Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma
hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa
fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan
9
10
Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering
terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko
menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: 1) Tipe 1 adalah garis fraktur
satu level dengan trokhanter minor; 2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2
inci di bawah dari batas atas trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari
dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama
6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang
sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya
spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur
hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke atas.
Fraktur akan menyatu baik di bebat atau tidak, tanpa suatu mekanisme
alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa penyatuan akan
terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas. Sebagian besar fraktur
memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan untuk melakukan
gerakan lebih awal dan mengembalikan fungsi (Smeltzer & Bare, 2002).
terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai dengan lima
Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk
yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua
kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah tersebut (Black &
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
osteoklas yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal,
dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau
yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin
13
berkurang pada empat minggu setelah fraktur menyatu (Black & Hawks,
Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara perlahan–lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
bertahap. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu setelah patah tulang
sampai tulang benar-benar bersatu (Black & Hawks, 2001; Smeltzer & Bare,
2002).
berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang akan memperoleh bentuk
14
yang mirip bentuk normalnya (Black & Hawks, 2001; Sjamsuhidajat dkk,
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau
permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur
femur yaitu:
a) Syok
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
b) Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30
tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat,
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran
2008).
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
e) Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum,
dkk, 2008).
a) Reposisi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada
fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur (Nayagam, 2010).
tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum
untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh
luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk
sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu
bengkak untuk operasi yang aman, pasien dengan cedera multiple yang berat,
fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan
humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di
dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan
sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak
kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana
dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan
b) Imobilisasi
Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi
dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
c) Rehabilitasi
atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali seperti sebelum
2.2 Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang
19
memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah
pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12
kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar (Smeltzer &
Bare, 2002).
Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan
fraktur, yaitu:
a) Skin Traksi
Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak dan
lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu
beberapa jenis skin traksi menurut Smeltzer & Bare (2002).antara lain:
1. Traksi buck
diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer
2. Traksi Russell
Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut
3. Traksi Dunlop
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-
anak yang berat badannya lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui
b) Skletal Traksi
Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk
menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih
dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta
mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan
a. Iritasi Kulit
Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak dan
lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu
Bila otot tidak digunakan/hanya melakukan aktivitas ringan (seperti: tidur dan
duduk) maka terjadi penurunan kekuatan otot sekitar 5% dalam tiap harinya,
atau setelah dua minggu dapat menurun sekitar 50%. Disamping terjadi
kelemahan otot, juga terjadi atrofi otot (disuse athrophy). Hal ini disebabkan
karena serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang cukup lama,
perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Atrofi otot sering
terjadi pada anggota gerak yang diletakkan dalam pembungkus gips, sehingga
c. Demineralisasi tulang
Infeksi yang umumnya didapat melalui invasi bakteri melalui pin atau kawat
berlebihan (overload) atau apabila pin mengenai saraf. Kedua komplikasi ini
umumnya terjadi pada penggunaan skeletal traksi (Smeltzer & Bare, 2002).
ukuran normal otot secara patologi setelah inaktivitas yang lama akibat tirah
baring, trauma, pemakaian gips, traksi, atau kerusakan saraf lokal (Potter &
Perry, 2006). Hal ini disebabkan karena serabut-serabut otot tidak berkontraksi
dalam waktu yang cukup lama, sehingga perlahan-lahan akan mengecil (atrofi),
dimana terjadi perubahan perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa.
Atrofi otot sering terjadi pada anggota gerak yang diletakkan dalam pembungkus
gips, sehingga dapat mencegah terjadinya kontraksi otot (Guyton & Hall, 2008).
Otot plantar flexor merupakan otot yang berfungsi untuk pergerakan kaki.
gastrocnemius adalah otot betis yang menonjol dan mudah dilihat. Otot ini
menempel pada tulang paha dan sebagian kecil menempel pada tendon achilles.
Sedangkan otot soleus adalah otot betis yang lebih kecil dan terletak di bawah otot
gastrocnemius. Otot betis hampir terlibat dalam semua pergerakan kaki, mulai
23
dari berjalan, berlari, menjaga keseimbangan dan kordinasi tubuh bagian atas dan
Gambar 1. Anatomi otot betis (calves) (sumber: Anatomica’s Body Atlas, 2002)
ekstremitas. Pengukuran harus dilakukan pada tempat yang sama, posisi yang
sama dan pada keadaan istirahat (Smeltzer & Bare, 2002). Lingkar betis dapat
diukur baik dalam keadaan berdiri maupun duduk. Jika subjek berdiri, berat badan
harus tertumpu pada kedua kaki secara merata, dan jarak kedua kaki sekitar 25
cm. Jika subjeknya duduk, kedua kaki harus dijuntaikan. Pita pengukur kemudian
dilingkarkan ke betis (tegak lurus dengan aksis memanjang betis), dan diturun-
naikkan untuk mencari diameter terbesar. Hasil pengukuran ulang tidak boleh
baru diukur diameter lingkar betisnya. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil
ukuran rata-ratanya dari tiga kali pengukuran yang dilakukan. Pengukuran lingkar
betis dapat dilakukan dengan menggunakan waist ruler atau meteran metal,
24
meteran dan juga pita ukur non elastis (Arisman, 2007). Semakin besar massa
otot betis seseorang maka semakin besar pula ukuran betisnya dan dapat
menambah massa jaringan tubuh. Penelitian dari Fahda (2010) mendapatkan nilai
rata-rata ukuran lingkar betis pada 96 anak usia 12-15 tahun yaitu laki-laki 32,21
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan disuse atrofi otot plantar flexor
merupakan pengurangan ukuran otot dari kondisi normal pada otot plantar flexor
atrofi.
Otot plantar flexor begitu juga otot lain yang mempuyai kemampuan
mengubah energi kimia menjadi energi mekanik atau gerak sehingga dapat
mikroskopik sel otot rangka terdiri atas sarkolema (membran sel serabut otot),
yang terdiri atas membran sel yang disebut membran plasma dan sebuah lapisan
luar yang terdiri atas satu lapis mengandung kolagen (Guyton & Hall, 2008).
Tiap sel otot (serabut otot) mengandung miofibril yang tersusun atas
sarkomer terdiri dari filamin aktin dan filamen miosin. Terdapat sekitar 1500
filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan molekul protein polimer
besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen miosin dan aktin
dan pita gelap yang berselang-seling. Pita-pita terang mengandng filamen aktin
dan disebut pita I karena bersifat isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan,
sedangkan pita-pita gelap mengandung filamen miosin yang disebut pita A karena
2008).
Filamen aktin terdiri dari tiga komponen protein yaitu aktin, tropomiosin
terbungkus secara spiral, dimana pada stadium istirahat terletak pada ujung atas
tempat yang aktif dari untaian aktin. Protein troponin terdiri dari tiga subunit
protein yaitu troponin I yang berikatan kuat dengan filamen aktin, troponin c yang
berikatan kuat dengan ion kalsium dan troponin t yang berikatan kuat dengan
oleh retikulum sarkoplasma, akan terjadi perubahan bentuk dari ujung filamen
aktin dimana tropomiosin akan tertarik lebih kedalam di lekukan diantara filamen
aktin sehingga bagian aktif dari komplek aktin akan tersingkap dan
memenuhi kebutuhan metabolik sel dari kapiler ke motokondria sel otot. Otot
lambat dan lebih kuat dan otot yang tidak mengandung mioglobulin (otot putih)
dalam serat otot di dalam suatu matriks yang disebut sarkoplasma, yang terdiri
terletak di antara dan sejajar dengan miofibril. Hal ini menunjukkan bahwa
Triphosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria yang akan berdampak terhadap
besar serat otot dan volume mitokondria itu sendiri. Sehingga apabila sirkulasi
darah ke otot terganggu akan menrunkan jumlah nutrisi dan oksigen ke jaringan
otot untk melakukan metabolisme aerob yang akan menurunkan jumlah dan
2013).
interaksi filamen miosin dan filamen aktin yang saling mendekat dengan adanya
peningkatan lokal kadar kalsium. Serabut otot akan berkontraksi sebagai respon
terhadap rangsangan listrik sehingga terjadi suatu potensial aksi yang menjalar ke
dalam kontraksi dan relaksasi otot dalam jumlah yang meningkat selama latihan.
Sumber energi otot adalah ATP yang dibangkitkan melalui metabolisme oksidatif
seluler. Pada aktivitas tinggi bila oksigen tidak memadai glukosa terutama
dimetabolisme menjadi asam laktat namun tidak efektif sehingga diperlukan lebih
banyak glukosa yang disediakan oleh glikogen otot. Glikogen merupakan suatu
27
tepung yang terbuat dari glukosa disimpan selama periode istirahat (Smeltzer &
Bare, 2002)
kedalam sel otot dan ion kalium keluar dari dalam sel otot sehingga membentuk
masuk ke dalam sel otot dan berikatan serta mengaktifkan filamen aktin (Guyton
& Hall, 2008). Sebelum terjadi kontraksi, aktivitas ATPase dari kepala miosin
segera memecah ATP menjadi Adenosin Diphosfat (ADP) dan ion fospat.
pada filamen aktin menjadi tidak tertutup dan kemudian kepala jembatan
Adanya pelepasan ATP yang sebelumnya melekat pada filamen aktin, sebuah
molekul ATP yang baru dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan
power stroke (Guyton & Hall, 2008). Helmi (2012) menyatakan dengan adanya
sebagainya serta massa otot akan disesuaikan dengan tingkat stimulasi kontraksi
yang diterima.
mengalami regenerasi yang terbatas. Sumber regenerasi sel diyakini adalah sel
satelit. Sel satelit adalah populasi kecil sel mononukleus berbentuk gelendong
yang terletak dalam lamina basalis yang mengelilingi setiap serat otot matang.
Karena hubungannya yang erat dengan permukaan serat otot, maka sel satelit
hanya dapat dikenali dengan mikroskop elektron. Sel satelit dianggap sebagai
mioblast tidak aktif yang menetap sehabis deferensiasi otot. Setalah cedera atau
rangsangan tertentu lainnya, maka sel satelit yang biasanya diam, menjadi aktif,
2003).
yang lama maka irisan melintang otot akan mengalami pembesaran. Hal ini
jumlah serat otot. Namun apabila suatu otot tidak digunakan dalam waktu yang
menjadi lebih kecil. Keadaan yang seperti ini disebut dengan atrofi otot. Otot
rangka (otot lurik) berperan dalam gerakan tubuh, postur dan fungsi produksi
panas. Otot dihubungkan oleh tendon (tali jaringan ikat fibrus) ke tulang, jaringan
ikat, atau kulit. Kontraksi otot menyebabkan perlekatan satu sama lain. Otot
memiliki variasi ukuran dan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas
yang dibutuhkan. Otot akan berkembang dan terpelihara apabila digunakan secara
29
aktif. Proses penuaan dan disuse menyebabkan kehilangan fungsi otot sehingga
jaringan otot kontraktil diganti oleh jaringan fibrolitik (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Imobilisasi
selama penggunaan alat bantu ekternal (gips atau traksi rangka), pembatasan
Menurut Delisa (2002), dengan kondisi total bed rest, otot akan kehilangan
kekuatan 10-15% perminggu, atau sekitar 1-3% perhari, dengan bed rest dan
Atrofi otot dihasilkan dari immobilisasi yang teramati dan terukur. Contoh:
otot betis pada seseorang yang telah dirawat selama enam minggu, nampak
otot-otot tersebut juga menjadi lemah. Apabila pasien tersebut tidak mau
b. Status Kesehatan
protein termasuk protein pembentuk otot (Price & Wilson, 2005). Gangguan
dan perkembangan sel-sel dalam tubuh manusia (Guyton & Hall, 2008).
c. Umur
Pembesaran massa otot berkaitan erat dengan kekuatan otot yang juga
meningkat, hal ini dapat juga dipengaruhi oleh aktivitas ototnya. Usia 20-30
tahun baik laki-laki dan wanita akan mencapai puncak kekuatan otot, diatas
umur ini kekuatan otot akan menurun, kecuali diberikan pelatihan. Walaupun
sistem antioksidan, pada otot plantar flexor tikus dewasa tidak terdapat
perbedaan kadar glutathione setelah disuse 14 hari, namun pada tikus tua
terdapat penurunan sebesar 60%, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan
protein otot.
d. Jenis Kelamin
(2011), pada umur 10-12 tahun kekuatan otot anak laki-laki lebih kuat sedikit
dari wanita, dengan meningkatnya usia kekuatan otot laki-laki semakin jauh
meningkat hal ini disebabkan perbedaan pertumbuhan dan aktivitas fisik serta
bagian atas tubuh (dada, bahu, lengan) pada laki-laki dua kali lebih kuat
daripada wanita, sedangkan otot bagian bawah (pinggul dan tungkai) hanya
berbeda sepertiganya.
e. Status Hidrasi
dehidrasi berarti kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang keluar
dimana hal ini secara umum komplit terjadi pada dua jam pertama bedrest.
kekuatan otot serta mencegah terjadinya atrofi pada serat otot tipe 2. Hal ini
dapat dijelaskan oleh karena jaringan otot memiliki reseptor seluler spesifik
protein khususnya protein esensial yang sangat penting untuk sintesis DNA
berkurang. Salah satu indikator status gizi baik adalah dengan pengukuran
lingkar lengan yang tidak dominan bagian atas sebesar 23,5-25 centimeter
g. Gangguan Neuromuskuler
Suatu otot, apabila kehilangan suplai sarafnya akibat penyakit yang merusak
otot normal, oleh karena itu atrofi otot hampir segera terjadi. Pada tahap akhir
dari atrofi akibat denervasi, sebagian besar serabut otot akan rusak, dan
tersisa hanya terdiri dari membran sel panjang dengan barisan inti sel otot
tetapi dengan beberapa atau tanpa sifat kontraksi dan sedikit atau tanpa
untuk terus memendek yang disebut kontraktur (Potter & Perry, 2006).
Latihan Ankle Pumping merupakan suatu latihan isometrik untuk otot betis
kemudian instruksikan pasien mempertahankan posisi ini selama 5–10 detik dan
biarkan pasien rileks. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien
pergelangan kaki diulang 3–4 menit selama 3–5 kali perhari. Pollak (2013)
34
pergelangan kaki secara maksimal ke atas dan ke bawah dan mengelevasikan kaki
apabila ada pembengkakan distal untuk melancarkan aliran darah balik. Gerakan
mendorong kaki ke atas atau ekstensi akan mengkontraksikan otot tibial dan
mendorong kaki ke bawah atau fleksi akan mengkontraksikan otot betis yang
mana akan berpengaruh terhadap massa otot plantar flexor itu sendiri (Pollak,
2013)
distal akibat sirkulasi darah yang lancar. Selain itu, sirkulasi darah balik yang
baik dapat mencegah kejadian atrofi otot dimana atrofi otot dapat disebabkan
DVT (Deep Vein Thrombosis), hipertensi vena dan lainnya. Ankle pumping
c) Latihan ankle pumps sebagai salah satu jenis latihan yang dapat
Gluteal Set) dan mengatur posisi kaki lebih tinggi, sehingga akan
otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga
Ankle pumping merupakan latihan yang cukup aman dan mudah untuk
dilakukan pada sebagian besar kondisi. Namun menurut Potter and Perry (2006)
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan latihan ini antara
lain:
1) Nyeri
Pasien yang mengalami nyeri sedang sampai dengan berat akan mengalami
yang depresi, khawatir, dan cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas
37
3) Perdarahan
Atrofi otot plantar flexor pada pasien fraktur dengan traksi disebabkan
tubuh yang fraktur sehingga mengakibatkan seluruh otot ekstremitas bawah tidak
sebagai peningkatan fungsional pada massa otot. Hipertrofi otot secara langsung
Terdapat dua macam adaptasi dari hasil latihan yaitu pengaruh terhadap
dalam siklus kreb’s dan sistem transpor elektron (Fox & Bowers, 1993).
38
yaitu adanya peningkatan jumlah, ukuran dan daerah permukaan membran dengan
dan atau ukuran mitokondria pada otot yang dilatih. Latihan kekuatan juga
plantar flexor sehari-hari yang berfungsi untuk berdiri dan berjalan. Kontraksi
otot yang dilakukan melibatkan sebanyak mungkin motor unit dalam kelompok
miosin yang diaktifasi oleh refluk kalsium dalam kepala aktin, serta terjadi
tranformasi ATP menjadi ADP dan Fosfat sebagai sumber energi serta
dekomposisi protein kontraktil dengan jumlah yang sama. Secara klinis otot akan
bentuk dan fungsi fisiologis otot. Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi
konsentrasi mioglobin, ukuran dan jumlah mitokondria (Fox & Bower, 1993).
Selain terjadi perubahan jumlah dan atau ukuran mitokondria juga terdapat adanya
39
memproduksi ATP sebagai hasil dari tingginya aktivitas enzim pada siklus
Kreb’s, sistem transpor elektron, dan sisitim metabolisme yang lain yang
efek imobilisasi dapat dikurangi dengan latihan isometrik pada otot yang
sebelum cedera. Bila dilakukan latihan, ukuran serabut-serabut otot akan kembali
bertambah. Semakin cepat kontraksi otot maka otot tersebut memiliki retikulum
sarkoplasmik yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi volume serat otot