Anda di halaman 1dari 15

Difusi Difasilitasi adalah suatu proses dimana molekul

diangkut melintasi membran plasma dengan bantuan


protein membran.

Ringkasan

 Gradien konsentrasi akan memungkinkan ion dan


molekul polar berdifusi ke dalam sel, namun bahan ini
ditolak oleh bagian hidrofobik dari membran sel.
 Difusi difasilitasi menggunakan protein integral
membran untuk memindahkan substansi polar atau
bermuatan di seluruh wilayah hidrofobik membran.
 Saluran protein dapat membantu dalam difusi
difasilitasi zat dengan membentuk suatu bagian
hidrofilik melalui membran plasma di mana zat polar
dan bermuatan dapat melewati.
 Saluran protein dapat terbuka setiap saat, secara
terus-menerus memungkinkan zat tertentu masuk atau
keluar dari sel, tergantung pada gradien konsentrasi;
atau mereka dapat terjaga keamanannya dan hanya
dapat dibuka dengan sinyal biologis tertentu.
 Protein pembawa membantu dalam memfasilitasi
difusi dengan mengikat zat tertentu, kemudian
mengubah bentuk mereka untuk membawa zat yang
masuk atau keluar dari sel.

Transportasi yang difasilitasi


Fungsi difusi difasilitasi (dimediasi saluran) seperti
sebuah jembatan di atas sungai yang harus menaikkan
dan menurunkan untuk memungkinkan kapal untuk
melewati. Ketika jembatan ini diturunkan, kapal tidak
bisa melewati ke sisi lain dari sungai. Demikian pula,
sebuah protein saluran terjaga keamanannya sering
tetap tertutup, tidak memungkinkan zat ke dalam sel
sampai menerima sinyal (seperti pengikatan ion) untuk
membuka. Ketika sinyal ini diterima, jembatan (pintu
gerbang) terbuka, yang memungkinkan kapal (zat) untuk
melewati jembatan dan ke sisi lain sungai (sel).

Transportasi difasilitasi adalah jenis transportasi pasif.


Tidak seperti difusi sederhana di mana bahan melewati
membran tanpa bantuan protein, transportasi difasilitasi,
juga disebut difusi difasilitasi, bahan berdifusi melintasi
membran plasma dengan bantuan protein membran.
Sebuah gradien konsentrasi ada yang akan
memungkinkan bahan-bahan untuk berdifusi ke dalam
sel tanpa pengeluaran energi sel. Namun, bahan ini ion
atau molekul polar yang ditolak oleh bagian hidrofobik
dari membran sel. Protein transpor yang difasilitasi
melindungi bahan-bahan dari gaya tolak membran, yang
memungkinkan mereka untuk berdifusi ke dalam sel.

Transportasi difasilitasi zat bergerak menuruni gradien


konsentrasi mereka. Mereka mungkin melintasi
membran plasma dengan bantuan Saluran protein.
Bahan yang diangkut pertama melekat pada protein atau
glikoprotein reseptor pada permukaan luar membran
plasma. Hal ini memungkinkan bahan yang dibutuhkan
oleh sel untuk dihapus dari cairan ekstraselular. Zat
tersebut kemudian diteruskan ke protein integral tertentu
yang memfasilitasi perjalanan mereka. Beberapa dari
protein integral adalah koleksi lembar beta-lipit yang
membentuk saluran melalui fosfolipid bilayer. Lainnya
adalah protein pembawa yang mengikat dengan
substansi dan membantu difusi melalui membran.

Saluran
Protein integral terlibat dalam transportasi difasilitasi
secara kolektif disebut sebagai protein transpor; mereka
berfungsi sebagai salah satu saluran untuk bahan atau
operator. Dalam kedua kasus, mereka adalah protein
transmembran. Saluran khusus untuk bahan yang
sedang diangkut. Saluran protein memiliki domain
hidrofilik yang terkena cairan intraseluler dan
ekstraseluler; mereka Sebagai tambahan memiliki
saluran hidrofilik melalui inti mereka yang menyediakan
pembukaan terhidrasi melalui lapisan membran.
Perjalanan melalui saluran memungkinkan senyawa
polar untuk menghindari lapisan tengah nonpolar dari
membran plasma yang seharusnya memperlambat atau
mencegah mereka masuk ke dalam sel. Aquaporins
adalah saluran protein yang memungkinkan air untuk
melewati membran pada tingkat yang sangat tinggi.

Protein saluran yang baik terbuka setiap saat atau


mereka “terjaga keamanannya,” yang mengontrol
pembukaan saluran. Lampiran dari ion khusus pada
protein channel dapat mengontrol pembukaan atau
mekanisme lain atau zat yang mungkin terlibat. Dalam
beberapa jaringan, natrium dan klorida ion lewat dengan
bebas melalui saluran terbuka, sedangkan pada jaringan
lain, gerbang harus dibuka untuk memungkinkan bagian.
Contoh ini terjadi pada ginjal, di mana kedua bentuk
saluran yang ditemukan di berbagai bagian tubulus
ginjal. Sel yang terlibat dalam transmisi impuls listrik,
seperti saraf dan sel-sel otot, telah terjaga keamanannya
saluran untuk natrium, kalium, dan kalsium dalam
membran mereka. Pembukaan dan penutupan saluran
ini mengubah konsentrasi relatif pada sisi yang
berlawanan dari membran ion ini, sehingga fasilitasi
transmisi listrik sepanjang membran (dalam kasus sel-
sel saraf) atau kontraksi otot (dalam kasus sel-sel otot).
Protein pembawa
Tipe lain dari protein yang tertanam dalam membran
plasma adalah protein pembawa. Protein ini mengikat
zat dan, dalam melakukannya, memicu perubahan
bentuk sendiri, memindahkan molekul terikat dari luar sel
ke bagian dalamnya; tergantung pada gradien, materi
bisa bergerak dalam arah yang berlawanan. Protein
pembawa biasanya spesifik untuk substansi tunggal. Hal
ini menambah selektivitas keseluruhan dari membran
plasma. Mekanisme yang tepat untuk perubahan bentuk
yang kurang dipahami. Protein dapat berubah bentuk
ketika ikatan hidrogen mereka yang terpengaruh, tetapi
hal ini mungkin tidak sepenuhnya menjelaskan
mekanisme ini. Setiap protein pembawa khusus untuk
satu substansi, dan ada sejumlah terbatas dari protein ini
dalam membran apapun. Hal ini dapat menyebabkan
masalah dalam mengangkut cukup material untuk sel
berfungsi dengan baik.
Farmakokinetik

Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang


mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara
pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan
pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan
efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut
dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak.

1. Absorpsi dan Bioavailabilitas

Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi,


yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat
pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan
proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari
jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih
penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah
obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena
untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari
tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik.
Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding
ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan
pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini
disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat
demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu
tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir
sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan
kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus
metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi
dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain),
sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau
memberikannya bersama makanan.

2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh
tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran
darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat
fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase
pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ
yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal,
dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas
yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ
di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak.
Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu
yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi
karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan
semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang
mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan
terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut
dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga
distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi
juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya
obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai
keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma
ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat,
dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein
akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya
defisiensi protein.

3. Biotransformasi / Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses


perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan
dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah
menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi
melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi
inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam
mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya
sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang
merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim
biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami
biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga
kerjanya berakhir.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat


dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim
mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan
enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel
jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan
plasma.

4. Ekskresi

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ


ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi
lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi
melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari
3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli
proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal.

Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan


fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal
pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan
patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian
obat.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air


mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif
kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek
obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat
digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen,
pada kedokteran forensik.
Pada masa kehamilan, perubahan fisiologis akan terjadi secara dinamis, hal ini dikarenakan
terbentuknya unit fetal-plasental-maternal. Karena perubahan fisiologis inilah maka
farmakokinetika obat baik absorpsi, distribusi, metabolisme maupun ekskresi pun ikut berubah.
Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut antara lain perubahan fungsi saluran cerna, fungsi
saluran nafas, dan peningkatan laju filtrasi glomerulus pada ginjal.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan obat dapat melewati sawar plasenta dengan
mudah, sehingga janin yang dikandung pun ikut menerima obat.
Respon ibu dan janin terhadap obat selama kehamilan dipengaruhi oleh dua faktor utama:
1) Perubahan absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat dalam tubuh wanita hamil.
2) unit plasental-fetal yang mempengaruhi jumlah obat yang melewati sawar plasenta, persentase
obat yang dimetabolisme oleh plasenta, distribusi dan eliminasi obat oleh janin.

I. Perubahan Farmakokinetika Obat Akibat Perubahan Maternal


1. Absorbsi saluran cerna
Pada wanita hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung (40% dibandingkan wanita tidak
hamil), disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasi kedua hal tersebut akan menyebabkan
peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer. Secara klinik hal ini akan mempengaruhi ionisasi
asam-basa yang berakibat pada absorbsinya.
2. Absorbsi paru
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi, dan aliran darah paru.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsi alveolar, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam pemberian obat inhalan.
3. Distribusi
Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan akibat peningkatan jumlah
volume plasma hingga 50%. Peningkatan curah jantung akan berakibat peningkatan aliran darah
ginjal sampai 50% pada akhir trimester I, dan peningkatan aliran darah uterus yang mencapai
puncaknya pada aterm (36-42 L/jam); 80% akan menuju ke plasenta dan 20% akan mendarahi
myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar puncak obat
(Cmax) dalam serum.
4. Pengikatan protein
Sesuai dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak diikuti dengan
peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia fisiologis yang
mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang tidak terikat pada protein
pengikat secara farmakologis adalah obat yang aktif, maka pada wanita hamil diperkirakan akan
terjadi peningkatan efek obat.
5. Eliminasi oleh hati
Fungsi hati dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar estrogen dan progesteron yang
tinggi. Pada beberapa obat tertentu seperti phenytoin, metabolisme hati meningkat mungkin
akibat rangsangan pada aktivitas enzim mikrosom hati yang disebabkan oleh hormon
progesteron; sedangkan pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang
sebagai akibat sekunder inhibisi komfetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh estrogen dan
progesterone.
6. Eliminasi ginjal
Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-50%. Obat-obat yang dikeluarkan
dalam bentuk utuh dalam urin seperti penisilin, digoksin, dan lithium menunjukkan peningkatan
eliminasi dan konsentrasi serum steady state yang lebih rendah.

II. Efek kompartemen fetal-plasental


Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar obat
janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar mencapai janin
maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan menjadi lebih
rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu
terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein
pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu
melewati sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih cepat
dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH plasma janin
sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati
sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak dengan darah janin
yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat
penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi. Fenomena ini
dikenal sebagai ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua
proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8
minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat rendah.
Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih panjang dan
lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi obat
kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar dibandingkan dengan
asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar plasenta, dan berakibat
penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan, makin banyak
obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat
lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta.
Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting
pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasus-
kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
III. Mekanisme Transfer Obat melalui Plasenta
Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana
halnya dengan nutrisiyang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai potensi untuk
menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat
memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui
plasenta sebagai berikut:
· Tipe I
Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu dan janin, atau terjadi
transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah
tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen ibu dan janin.
· Tipe II
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi daripada konsentrasi
dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini mungkin terjadi karena transfer
pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat.
· Tipe III
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah daripada konsentrasi
dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang tidak lengkap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain adalah:
– Berat molekul obat.
Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak lengkap melewati
plasenta.
– PKa (pH saat 50% obat terionisasi).
– Ikatan antara obat dengan protein plasma.
Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun pasif,
transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan gradien elektrokimiawi.

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, SG., 1995, Farmakologi dan terapi, Edisi ke 4, 728-59, Farmakologi FKUI, Jakarta
Nindya, S., 2001, http://www.cerminduniakedokteran.com Perubahan Farmakokinetik Obat pada
Wanita Hamil dan Implikasinya secara Klinik, diakses tanggal 10 Maret 2009
kebanyakan obat-obat mengalami biotransformasi sebelum ekskresi.

Biotransformasi adalah suatu batasan yang digunakan untuk menyatakan


perubahan-perubahan kimia yang terjadi dengan obat-obat dalam tubuh

DISTRIBUSI

kebanyakan obat didistribusikan melalui cairan tubuh dengan cara yang relatif lebih mudah dan
lebih cepat dibandingkan dengan eliminasi atau pengeluaran.

Anda mungkin juga menyukai