Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TEKNOLOGI BIOPROSES

PEMBUATAN GLISEROL

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Bioproses

Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Enjarlis, MT

Disusun oleh :

Kelompok 3

Rizky Naufal Hermawan (1141500017)

Kurniawan Novaldi (1141500037)

Alexia Rivaldo Winalda (1141500045)

Ermas Fitrah Ramadhan (1141500055)

Deby Gibson (1141500067)

TEKNIK KIMIA

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

Jl. Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang, Banten 15320


Telepon / Fax: (62) 021 7561102

i
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Pembuatan Gliserol sebagai salah satu tugas dalam mata
kuliah Tenologi Bioproses.

Adapun makalah teknologi bioproses ini telah kami usahakan semaksimal


mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah proses industri kimia ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah pembuatan gliserol


ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.

Serpong, 25 Mei 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata
pengantar .....................................................................................................................ii
Daftar
isi ................................................................................................................................iii

Bab I pendahuluan

1.1 Latar belakang........................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah ..................................................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

2.1 Definsi Gliserol...................................................................................................... 3


2.2 Pembuatan Gliserol.................................................................................................3
2.2.1 Pembuatan Gliserol dengan Saccharomyces.......................................................4
2.2.2 Pembuatan Gliserol dengan Dunaliella............................................................ 13
2.3 Manfaat Gliserol...................................................................................................18

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan .........................................................................................................19
Daftar Pustaka……………………………………………………………….
……………...20

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gliserol pada awalnya ditemukan pada tahun 1779 oleh Scheele yang
diproduksi dengan memanaskan minyak zaitun dan lemak babi. Pada tahun 1784
ia melakukan observasi dengan substansi yang sama diproduksi dari minyak
nabati dan lemak hewani seperti lemak babi dan mentega. Scheele menyebut
substansi baru ini dengan sebutan “Lemak dasar yang manis” berdasarkan
karakteristik gliserin yang berasa manis. Pada tahun 1811, Chevreul yang
mempelajari temuan Scheele memberi nama baru pada substansi temuan Scheele
dengan nama gliserin yang berasal dari bahasa Yunani “Glyceros” yang berarti
manis. Setelah rampung mempelajari gliserol, ia menjadi orang pertama yang
mendapatkan hak paten gliserin pada tahun 1823. Chevreul juga melakukan
beberapa penelitian penting mengenai lemak dan sabun. Pada tahun 1836
formula untuk gliserol telah ditemukan oleh Pelouze dan pada akhirnya Bhertelot
dan Luce memperkenalkan struktur formula gliserin pada tahun 1883.
Nitrogliserin ditemukan pada tahun 1847 oleh Sobrero. Selanjutnya pada tahun
1863 Alfred Nobel mendemonstrasikan kemampuan ledakan Nitrogliserin dan
pada tahun 1866 ia menemukan dinamit. Ia melanjutkan penemuan ini dengan
melakukan ledakan pada gelatin dengan m,elakukan pengadukan pada
Nitrogliserin dan nitroselulosa pada tahun 1875.

Seperti yang telah kita ketahui, salah satu produk industri kimia yang
dibutuhkan saat ini dan akan terus meningkat di masa yang akan datang adalah
gliserol, dimana bahan baku kimia ini dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tinta, industri farmasi, kosmetik dan parfum serta bahan pencegah
kekeringan pada tembakau. Kegunaan dari bahan kimia gliserol tersebut
merupakan bentuk-bentuk yang dibutuhkan masyarakat konsumen Indonesia,
dimana untuk memenuhi kebutuhan itu masih dilakukan dengan cara mengimpor
dari luar negeri. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian gliserol,
proses pembuatan gliserol serta manfaat- manfaat gliserol dalam berbagai
bidang.

Tingginya keanekaragaman hayati laut memiliki potensi sumberdaya laut dan


selayaknya dapat dimanfaatkan secara optimal, baik berpotensi dalam bidang
lingkungan, ekonomi, maupun kesehatan khususnya dalam bidang farmasi. Salah
satu keanekaragaman hayati potensial adalah mikroalga. Seiring perkembangan
bioteknologi mikroalga, sejumlah penelitian mulai ditujukan untuk menghasilkan
produk bermanfaat yang bernilai tinggi diantaranya sebagai sumber bahan kimia
yang dapat menghasilkan produk seperti gliserol, vitamin, protein, pigmen,
enzim, dan bahan-bahan bioaktif lain.
Senyawa antimikroba dari mikroalga umumnya belum teridentifikasi, namun
beberapa telah diketahui komponen penyusunnya, ada yang terdiri dari asam
lemak, fenol, dan asam organik. Hasil penelitian melaporkan beberapa mikroalga
1
yang memiliki potensi sebagai antimikroba antara lain Pophyridium cruentum,
Lyngbya sp, Spirulina platensis, Phormidium sp dan Chlorella sp. Sedangkan
dari jenis Dunaliella yang diketahui memiliki potensi antimikroba antara lain
Dunaliella primolecta dengan kandungan senyawa asam gama-linoenat,
Dunaliella bardawil dengan kandungan senyawa metabolisme karoten seperti
neophytadiene dan beta-ionone serta Dunaliella salina dengan kandungan
senyawa asam linoleat dan asam palmitate. Dunaliella merupakan salah satu
mikroalga yang cukup banyak diteliti terutama sebagai sumber β-karoten dan
gliserol.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apakah yang dimaksud dengan Gliserol ?

b. Bagaimana proses pembuatan gliserol ?

c. Apa kegunaan dari gliserol ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

a. Untuk mengetahui pengertian dari Gliserol

b. Untuk mengetahui proses pembuatan Gliserol

c. Untuk mengetahui kegunaan dari Gliserol

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI GLISEROL

Gliserol adalah alkohol yang penting secara ekonomis dengan sedikit rasa
manis serta kental dan diaplikasikan dalam makanan, minuman, farmasi dan
industri kimia. Produksi gliserol dari microba telah dikenal selama 150 tahun,
dan gliserol diproduksi komersial selama produksi Perang Dunia I. Pembuatan
gliserol menggunakan sintesis mikroba. selanjutnya tidak dipergunakan karena
tidak mampu bersaing dengan sintesis kimia dari bahan baku petrokimia karena
dengan hasil gliserol rendah dan kesulitan dengan ekstraksi dan pemurnian
gliserol dari kaldu. Sebagai biaya pembuatan propylene telah meningkat dan
ketersediaan mengalami penurunan terutama dalam mengembangkan negara.
Dan gliserol telah menjadi bahan baku yang menarik untuk produksi berbagai
bahan kimia, produksi gliserol secara fermentasi telah menjadi lebih menarik
sebagai rute alternatif.
Gliserol memiliki sifat fisika seperti tabel berikut ini:

Meltin Boiling Point, pada Specific Gravity, 25/25oC ND


g (Indeks
3,975 9,975 99,975 759,7 Vakum 100% 95%
Point refaktif)
mmH mmHg mmHg 5 glycerol glycerol
g mmH diudara di udara
g
18,7oC 14,9o 166,1o 224,4o 290o 1,2617o 1,2620o 1,2491o 1,47399o
C C C C C C C C

Tekanan Uap Viskosita Specifi Heat of Heat of


s pada c Heat Vaporization Formatio
o
20 C pada n
50oC 100oC 150oC 200oC o 55oC 195oC
26 C

0,002 0,195 4,298 45,761 1,499 0,5796 21,061 18,169 159,608


5 mmH 6 4 kg/m s cal/g cal/mo cal/mo kcal/mol
mmH g mmH mmHg l l
g g

Flash point Fire point Density pada 25oC


Cleveland cup Pensky – Matens
(open) Closed
177oC 199oC 204oC 1261,3 kg/m3

3
Rumus kimia gliserin (gliserol) adalah C3H5 (OH)3. Struktur kimia gliserin terdiri
dari tiga atom hidrogen, tiga atom karbon dan tiga gugus hidroksil, yang membentuk
ikatan hidrogen dengan air. Artinya Gliserin adalah molekul polar. Hal ini untuk
alasan bahwa Gliserin dapat dilarutkan ke dalam air atau alkohol, tetapi tidak pada
minyak. Molekul Polar tidak dapat bercampur dengan atau dalam hal ini, larut,
menjadi molekul non-polar. Oleh karena itu, minyak tidak mengandung polaritas.

2.2 PEMBUATAN GLISEROL


2.2.1 PEMBUATAN GLISEROL DENGAN SACCHAROMYCES
2.2.1.1 DEFINISI
Saccharomyces merupakan
genus khamir/ragi/en:yeast yang memiliki kemampuan
mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2.
Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak
berklorofil, termasuk termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh
baik pada suhu 30oCdan pH 4,8. Beberapa kelebihan
Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini
cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi,
tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat
mengadakan adaptasi.
2.2.1.2 KLASIFIKASI
Saccharomyces cerevisiae

Kingdom Fungi
Phylum Ascomycota
Class Saccharomycetes
Ordo Saccharomycetales
Famili Saccharomycetaceae
Genus Saccharomyces
Spesies Saccharomyces cerevisiae

2.2.1.3 FERMENTASI
2.2.1.3.1 FERMENTASI DAN REAKSI
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum,
fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.


Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat,
dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga

4
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton.
Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam
fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan
minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot
mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki
akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai
bentuk fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai
produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang
berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.

2.2.1.3.2 FERMENTASI ANAEROB

Dalam keadaan normal, respirasi seluler organisme


dilakukan melalui proses fosforilasi oksidatif yang
memerlukan oksigen bebas. Sehingga hasil ATP respirasi
sangat tergantung pada pasokan oksigen yang cukup bagi
selnya. Tanpa oksigen elektronegatif untuk menarik elektron
pada rantai transport elektron, fosforilasi oksidatif akan
terhenti. Akan tetapi, fermentasi memberikan suatu
mekanisme sehingga sebagian sel dapat mengoksidasi
makanan dan menghasilkan ATP tanpa bantuan oksigen.
Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air
sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena
kadar oksigen dalam rongga tanah sangat rendah.

Secara prosedural, fermentasi merupakan suatu


perluasan glikolisis yang dapat menghasilkan ATP hanya
dengan fosforilasi tingkat substrat sepanjang terdapat pasokan
NAD+ yang cukup untuk menerima elektron selama langkah
oksidasi dalam glikolisis. Mekanisme fermentasi tidak dapat
mendaur ulang NAD+ dari NADH karena tidak mempunyai
agen pengoksidasi (kondisi anaerob). Sehingga yang terjadi
adalah NADH melakukan transfer elektron ke piruvat atau
turunan piruvat. Berikut bahasan terhadap dua macam
fermentasi yang umum yaitu fermentasi alkohol dan
fermentasi asam laktat.

2.2.1.3.3 FERMENTASI ALKOHOL

Fermentasi alkohol biasanya dilakukan oleh ragi dan


bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan bir dan
anggur. Pada Fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi
etanol dalam dua langkah. Langkah pertama menghidrolisis
piruvat dengan molekul air sehingga melepaskan

5
karbondioksida dari piruvat dan mengubahnya menjadi
asetaldehida berkarbon dua. Dalam langkah kedua,
asetaldehida direduksi oleh NADH menjadi etanol sehingga
meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk
glikolisis.

2.2.1.3.4 PENERAPAN DALAM BIDANG PANGAN

Fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan


kimia dalam suatu substrat organik yang berlangsung karena
aksi katalisator biokimiawi yaitu enzim yang dihasilkan oleh
mikroba-mikroba hidup tertentu (Tjokroadikoesoemo,
1993). Fermentasi sering diganti dengan peragian. Ragi-ragi
tersebut mempunyai persamaan yaitu manghasilkan fermen
atau enzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain
dengan mendapat keuntungan berupa energi. Proses
fermentasi dapat dimanfaatkan dalam bidang industri pangan,
baik yang dibuat melalui proses produksi yang sangat
sederhana (tradisional/konvensional) maupun yang modern.
Pemanfaatan mikroba dalam bidang bioteknologi telah
memberikan dapak yang positif bagi kelangsungan hidup
manusia, salah satunya untuk pengolahan makanan. Namun,
tidak semua mikroba tersebut dapat digunakan untuk
pengolahan makanan. Adapun beberapa jenis mikroba yang
bermanfaat untuk pengolahan makanan, yaitu: jenis bakteri
dan jenis jamur. Mikroba jenis bakteri yang digunakan dalam
pemanfaatan berbagai macam produk adalah: Lactobacillus,
Streptococcus, Pediococcus cerevisiae, Acetobacter. Pada
mikroba jenis fungi yang digunakan dalam pemanfaatan
berbagai macam produk adalah jamur Rhyzopus oryzae,
Neurospora sitophila, Aspergillus wentii dan Aspergillus
oryzae, Saccharomyces cerevisiae.

2.2.1.4 MORFOLOGI

Reproduksi secara vegetatif (aseksual): membentuk kuncup


atau tunas (Budding). Pada kondisi optimal, dapat membentuk 20
tunas. Tunas tersebut semakin membesar dan akhirnya terlepas dari
sel induknya, membentuk individu baru.
Reproduksi generatif (seksual): terjadi dengan membentuk
askus dan askospora. Askospora dari 2 tipe askus yang berlainan
bertemu dan menyatu menghasilkan sel diploid. Selanjutnya, terjadi
pembelahan secara meiosis. Sehingga beberapa askospora dihasilkan
kembali. Askospora tersebut berfungsi secara langsung sebagai sel
yeast baru. Cara reproduksi seksual ini terjadi saat reproduksi

6
aseksual tidak bisa dilakukan, misalnya bila suplai makanan
terganggu atau lingkungan hidupnya tidak mendukung.

2.2.1.5 PROSES PEMBENTUKAN GLISEROL SECARA


KESELURUHAN

Untuk pembuatan gliserol dari bahan baku pati dimana pati


tersebut harus disederhanakan bentuknya, untuk itulah dilakukan
tahapan untuk merubah fasanya menjadi pati cair (semi padat).
Tahapan ini dikenal dengan istilah pencairan pati (corn starech
liquefaction). Apaabila bahan baku berupa sari buah-buahan, maka
dilakukan tahapan sederhana untuk melunakkan buah yang
digunakan. Pelunakkan ini biasanya tidak disertai dengan filtrasi yang
sangat spesifik, sehingga masih terdapat ampas pada bahan baku yang
nantiinya diumpankan ke dalam fermentor. Ampas ini tidak
berpengaruh negative terhadap tumbuh kembang starter yang
digunakan, ampas yang terkandung nantinya memberikan sumbangsih
terhadap keunikan rasa utamnyanya dalam memproduksi wine. Sari
pati yang telah dicairkan perlu di ubah menjadi bentuk lebih
sederhana untuk mendapatkan glukosa saja. Glukosa yang didapatkan
ini tentunya berada dalam fasa cair, dalam proses lebih dikenal
dengan istilah glucose liquor.
Bentuk terakhir dari pati tersebut berupa cairan glukosa,
cairnan ini lah yang nantinya akan diumpankan kedalam tanki
pertumbuhan (inokulum tank) disisi lain dilakukan inokulasi serta
pengembang biakan starter yang akan digunakan berupa yeast
Saccharomyces cerevisia. Biakan ini diumpankan pula kedalam tanki
inokulum. Didalam praktiknya baik dimana umpan apa saja diantara
keduanya yang dimasukan terlebih dahulu tidaklah akan
mempengaruhi atau menyebapkan perbedaan dalam produk yang
dihasilkan. Kegunaan pengumpanan Saccharomyces cerevisiae serta
cairan glukosa kedalam tanki pertumbuhan adalah untuk membuat
Saccharomyces cerevisiae beradaptasi terhadap lingkungan
pertumbuhan baru.
Pengumpanan ke dalam fermentor dilakukan bertahap, mula-
mula hanya setengah bagian yang di umpankan. Hal ini bertujuan
agar: 1). Yeast Saccharomyces cerevisiae dapat beradaptasi
sebagiannya terlebih dahulu untuk selanjutnya diumpankan kembali
sisanya. 2). Dikondisikan sudah ada separuh bagian yang masuk ke
fermentor telah mulai menghasilkan gliserol. 3).Menjaga kadar
glukosa agar nantinya produk wine memiliki kandungan glukosa yang
belum habis dirombak menjadi alkohol maupun gliserol. Saat
sebaginya lagi dimasukan dilakukanlah mixing agar tercapai
7
kehomogenan dan sekaligus tetap menjaga kesterilan dalam
prosesnya.Didalam fermentor terjadilah fermentasi di dalam sel yeast
Saccharomyces cerevisiae. Hasil dari fermentasi didapatkanlah
ethanol,gliserol, serta jasad renik (masing-masing dalam kadar
tertentu) dari Saccharomyces cerevisia, diperlukan proses pemisahan
(filtasi) untuk mendapatkan gliserol dengan kadar kemurnian tinggi.
Pada saat proses filtrasi jasad renik atau yeast mass (Saccharomyces
cerevisia) dapat dipisahkan dari ethanol dan gliserol. Untuk
melakukan pemisahan antara gliserol dengan ethanol maka
dilakukanlah pemekatan kadar gliserol melalui proses evaporasi yang
tentunya belum secara maksimal didapatkan gliserol murni. Maka dari
itu dilakukan pemisahan lebih lanjut berdasarkan perbedaan titik didih
keduanya melalui unit destilasi.

GLUKOSA
Ethanol: C2H6O
Glukosa-6-Phosphate (C6H11O6P1)
gliseraldehida 3-fosfat (C3H5O3P1)
asam 1,3-difosfogliserat (C3H4O4P2)

Gliserol: C3H803
Dihidroksiaseton fosfat (C3H5O3P1)
Glycerol 3Phosphate C3H9O6P

8
2.2.1.6 PROSES PEMBUATAN GLISEROL DI DALAM SEL
YEAST

Proses pembuatan gliserol (glukosa alkohol) dengan


memanfaatkan yeast Saccharomyces cerevisiae. Sebenarnya, hasil
atau produk gliserol ini bukanllah produk utama. Gliserol merupakan
by-product atau dengan kata lain hasil sampingan dari proses
fermentasi guna mendapatkan ethanol (dalam hal ini termasuk gugus
fungsi alkohol), produk utamanya berupa wine. Dikarenakan gliserol
merupakan by-product dari pembuatan wine, maka pada dasarnya
bahan baku untuk mendapatkan kedua produk adalah sama
(dimaksudkan untuk wine dengan bahan baku bahan pangan yang
mengandung pati). Bahan baku tersebut antara lain pati jagung, pati
singkong, maupun pati gandum. Bahan bakunya dapat pula
menggunakan sari buah-buahan seperti buah anggur
Sama seperti pembuatan wine, pati yang digunakan diletakkan
ke dalam fermentor batch yang di dalamnya telah terdapat starter
(yeast Saccharomyces cerevisiae). Glukosa merupakan salah satu
penyusun karbohidrat pada pati akan masuk ke dalam sel yeast
Saccharomyces cerevisiae. Pada step ini terjadilah proses glikolisis
sederhana. Masuknya glukosa ke dalam sel yeast Saccharomyces
cerevisiae bukan hanya melalui proses osmosis belaka, dapat pula
melalui proses difusi sederhanan. Akan tetapi, hanya sebagian kecil
dari molekul gula yang dapat masuk ke dalam sel. Transpor stress
osmosis menyumbang lebih banyak glukosa. Glukosa terfosforilasi
saat memasuki sel dan diubah melalui langkah glikolitik normal
menjadi dihydroxyacetone phosphate dan gliseraldehida-3-fosfat
dalam jumlah equimolar. Sebagian besar fosfat dihydroxyacetone
diubah menjadi gliseraldehida-3-fosfat oleh enzim isomerase triase
fosfat yang terdapat pada sitosol. Sitosol, menurut definisi, adalah
cairan yang organel sel berada. Hal ini sering bingung dengan
sitoplasma, yang merupakan ruang antara inti dan membran plasma.

Adapun tahan dari proses glikolisis yang terjadi adalah sebagai berikut

9
1). Tahap pertama, glukosa akan diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh
enzim hexokinase. Tahap ini membutuhkan energi dari ATP (adenosin
trifosfat). ATP yang telah melepaskan energi yang disimpannya akan
berubah menjadi ADP.
• Glukosa (C6H12O6) + ATP + Hexokinase → Glukosa-6-
Phosphate (C6H11O6P1) + ADP2
2). Glukosa 6-fosfat akan diubah menjadi fruktosa 6-fosfat yang
dikatalisis oleh enzim fosfohexosa isomerase.
• Glukosa 6 Fosfat (C6H11O6P1) + Fosfoglukoisomerase (Enzim)
→ Fruktosa 6-Phosphate (C6H11O6P1)
3). Fruktosa 6-fosfat akan diubah menjadi fruktosa 1,6-bifosfat, reaksi
ini dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase. Dalam reaksi ini
dibutuhkan energi dari ATP.
• Fruktosa 6-fosfat (C6H11O6P1) + fosfofruktokinase (Enzim) +
ATP → Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2)
4). Fruktosa 1,6-bifosfat (6 atom C) akan dipecah menjadi
gliseraldehida 3-fosfat (3 atom C) dan dihidroksi aseton fosfat (3
atom C). Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim aldolase.
10
• Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2) + Aldolase (Enzim) →
gliseraldehida 3-fosfat (C3H5O3P1) + Dihydroxyacetone fosfat
(C3H5O3P1)
5). Satu molekul dihidroksi aseton fosfat yang terbentuk akan diubah
menjadi gliseraldehida 3-fosfat oleh enzim triosa fosfat isomerase.
Enzim tersebut bekerja bolak-balik, artinya dapat pula mengubah
gliseraldehida 3-fosfat menjadi dihdroksi aseton fosfat.
• Dihidroksiaseton fosfat (C3H5O3P1) + triose Fosfat →
gliseraldehida 3-fosfat (C3H5O3P1)
6). Gliseraldehida 3-fosfat kemudian akan diubah menjadi 1,3-
bifosfogliserat oleh enzim gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase. Pada
reaksi ini akan terbentuk NADH.
• Fosfat dehidrogenase triose (Enzim) + 2 NAD+ + 2 H– →
2NADH (reduksi Nikotinamida adenin dinukleotida) + 2 H +
• Triose fosfat dehidrogenase + 2 gliseraldehida fosfat
(C3H5O3P1) + 2P (dari sitoplasma) → 2 molekul asam 1,3-
difosfogliserat (C3H4O4P2)
7). 1,3 bifosfogliserat akan diubah menjadi 3-fosfogliserat oleh enzim
fosfogliserat kinase. Para reaaksi ini akan dilepaskan energi dalam
bentuk ATP.
• 2 molekul asam 1,3-difosfogliserat (C3H4O4P2) + + 2ADP
phosphoglycerokinase → 2 molekul asam 3-fosfogliserat
(C3H5O4P1) + 2ATP (Adenosin trifosfat)
8). 3-fosfogliserat akan diubah menjadi 2-fosfogliserat oleh enzim
fosfogliserat mutase.
• 2 molekul asam 3-fosfogliserat (C3H5O4P1) +
phosphoglyceromutase (enzim) → 2 molekul asam 2-
fosfogliserat (C3H5O4P1)
9). 2-fosfogliserat akan diubah menjadi fosfoenol piruvat oleh enzim
enolase.
• 2 molekul asam 2-fosfogliserat (C3H5O4P1) + Enolase (Enzim)
-> 2 molekul asam fosfoenolpiruvat (PEP) (C3H3O3P1) + 2
H2O
10). Fosfoenolpiruvat akan diubah menjadi piruvat yang dikatalisis
oleh enzim piruvat kinase. Dalam tahap ini juga dihasilkan energi
dalam bentuk ATP.
• 2 molekul asam fosfoenolpiruvat (PEP) (C 3H3O3P1) + +
Piruvat kinase 2ADP (Enzim) → 2ATP + 2 molekul asam
piruvat.

Dalam pembentukan fosfat dihydroxyacetone maupun


pembentukan gliseraldehida-3-fosfat tentunya dipengaruhi kondisi
pertumbuhan atau kondisi lingkungan seperti pengaruh temperatur

11
dan pengaruh pH. Apabila sitosol ini cenderung ber – pH rendah
(asam) maka cenderung lebih bayak membentuk produk wine.
Begitupula sebaliknya, apabila pH tinggi (basa) maka cenderung lebih
banyak membentuk produk gliserol. Adapun kondisi pH pertumbuhan
yeast Saccharomyces cerevisiae adalah kisaran pH optimal untuk
produksi gliserol 3-phospate yang diarahkan antara 6,7 dan 7,0. Akan
tetapi, fermentasi harus dengan pH rendah sangat diharapkan karena
ini membatasi pertumbuhan mikroorganisme pembusukan dan
meningkatkan perkembangan rasa untuk itulah dalam praktiknya
sangatlah minim gliserol yang dihasilkan dari metode ini. Apabila
pada proses fermentasinya berada pada tempearatur yang cukup tinggi
maka cenderung lebih banyak gliserol yang terbentuk. Begitupula
sebaliknya, apabila temperatur fermentor berada pada rentang suhu
yang rendah, dapat menghasilkan atau mengoptimalkan produk wine
(ethanol) yang terbentuk. Selanjutnya, kadar gliserol rendah dalam
anggur putih dibandingkan dengan anggur merah dapat dijelaskan
oleh suhu fermentasi yang lebih rendah yang digunakan untuk
menghasilkan anggur putih. Suhu optimum untuk produksi gliserol
maksimum dengan strain ragi anggur komersial S. cerevisiae
bervariasi antara 22 ° C dan 32 ° C.
Etanol terbentuk dari gliseraldehida-3- fosfat melalui piruvat
dan dalam proses ini NADH direduksi menjadi NAD +.
Dihydroxyacetone phosphate diubah menjadi gliserol dalam reaksi
dua langkah yang melibatkan dehidrogenase gliserol-3-fosfat NADH
dan fosfatase. Enzim yang terakhir ini dianggap tidak spesifik sampai
saat ini, ketika gen GPP1 dan GPP2 mengkodekan gliserol-3-fosfatase
tertentu ditemukan.
Reaksi metabolik penting dalam metabolisme gliserol
Saccharomyces cerevisiae. Glikolisis dan "reduksi fosfat
dihidroksyaetamin glikolitik sampai gliserol 3- fosfat dan oksidasi
NADH ke NAD + selanjutnya mengarah pada pembentukan gliserol.
ATP yang dihasilkan dari proses glikolisis yang berupa 2 ATP
digunakan untuk mereduksi NADH pada proses pembentukan alcohol
maupun gliserol 3-pospat. Selanjutnya, NAD+ dikeambalikkan lagi
untuk dignakan pada proses glikolisis.

12
Gliserol yang terbentuk dapat masuk kembali ke dalam sel
yeast Saccharomyces cerevisiae dengan bantuan enzim gliserol
kinase. Gliserol ini diperlukan lagi untuk membentuk pospolipid.
Pospolipid merupakan komponen utama dari membran sel. Pospolipid
ini berperan dalam mengatur keadaan kimiawi serta transpor molekul
melalui membran sel. Bagian dari membran sel ini merupaka bentuk
pertahanan dari yeast untuk dapat bertahan pada lingkungan
hiperosmotik. Untuk mempertahankan kehidupannya pada keadaan
stress osmotik ini, pospolipid sangatlah diperlukan. Pospilid juga
terbentik dari dihidroxyacetone phosphate saat hendak membentuk
gliserol 3-pospate, begitu pula pospolipid dapat terbentuk saat
pembentukan gliserol dengan bantuan enzim pospatase. Apabila
dalam produksinya hanya menginginkan produk gliserol, agar gliserol
tidak digunakan lagi dalam pembentukan pospolipid maka dilakukan
manipulasi baik terhadapa kondisi pertumbuhan yeast Saccharomyces
cerevisiae maupun manipulasi terhadap gen yang terdapat dalam sel
yeast Saccharomyces cerevisiae tersebut.

2.2.2 PEMBUATAN GKISEROL DENGAN DUNALIELLA

2.2.2.1 KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

Secara morfologi, Dunaliella sp. merupakan mikroalga yang


bersifat uniseluler, mempunyai sepasang flagella yang sama
panjangnya, sebuah kloroplast berbentuk cangkir, dan tidak memiliki
dinding sel (Borowitzka dan Borowitzka 1988). Dunaliella sering
juga disebut sebagai flagellata uniseluler hijau (green unicellulair
flagellata). Bentuk selnya juga tidak stabil dan beragam, dapat
berbentuk lonjong, bulat silindris, ellip, dan lain-lain. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, pertumbuhan, dan intensitas
sinar matahari (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Secara morfologis
Dunaliella menyerupai Tetraselmis sp, Dunaliella memiliki kloroplas
yang mengakumulasi sejumlah besar β-carotene. Ukuran selnya
bervariasi, tergantung kondisi pertumbuhan dan intensitas cahaya
13
(Puja et al, 1999). Varian bentuk fitoplankton ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan seperti salinitas, intesitas cahaya yang diterima
dan temperatur ruangan selama kultur (Chen dan Shetty, 1991).
Dunaliella memiliki kisaran toleransi pH yang luas mulai dari
pH 1 (Dunaliella acidophila) sampai pH 11 (Dunaliella salina).
Demikian halnya juga dengan suhu, mulai dari -35ºC sampai 40ºC.
Spesies Dunaliella dapat tumbuh optimal pada pH 6-6,5 dan kisaran
suhu antara 22-25ºC dengan salinitas air 30-35‰. Dunaliella
termasuk kelompok Chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan
b serta karotenoid yang umumnya berupa β-karoten (Borowitzka,
1988).

Klasifikasi Dunaliella (Bougis 1979 diacu dalam Isnansetyo


dan Kurniastuty 1995), sebagai berikut:

Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Famili : Polyblepharidaceae
Genus : Dunaliella
Spesies : Dunaliella salina
Genus Dunaliella banyak dimanfaatkan sebagai makanan
kesehatan seperti halnya dengan Chlorella karena kandungan
proteinnya yang tinggi. Spesies dari genus Dunaliella ini cukup
banyak dan telah dimanfaatkan diantaranya Dunaliella viridis,
Dunaliella primolecta, Dunaliella salina, Dunaliella acidophila,
Dunaliella bardawil, Dunaliella parva dan Dunaliella sp.
Pemanfaatan Dunaliella cukup beragam mulai dari sebagai makanan
kesehatan seperti yang telah dipasarkan di negara-negara maju,
Dunaliella salina juga sebagai jasad pakan yang cukup baik dan
mendapat perhatian besar di beberapa negara seperti Australia,
Amerika dan Israel karena menghasilkan gliserol dan β-karoten
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

14
2.2.2.2 REPRODUKSI

Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan


generatif. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan
pembelahan secara memanjang. Saat proses pembelahan
inti, maka pirenoid akan melebar melintang dan
menyebabkan dua flagella saling berjauhan. Pada pirenoid
dan kloroplas akan terbentuk suatu lekukan yang kemudian
akan membelah dan menjadi individu-individu baru,
masing-masing dengan satu flagella dan satu sel anak yang
belum mempunyai stigma. Stigma yang terbentuk ini
merupakan hasil proses metamorfosis dari kromatofora
(Tjahjo, et al., 2002).
Reproduksi seksual terjadi dengan cara melakukan
isogami melalui konjugasi. Zigot berwarna merah atau
hijau dikelilingi oleh dinding sporollenin yang halus dan
sangat tipis. Nukleus zigot akan membelah secara meiosis.
Pembelahan ini terjadi setelah tahap istrahat dan terbentuk
lebih dari 32 sel yang dibebaskan melalui retakan atau
celah pada dinding sel induk (Isnansetyo dan Kurniastuty
1995).

2.2.2.3 KOMPOSISI KIMIA DUNALIELLA

Senyawa Kimia Kadar (%)


Protein 47,43
Karbohidrat 35,11
Lemak 9,06
Abu 18,12

Hasil kadar proksimat yang diperoleh untuk


sampel D. salina ialah kadar abu sebesar 58,29%, kadar air
15,58%, kadar protein 17,08%, kadar lemak 0,003% dan
kadar karbohidrat total 15,07%, sedangkan total karoten
0,19 ppm, Asam amino esensial (histidin, threonin, arginin,
metionin, fenilalanin, valin, isoleusin, leusin, dan lisin) dan
asam amino non-essensial terdiri dari (asam aspartat, asam
glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin ).

15
2.2.2.4 . PROSES SECARA KESELURUHAN

Pada dasarnya, dunaliella adalah alga yang mampu


hidup pada kondisi salinitas tinggi. Adapun salinitas adalah
kadar garam yang terlarut didalam air.
Saat konsentrasi garam meningkat, maka pertumbuhan
dunaliella pun akan meningkat sampai nilai tertentu, dimana
kondisi optimum pertumbuhan dunaliella yaitu pada saat
konsentrasi garam sebesar 1,5M. Akan tetapi jika perubahan
salinitas dalam air sngat tinggi, maka dunaliella pun akan
berusaha untuk mempertahankan tekanan osmotik yg baik
antara protoplasma organisme dengan air sebagai lingkungan
hidupnya.
Jenis mikroalga yang mengalami perubahan salinitas
yang tinggi ini memiliki kemampuan mengumpulkan molekul
kecil sebagai zat osmoregulatory atau osmoticants dalam
menanggapi peningkatan salinitas atau tekanan osmotik
lingkungan. Osmoticants yang ditemukan dalam mikroalga
yaitu poliol. Dalam mikroalga,poliol umumnya meliputi:
gliserol, manitol, galactitol, sorbitol, gliserol galactoside,
sukrosa dan trehalosa. Oleh karena itu ketika terjadi perubahan
salinitas yg tinggi pada media kultivasi dunaliella, dunaliella
akan membentuk gliserol sebagai usaha untuk
mempertahankan tekanan osmotik yang baik antara
protoplasmanya dgn air sbagai lingkungan hidupnya.
Dunaliella mengalami pertumbuhan pada air garam dan
membutuhkan sinar matahari, karbon dioksida dari udara dan
air asin untuk pertumbuhan. Karena alga ini tumbuh paling
baik pada air garam, kolam buatan dapat digali di daerah
gersang yang tidak dapat dibudidayakan yang memiliki
16
persediaan air garam yang cukup. Hal ini dimungkinkan untuk
memanfaatkan ganggang yang dipanen sebagai sumber untuk
produksi gliserol, dan residunya dapat digunakan sebagai
bahan makanan hewani karena memiliki nilai gizi tinggi.
Produk sampingan lain yang mungkin adalah β-karoten.
Pertumbuhan optimum Dunaliella terjadi pada
konsentrasi natrium klorida sekitar 1,5 M sedangkan
konsentrasi gliserol maksimum dicapai sekitar 4 M NaCl. Oleh
karena itu ganggang tersebut sebaiknya dibudidayakan terlebih
dahulu pada 1,5 M natrium klorida untuk mendapatkan
konsentrasi sel maksimum per satuan volume dan kemudian
dipindahkan ke media paling sedikit sekitar 3 M dan lebih
disukai sekitar 4 M natrium klorida. Dunaliella akan
meningkatkan kandungan gliserol menjadi sekitar 4 M gliserol
selama sekitar 8 sampai 10 jam dan ini bisa mencapai sekitar
50 persen berat kering. Selanjutnya, dunaliela dimasukan ke
dalam tangki sedimentasi, untuk air yg masih menandung
garam dialirkan kembali ke atas untuk dilakukan penguapan
air sehingga diperoleh air laut yg terkonsesntrasi. Sedangkan
sel biomassa yang mengandung gliserol, karoten dan protein
tersedimentasi. Kemudian, sel biomassa tersebut di ekstraksi
dan dilanjutkan dengan sentrifugasi, ekstraksi bisa
menggunakan air ataupun etanol.
Setelah ekstraksi, diperoleh supernatan yaitu gliserol
dan air, serta residu yaitu Beta karoten dan protein. Setelah di
ekstraksi, supernatan yang terdiri dari gliserol dan air di
evaporasi untuk menghilangkan kadar air yang masih terlarut.
Dan yang terakhir, gliserol yang sudah di hilangkan kadar
airnya, di destilasi menggunakan destilasi vakum untuk
mendapatkan gliserin.

2.3 MANFAAT GLISEROL


17
Manfaat gliserol sangatlah banyak dalam berbagai bidang, diantaranya
adalah sebagai berikut :
2.3.1 Kosmetik
Digunakan sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant,
solvent. Biasanya dipakai untuk skin cream dan lotion, shampoo dan
hair conditioner, sabun dan detergen.
2.3.2 Dental cream, digunakan sebagai humectant.
2.3.3 Industri Polimer
Dalam industry polimer, gliserol digunakan sebagai campuran dalam
pembuatan polimer yang memberikan sifat plasticizer dan stabilizer.
2.3.4 Industri Farmasi (Obat-obatan)
Gliserol digunakan sebagai solvent dan baha campuran dalam
pembuatan beberapa jenis produk obat
2.3.5 Dalam bidang kedokteran digunakan sebagai anti freeze
2.3.6 Sebagai campuran dalam pembuatan produk-pproduk kosmetik
2.3.7 Dalam produk-produk makanan digunakan sebagai foodemulsifier
2.3.8 Industri logam
Di gunakan untuk pickling, quenching, stripping, dan electroplating
2.3.9 Industri kertas
Di gunakan sebagai humectant, plasticizer, softening, agent, dll.
2.3.10 Industri tekstil
Digunakan sebagai lubricating, antistatic, antishrink, waterproofing

BAB 3
18
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

 Gliserol adalah alkohol yang penting secara ekonomis dengan sedikit


rasa manis serta kental dan diaplikasikan dalam makanan, minuman,
farmasi dan industri kimia.
 Pembuatan gliserol secara boprosesi dapat dilakukan dengan
saccharomyces dan dunaliella salina
 Manfaat dari gliserol terletak di berbagai bidang, yaitu bidang
kosmetik, industry polimer, industry tekstil, industry pupuk, industry
kertas, industry logam, dan bidang kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA

19
Achmadi S. S. 1992. Teknik Kimia Organik. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor

Becker E. W. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge


University Press. USA.

Borowitzka M. A. 1994. Microalgae as Sources of Pharmaceuticals and Other


Biologically Active Compounds, Algal Biotechnology Laboratory, School of
Biological & Environmental Sciences. Murdoch University. Perth,W. A.
6150.

Branen A. L, Davidson P. M. 1993. Antimicrobial in Foods. Second edition. Marcel


Dekker, Inc. New York.

Harborne J. B. 1978. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. edisi II. (Terj.). Padma W. K. Sudiro. I. ITB. Bandung. hal 3-15 .

Herrero M, Ibanez. E, Cifuentes A, Reglero. G. 2006. Dunaliella salina Microalga


Pressurized Liquid Extracts as Potential Antimicroials. Instituto de
Fermentaciones Industriales CSIC Juan de la Cierva Madrid. Spain.

Indhira TA. 2004. Prospek Bioteknologi Sumberdaya Akuatik dalam Industri


Farmasi. Jurnal Perikanan Fakultas Teknologi Kelautan dan Perikanan
Universitas Hang Tuah. Surabaya. 1(1): 27-30.

Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.


Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Kabinawa I. N. K. 1994. Kultur Mikroalga: Aspek dan Prospek. Prosiding Seminar


Nasional Bioteknologi Mikroalga. Puslitbang-Biotek. LIPI. Bogor

Karger B. L., Synder L., Hosvarth C. 1973. An Introduction to Separation. John dan
Sons. Brisbane.

Naviner M, Berge J. P., Duran P., Le Bris H. 1999. Antibacterial Activity of The
Marine Diatom Skeletonema Costatum Againts Aquacultural Pathogens.
Journal Aquaculture. 174: 15-24.

Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Edisi ke-2. Djambatan. Jakarta.

Parhusip A. J. N. 2006. Kajian Mekanisme Antibakteri Ekstrak Andaliman


(Zanthoxylum acanthopodium DC) Terhadap Bakteri Patogen Pangan.
[disertasi]. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor

20
Pelczar M. J., Chan E. C. S. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1,2.
Hadioetomo R. S., Imas T., Tjitrosomo S. S., Angka S. L., Penerjemah.
Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Elemen of Microbiology.
Jakarta.
Setiabudy R., Ganiswara V. H. S. 1995. Pengantar Antimikroba. Di dalam:
Ganiswara S. G., Setiabudy R., Suyatna F. D., Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. FKUI. Jakarta.

Tjahyo W., Ernawati L., Hanung S. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan:
Proyek Pengembangan Perekayasaan Ekologi Balai Budaya Laut Lampung.
Lampung. hal 30.

Weldy C. S and Huesemann M. 2011. Lipid Production by Dunaliella salina in Batch


Culture: Effects of Nitrogen Limitation and Light Intensity. Science
Undergraduate Laboratory Internship Program at Pacific Northwest National
Lab. (online). http://www.scied.science.doe.gov.

Winarno F. G., Fardiaz D., Fardiaz S.. 1973. Ekstraksi, Kromatografi dan
Elektroforesis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

21
22

Anda mungkin juga menyukai