Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Endoftalmitis merupakan kejadian yang jarang namun merupakan
komplikasi yang membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada
mata termasuk setelah dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko
masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Mikroorganisme ini menyebabkan
infeksi intraokuler yang disebut endoftalmitis
(Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis:
Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4 )
Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya
ditandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat
pada COA. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Prognosis penglihatan
menjadi jelek pada pasien-pasien dengan endoftalmitis
(Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis:
Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4 )
Karena hasil pengobatan akhir sangat tergantung pada diagnosis awal,
maka penting untuk melakukan diagnosis sedini mungkin. Penelitian tentang
endoftalmitis pada beberapa tahun terakhir telah menunjukkan beberapa cara
sebagai profilaksis yang terjadinya endoftalmitis. Berikut akan diuraikan lebih
jauh mengenai endoftalmitis
(Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis:
Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4 )

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan clinical science session ini adalah untuk mengetahui
definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksaana, komplikasi, dan prognosis dari endoftalmitis.

1.3. Batasan Masalah

1
Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
diagnosis, diagnosis banding, tatalaksaana, komplikasi, dan prognosis dari
endoftalmitis.

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 1. Anatomi mata


Sumber: T. Schlote et al. Pocket atlas of ophthalmology, 2006.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu1:

a. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut cornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata.

2
b. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris,
badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot
dilatatur, sfingter iris dan otot siliar. Badan siliar yang terletak di belakang
iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan
melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan
sklera.

c. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

2.2. Definisi Endoftalmitis


Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata yang
meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat
membentuk abses di dalam badan kaca.
(Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2000, hal 175- 176)

2.3. Epidemiologi
Endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua kasus
endoftalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang
dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi
sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk
mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi
Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat. Jumlah orang
yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering menggunakan

3
obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya, transplantasi
sumsum tulang).

Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah


operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya infeksi,
endoftalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di
Amerika Serikat, endoftalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling umum,
dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang telah
meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase kecil,
sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan untuk
terjadinya infeksi ini lebih tinggi.

Post traumatic Endoftalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera


penetrasi okular. Insiden endoftalmitis dengan cedera yang menyebabkan
perforasi pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata
berkorelasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endoftalmitis. Kejadian
endoftalmitis yang disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%.
(Graham, R, 2006, Endopthalmitis Bacterial, www.Emedicine//emerg.2006htm )
(5. Trattler, W, 2006, Endopthalmitis Postoperatif,
www.Emedicine//emerg.2006htm)

2.4. Klasifikasi
Secara umum endoftalmitis diklasifikasikan sebagai berikut :
(Bobrow JC, dkk, 2008. Lens and Cataract. Singapore : American Academy of
Ophtalmology)
(Graham, R, 2006, Endopthalmitis Bacterial, www.Emedicine//emerg.2006htm )
(Trattler, W, 2006, Endopthalmitis Postoperatif,
www.Emedicine//emerg.2006htm)

4
Post
Post Operatif
Operatif
Eksogen
Eksogen
Post
Post trauma
trauma
Endoftalmitis
Endoftalmitis Endogen
Endogen

Fakoanafilaktik
Fakoanafilaktik

a. Endoftalmitis eksogen
Pada endolftamitis eksogen organisme yang menginfeksi mata berasal dari
lingkungan luar. Endolftamitis eksogen dikategorikan menjadi :
 Endoftalmitis Post Operatif
Pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering merupakan flora
normal pada kulit dan konjungtiva.
Endoftalmitis ini sering terjadi setelah operasi-operasi berikut ini : katarak,
implantasi IOL, glaukoma, keratoplasti, eksisi pterigium, pembedahan strabismus
parasintesis, pembedahan vitreus, dll.
(Bobrow JC, dkk, 2008. Lens and Cataract. Singapore : American Academy of
Ophtalmology)
 Endoftalmitis Post Trauma
Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu trauma yang
menimbulkan luka robek pada mata.
b. Endoftalmitis Endogen
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah.
Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada :
 Memiliki faktor predisposisi, seperti : diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit
jantung rematik, sistemik lupus eritematos, AIDS dll
 Invasif Prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti hemodialisis,
pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dll

5
 Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary tract infection,
artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni dll
 Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan fokus
infeksinya seperti Streptococcus Sp (endokarditis), Stapylococcus aureus
(infeksi kulit) dan Bacillus (invasive prosedur). Sementara bakteri Gram
negatif misalnya Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoe, H infuenzae
dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan Klebsiella.
c. Endoftalmitis Fakoanafilaktik
Merupakan suatu proses autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat
lensa yang tidak terletak di dalam kapsul (membrane basalis lensa). Pada
endoftalmitis fokoanafilaktik, lensa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh,
sehingga terbentuk antibodi terhadap lensa yang menimbulkan reaksi antigen
antibodi.

2.5. Etiologi

(Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis:


Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4 )
(Graham, R, 2006, Endopthalmitis Bacterial, www.Emedicine//emerg.2006htm )
(Trattler, W, 2006, Endopthalmitis Postoperatif,
www.Emedicine//emerg.2006htm)

1. Bakteri – Post Operasi


a. Akut
Endoftalmitis terjadi 1-42 hari setelah operasi

 Staphylococcus epidermidis
 Staphylococcus aureus
 Bakteri gram negatif : Pseudomonas, Proteus, Escherichia coli
dan Miscellaneous ( Serratia, Klebsiella, Bacillus)
 Streptococcus sp
b. Kronis

6
Endoftalmitis terjadi 6 minggu – 2 tahun setelah operasi

 Stapylococcus epidermidis
 Propionibacterium acnes
2. Bakteri – Post Trauma
 Bacillus cereus
 Staphylococcal sp
 Streptococcal sp
3. Bakteri-Endogen
 Streptococcus sp (pneumococcus, viridens)
 Staphylococcal sp
4. Fungal Post Operatif
 Volutella
 Neurospora
 Fusarium
 Candida
5. Fungal Endogen
 Candida
6. Fungal Trauma
 Fusarium
 Aspergilus

2.6. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan
ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Masuknya bakteri ke
dalam mata terjadi karena rusaknya rintangan-rintangan okular. Ini bisa
disebabkan oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan
dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama
infeksi. Penetrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan gangguan eksogen
pada mata. Jika masuknya lewat sistem vaskular, maka jalur endogen akan
terbentuk. Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata,
proliferasi akan berlangsung dengan cepat. Kerusakan jaringan intraokular dapat

7
juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari
mediator inflamasi dari respon kekebalan.
(Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2000, hal 175- 176. )
Vitreus bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan
bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, pseudomonas dan bacillus cereus. Bakteri, sebagai
benda asing, memicu suatu respons inflamasi. Masuknya produk-produk
inflamasi menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan
peningkatan rekrutmen sel inflamasi.
(Wijaya. N., et al, Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, 1993, hal 149-150. )
Kerusakan pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang
melepaskan enzim-enzim proteilitik serta racun-racun yang dihasilkan oleh
bakteri-bakteri. Kerusakan terjadi di semua level jaringan yang berhubungan
dengan sel-sel inflamasi dan racun-racun.
(Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika)
Endoftalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa,
iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi
yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen
(Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika)
(Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.)

2.7. Manifestasi Klinik


Gejala dari endoftalmitis adalah:
(Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika)
(Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2000, hal 175- 176. )

8
 Severe ocular pain
 Mata merah
 Lakrimasi
 Penurunan visus
 Fotofobia
Sedangkan tanda dari endoftalmitis adalah:
(Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika)
(Ilyas S., Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2000, hal 175- 176. )
 Kelopak mata bengkak dan eritema
 Konjungtiva tampak chemosis
 Kornea edema, keruh, tampak infiltrate
 Hipopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di ruang anterior)
Hipopion adalah terdapatnya nanah dalam bilik mata depan bagian bawah atau
nanah dalam gelembung di bagian terendah. Hipopion ini terbentuk pada penyakit
radang kornea, iris dan badan siliar akibat dari sel radang yang masuk ke dalam
bilik mata depan. Bila sudah terlihat hipopion berarti keadaan sudah lanjut
sehingga prognosisnya buruk.
 Iris oedem dan keruh
 Pupil tampak yellow reflex
 Eksudat pada vitreus
 TIO meningkat atau menurun
Manifestasi klinis dari endoftalmitis dapat digunakan untuk membedakan
etiologi dari endoftalmitis, yaitu :
1. Bakteri
 Onset cepat ( 1-7 hari post operatif)
 Nyeri, mata merah dan kemosis
 Edem palpebra dan spasme otot palpebra
 Visus menurun dengan cepat
 Hipopion

9
 Diffuse Glaukoma
2. Fungi
 Onset terlambat (8-14 hari atau lebih)
 Sedikit nyeri dan merah
 Transient hipopion
 Lesi satelit
 Puff ball opacities pada vitreus
 Visus tidak begitu menurun

Gambar 1. Gambaran klinis endoftalmitis

2.8. Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis


Pada pemeriksaan luar mata, funduskopi dan slit lamp dapat ditemukan :
(Egan DC, dkk, 2007 Endoftalmitis. Diakses dari www.emedicine.com )
 Palpebra udem dan eritema
 Injeksi konjungtiva dan silier
 Hipopion
 Vitreitis
 Kemosis
 Red reflex berkurang atau hilang
 Proptosis
 Papilitis

10
 Leukokoria
 Udem kornea
 Keratitis
 Gambaran flare pada COA
 Uveitis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien endoftalmitis
adalah:
(Graham, R, 2006, Endopthalmitis Bacterial, www.Emedicine//emerg.2006htm )
(Trattler, W, 2006, Endopthalmitis Postoperatif,
www.Emedicine//emerg.2006htm)
a. Laboratorium
Melakukan kultur dan sensitivitas terhadap sampel-sampel aqueous dan sampel
vitreus untuk menentukan jenis organisme dan sensitivitas antibiotik. Yaitu
dengan aspirasi 0,5 – 1 ml korpus vitreus dengan anestesi lokal melalui sklerotomi
pars plana dengan menggunakan jarum 20-23, kemudian aspirat diperiksa secara
mikroskopis.
Jika bakteri-bakteri endoftalmitis endogen dicurigai, penanganan yang
sistemik atas sumber tersebut perlu dilakukan. Penanganan ini meliputi hal-hal
berikut ini:

 Kultur darah
 Kultur sputum
 Kultur urin

b. Studi Pencitraan
 B-scan ultrasound
Ini adalah pemeriksaan dengan melakukan ultrasound terhadap kutub posterior
jika pandangan fundus buruk. Biasanya, penebalan korodial dan gema-gema
ultrasound dalam vitreus anterior dan posterior akan membantu diagnosis.
Ultrasound juga penting untuk menyediakan landasan pijak sebelum intervensi
intraocular dan untuk menilai tampak vitreus posterior dan daerah-daerah traksi
yang mungkin. Retina yang robek jarang terlihat bersama-sama dengan
endoftalmitis.

11
Gambar 2. B.Scan Endoftalmitis

 CT scan
Jarang dilakukan kecuali terjadi trauma. Penebalan sclera dan jaringan-jaringan
uveal yang berhubungan dengan berbagai tingkatan densitas yang tinggi dalam
vitreus dan struktur-struktur jaringan lunak periokular mungkin terlihat.

Penegakan diagnosis???

2.9. Diagnosis Banding


Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit untuk
dibedakan dengan peradangan intraocular lainnya. Peradangan berlebihan tanpa
endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah ada
sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya. Toxic
anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis diferensial
endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun selama
operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa intraokular.
Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion tanpa infeksi
intraokular. lt ini penting untuk menghindari memperkenalkan infeksi eksternal
(seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan paracentesis
yang tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di vitreous, atau sel
retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi peradangan
intraocular. Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan kontraindikasi.
karakteristik yang paling membantu untuk membedakan endoftalmitis yang benar

12
adalah bahwa vitritis ini progresif dan keluar dari proporsi lain temuan segmen
anterior. Jika ragu, dokter harus menangani kondisi ini sebagai suatu proses
infeksi
Smith MA, Sorenson JA, D'Aversa G, Mandelbaum S, Udell I, Harrison W. Treatment of
experimental methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis endoftalmitis with
intravitreal vancomycin and intravitreal dexamethasone.J Infect Dis 1997; 175(2):462-6.

2.10. Tatalaksana

Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endoftalmitis. Hasil akhir


ini sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat waktu.
Tujuan dari terapi endoftalmitis adalah untuk mensterilkan mata, mengurangi
kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan, dan mempertahankan
penglihatan. Dalam kebanyakan kasus terapi yang diberikan adalah antimikroba
intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan dalam kasus yang parah, dilakukan
vitrectomy. antibiotik di endoftalmitis
Gordon Y. Vancomycin prophylaxis and emerging resistance: Are ophtalmologists
the villains ? The heroes? Am J Ophtalmol 2001; 131:3:371-6.

(Dafpus untuk farmako beluuuum!!!)


2.1.1. Nonfarmakologi
Perlu dijelaskan bahwa:
1. Penyakit yang diderita memiliki prognosa yang buruk yang mengancam
bola mata dan nyawa apabila tidak tertangani.
2. Penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya, sehingga perlu dilakukan
pengawasan yang ketat tentang adanya tanda-tanda inflamasi pada mata
seperti mata merah, bengkak, turunnya tajam penglihatan, kotoran pada mata
untuk segera untuk diperiksakan ke dokter mata.
3. Penderita menderita diabetes yang memerlukan pengontrolan yang ketat baik
secara diet maupun medikamentosa. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi
hiperglikemia akan meningkatkan resiko terjadinya bakteriemi yang dapat
menyerang mata satunya, atau bahkan dapat berakibat fatal jika menyebar ke
otak.

13
4. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing yang
memungkinkan menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis endogen.

2.1.2. Farmakologi

1. Antibiotik
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua
kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah:
a. Vancomycin (Vancocin, Vancoled, Lyphocin)
Antibiotik yang ampuh untuk melawan organisme-organisme gram-positive dan
efektif untuk melawan spesies Enterococcus. Diindikasikan untuk para pasien
yang tidak bisa mendapat atau gagal merespons penisilin-penisilin serta
cephalosporins dan yang mengalami infeksi dengan staphylococci yang resisten.
b. Ceftazidime (Ceptaz, Fortaz, Tazicef, Tazidime)
Pilihan utama untuk mengatasi intravitreal gram-negative. Cephalosporin generasi
ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; kurang ampuh melawan
organisme-organisme gram-positif; lebih efektif melawan organisme-organisme
yang kebal. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat satu atau lebih
protein pengikat penisilin.
c. Amikacin (Amikin)
Pilihan kedua bagi injeksi intravitreal untuk mengatasi gram-negative. Untuk
melawan infeksi-infeksi bakteri gram negatif yang kebal terhadap gentamicin dan
tobramycin. Efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.
d. Ciprofloxacin (Cipro, Ciloxan)
Cara pemberian antibiotik adalah:
a. Intravitreal antibiotik
 Pilihan pertama : Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine 2.25 mg dalam
0.1ml
 Pilihan kedua : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg dalam
0.1 ml

14
 Pilihan ketiga : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg
dalam 0.1 ml
b. Antibiotik topikal
 Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan
 Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)
c. Antibiotik sistemik (jarang).
 Ciprofloxacin intravena 200 mg BD selama 2-3hari, diikuti 500 mg oral BD
selama 6-7 hari, atau
 Vancomicin 1gm IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam

2. Anti fungal
Pilihan antifungal yang digunakan adalah Amphotericin B, Voriconazole,
Ketokonazole, Fluconazole, dan Itraconazole.
3. Terapi steroid
Memiliki sifat-sifat anti-inflamasi. Obat-obat kortikosteroid mengubah respons
kekebalan tubuh terhadap stimulus-stimulus yang berbeda. Pemberian steroid
dimulai setelah 12-24 jam pemberian antibiotik intensif.
a. Prednisolone acetate (Pred Forte)
Mengobati inflamasi-inflamasi akut setelah operasi mata atau jenis gangguan-
gangguan pada mata lainnya. Mengurangi inflamasi dan neovaskularisasi kornea.
Menghambat migrasi leukosit-leukosit polymorphonuclear dan menghentikan
kebocoran pembuluh kapiler. Dalam kasus infeksi-infeksi bakteri, penggunaan
berbarengan obat-obat anti-infeksi dilakukan; jika tanda-tanda dan gejala tidak
membaik setelah 2 hari, periksa kembali pasien.
b. Dexamethasone (Ocu-Dex)
Untuk bermacam-macam penyakit alergi dan inflamasi. Mengurangi peradangan
dengan cara menghambat perpindahan leukosit-leukosit polymorphonuclear dan
mengurangi kebocoran (permeabilitas) pembuluh kapiler. Opsional; data klinis
masih bertentangan mengenai manfaatnya.
Cara pemberian:
• Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml

15
• Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 – 7 hari
• Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti dengan
50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari.
3. Terapi suportif
 Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga hematropine 2%
2 – 3 hari sekali. Mengurangi ciliary spasm yang bisa menyebabkan nyeri.
Agen-agen sikloplegik (cycloplegic) juga adalah mydriatic, dan praktisi harus
memastikan bahwa pasien tidak menderita glukoma. Pengobatan ini bisa
memicu serangan angle-closure yang akut.
 Obat-obat antiglaucoma disarankan untuk pasien dengan peningkatan tekanan
intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg) atau Timolol (0.5 %) 2 kali sehari

4. Operatif
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi,
dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus
membran vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan membantu
pemulihan penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS) menunjukkan
bahwa di mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik
dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran penting dalam
pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa.

(Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et al.
Intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative
endophthalmitis:a prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol.2005;243(12):1200-5)

2.1.3. Pencegahan
1. Identifikasi keadaan pasien yang memiliki faktor resiko sebelum operasi
(blepharitis, kelainan drainase lakrimal, adanya infeksi yg aktif)
2. Persiapan operasi, termasuk :
 Pov. Iodine 5-10%

16
 Sarung tangan steril
 Profilaksis topikal / perikoular antibiotik
 Profilaksis intravitreal (pada kasus – kasus trauma)
(dafpus???)

2.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga lapisan
mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan
panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsula tenon. Selain itu, bisa mengakibatkan penurunan
visus, kebutaan dan rusaknya struktur bola mata. Bila terjadi komplikasi, perlu
dilakukan enukleasi1,9.

2.12. Prognosis
Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung Durasi dari endoftalmitis, jangka
waktu infeksi sampai penatalaksanaan, Virulensi bakteri dan Keparahan dari
trauma. Diagnosa yang tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat
mampu meningkatkan angka kesembuhan endoftalmi.

(Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et al.
Intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative
endophthalmitis:a prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol.2005;243(12):1200-5)

BAB III
KESIMPULAN

Haaaah.. Bab 3 apa yak??belum tau bul

17

Anda mungkin juga menyukai