Konsensus Tatalaksana PUA Cetak PDF
Konsensus Tatalaksana PUA Cetak PDF
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT karena berkat dan
rahmat-Nyalah buku konsensus ini dapat kami selesaikan. Dalam buku konsensus ini
kami membahas tentang “Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal
Karena Efek Samping Kontrasepsi.”
Buku ini dibuat sebagai salah satu wujud kegiatan dari Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), dalam rangka mendukung program
MDGs serta membantu para sejawat dalam memperdalam pemahaman dan
pengetahuan tentang pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh pemakaian
kontrasepsi. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi rekan sejawat dalam
menangani kasus pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh penggunaan
kontrasepsi.
Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, buku ini
tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
saran dan kritik demi perbaikan buku ini ke depannya.
Akhirnya, kami berharap buku konsensus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Hormat kami
Ketua HIFERI
I
KONTRIBUTOR
Hary Tjahjanto, dr. Sp.OG (K) Sri Ratna Dwiningsih, dr. Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Semarang HIFERI Cabang Surabaya
Hardian Sauqi, dr. Sp.OG Soehartono DS, Prof. dr. Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Banjarmasin HIFERI Cabang Surabaya
Hilwah Nora, dr. M.Med. Sci, Sp.OG Tri Wahyudi, dr. Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Aceh HIFERI Cabang Pontianak
II
NARASUMBER
EDITOR UTAMA
EDITOR PEMBANTU
HIFERI Pusat
III
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR………………………………………………………………..... i
KATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI…………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
IV
BAB V. PENDEKATAN DIAGNOSIS PUA-I KARENA KONTRASEPSI 25
5.1. Anamnesis …………………………………………………...…… 25
5.2. Pemeriksaan fisik ………………………………………………… 28
5.3. Pemeriksaan laboratorium …………………………………….…. 28
5.3.1 Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi ……………. 28
5.3.2. Gambar hormon reproduksi haid normal …………………. 30
5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal ………. 32
5.3.4. Pemeriksaan fungsi hemostasis untuk
menyingkirkan kemungkinan gangguan koagulasi ……….. 33
5.4. Pemeriksaan ultrasonografi ………………………………….…… 34
5.5. Saline Infusion Sonography (SIS) ………………………………... 42
LAMPIRAN ……………………………………………………………………... 65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 69
V
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6B. Folikel dengan berbagai ukuran pada fase proliferasi ................... 37
VI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi .................. 7
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia 1
5-44 tahun ............................................................................................... 9
Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK) ................................. 14
Tabel 5.1. Anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis banding perdarahan
uterus abnormal ....................................................................................... 25
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan perdarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal .................................................................................................. 26
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang................ 27
Tabel 5. 4.Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC .................. 29
Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan ...................................... 43
Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi …………………………….... 44
Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA –I karena kontrasepsi
hormonal progestin …………………………………………………...... 55
Tabel 6.3. Daftar obat PUA-I……………………………………………………… 56
Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan ………………………56
VII
DAFTAR SINGKATAN
17-0H Progesterone : 17-Hidroxy Oxide Progesterone
ȝg : mikrogram
ȝU : mikrounit
AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Ang-1 : Angiopoietin-1
Ang-2 : Angiopoietin-2
bFGF : basic Fibroblast Growth Factor
BT : Bleeding Time
BTB : Break Through Bleeding
CL : Corpus Luteum
cm : centimeter
COX : Cyclooxygenase
CT : Clotting Time
CTP : Combined Transdermal Patch
Cu-IUD : Copper Intra Uterine Device
CVR : Combined Vaginal Ring
dkk : dan kawan-kawan
dl : desiliter
DMPA : Depot Medroxyprogesterone Asetat
EE : Etinil estradiol
FIGO : Federation of Gynecology and Obstertics
FSH : Follicle Stimulating Hormone
GnRH : Gonadotrophin Releasing Hormone
GPP : Good Practice Point
Hb : Hemoglobin
HIFERI : Himpunan Fertilisasi dan Infertilitas Indonesia
Ht : Hematokrit
ITP : Idiopathic Thrombocytopenia Purpura
IUD : Intra Uterine Device
L : Liter
LARCs : Long Acting Reversible Contaceptives
LH : Luteinizing Hormone
LNG : Levonorgestrel
LNG-IUS : Levonorgestrel Intrauterine System
LR : Likelihood Ratio
mIU : mili Internasional Unit
mL : mililiter
MMP : Matrix Metalloproteinase
NET-EN : Norethisterone enanthate
ng : nanogram
ml : mililiter
nmol : nanomol
NO : Nitrit Oksida
NPV : Negative Predictive Value
PBACS : Pictoral Blood Assessment Chart
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
pg : pikogram
VIII
PG : Prostaglandin
PGE2 : Prostaglandin E2
PGF2a : Prostaglandin F2a
PKK : Pil Kontrasepsi Kombinasi
PKMI : Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia
PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
POCs : Progestogen Only
POP : Progestin Only Pill
PPV : Positive Predictive Value
PPK : Panduan Praktik Klinis
PUA : Pendarahan Uterus Abnormal
PUA-A : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Adenomiosis
PUA-C : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Coagulopathy
PUA-I : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Iatrogenik
PUA-L : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Leiomioma
PUA-M : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Malignancy dan hyperplasia
PUA-N : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh penyebab
lain yang sulit diklasifikasi (Not yet classified)
PUA-O : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh gangguan
Ovulasi
PUA- P : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Polip
PUD : Pendarahan Uterus disfungsional
PUS : Pasangan Usia Subur
SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
SIS : Saline Infusion Sonography
SOPK : Sindrom Ovarium Polikistik
TIMP : Tissue Inhibitors of Metalloproteinase
TVS : Transvaginal
U : Unit
UKMEC : United Kingdom Medical Eligibility Criteria
USG : Ultrasonografi
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
IX
BAB
PENDAHULUAN
I
Program keluarga berencana hingga saat ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini
disebabkan oleh karena masih terdapat lebih dari 120 juta perempuan di seluruh dunia
yang ingin mencegah kehamilan, namun mereka maupun pasangannya tidak
menggunakan kontrasepsi.1 Jika program keluarga berencana di Indonesia tidak berjalan
dengan baik, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta jiwa pada
tahun 2025. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah yang cukup serius dalam
bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, termasuk keamanan, yang pada akhirnya
akan berdampak pula pada masalah kesehatan.2 Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin
menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak menggunakan
kontrasepsi (unmet need), diperkirakan dapat mencapai angka 8,6% bahkan mungkin
dapat mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan PKMI.2-4 Alasan untuk tidak
menggunakan alat kontrasepsi diantaranya adalah: pelayanan dan alat yang belum
tersedia atau amat terbatas, kekhawatiran akan efek samping, kondisi kesehatan klien
dan kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan alat kontrasepsi. 1
Alat kontrasepsi yang baik, harus dapat menggabungkan aspek keamanan dan
efektifitas dengan kenyamanan penggunaan, dan idealnya dapat pula memberikan
manfaat kesehatan tambahan. Kontrasepsi progestogen only (POCs) telah digunakan
secara luas diseluruh dunia dan terbukti merupakan alat kontrasepsi yang aman dan
efektif. Namun sayangnya efek samping yang tidak diinginkan berupa pendarahan
sela/breakthrough bleeding (BTB) masih merupakan masalah yang sering terjadi pada
semua modalitas POC. Kejadian pendarahan abnormal tersebut sering mengakibatkan
penghentian penggunaan alat kontrasepsi tersebut.5
Pendarahan uterus abnormal adalah efek samping yang umumnya dapat terjadi
pada penggunaan kontrasepsi hormonal. Meskipun pendarahan ini jarang
membahayakan, tetapi kadang mengkhawatirkan bagi beberapa pengguna, sehingga
mereka menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal.
1
Sebuah penelitian mendapatkan 32% dari 1.657 perempuan menghentikan
penggunaan PKK, dalam waktu 6 bulan. Empat puluh enam persen diantaranya
menghentikan penggunaan PKK akibat efek samping pendarahan. Kebanyakan
perempuan yang menghentikan menggunakan kontrasepsi hormonal memilih untuk
tidak menggunakan metode kontrasepsi lainnya sehingga berisiko tinggi untuk
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Saat ini diperkirakan sepertiga dari 3 juta
kehamilan yang tidak diinginkan di Amerika Serikat setiap tahun terkait dengan
penghentian PKK.5 Penelitian Mansour dkk, 2008, mendapatkan 49% klien
menghentikan penggunaan implan yang dikaitkan dengan gangguan pendarahan sebagai
berikut: amenorea (22,2%) infrequent bleeding (33,6%), frequent bleeding (6,7%), dan
pendarahan berkepanjangan (prolonged bleeding) (17,7%). 6
Mekanisme pasti pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi
hormonal belum jelas. Namun bukti yang ada saat ini menunjukkan terdapatnya
kerapuhan di pembuluh darah endometrium. Perubahan lokal lapisan endometrium
sebagai respon terhadap pengaruh hormon steroid, integritas struktural, perfusi jaringan
dan faktor angiogenik lokal dapat berperan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian pendarahan akibat kontrasepsi hormonal.5 Pemberian hormon steroid seks
dalam bentuk kontrasepsi hormonal, akan mempengaruhi pola histologi endometrium.
Respon endometrium terhadap kontrasepsi hormonal ditentukan berdasarkan atas
konsentrasi, dosis, formulasi, rute ,waktu dan durasi pemberian.7 Pendekatan yang
efektif untuk mengelola pasien dengan pendarahan saat menggunakan kontrasepsi
sangat diperlukan guna membantu perempuan tersebut tetap merasa puas dengan
metode kontrasepsi yang mereka pilih. Sikap tersebut tentu akan menghindari terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan akibat penghentian penggunaan alat kontrasepsi. 8,9
1.2. Permasalahan
2
1.3. Tujuan
1.4. Sasaran
Semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi dan terlibat dalam
penanganan kasus pendarahan pada pemakaian kontrasepsi hormonal dan non hormonal
termasuk dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat. Panduan ini juga
diharapkan dapat diterapkan di rumah sakit maupun di pusat layanan primer, pembuat
kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi pendidikan, serta kelompok profesi
terkait.
3
1.5. Dokumen terkait lainnya
Pedoman ini dimaksudkan untuk melengkapi panduan yang telah ada dan yang
telah diusulkan lainnya, relevansi termasuk :
x Panduan tatalaksana pendarahan uterus abnormal
x Kriteria kelayakan medis WHO 2009
x Kriteria kelayakan medis UKMEC 2009
x Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal
Contraception, 2009 Faculty of Sexual & Reproductive Healthcare
Clinical Guidance
4
BAB
II METODOLOGI
5
C. Derajat Rekomendasi
Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:
1) Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB.
2) Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level IC atau II.
3) Rekomendasi C bila berdasar pada bukti level III atau IV
6
BAB
III TERMINOLOGI
7
3.2. Definisi Pendarahan Uterus Abnormal
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,
dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.13
PUA
8
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia
15 - 44 tahun
Scheduled bleeding Menstruasi atau pendarahan regular pada penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi (menggunakan
pembalut)
Unscheduled bleeding Pendarahan di luar siklus haid
- Frequent bleeding Pendarahan lebih dari lima episodea
Ͳ Prolonged bleeding Satu atau lebih episode pendarahan yang berlangsung
selama 14 hari atau lebih
Ͳ Irregular bleeding Pendarahan yang terjadi antara 3 dan 5 episode dengan
kurang dari 3 hari bleeding free interval berlangsung
selama 14 hari atau lebih
Ͳ Pendarahan sela Pendarahan di luar siklus haid (unscheduled bleeding)
(Breakthrough pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi
bleeding) hormonal
Pendarahan bercak Pendarahan yang tidak memerlukan pembalutb
(spotting)
a. Episode Pendarahan yang digunakan untuk menggambarkan pola pendarahan dari
waktu ke waktu, dimulai pada hari pertama menggunakan metode kontrasepsi dan
berlangsung setidaknya 90 hari.
b. Definisi pendarahan bercak (spotting) dan pendarahan sela (breakthrough bleeding)
yang digunakan pada pedoman ini.
9
x Kelompok “COEIN” adalah merupakan kelompok kelainan non struktur
penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau
agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai “iatrogenik”.
KlasifikasiPUA
(FIGO)
struktural Nonstruktural
PALM COEIN
A.Polip E.Coagulopathy
B.Adenomiosis F.Ovulatorydysfunction
C.Leiomioma G.Endometrial
D.Malignancyand H.Iatrogenik
hyperplasia
I.Notyetclassified
Keterangan:
A. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin
tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip
endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.14
10
B. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,
non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan
miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.13,15
E. Coagulopathy (PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis sistemik
yang mengakibatkan PUA.13
G. Endometrial (PUA-E)
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.13
11
H. Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat antikoagulan) atau
AKDR.13
12
3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini
A. Kontrasepsi Non Hormonal1
Kontrasepsi non hormonal adalah metode kontrasepsi yang tidak menggunakan
kerja hormon untuk mencegah suatu kehamilan. Termasuk kedalam kontrasepsi non
hormonal, adalah:
1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Adalah alat kontrasepsi kecil yang dimasukkan melalui leher rahim dan diposisikan
dalam rongga rahim, dengan mekanisme kerja terutama dengan menghambat
fertilisasi. Meski demikian reaksi inflamasi yang terjadi di endometrium dapat
menghambat terjadinya implantasi.19
2. Metode barrier kondom pria dan perempuan
3. Metode amenore laktasi
4. Metode kontrasepsi sterilisasi perempuan
Merupakan kontrasepsi permanen pada perempuan yang tidak menginginkan punya
anak.1
Terdapat 2 pendekatan bedah yang paling sering digunakan:
- Minilaparotomy
- Laparoskopi
5. Spermisida dan Diafragma
6. Metode senggama terputus
7. Metode pantang berkala
B. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.
Kontrasepsi hormonal secara garis besar terbagi menjadi kontrasepsi kombinasi
(menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progestin) dan kontrasepsi progestin
only (hanya menggunakan hormon progestin).1
13
dengan dosis dan jenis hormon tersebut. Perkembangan yang telah dilakukan pada PKK
adalah menurunkan dosis estrogen, menggunakan preparat progestin generasi terbaru,
mempersingkat durasi hormone free interval dan mengembangkan cara pemberian yang
tidak menggunakan jalur enteral (transdermal dan vaginal). Saat ini di beberapa negara
juga sudah tersedia Patch transdermal kombinasi/ Combined transdermal patch (CTP)
yang melepaskan rata-rata 33.9 ȝg EE dan 203 ȝg norelgestromin per 24 jam dan Ring
vagina kombinasi/ Combined vaginal ring (CVR)/ Nuvaring® yang melepaskan EE dan
etonogestrel pada rata-rata 15 ȝg dan 120 ȝg per hari.
Selain memiliki efek utama untuk mencegah terjadinya kehamilan, ternyata
PKK juga memiliki efek non kontrasepsi yang banyak dimanfaatkan dalam kepentingan
klinik sehari-hari. Beberapa efek non kontrasepsi dari PKK yang sering digunakan di
antaranya adalah untuk tujuan mengendalikan siklus haid, mengurangi durasi dan
jumlah pendarahan dan mengurangi resiko kanker endometrium dan ovarium.20 Adapun
perkembangan pil kontrasepsi kombinasi dapat dilihat pada tabel 3.3
14
Progestin only pil (POP)
Adalah pil kontrasepsi yang mengandung progestin saja dengan dosis yang
sangat rendah seperti hormon alami progesteron dalam tubuh perempuan.20
Progestogen LARCs (Long Acting Reversible Contraceptives) meliputi:
- Etonogestrel implan, seperti Implanon®
- Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)
- Levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS)
Implan
Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,
masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti
hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada
bagian dalam lengan atas . 1
Macam-macam implan:
- Jadelle®: 2 batang, efektif selama 5 tahun .
- Implanon®
- Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,
efektif selama 4 tahun (dapat diperpanjang sampai 5 tahun).
- Norplant®: 6 kapsul, digunakan selama 5 tahun (beberapa penelitian besar
melaporkan efektifitasnya sampai 7 tahun).
Suntik progestin
Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang
mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisterone
enanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami
dalam tubuh perempuan.1 Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan
secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.
15
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
BAB PATOFISIOLOGI PUA-I KARENA
IV KONTRASEPSI
16
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela
estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya densitas
pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga disebabkan oleh
karena adanya pelepasan enzym proteolitik lisosom dari sekitar sel epitel dan sel
stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag. Sel-sel imun tersebut
selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama PGE2 (vasodilatasi), yang lebih
dominan dibandingkan dengan PGF2 (vasokontriksi).
Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan
yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan
sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen
tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen
kronis dosis rendah biasanya menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya
ringan, namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam
jangka waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode
pendarahan akut yang lamanya bervariasi.
Unopposed estrogen
17
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
4.2. Patofisiologi pendarahan lucut /withdrawal bleeding 18,21
Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi
akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang
mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama dapat
terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat
gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang
mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon
pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada akhir
siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.
18
19
4.3. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Non-Hormonal
Berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non-hormonal yang
berpotensi dapat menyebabkan PUA adalah metode kontrasepsi sterilisasi dan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
20
Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR menyebabkan
peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2), yang selanjutnya akan
diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid dan ekspresi faktor pro-angiogenik,
seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth
factor), PDGF (platelet-derived growth factor), Ang-1(angiopoietin-1) dan Ang-2
(angiopoietin-2) dan sebaliknya akan terjadi down-regulation dari ekspresi gen anti-
angiogenik seperti cathepsin-D. 18,28-30
Meski demikian ternyata produksi prostaglandin pada pengguna AKDR hanya
bersifat sementara. El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya kenaikan PGF2a dan PGE2
yang bermakna dari hasil bilasan endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan
tetapi peningkatan konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang telah
menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi prostaglandin
sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan meningkatnya jumlah
pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi31. Xin dkk, menemukan bahwa
terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2 yang menyebabkan
produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR. 32
Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida (NO) yang
merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah. NO yang
disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR di
endometrium berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin. NO berinteraksi
langsung dengan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang bertanggung
jawab terhadap sintesis prostaglandin. 33-36
21
Penelitian Gentile dkk, 1998, menemukan adanya gangguan menstruasi pasca
sterilisasi yang dikaitkan dengan gangguan fungsi ovarium yang dapat mengakibatkan
pendarahan uterus abnormal, dismenore, dispareunia , nyeri panggul dan gangguan
hormonal yang disebut sebagai sindrom pasca ligasi tuba. 38 (level of evidene III) .
Cevrioglu AS, 2004 pada penelitiannya mendapatkan bahwa komplikasi yang
berkaitan dengan pendarahan uterus abnormal pasca sterilisasi tuba dianggap berkaitan
dengan gangguan aliran darah arteri ke ovarium dan gangguan drainase vena karena
37,38
pleksus vena terletak di dekat arteri. (level of evidence III). Ozyer 2012,
mendapatkan kejadian gangguan fungsi ovarium ternyata lebih rendah pada kelompok
yang dilakukan sterilisasi pasca operasi sesar. Volume rata-rata ovarium dan jumlah
folikel antral lebih rendah pada kelompok yang dilakukan sterilisasi tuba secara elektif
dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang dilakukan selama operasi sesar (level of
evidence III).39
Pengaruh sterilisasi terhadap pola pendarahan ataupun cadangan ovarium masih
bersifat kontroversi. Collaborative Review of Sterilization Working Group 2000,
mendapatkan bahwa selama 5 tahun observasi, perempuan yang menjalani sterilisasi
ternyata lebih mungkin mengalami pemendekan durasi haid, dismenorea, dan
ketidakteraturan siklus menstruasi.40 (level of evidence III). Di sisi lain, penelitian
Dede FS, dkk 2006 tidak mendapatkan perbedaan bermakna dalam hal perubahan pola
menstruasi, cadangan ovarium dan kejadian dismenorea pasca sterilisasi tuba
menggunakan elektrokauter.41 (level of evidence III).
Rekomendasi
Pengguna kontrasepsi IUD harus diberikan informasi tentang pendarahan ireguler,
pendarahan ringan, berat, ataupun pendarahan yang berkepanjangan yang umumnya
terjadi pada 3 sampai 6 bulan pertama penggunaan IUD (Rekomendasi C).42
22
adalah disebabkan oleh karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang
dapat disebabkan akibat pasien tidak meminum satu atau beberapa pil atau akibat
interaksi dengan obat-obatan tertentu (contohnya rifampisin), dan malabsorpsi (muntah
dalam 2 jam setelah minum pil atau diare berat). 43,44
Kejadian pendarahan irreguler mencapai 20% dari seluruh pengguna
20
kontrasepsi hormonal kombinasi. Penggunaan PKK estrogen dosis rendah dapat
memicu terjadinya pendarahan abnormal, karena estrogen dosis rendah tidak dapat
mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan
endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan
pendarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, pendarahan yang terjadi
bervariasi tergantung jenis, dosis dan lamanya pemakaian pil progestin, rasio dosis
estrogen dan progestin, kadar estrogen (E2) dan progesterone endogen dan respon
endometrium terhadap pemberian kontrasepsi hormonal yang sangat bersifat individual.
Gambaran histologi yang berkaitan dengan pendarahan sela pada penggunaan PKK
dihubungkan dengan adanya angiogenesis endometrium yang abnormal. Perubahan
struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengkibatkan terjadinya kerusakan dan
pendarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi
kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja.45
23
Metabolisme asam arakidonat endometrium pada pengguna kontrasepsi progestin
terganggu, yang ditunjukkan dengan peningkatan bermakna kadar PGF2D dan metabolit
epoxide.
Perubahan pola pendarahan adalah alasan paling umum bagi seorang perempuan
untuk menghentikan penggunaan POPs. Antara 10% - 25% perempuan pengguna POP
umumnya akan menghentikan metode ini dalam waktu 1 tahun karena komplikasi
berupa pendarahan. Hampir setengah dari pengguna POPs mengalami pendarahan
berkepanjangan dan sampai 70% dilaporkan mengalami pendarahan sela atau bercak
dalam satu atau lebih siklus. Pola pendarahan terkait dengan penggunaan POPs
mungkin terkait dengan jenis progestogen yang digunakan, dosis dan konsentrasi
estradiol endogen dalam sirkulasi. Terjadinya ovulasi dan konsentrasi progestogen
endogen juga dapat mempengaruhi pola pendarahan yang terjadi. Dibandingkan dengan
Norplant, pola pendarahan selama penggunaan kontrasepsi implan ditandai dengan
pendarahan lebih sedikit, tetapi juga oleh pola lebih bervariasi. Secara keseluruhan
terdapat sedikit peningkatan konsentrasi hemoglobin selama penggunaan kontrasepsi
implan.47,48 Perubahan pendarahan yang lebih menonjol terjadi dalam 3 bulan pertama
setelah insersi. Mayoritas perempuan menghentikan kontrasepsi implan dalam 1 tahun
pertama digunakan karena masalah pendarahan 47,48.
24
(level of evidence III).
25
Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2.7
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal
ANAMNESIS (Rekomendasi C)
- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?
- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan
bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai
sekarang?
- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak
minum pil?
- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?
Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan
dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?
Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?
- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,
apakah implan dapat diraba?
- Adakah kemungkinan pasien hamil?
- Apakah terdapat riwayat menggunakan obat-obatan yang mungkin akan
berinteraksi dengan metode kontrasepsi yang digunakan? Adakah penyakit
tertentu yang mungkin akan mempengaruhi penyerapan kontrasepsi peroral?
(contohnya obat antiepilepsi) (level of evidence II)
- Apakah pasien merokok? Bila iya, berapa bungkus perhari?
- Apakah terdapat risiko penyakit menular seksual?
- Kapan pemeriksaan penyaring kanker mulut rahim dilakukan?
- Adakah keluhan lain yang mungkin menjadi sebab pendarahan seperti nyeri
abdomen atau nyeri pelvik, pendarahan setelah berhubungan, dispareunia, atau
adanya pendarahan hebat?
26
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.7
Metode Kontrasepsi Pola pendarahan dalam 3 Pola pendarahan jangka panjang
bulan pertama
KONTRASEPSI Hingga 20% pengguna pil Pendarahan biasanya tertangani.
HORMONAL
kontrasepsi kombinasi Aktivitas ovarium ditekan secara
KOMBINASI memiliki pendarahan yang efektif
ireguler. Tidak ada
perbedaan bermakna antara
penggunaan pil atau patch
(Patch, pil )
KONTRASEPSI Sepertiga perempuan Pendarahan mungkin tidak berhenti
PROGESTOGEN mengalami perubahan pola seiring waktu dan aktivitas ovarium
pendarahan dan 1 tidak sepenuhnya ditekan. Sekitar
dari 10 mengalami 10-15% akan mengalami amenorea,
pendarahan yang sering sampai 50% pendarahan biasa, 30-
Pil (frequent bleeding) 40% pendarahan ireguler
progestin
Gangguan pendarahan Sampai 70% akan mengalami
(spotting, pendarahan amenorea dalam 1 tahun
ringan, berat atau
Suntikan berkepanjangan) sering
progestin terjadi.
Sampai 35% mengalami
amenorea selama 3 bulan.
27
5.2. Pemeriksaan Fisik13
x Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
x Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan
dengan kehamilan.
x Pemeriksaan IMT, tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau
manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
x Menyingkirkan kehamilan
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
- Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan menggunakan
spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan pendarahan yang menetap,
atau perubahan pendarahan setelah minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi, tidak
berhasil dengan terapi medikamentosa, atau apabila belum pernah dilakukan
skrining kanker serviks. (GPP)
- Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping pemeriksaan
spekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila keluhan pendarahan
disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia atau pernarahan berat). (GPP)
5.3. Pemeriksaan laboratorium
5.3.1. Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi
28
Tabel 5. 4. Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC
Pembalut
Tampon
Bekuan darah
29
Piktogram menstruasi (Piktogram ini digunakan sebagai modifikasi teknik PBAC
sebelumnya)
Rekomendasi
Mengukur kehilangan darah menstruasi baik secara langsung (alkaline haematin)
maupun tidak langsung (grafik penilaian kehilangan darah bergambar ) tidak rutin
dianjurkan untuk HMB. Kehilangan darah menstruasi adalah masalah harus
ditentukan bukan dengan mengukur kehilangan darah tetapi oleh wanita itu sendiri.
Good pratice point, Rekomendasi C49
Siklus menstruasi normal terdiri dari tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal.
Fase folikuler berlangsung selama 10-14 hari atau panjangnya bervariasi sesuai dengan
panjangnya siklus menstruasi. 18
30
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Haid normal.18
x Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai
meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel
dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan
FSH
x Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar
estradiol selama fase midfollikular.
x Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200
pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini
tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.
x Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan
estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap
sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular akan
memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.
x Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari lapisan
granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan umpan balik
positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak FSH pada
pertengahan siklus.
x Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi
androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel
dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk mendorong
lonjakan LH.
x 36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi
x Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akan
menghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai
puncaknya di 7 hari pasca ovulasi
x Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar
estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.
x Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai
dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir
31
fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan
gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan
inhibin.
32
sel/mm ) sel/mm )
sel/mm )
33
Rekomendasi
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.
Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan
HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan
koagulasi. (Rekomendasi C)
Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan dengan
pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan hormonal tidak dilakukan pada perempuan dengan HMB.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan
gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C)49
5.4.Pemeriksaan ultrasonografi
Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi
pada populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi
luas. Untuk USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas
48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin.
Sonohysteroscopy (11 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85–100% dan spesifisitas
50–100. Hysteroscopy (3 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 90–97% dan spesifisitas
62–93%. Systematic review ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan
tersebut mempunyai akurasi minimal sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus
56,57
(level of evidence II)
Penelitian oleh Critchley, dkk 2001 mendapatkan akurasi USG untuk
mengidentifikasi kanker endometrium mempunyai sensitifitas 66.7%, spesifisitas
55.7%, PPV 6.9% dan NPV 97%.58 (level of evidene 1b)
34
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Saline infusion sonography
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di (n = 223) di Turkey membandingkan
TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography, menggunakan biopsi, dan dilatasi
dan kuretase sebagai referensi. Saline infusion sonography untuk mendeteksi mioma
uteri submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%, spesitifitas =
98.0%, PPV = 81.3%, NPV = 98.0%, LR+ = 40.35, LRí = 0.19.59 (Level of evidence
II).
Histeroskopi
Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat
jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office hysteroscopy). Histeroskopi di
poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.
Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat
disimpulkan.60
Rekomendasi
- USG panggul, baik abdomen (suprapubik) dan transvaginal, direkomendasikan
sebagai prosedur lini pertama diagnosis etiologi AUB (Rekomendasi A).
- Doppler ultrasonografi memberikan informasi tambahan yang berguna untuk
mengetahui kelainan endometrium dan miometrium (Rekomendasi B).
- Histeroskopi atau histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua
apabila pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika
perawatan medis gagal setelah 3-6 bulan (Rekomendasi B).
- Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium (harus kombinasikan
dengan biopsi terarah) (Rekomendasi B).
35
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Visualisasi endometrium dilakukan mulai dari serviks hingga fundus untuk
menilai kontinuitas miometrium-endometrium. Ditemukannya gambaran massa pada
uterus dideskripsikan sebagai gambaran fokal bila massanya berbatas tegas membentuk
gema tertentu atau gambaran difus bila pembesaran terjadi pada seluruh lapang
pemeriksaan. Sinkronisasi antara pertumbuhan endometrium dan ovarium harus selalu
dideskripsikan bila ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Pada awal
menstruasi kadang tampak gambaran pengumpulan darah (anekoik) pada kavum uteri.
Pencitraan ovarium normal melalui ultrasonografi transvaginal akan
memberikan gambaran struktur ovoid pada antero medial dalam fossa ovarica tepat
diatas arteri iliaka interna. Dengan tanda khas berupa gambaran anekoik dari folikel-
folikel. Volume ovarium dewasa kurang lebih 4,3 cm3 dengan ukuran 3-4 mm.
Fase Proliferasi
Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di
antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan
USG. Saat ukuran folikel 1 – 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai 7,
beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih folikel
dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran lebih
kecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel
dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm
(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin
hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus.61,62
Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik
dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium
berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase
proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm
pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B).62
36
A
B
Fase Sekresi
Pada pemeriksaan USG endometrium tampak sebagai lapisan yang homogen
dan hiperekogenik dengan tebal 8-16 mm dan tidak berubah sampai menstruasi dimulai.
Apabila tidak terjadi kehamilan, ketebalan endometrium mulai berkurang, namun
ekogenisitasnya tidak berubah (Gambar 7.A).62
37
A B
B
Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal.62
Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan
ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi
darah disebut ‘korpus hemoragikum’. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.
Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam
pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum matang
dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler. Bila tidak
terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi dan atropi
menjadi corpus albikans.62
Fase Menstruasi
Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada
akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.
Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen
endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai
garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).
38
Gambar 8: Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi.62
Polip endometrium
Pemeriksaan ultrasonografi TVS polip endometrium tampak sebagai gambaran
hyperechoic dengan penebalan fokal endometrium dalam lumen uterus, dikelilingi oleh
63
halo hyperechoic tipis . Polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium
nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase
proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.
Rekomendasi
-
seharusnya dilakukan penelitian lebih lanjut bila memungkinkan (Rekomendasi B).
- Menambahkan kontras intrauterin pada pemeriksaan USG (dengan atau tanpa 3-D)
meningkatkan kemampuan diagnosis polip endometrium (Rekomendasi B).
39
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Leiomioma uteri
Diagosis mioma submukosum secara USG adalah berdasarkan distorsi kontur
uterus baik fokal ataupun difus, pembesaran uterus dan perubahan tekstur. Tekstur
sonografinya bervariasi dari hipoekoik hingga ekogenik dan berbatas tegas bergantung
dari jumlah otot polos dan jaringan penyambung. Salah satu ciri khas yang
membedakan mioma uteri adalah adanya gambaran pseudokapsel dan shadowing
dengan bercak kalsifikasi. Mioma uteri dengan degenerasi kistik akan memberikan
gambaran anekoik.63
Kecurigaan hiperplasia endometrium
Kecurigaan hiperplasia endometrium ditegakkan dengan ditemukannya
gambaran diskontinuitas fokal endometrium, adanya deformasi, hilangnya garis sentral
ekogenik ataupun ekspansi fokal endometrium. Kecurigaan akan adanya hiperplasia
endometrium akan semakin dikuatkan dengan menggunakan saline infusion sono
histerosalpingografi (SIS) yang akan lebih meningkatkan sensivitas dan spesifitas dari
diagnosis.
Tindakan biopsi dilakukan hanya berdasarkan adanya kecurigaan utama dan
faktor risiko. Indikasi dilakukan biopsi endometrium pada wanita perimenopause dan
postmenopause adalah sebagai berikut :
1. Biopsi tidak diperlukan bila tebal endometrium <5mm
2. Biopsi diindikasikan bila riwayat klinis menemukan unopposed estrogen lama
dengan endometrium yang normal (5 – 12 mm).
3. Biopsi perlu dilakukan pada endometrium dengan ketebalan > 12mm.
40
Adenomiosis
Pembesaran difus uterus (globuler) dengan gambaran heterogenitas,
endometrium intak, batas endometrium-miometrum yang ireguler dan perubahan kistik
kecil serta area hiperekogenik di miometrium adalah penampakan khas adenomiosis.
Cenderung ditemukan adanya asimetri anteroposterior pada gambaran longitudinal
uterus 64
Karsinoma endometrium
Gambaran UGS karsinoma endometrium berupa penebalan endometrium lebih
dari 5 mm pada perempuan post menopause dan lebih dari 8 mm pada perimenopause,
endometrium hiperekhoik, batas endometrium dan lapisan dibawahnya tidak tidak jelas,
adanya cairan intrauterine, dll.62
Sindroma ovarium polikistik
Kriteria USG dari ovarium polikistik adalah: folikel multipel (n>12),
3
berdiameter kecil (2-9mm) dengan volume ovarium lebih besar dari 10 cm .
41
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
5.5. Saline Infusion Sonography (SIS)
Rekomendasi65
- Pencitraan harus dilakukan dalam situasi berikut:
Uterus teraba pada pemeriksaan abdomen
Pada pemeriksaan dalam teraba massa di rongga panggul dengan asal tidak
pasti
Gagal dengan terapi medikamentosa (Good Practice Point, Rekomendasi D)
- USG adalah alat diagnostik lini pertama untuk mengidentifikasi kelainan
struktural (Rekomendasi A)
- Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya apabila hasil USG
tidak dapat disimpulkan, misalnya, untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat
(Rekomendasi A).
- Saline infus sonografi tidak digunakan sebagai alat diagnostik lini pertama
(Rekomendasi A)
- Dilatasi dan kuretase saja tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik
(Rekomendasi B)
Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yang
disebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus
menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi
42
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan
Jenis pemeriksaan Pelayanan Pelayanan Pelayanan tertier
primer sekunder
Pemeriksaan + + +
laboratorium
Darah rutin (Hb, + + +
trombosit, lekosit,
HT)
Pemeriksaan + + +
hemostasis
sederhana (BT dan
CT)
Pemeriksaan +
hemostasis lengkap
Pemeriksaan + + +
hormonal
Pemeriksaan USG + +
Pemeriksaan +
histeroskopi
poliklinik
Salin infusion + +
sonografi
43
PENDEKATAN TERAPI PUA-I KARENA KONTRASEPSI
BAB
VI
PUA Terapi
Nonhormonal hormonal
Kontrasepsi Non Hormonal + +
Kontrasepsi Hormonal:
1. Kombinasi + +
2. Progestin only + +
1. Konseling
Pemahaman dan motivasi yang baik merupakan manajemen jangka panjang
terbaik dalam menangani pendarahan abnormal akibat penggunaan kontrasepsi.
Pendarahan karena kontrasepsi biasanya akan berhenti setelah 3 siklus. Oleh karena itu
konseling yang baik mengenai bentuk pendarahan yang mungkin terjadi pada masing-
masing metode kontrasepsi sangat diperlukan, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi
efek samping dari metode yang mereka pilih Tingkat penghentian tergantung pada jenis
44
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
atau perubahan pola pendarahan dan keinginan beradaptasi dan mentoleransi perubahan
tersebut.. Konseling yang efektif tentang kemungkinan pendarahan dapat membantu
mengurangi tingkat penghentian penggunaan kontrasepsi.66,67
2. Asam traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,
sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang
terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada
pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah
platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis
untuk PUA adalah 1 g (2 × 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada
awal pendarahan hingga 4 hari 79.
Plasminogen Plasmin
Fibrin
degrĂĚĂƟon
Fibrinogen Fibrin
product
WƌŽƚƌŽŵďŝŶ
45
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Phospholipid pada membrane sel
phospolopase
Asam araŬidonaƚ
>ŝƉŽŽŬƐŝŐĞŶĂse
X
ƐŝŬůŽŽŬƐŝŐĞŶĂse
AINS,ASA
4. Doksisiklin
Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks
metalloproteinase (MMP), suatu kelompok zink protease dependent yang mendegradasi
matriks ekstraseluler. Progesteron diketahui dapat mengatur aktivitas MMP dengan
meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 di endometrium yang berhubungan dengan
penggunaan LNG IUS, subdermal levonorgestrel dan depot medroxyprogesterone
acetate. Kadar MMPs dari sampel endometrium menunjukkan korelasi positif dengan
jumlah perdarahan endometrium pada perempuan yang menggunakan implant
levonorgestrel.12 Meskipun aktivitas MMP endometrium pada perempuan yang
menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat terjadi pada
46
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom
mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis
subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi
antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.
Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang
menggunakan OCP jangka panjang.65 (level of evidence IB)
secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan
kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian
melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada
penggunaan asam traneksamat (level of evidence 1B)
P
Pendarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan AINS dan asam traneksamat
(Rekomendasi B)30
47
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
3. Doksisiklin
Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan
antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi
66
AKDR. (Level of evidence 1-II)
Rekomendasi
- Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2 dari
10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan reguler
dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur. (Rekomendasi C)
- Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan tanpa
disertai kelainan organik, sangat disarankan untuk menunggu selama 2-3 bulan
sebelum mengganti metode kontrasepsi (Rekomendasi C)11
2.Asam traneksamat
Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan
lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian
acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan
pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor
prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obat-
obatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak
48
mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk
efek jangka panjang (level of evidence IA). 8
3. Doksisiklin
Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari
pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat
terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.
Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih sedikit
pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari
pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali
sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan
selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara
keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah
terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama
penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan doksisiklin
dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium. 65 (level of evidence IB)
4.AINS
Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik
dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu.71
49
berhubungan dengan pendarahan uterus abnormal yang terjadi. Pendarahan uterus
abnormal yang persisten, memerlukan evaluasi lanjutan terhadap adanya kemungkinan
infeksi.5
Setelah penggunaan IUD selama 4-6 bulan, bila terjadi pendarahan uterus
abnormal, pertimbangkan pemberian pil kontrasepsi oral selama 1 siklus, jika
pendarahan berlanjut, pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi.
Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada
lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan
penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari
terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan
maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan
menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan
spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
- Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan
penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.
(GPP)83
- Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol
siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum yaitu
35μg.(GPP)
- Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang sudah
menggunakan dosis COC 30 ȝg. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE
sampai 35 ȝg dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan.84
- Systematic review menyatakan bahwa pengobatan dengan estrogen saja, atau
sebagai PKK, akan mengurangi jumlah episode hari pendarahan yang sedang
berlangsung dan efek ini berlangsung selama beberapa bulan setelah pengobatan
jika dibandingkan dengan plasebo pada pengguna implan LNG.
- Bila pendarahan tidak membaik, produk yang lebih estrogenik harus
direkomendasikan (Rekomendasi B). Pemberian lanjutan disarankan pada
50
perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)
(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi
pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode
kontrasepsi (GPP).11
- Meskipun penelitian individual menyatakan bahwa pendarahan dapat mengalami
perbaikan dengan COC yang berisi progesteron tertentu, hal ini belum terbukti pada
review sistematis. Pengunaan COC pada siklus yang memanjang bersifat aman dan
ditoleransi dengan baik serta dapat mengurangi hari pendarahan. Meskipun
demikian, saat ini belum ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan
regimen continuous dibandingkan dengan regimen siklik yang berlisensi untuk
memperbaiki pendarahan.
-
Review Cochrane menyimpulkan tidak terdapat bukti yang cukup untuk
merekomendasikan penggunaan PKK bifasik dan trifasik untuk memperbaiki pola
pendarahan 85,86
6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal
progestin only
Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupa
amenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1
tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah
yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab
pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan
penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil
biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari
atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akan
menurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga
disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada
endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari
estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak
mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium
menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada
51
seluruh permukaan. Berikut masing-masing penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi
hormonal progestin only:
52
- Tidak ada bukti langsung mengenai penggunaan COC dosis rendah (<50 ȝg) untuk
menatalaksana unscheduled bleeding pada perempuan yang menggunakan injeksi
progestogen-only. Meskipun demikian UKSPR mendukung penggunaan EE sebagai
pilihan terapi jangka pendek pada perempuan dengan pendarahan ringan atau berat
yang menggunakan injeksi progestogen-only. Belum ada rekomendasi yang
diberikan berkaitan dengan penggunaan NSAID. Bukti-bukti yang baru
menunjukkan adanya manfaat jangka pendek dari penggunaan asam mefenamat.75
- Satu studi RCT menunjukkan bahwa mifepristone (50 mg dosis tunggal pada hari
ke-14 dan setiap 2 minggu selama 6 siklus) dilaporkan menyebabkan pengurangan
yang signifikan dari BTB dibandingkan dengan plasebo.
- Berdasarkan data yang terbatas, CEU merekomendasikan bahwa sebagai lini
pertama, COC dapat digunakan oleh perempuan yang menggunakan injeksi
progestogen-only jika tidak ada kontraindikasi. COC dapat digunakan sampai 3
bulan bersamaan dengan lanjutan DMPA.75
-
Sebuah RCT kecil menyatakan bahwa terdapat beberapa bukti bahwa Cox- 2
inhibitor (valdecoxib) efektif dalam terapi pendarahan uterus dengan DMPA,
meskipun demikian penggunaannya untuk tujuan ini masih belum berlisensi.89
Progestogen-only implants90.
- Data yang berhubungan dengan manajemen pendarahan yang berhubungan dengan
implant masih terbatas.
- Riset menyatakan bahwa doxycycline dan mifepristone dapat bermanfaat, namun
masih terdapat keterbatasan bukti untuk mendukung penggunaannya dalam praktik
rutin.
- Untuk perempuan dengan pendarahan ringan atau berat dengan implant,
penggunaan estrogen, atau NSAID direkomendasikan, meskipun dosis dan
durasinya masih belum dispesifikasikan.
Levonorgestrel-releasing IUS
- Belum ada bukti yang mampu diidentifikasi berkaitan dengan pilihan terapi untuk
perempuan yang mengeluhkan unscheduled bleeding dengan levonorgestrel-
releasing IUS. Penetapan informasi yang baik mengenai ekspektasi pola pendarahan
yang kemungkinan dapat dialami merupakan bagian penting dari manajemen.
53
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
KESIMPULAN
- Pendarahan adalah hal biasa terjadi pada beberapa bulan pertama menggunakan
kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dan keluhan dapat menghilang
tanpa pengobatan. Namun terapi terhadap efek samping dapat dipertimbangkan
jika dapat meningkatkan kepatuhan pasien. (GPP)
- Tidak didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa merubah jenis dan dosis pil
yang hanya mengandung progestogen dapat mengurangi gejala pendarahan tetapi
hal ini bermanfaat pada beberapa pasien. (GPP)
- Pendarahan pada pengguna kontrasepsi injeksi, implant atau LNG IUS yang masih
ingin melanjutkan menggunakan metode tersebut, dan layak secara medis, COC
dapat digunakan sampai 3 bulan. (GPP)
REKOMENDASI
Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi injeksi yang hanya berisi progestin , asam
mefenamat 500 mg 2 x perhari (atau sampai 3 kali perhari) selama 5 hari dapat
mengurangi lamanya episode pendarahan tetapi mempunyai efek yang minimal
terhadap pendarahan dalam periode lama (Rekomendasi B)
54
Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA–I karena kontrasepsi
hormonal progestin
55
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Adapun dosis dan macam obat yang digunakan pada PUA-I karena kontrasepsi dapat
dilihat pada table berikut:
Tabel 6.3. Daftar obat PUA I
Jenis terapi Dosis
AINS 800 mg 3 kali/hari 800 mg 3 kali perhari selama 1 - 2 minggu
selama 1 - 2 minggu, contoh
ibuprofen
Supplementasi estrogen EEK 0.625 - 1.25 mg /hari selama 1 - 2 minggu
Terapi Non-Hormonal
1. Konseling + + +
2. AINS + + +
3. Antifibrinolitik + + +
4.Antibiotik + + +
56
ALGORITMA TATALAKSANA PUA-I KARENA EFEK
BAB SAMPING KONTRASEPSI
VII
1.Pendarahansela(breakthroughbleeding)
1.Anamnesisdanpemeriksaanfisik,pemeriksaanlaboratoriumyangpenting
Tidak Ya
5.Konselingdanyakinkan
bahwaperdarahantersebut 7.Cekklamidia,gonorrhea(endometritis) 7.AINS(ibuprofen800mg3x
halbiasa,catatsiklus Suplementalestrogen1Ͳ2minggu/sampai sehari)selama2mingguatau
perdarahanberhenti sampaiperdarahanberhenti
6.Pasientidakinginmelanjutkan
PKK/perdarahanmenetap>3
bulan Tidakadaperubahan
Apakahterdapatkelainan
9.Ulangipengobatan/hentikan
penggunaanPKK,sarankanjenis Ya
Tidak
kontrasepsilain
57
Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK) :
1. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) pada penggunaan PKK, anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang penting.
2. Apakah terdapat kelainan, bila iya lanjutkan ke langkah 3, bila tidak, lanjutkan ke
langkah 4.
3. Tatalaksana sesuai kelainan/rujuk.
4. Nilai kepatuhan minum pil,riwayat tidak minum 1 atau beberapa pil, jika terdapat
riwayat tidak minum pil, lakukan tes kehamilan dan konseling , Jika pendarahan
sela terjadi dalam 3 bulan pertama lanjutkan ke langkah 5, jika lebih dari 3 bulan
lanjutkan ke langkah 7.
5. Konseling dan yakinkan bahwa pendarahan tersebut hal biasa, catat siklus.
(Rekomendasi C)
6. Pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau pendarahan menetap >3 bulan,
lanjutkan ke langkah 7.
7. AINS (ibuprofen 800 mg 3x sehari selama 2 minggu atau sampai pendarahan
berhenti .Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum
PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen
(supplemental estrogen 1-2 minggu) (Rekomendasi B) atau sampai pendarahan
berhenti. Jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium.
8. Jika tidak ada perubahan/pendarahan menetap lakukan TVS, SIS atau
histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi, jika terdapat
kelainan lanjutkan ke langkah 3, jika tidak terdapat kelainan lanjutkan ke langkah
9. (Rekomendasi B).
9. Ulangi pengobatan/hentikan penggunaan PKK, sarankan jenis kontrasepsi lain.
58
7.2 Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi progestin
3.Pendarahanpadapenggunaanprogestin 1.Amenoreaataupendarahanbercak
2.Menasihatipasienbahwahaltersebut
4.Anamnesis,pemeriksaanfisik,ginekologi, merupakanhalyangdiharapkan
pemeriksaanlaboratorium,apakahterdapatkelainan?
Tidak ya
5.Tatalaksanasesuaipenyebab
6.Nilaikepatuhan Kepatuhan/
compliancebaik
Kepatuhan/
complianetidakbaik
9.TerapilinipertamaAINS/asam
mefenamatdanasamtraneksamat
10.Perdarahanmenetap
,tambahkanestrogen1Ͳ2minggu
atausampaipendarahanberhenti
11.Terapilinikedua
POP DMPA
12.GantidenganPKK 13.TambahkanPKKdosisrendahselama
2Ͳ3bulan/suntikDMPAtiap2bulan
Pendarahanberhenti
14.Pendarahanberlanjutsetelah6bulan
Ulangipengobatanuntuk
LakukanTVS,SISatauhisteroskopiuntuk
episodependarahanberikutnya Tidakadakelainan menyingkirkankelainansaluranreproduksi
15.Berikanestrogenjangkapendek,
pertimbangkanmenggantimetodekontrasepsi
16.Pendarahanpersistenyangmengganggu
17.Diskusikanmetodekontrasepsi alternatif
59
Keterangan (Algoritme tatalaksana pendarahan karena efek samping kontrasepsi
progestin):
1) Jika keluhan berupa amenorea atau pendarahan bercak, lanjutkan ke 2
2) Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal yang diharapkan
3) Jika efek samping berupa pendarahan, lanjutkan ke 4
4) Lakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status ginekologi, pemeriksaan
laboratorium, apakah terdapat kelainan? Jika iya, lanjutkan ke langkah 5, jika tidak
lanjutkan ke langkah 6
5) Tatalaksana sesuai penyebab kelainan
6) Nilai kepatuhan, apakah pil digunakan pada waktu yang sama setiap hari? Apakah
suntik DMPA sudah diberikan setiap 3 bulan? Bila kepatuhan tidak baik, lanjutkan ke
langkah 8, bila kepatuhan baik tentukan apakah penggunaan kontrasepsi sudah
berlangsung > 4-6 bulan atau < 4-6 bulan (Rekomendasi B).
7) 7.a.Penggunaan kontrasepsi <4-6 bulan, lanjutkan ke langkah 8,dan 7.b.jika >4-6
bulan, lanjutkan ke langkah 9
8) Lakukan konseling, singkirkan kemungkinan kehamilan
9) Terapi lini pertama AINS (ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg
perhari Selama 1-2 minggu/ sampai pendarahan berhenti tambahkan asam traneksamat
3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2 minggu atau sampai pendarahan berhenti
(Rekomendasi B)
10) Bila pendarahan menetap, lanjutkan ke langkah 11
11) Lakukan terapi lini kedua. Pada pemakaian POP, lanjutkan ke langkah 12. Pada
penggunaan DMPA lanjutkan ke langkah 13
12) Ganti metode kontrasepsi dengan PKK
13) Tambahkan PKK dosis rendah selama 2-3 bulan/suntik DMPA atau suntik DMPA
tiap 2 bulan (Rekomendasi B)
14) Bila pendarahan berlanjut setelah 6 bulan, lanjutkan ke langkah 15
15) Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1.25 mg 4 x sehari selama 7 hari. Dapat
diulang jika pendarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan pemilihan metode
kontrasepsi lain
16) Jika pendarahan persisten dan mengganggu, lanjutkan ke langkah 17
17) Jika pendarahan pervaginam menetap dan mengganggu pertimbangkan metode
kontrasepsi alternatif
60
7.3. Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping implan
61
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan uterus abnormal karena efek samping
kontrasepsi implan) :
1. Semua perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan
persisten (perdarahan lama/sering) atau perubahan pola perdarahan yang tidak dapat
ditoleransi setelah minimal 6 bulan setelah pemasangan implant, lanjutkan ke langkah 2.
2. Lakukan anamnesis untuk menilai : kemungkinan STD dan kehamilan, riwayat skrining
kanker serviks. Jika terdapat keluhan yang berkaitan dengan penyakit menular seksual, atau
test kehamilan positif, temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, ginekologi dan
laboratorium, lakukan tatalaksana. Jika tidak, lanjutkan ke langkah 3.
3. Jika keluhan pendarahan kurang dari 6 bulan, nilai apakah terdapat pendarahan yang
persisten, dispareunia dan belum pernah dilakukan skrining kanker serviks. Jika iya,
lanjutkan ke langkah 6, jika tidak lanjutkan ke langkah 4.
4. Lakukan konseling bahwa pendarahan tersebut adalah hal biasa, lakukan follow up,
pertimbangkan terapi medikamentosa bila pasien meminta. Terapi lini pertama AINS
(ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg perhari), selama 1-2 minggu/
sampai pendarahan berhenti, tambahkan asam traneksamat 3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2
minggu atau sampai pendarahan berhenti (Rekomendasi B)
Jika pendarahan tidak menetap, metode kontrasepsi dapat dilanjutkan jika pendarahan
menetap, lanjutkan ke langkah 7.
5. -LND SHQGDUDKDQ EXODQ VHWHODK SDVDQJ LPSODQWWHUDSL GHQJDQ REDW JDJDO ODQMXWNDQ NH
langkah 7
6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi
7. Lakukan tatalaksana yang sesuai kelainan atau rujuk, tergantung usia dan faktor risiko
kanker endometrium, maka dapat dilakukan: USG, untuk penilaian endometrium lebih lanjut
(pertimbangkan bila usia>45 tahun / lebih dan perempuan usia muda dengan obese dan
sindrom ovarium polikistik).
62
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
PilihanTerapipadaPerempuanPenggunaKontrasepsiHormonaldenganKeluhan
Perdarahan
Penggunakontrasepsi Implanprogestogen,
Pilkontrasepsiprogestogen
hormonalkombinasi injeksiatauLNGIUS
Tidakterdapatdatatentang
pengginaanpatch,metodeini
dapatdilanjutkansampai
minimal3bulan
Gambar 18. Pilihan terapi pada perempuan pengguna kontrasepsi hormonal dengan
keluhan pendarahan
63
7.4. Algoritme tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR
1.Nyeripadauterus Ya
2.Doksisiklin2x100mg/hariselama10
hari,pertimbangkanpengangkatan
Tidak
3.Penggunaan4Ͳ6bulanpertama Ya 4.LanjutkanpenggunaanAKDR,jika
perludapatditambahkanAINS
Tidak
4.Perdarahanabnormal
5.BerikanPKKuntuk1siklus
berlanjutsetelah6bulan,atau
pasieninginditerapi
6.Jikaperdarahanabnormal
menetap,angkatAKDR,Pada
pasienberusia>35tahun,lakukan
biopsyendometrium
Keterangan:
1. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke 2.
2. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena pendarahan pada
pertimbangkan untuk mengangkat AKDR.
3. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan
pertama,lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5
4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika
setelah 6 bulan pendarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan
ke 5 (rekomendasi B)
5. Berikan PKK untuk 1 siklus
6. Jika pendarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium
64
LAMPIRAN
65
Nama Pemeriksaan NilaiRujukan Satuan
LH 3,26 mlU/m
L
FSH Follicular phase mlU/m
2,5 – 10,2 L
Midcycle peak
phase 3,4 – 33,4
Luteal phase 1,5 –
9,1
Perempuanhamil<
0,3
Postmenopausal
23,0 – 116,3
Free Testosteron 0,51 – 6,53 %
Index
Testosteron Perempuan 20- ng/dL
49: 8,4 – 48,1
Perempuan>50 :
2,9 – 40,8
GTT Puasa <100 mg/dL
GTT 2 Jam <140 mg/dL
Insulin Puasa 3,2 – 28,5 ulU/mL
Prolaktin Tidakhamil: 2,8 - ng/dL
29,2
Hamil : 9,7 –
208,5
Postmenopausal :
1,8 – 20,3
66
Tabel 3. Daftar nama obat-obatan pada PUA-I
Anti Fibrinolitik
500 mg/tablet; 250 mg/kapsul; 50 mg/ml; 100 mg/ml
(Kalnex®)
1 Asam traneksamat
250 mg/kaps; 500 mg/tab film coated; 250 mg/5ml;
500mg/5ml (Transamin®)
Anti Inflamasi Non Steroid
1 Asam mefenamat 500 mg / tab; 500 mg/kaplet (Ponstan®), (Mefinal®)
Tab 200mg, botol 100 tab
2 Ibuprofen
Tablet 400mg, botol 100 tab
Tab 100 mg, kotak10 blister@ 10 tablet
3. Asam asetil salisilat (Asetosal)
Tab 500 mg, kotak 10 blister@ 10 tablet
Estrogen Alamiah
1. 17 ȕ Estradiol 1 mg & 2 mg/tab
2. Estrogen ekuin konjugasi Tab 0,625 mg, kotak, strip 28 tablet
Estrogen Sintetik
1. Etinil Estradiol 0.05 mg, 1 botol @ 100 tablet (Lynoral®)
Progestin Sintetik
1. Didrogesteron Tablet 10 mg,1 strip 10 tablet
Tablet 0,075 mg, box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@
2. Desogestrel
28 tablet (Cerazette®)
3. Lynestrenol Tablet 0,5 mg. box 3 blister @ 28 tablet (Exulton®)
Tablet 5 mg. Box 10 strip,@ 10 tablet (Endometril®)
Tab 250 mg, btl 50 tab
4. Medroksi progesterone asetat
Inj 200 mg/ml, kotak 1 vial 2,5 ml
3. Noretisteron Tablet 5 mg, Botol 30 tablet
4. Nomegestrol asetat Kaplet 5 mg, box 3 blister@ 10 tablet
5 Depo medroksi progestero nasetat Injeksi depo 150 mg
67
No Nama Generik Formulasi (Bentuk Sediaan, Kekuatan, dan Kemasan)
Antibiotik
Kapsul 100 mg (sebagai hiklat/HCL) Kotak 10 strip @ 10
1 Doksisiklin
kapsul
68
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Family Planning A Global Handbook for Providers-Evidence-
Based Guidance Developed. 2011. Whqlibdoc.who.int/publications /2011/9780978856373
eng.pdf.
2. Biran Affandi. Penduduk Indonesia mencapai 273 juta tahun 2025. Antara . 11-11-2006. 3-
2-2010.
3. Abdul Bari Saifuddin. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis. In: Biran Affandi,
Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. 2
ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. U1-U7.
4. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia. Hasil Muktamar IX, Surabaya 5 Agustus
2009. PKMI; 2010.
5. Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding Associated with Hormonal Contraception.AmFam
Physician. 2002 May 15;65(10):2073-2081.
6. Mansour D, Korver T, Petrova MM, Frase I. The effects of Implanon on mentrual bleeding
patterns. The european Journal of Contraception and Reproductive Health Care June
2008;13 (S1):13-28
7. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare in collaboration with the Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of Unscheduled Bleeding in
Women Using Hormonal Contraception. 2009:1-16.
www.fsrh.org/pdfs/unscheduledbleedingmay09.pdf
8. Wiegratz I, Stahlberg S, Manthey T, et al. Effect of extended-cycleregimen with an oral
contraceptive containing 30 mcg ethinylestradioland 2 mg dienogest on bleeding patterns,
safety, acceptance andcontraceptive efficacy. Contraception 2011;84:133–43.
9. Miller L, Hughes JP. Continuous combination oral contraceptive pillsto eliminate
withdrawal bleeding: a randomized trial. Obstet Gynecol2003;101:653–61.
10. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus
HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013
11. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, Agostini A,
Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise A. Clinical practice guidelines
on menorrhagia: management of abnormal uterine bleeding before menopause. European
Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010) 133–137
12. Munro MG,Critchley H, Fraser IA. The FIGO systems for nomenclature and
classificationof causes of abnormal uterine bleeding in thereproductive years: who needs
them?Am J ObstetGynecol 2012
13. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal
uterine bleeding in the reproductive years. Fertility and Sterility.2011.( 95) 7.
14. Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic feature of
endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged parallel to surface
epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:1057–1062.
15. Bird C, McElin T, Manalo-Estrella P. The elusive adenomyosis of the uterus revisited. Am
J Obstet Gynecol. 1972;112:583–593.
16. Salman MC, Usubutun A, Boynukalin K, Yuce K. Comparison of WHO and endometrial
intraepithelial neoplasia classifications in predicting the presence of coexistent malignancy
in endometrial hyperplasia. J GynecolOncol. 2010;21:97–101
17. Baak JP, Mutter GL, Robboy S, et al. The molecular genetics and morphometry-based
endometrial intraepithelial neoplasia classification system predicts disease progression in
endometrial hyperplasia more accurately than the 1994 World Health Organization
classification system. Cancer. 2005;103:2304–2312.
18. Frits marc A and Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Ed.
VIII TH. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia (2011)
19. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and
estimation of post fertilization effects. Am J ObstetGynecol2002;187:1699–708.
20. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Combine hormonal contraception .2011.
http://www.fsrh.org/pdfs/UnscheduledBleedingMay09.pdf.
21. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding.Maturitas 45 (2003) 1-14.
22. World Health Organization. Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use
(2nd edn). 2005.http://www.who.int/reproductive-health/publications/spr_2/ index.html
23. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit. UK
Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use.
2002.http://www.fsrh.org/admin/uploads/Finalrecommendations1.pdf
24. French RS, Cowan FM, Mansour DJ, Morris S, Procter T, Hughes D, et al. Implantable
contraceptives (subdermal implants and hormonally impregnated intrauterine systems)
versus other forms of reversible contraceptives: two systematic reviews to assess relative
effectiveness, acceptability, tolerability and cost-effectiveness. Health Technol Assess
2000;4(7)i–v:1–107.
25. Jones RJ, Critchley HOD. Morphological and functionalchanges in human endometrium
following intrauterine levonorgestrel delivery. Hum Reprod 2000; 15: 162–172.
26. McGavigan CJ, Dockery P, Metaxa-Mariatou V, Campbell D,Stewart CJR, Cameron IT, et
al. Hormonally mediateddisturbance of angiogenesis in the human endometrium after
exposure to intrauterine levonorgestrel. Hum Reprod 2003;18: 77–84.
27. Department of Reproductive Health and Research includingUDNP/UNFPA/WHO/World
Bank Special Programme ofResearch, Development and Research Training in
HumanReproduction. Annual Technical Report 2002. Geneva,Switzerland: World Health
Organization, 2002.
28. Xin ZM, Xie QZ, Cao LM, Sun YP, Su YC, Guo YH. Effects of intrauterine contraceptive
device on expression of vascular endothelial growth factor, kinase insert domain-containing
receptor and microvessel density in endometrium. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi
2004;39(11):771–5.
29. Perchick GB, Jabbour HN. Cyclooxygenase-2 overexpression inhibits cathepsin D-
mediated cleavage of plasminogen to the potent antiangiogenic factor angiostatin.
Endocrinology 2003;144: 5322–88.
30. Smith OP, Jabbour HN, Critchley HO. Cyclooxygenase enzyme expression and E series
prostaglandin receptor signalling are enhanced in heavy menstruation. Hum Reprod
2007;22(5): 1450–6.
31. El-Sahwi S, Toppozada M, Kamel M, Gaweesh S, Riad W, Ibrahim I, et al. Prostaglandins
and cellular reaction in uterine flushings. I. Effect of IUD insertion. Adv Contracept
1987;3: 291–302.
32. Xin ZM, Cao LM, Xie QZ, Sun Y, Su YC, Guo YH. Effects of the copper intrauterine
device on the expression of cyclooxygen- ase-1 and -2 in the endometrium. Int J
GynaecolObstet 2009;105(2):166–8.
33. Laroux FS, Lefer DJ, Kawachi S, Scalia R, Cockrell AS, Gray L, et al. Role of nitric oxide
in the regulation of acute and chronic inflammation. Antioxid Redox Signal
2000;2(3):391–6.
34. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel intrauterine
system: biological bases of their mechanism of action. Contraception 2007;75(6
Suppl):S16–30.
35. Moilanen E, Moilanen T, Knowles R, Charles I, Kadoya Y, al- Saffar N, et al. Nitric oxide
synthase is expressed in human macrophages during foreign body inflammation. Am J
Pathol 1997;150:881–7.
36. Roberto da Costa RP, Costa AS, Platek R, Siemieniuch M, Galva Ѻ o A, Redmer DA, et al.
Actions of a nitric oxide donor on prostaglandin production and angiogenic activity in the
equine endometrium. ReprodFertil Dev 2008;20:674–83.
37. Cevrioglu AS, Degirmenci B, Acar M, et al. Examination of changes caused by tubal
sterilization in ovarian hormone secretion and uterine and ovarian artery blood flow rates.
Contraception 2004;70:467–73.
38. Gentile GP, Kaufman SC, Helbig DW. Is there any evidence for a post-tubal sterilization
syndrome? Fertil Steril 1998;69:179–86.
39. Ozyer S, Moraloglu O, Gulerman C, Engin-Ustun Y, Uzunlar O, KarayalcÕn R .Tubal
sterilization during cesarean section or as an elective procedure? Effect on the ovarian
reserve.Contraception 86 (2012) 488–493.
40. Peterson HB, Jeng G, Folger SG, HillisSA,MarchbanksPA,Wilcox LS,U.S. Collaborative
Review of Sterilization Working Group. The risk ofmenstrual abnormalities after tubal
sterilization. U.S. CollaborativeReview of Sterilization Working Group. N Engl J Med
2000;343:1681–7.
41. Dede FS, Dilbaz B, Akyuz O, Caliskan E, Kurtaran V, Dilbaz S.Changes in menstrual
pattern and ovarian function following bipolar electrocauterization of the fallopian tubes
for voluntary surgical .contraception. Contraception 2006;73:88–91.
42. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.Intrauterine contraception. 2007:1-16.
43. Comparato MR, Yabur JA, Bajares M. Contraceptive efficacy and acceptability of a
monophasic oral contraceptive containing 30 microgram ethinyl estradiol and 150
microgram desogestrel in Latin-American women. Adv Contracept1998; 14: 15–26.
44. Bannemerschult R, Hanker JP, Wunsch C, Fox P, Albring M, Brill K. A multicentre,
uncontrolled clinical investigation of the contraceptive efficacy, cycle control and safety of
a new low dose oral contraceptive containing 20 micrograms ethinyl estradiol and 100
micrograms levonorgestrel over six treatment cycles. Contraception 1997; 56: 285–290.
45. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding. Maturitas 45 (2003) 114
46. Smith OP,Critchley HOD.Progestogen onlycontraceptionand endometrial
breakthrough bleeding. Angiogenesis. 2005 (8): 117-126.
47. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Long acting reversible
contraception, Clinical guideline 30 (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia
/pdf/cg030niceguideline.pdf .
48. Bitzer J, Tschudin S, Alder J, Swiss contraceptive implants Study Group. Acceptability and
side-effects of contraceptive implants in Switzerland: a retrospective study by the
contraceptive implants Swiss Study Group. Eur J ContraceptReprod Health Care 2004; 9:
278–284.
49. Welsh A. Guidelines for the NHS by NICE Guideline. Clinical Guideline January 2007.
50. Tsai M, Goldstein SR. Office Diagnosis and Management of Abnormal Uterine Bleeding.
Clinical obstetrics and gynecology. 2012.Vol 55(3): 635–650
51. Siegel JE. Abnormalities of hemostasis and abnormal uterine bleeding. Clinical obstetrics
and gynecology.Volume 48( 2), 284–294
52. James A, Matchar DB, Myers ER. Testing for von Willebrand disease in women with
menorrhagia: a systematic review. ObstetGynecol2004; 104:381-388.
53. Lockwood J. Mechanisms of normal and abnormal endometrial bleeding. Menopause: The
Journal of The North American Menopause Society Vol. 18, No. 4, pp. 408/411.
54. ShueyKM.Platelet-Assoeiated Bleeding Disorders. Seminars in OncologyNursing, Vo112,
No 1 (February), 1996: 15-27.
55. Bevan JA, Maloney KW, Hillary CA, Gill JC, Montgomery RR, Scott JP. Bleeding
disorders: A common cause of menorrhagia in adolescents. J Pediatr 2001;138:856–61
56. Farquhar C, Ekeroma A, Furness S, et al. A systematic review of transvaginal
ultrasonography, sonohysterography and hysteroscopy for the investigation of abnormal
uterine bleeding in premenopausal women. Acta Obstetricia et Gynecologica
Scandinavica2003;82(6):493–504.
57. Dueholm M, Lundorf E, Olesen F. Imaging techniques for evaluation of the uterine cavity
and endometrium in premenopausal patients before minimally invasive surgery. Obstetrical
and Gynecological Survey 2002;57(6):389–403
58. Critchley HO, Warner P, Lee AJ, et al. Evaluation of abnormal uterine
bleeding:comparison of three outpatient procedures withincohorts defined by age and
menopausal status. Health Technology Assessment 2001;8:(34)iii–iv,1–139.
59. Cepni I, Ocal P, Erkan S, et al. Comparison of transvaginal sonography, saline
infusionsonography and hysteroscopy in the evaluation of uterine cavity pathologies.
Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology 2005;45:30–5
60. Mohan S, Page LM, Higham JM. Diagnosis of abnormal uterine bleeding .Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology .2007: Vol. 21, No. 6, pp. 891–903
61. Levi CS, Lyons EA, Holt SC. Normal anatomy of the female pelvis and
transvaginalsonography. In:Callen PW. Ultrasonography in Obstetric and Gynecology, 5th
edition. Philadelphia:Saunders-Elsevier, 2008:887-918
62. Kupesic S, Kurjak A, TripaloA.Normal Pelvic Anantomy Assessed by Ultrasound
Methods. In: Kurjak A. ChervenakFA.Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics
and Gynecology.2003:584-591
63. Munro MG, Critchley H.O.D, Broder MS, Frase IS. FIGO Classification System
(PALM_COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of
Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13.
64. Peri N, Levine D. Sonographic Evaluation of the Endometrium in Patients With a
History or an Appearance of Polycystic Ovarian Syndrome. J Ultrasound Med 2007;
26:55–58
65. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Heavy menstrual bleeding
(October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .
66. Porter C, Rees MC. Bleeding problems and progestogen-only contraception. J
FamPlannReprod Health Care 2002; 28:8–181.
67. Kovacs G. Progestogen-only pills and bleeding disturbances. Hum Reprod 1996; 11: 20–2
68. d’Arcangues C. Management of vaginal bleeding irregularities induced by progestin-only
contraceptives. Hum Reprod. 2000;15 Suppl 3:24–9.
69. French R, Van Vliet H, Cowan F, Mansour D, Morris S, Hughes D, Robinson A, Proctor T,
Summerbell C, Logan S, Helmerhorst F, Guillebaud J. Hormonally impregnated
intrauterine systems (IUSs) versus other forms of reversible contraceptives as effective
methods of preventing pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2004;3
70. Mansour D, Korver T, Marintcheva-Petrova M, Fraser IS. The effects of Implanon on
menstrual bleeding patterns. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2008;13 Suppl 1:13–28.
71. Speroff L, Fritz MA. Long-acting methods of contraception. In: Speroff L, Fritz MA,
editors. Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 7th ed. Philadelphia7 Lippincott
Williams & Wilkins, 2005, 2005. p. 949– 69.
72. Witjaksono J, Lau TM, Affandi B et al. Oestrogen treatment for increased bleeding in
Norplant users: preliminary results. Human Reproduction 1996; 11:109–14.
73. Kaewrudee S, Taneepanichskul S, Jalsamruan U. The effect of mefenamic acid on
controlling irregular uterine bleeding secondary to Norspan® use. Contraception 1999;
60:25–30.
74. Diaz S, Croxatto HB, Pavez M et al. Clinical assessment of treatments for prolonged
bleeding in users of Norplant Implants. Contraception 1990; 42:97–109.
75. Tantiwattakaul P, Taneepanciskul S. Effect of mefenamic acid on controlling irregular
uterine bleeding in DMPA users. Contraception 2004; 70:277–9.
76. D’Arcangues C, Piaggio G, Brache V et al. Effectiveness and acceptability of Vitamin E
and low-dose aspirin in combination, on Norplant-induced prolonged bleeding.
Contraception 2004; 70:451–62.
77. Phupong V, Sophonsritsuk A, Taneepanichskul S. The effect of tranexamic acid for
treatment of irregular uterine bleeding secondary to Norplant use. Contraception 2006;
73:253–6.
78. Senthong, AJ, S. Taneepanichskul. The effect of tranexamic acid for treatment irregular
uterine bleeding secondary to DMPA use. J Med Assoc Thai 2009; 92(4):461–5.
79. Ely J, Kennedy CM, Clark EC, Bowdler NC. Abnormal Uterine Bleeding: A Management
Algorithm .JABFM. 2006 (9): 590-599
80. Coulter A, Kelland J, Peto V, et al. Treating menorrhagia in primary care: An overview of
drug trials and a survey of prescribing practice. International Journal of Technology
Assessment in Health Care 1995;11(3):456–71.
81. Lethaby A, Irvine G, Cameron I. Cyclical progestogens for heavy menstrual bleeding.
(Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4, 2004. Oxford:
Update Software.
82. Lethaby A, Augood C, Duckitt K. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for heavy
menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews,
Issue 3, 2004. Oxford: Update Software.
83. Rosenberg MJ LS. Oral contraceptives and cycle control: a critical review of the
literature. Adv Contracept 1992; 8: 35–45.
84. Edelman A KS, Nichols M, Jensen JT, oral C, the cabpdo, 657–665 hgOG. Continuous oral
contraceptives: are bleeding patterns dependent on the hormones given? . Obstet Gynecol
2006; 107: 657–65.
85. Unit FoFPaRHCE. New Product Review (September 2003): Norelgestromin/ethinyl
oestradiol transdermal contraceptive system (Evra). J Fam Plann Reprod Health Care
2004; 30: 43–5.
86. Vliet HV, Grimes D, Schulz FHK. Biphasic versus triphasic oral contraceptives for
contraception. Cochrane Database Syst Rev 2006; 3(CD003283).
87. Gemzell-Danielsson K, Killic S, Croxatto H, Bouchard P, Cameron S, et a. Improving
cycle control in progestogen-only contraceptive pill users by intermittent treatment with a
new anti-progestogen. Hum Reprod 2002; 2: 588–93.
88. Said S. Clinical evaluation of the therapeutic effectiveness of ethinyl oestradiol and
oestrone sulphate on prolonged bleeding in women using depot medroxyprogesterone
acetate for contraception. Hum Reprod 1996; 11: 1–13.
89. Jain JK, Nicosia AF, Nucatola DL, Lu JJ, Kuo LJ, Felix JC. Mifepristone for the
prevention of breakthrough bleeding in new starters of depo-medroxyprogesterone acetate.
Steriods 2003; 68: 1115–1119
90. Gallo MF, Nanda K, Grimes D, Schulz KF. Twenty micrograms vs. >20 ȝg estrogen oral
contraceptives for contraception: systematic review of randomized controlled trials.
Contraception 2005; 71: 162–169.