada bubuk granit ini terbesar adalah 2,36mm dan terkecil
adalah 150m. Penelitian ini menggunakan bahan aditif lainnya untuk mengganti semen,
berupa debu terbang sebesar 10%, silica fume sejumlah 7,5%, slag sejumlah 10%, dan
super plasticizer sebanyak 1% daripada berat semen total. Variasi campuran yang
digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 25%, 50%, 75%, 100% berat bubuk granit
dibanding berat agregat halus. Sebagai landasan penelitian di buat juga 2 jenis beton
yang tidak menggunakan bahan aditif apapun, jenis pertama dengan agregat halus
menggunakan pasir normal, sedangkan jenis kedua menggunakan bubuk granit.
Kesimpulan daripada penelitian ini adalah penstubstitusian bubuk granit dengan agregat
halus lebih efektif pada 25% berat bubuk granit daripada agregat halus.
Penelitian yang dilakukan oleh ( Slamet Widodo, ST, MT. dan Nuryadin Eko
Raharjo, M.Pd) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guruguru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang pembuatan
beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana dan
memberikan pembelajaran yang berkelanjutan bagaimana cara pelaksanaan pembuatan
beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana bagi guruguru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada penelitian ini menggunakan material Abu Batu dengan komposisi pengganti
semen : 0%, 12,5%, 25%, 37,5% dan Serbuk Bata Merah dengan komposisi pengganti
semen : 0%, 10%, 20%, 33%, 50%.
47
Penelitian ini menghasilkan hasil kuat tekan dengan menggunakan pengganti abu
batu memiliki kadar optimum 12,5% dengan kuat tekan beton mecapai 62,5MPa dan
pada bata merah tidak di rekomendasikan digunakan sebagai bahan pengganti, hal ini
dikarenakan pada penelitian tidak dihasilkan serbuk bata merah dapat meningkatkan
kuat tekan beton.
Gambar 2.8 Grafik Perbandingan Penambahan Abu Batu dengan Kuat Tekan
48
Gambar 2.9 Grafik Perbandingan Penambahan Serbuk Bata Merah dengan Kuat Tekan
Penelitian yang dilakukan oleh ( M ardiono) ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan kuat tekan beton mutu tinggi dengan penambahan Fly Ash pada umur 7,
14, 21, dan 28 hari. Material yang digunakan adalah Fly ash dengan persentase 10%,
20%, 30%, dan 40% dari berat semen dan Superplastizicer yang digunakan bersamakan
pada semua variasi campuran, yaitu sebesar 1% dari berat semen.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kuat tekan beton optimum rata-rata
pada umur 28 hari yang dapat dicapai sebesar 41,57 MPa, pada campuran beton dengan
Fly Ash 10% (B10). Kuat tekan beton terendah rata-rata pada umur 28 hari diperoleh
sebesar 33,91 MPa, pada campuran beton dengan penggantian semen dengan Fly Ash
40% (B40). Kuat tekan rencana fc 40 MPa pada umur 28 hari dapat tercapai oleh 3
varian campuran, yaitu campuran tanpa Fly Ash (BN) sebesar 40,85 Mpa, campuran
dengan Fly Ash 10% dan 20%, masing-masing sebesar 41,57 Mpa dan 41,28 Mpa. Kuat
49
tekan yang tidak memenuhi syarat fc rencana 40 Mpa pada umur 28 hari adalah
campuran beton dengan Fly Ash 30% dan 40%, dengan kuat tekan 35,57 MPa dan 33,91
MPa. Pengaruh Fly Ash dalam beton mutu tinggi adalah butiran Fly Ash yang halus
membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash
sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari
Fly Ash. Selain itu penggunaan Fly Ash dengan takaran tertentu terbukti dapat
meningkatkan kekuatan beton.
Penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Shalahuddin) ini bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan abu terbang secara optimal pada campuran beton. Abu terbang
diharapkan selain sebagai bahan alternatif juga sebagai filler. Material yang digunakan
adalah abu terbang dengan persentase 0%, 5%, 10%, 15% dari berat semen. Pada
penelitian ini di dapatkan kesimpulan bahwa penambahan abu terbang sebesar 5%
terhadap berat semen meningkatkan kuat tekan beton sebesar 28,6%. Penambahan abu
terbang sebsesar 15% terhadap berat semen menurunkan kuat tekan beton sebesar
27,8%. Pada saat penambahan debu granit 5%, CaOH 2 dan SiO2 telah seluruhnya terikat
secara kimia dan penambahan debu granit lebih dari 5% akan meningkatkan material
halus (SiO2) bebas dan mengakibatkan penurunan kuat tekan beton.
Penelitian yang dilakukan oleh (Celik Ozyildirim) bertujuan mengetahui kuat
tekan dan permeabilitas dari perbandingan / proporsi total material semen dalam
campuran Beton, yang dicampur Agregat Slag dan Silica fume dengan perbandingan
tertentu. Proses pengujianya terdiri dari Mix Design Trial Mix (ditentukan dengan
perbandingan tertentu), Semen Type II, III, Agregat (ASTM C 33), agregat halus,
agregat kasar max ukuran butir (25mm), bahan tambahan, water-reducing (ASTM C
494 Tipe A), High Range Water Reducing (ASTM C 494 Type F), Test Air Content
50
(ASTM C 231, pressure methode), slump (astm c 143), berat jenis (astm c 138), benda
uji silinder 100x200mm (astm c 1202 ) diuji pada umur 1, 7 dan 28 hari untuk uji
tekan. Benda uji silinder 100x200mm (ASTM C 1202) diuji umur 28 hari dan 1 tahun,
untuk uji Permeabilitas.
Proporsi pertama terdiri dari 9 benda uji, dimana total jumlah semen dibagi
menjadi 2 jenis bahan yaitu: PC/SLAG/SF dengan perbandingan tertentu, dimana
proporsinya per m3 terdiri agregat kasar = 1103 kg/m3, agregat halus = 651 kg/m3,
semen = TIPE III, HRWR = bervariasi berdasarkan berat semen (1-2%)(ASTM C494F).
Proporsi kedua terdiri dari 6 benda uji, yaitu 3 benda uji menggunakan semen
tipe II & III, benda uji dengan semen tipe II I dengan total jumlah semen dibagi
menjadi 3 jenis bahan yaitu; PC/Slag/SF dengan perbandingan terentu, begitu pula
untuk agregat halus dan agregat kasar = 1103 kg/m3, HRWR= (ASTM C 494 F).
Dari proporsi pertama didapat kadar udara (%), Nilai slump (mm), Berat jenis
(kg/m3) beton, dilanjutkan pengujian kuat tekan dari masing masing benda uji
dengan proporsi beton pada umur 1, 7, dan 28 hari dan tes permeabilitas umur 28 hari
dan 1 tahun. Hasil penelitian tersebut didapat kuat tekan umur 1 hari untuk
semen murni didapat 27.6 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag
dan silica fume 8.5 MPa, Kuat Tekan
Umur 7 hari
37,2 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 32,1 MPa,
kuat tekan
tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 45.6 MPa, dengan penambahan bahan
Slag dan Silica Fume dapat memberikan konstribusi kenaikan kuat tekan pada umur
51
28 hari, untuk nilai permeabilitas pada umur 28 hari dari proporsi semen tanpa
kombinasi bahan tambahan dengan nilai 3814 coulombs, sedang proporsi bahan
kombinasi 50% semen/ 43% slag/ 7% silica fume didapat nilai permeabilitas 645
coulombs, ini menunjukkan penambahan bahan slag dan silica fume dengan
perbandingan tersebut dapat menurunkan nilai permeabilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh (H-Moosberg and Bustnes) bertujuan Penelitian
ini menggunakan limbah pengolahan baja (steel slag jenis AOD) sebagai filler pada
beton. Limbah yang digunakan mempunyai ukuran butiran lolos ayakan 45 m
mengandung unsur SiO2 sebanyak 27%, CaO sebesar 54 % dan FeO sebesar 2,6 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan steel slag sebagai filler menggantikan
semen sebesar 20 % dan 40 % terhadap berat semen, faktor air semen 0,48
menghasilkan beton dengan kuat tekan 44,7 MPa dan 34,1 MPa. Kuat tekan ini lebih
rendah dibandingkan beton tanpa limbah yang mencapai kuat tekan 52,9 MPa. Namun
demikian penggunaan limbah steel slag sebagai filler pada beton menghasilkan kuat
tekan lebih tinggi dibandingkan beton yang menggunakan filler quartz.
Penelitian yang dilakukan oleh (B. Mobasher M. ASCE, R Devaguptapu, A.M.
Arino) ini menggunakan debu copper slag sebagai cementitious pada beton. Komposisi
kimia limbah terdiri dari SiO2 sebanyak 27,23%, CaO sebesar 5,14 % dan FeO sebesar
51,3 %. Debu copper slag ini memiliki komposisi kimia mirip dengan dry dust collector
PT. Krakatau Steel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton pada umur 1
dan 7 hari lebih rendah dibandingkan beton tanpa copper slag, tetapi setelah umur 28
dan 90 hari kuat tekan beton copper slag meningkat lebih tinggi dibanding beton
normal. Pada kadar 15 % debu copper slag dengan aktivator kapur sebanyak 1,5 %
menghasilkan kuat tekan beton 30 Mpa pada umur 28 hari dan 61 Mpa pada umur 90
52
hari. Pada penelitian ini kuat tekan tertinggi dihasilkan oleh beton dengan kadar debu
copper slag optimum sebesar 10 % dari berat PC dengan aktivator kapur sebesar 1 %.
Penelitian yang dilakukan oleh (S.I.Zaki and Khaled .S. Ragab) yang berjudul
How Nanotechnology Can Change Concrete Industry ini menggunakan silica fume dan
nano silica untuk membuat beton mutu tinggi. Zat aditif yang digunakan pada penelitian
ini adalah 18% dari berat semen yang digantikan oleh silica fume serta variasi
pencampuran nano silika, dengan variasi pencampuran 0,5%, 0,7%, 1%. Ditambahkan
pula superplasticizer berupa lignosuplhonate superpasticizer dan polycarpoxylate
superplasticizer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nano silika
diketahui lebih efektif ketika dicampur terpisah dari superplasticizer dan kemudian baru
ditambahkan 20% dari total air. Beton dengan nano silika membutuhkan penambahan air
atu superplasticizer untuk menjaga workability. Hasil dari pembuatan beton dengan
nano silika telah terbukti lebih meningkat setelah 28 hari hingga 1 tahun. Dan kadar
optimum dari nano silika adalah 0,5% dari berat semen yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh (H. Katkhuda, B. Hanayneh and N. Shatarat) yang
berjudul Influence of Silica Fume on High Strength Lightweight Concrete ini
menggunanakn silica fume sebagai zat aditif pada pembuatan beton ringan mutu tinggi,
dengan persentase pencampuran adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Penelitian ini
juga menggunakan 5 jenis rasio air semen yang berbeda, yaitu 0,26; 0,3; 0,34; 0,38;
0,42. Pada akhir penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa kadar optimum daripada
silica fume yang digantikan ke berat semen adalah 15% sampai dengan 25% bergantung
daripada rasio air semen yang digunakan.