Makalah Pajak
Makalah Pajak
PENDAHULUAN
SSP standar dibuat dalam rangkap lima (5) yang peruntukannya sebagai berikut:
Lembar 1 : untuk arsip wajib pajak.
Lembar 2 : untuk kantor pelayanan pajak melalui kantor pembendaharaan dan kas
Negara.
Lembar 3 : untuk dilaporkan wajib pajak ke kantor pelayanan pajak.
Lembar 4 : untuk arsip kantor penerimaan pembayaaran.
Lembar 5 : untuk arsip wajib pungut dan pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundangan perpajakan yang berlaku.
SSP khusus dicetak oleh kantor penerimaan pembayaran yang telah mengadakan
kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (mp3) dengan dirjan pajak.
Cara pengisian SSP khusus adalah sebagai berikut:
1. NPWP diisi dengan NPWP 11 dihit apabila SSP digunakan untuk melakukan
pembayaran sebelum 31 maret 2001.
2. NPWP baru 15 digit yang diterima oleh wajib pajak sebelum tanggal 1 april 2001
baru digunakan untuk identitas pembayaran pajak sejak 1 april 2001 dengan
menggunakan SSP sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dirjen pajak.
3. NTPP dan/ atau NTB dicantumkan pada ” ruang teraan”
Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan (spt) adalah surat yang oleh wajip pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek
pajak dan/ atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan paraturan perundangan-
undangan perpajakan.
b. Bagi pengusaha kena pajak fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
pertumbuhan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya
tertuang dan untuk melaporkan tentang :
1. Perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanaakan sendiri oleh
pengusaha kena pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,
yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut dan setorkan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Fungsi
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara
dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan
bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasidapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
B. Manfaat
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-
pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak,
sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang
pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai
proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang
yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga
negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas
atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal
dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu
negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan
pembiayaan pembangunan. Secara singkat pajak dimanfaatkan untuk mendanai :
Pembangunan fasilitas dan infrastruktur
Pembangunan fasilitas dan infrastruktur
Alokasi Dana Umum
Pemilihan Umum ( PEMILU)
Penegakan hukum
Subsidi pangan dan BBM
Pelayanan Kesehatan
Pendidikan
Pertahanan dan Keamanan
Kelestarian lingkungan hidup
Kelestarian budaya
Transportasi massal
Penyetoran Pajak
1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
4. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
6. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
7. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
8. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
9. PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu)
hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
10. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari
belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
11. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak
dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
12. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu
sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
13. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(13a) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi
atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
14. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7
(tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
(14a) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus
disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara.
15. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut
PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
16. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
pada akhir Masa Pajak terakhir.
17. Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP
yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa,
harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing
jenis pajak.
Pelaporan Pajak
1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
(1a) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah
disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (13) dan ayat (13a), serta Pasal
2A, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(1b) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (13) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling
lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(1c) Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (13a) dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
saat terutangnya pajak.
2. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) wajib
melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja
terakhir minggu berikutnya.
3. Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10) wajib
melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
(3a) Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15) ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
4. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(16) dan ayat (17) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
3.6. Sanksi yang diberikan jika Wajib Pajak belum Melakukan Pembayaran
dan Pelaporan Pajak
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena
pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka
pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk
dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan
pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya
dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan
rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan.
Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum
yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi
perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya,
penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui
konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat
memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai
sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan
perihal pengenaannya. Ada 2 macam Sanksi perpajakan, yaitu:
1. Sanksi Administras
Terdiri dari :
a. Sanksi Administrasi berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam
UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah
tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari
jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan
sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah
pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih
laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi
administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
b. Sanksi Administrasi berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu
menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa
dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya
menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga
dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang
tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar
sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat
ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat
ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.
c. Sanksi Administrasi berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan
adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila
dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi
berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan
angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena
Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam
menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat
menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat
dalam tabel 3.
2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.
Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan
bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan
sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali
melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi
dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak
kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran
disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja
tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak
pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya
pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini
disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang
dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10
(sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada
intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun,
dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana
biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu
ada.
Moh.Zain dan Kustandi Arinti, 1990, Pembaharuan perpajakan nasional, citra Aditya
Bakti. Bandung.
Santoso Broto Diharjo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Revisi, Erosco.
Bandung.
www.setiawatiita.blogspot.com/2012/05/manfaat-pajak-bagi-perekonomian.html
www.pajak.net/blog/2012/02/03/batas-waktu-pembayaran-dan-pelaporan-pajak/
www.pajak.go.id/dmdocument/manfaat%20pajak.pdf
http://konsultanpajak-aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.htm
http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-pengembalian-kelebihan-pembayaran-pajak
http://daholi4tengku.wordpress.com/2011/02/10/perbedaan-pemotongan-dan-
pemungutan-pajak/