nya
Mengapa Pesawat bisa terbang ?
Pesawat bisa terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal mesin pesawat (Engine),
kemudian dorongan engine tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara dibawah
dan diatas sayap pesawat . Kecepatan udara diatas sayap akan lebih besar dari dibawah sayap di
karenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak
tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang melalui atas sayap dan di bawah sayap
adalah sama . Menurut hukum Bernoully , kecepatan udara besar menimbulkan tekanan udara yang
kecil . sehingga tekanan udara di bawah sayap menjadi lebih besar dari sayap pesawat bagian atas.
Sehingga akan timbul gaya angkat (Lift) yang menjadikan pesawat itu bisa terbang,
Ada beberapa bagian utama pesawat yang membuat pesawat itu bisa terbang dengan sempurna,
diantaranya sbb;
(1).Badan pesawat ( Fuselage )
terdapat didalamnya ; ruang kemudi (Cockpit) dan ruang penumpang (Passenger).
(2).Sayap (Wing),
terdapat Aileron berfungsi untuk “Rolling” pesawat miring kiri – kanan dan Flap untuk menambah
luas area sayap ( Coefficient Lift ) yang berguna untuk menambah gaya angkat pesawat.
(5).Mesin (Engine),
berpungsi sebagai Thrust atau gaya dorong yang menghasilkan kecepatan pesawat.
Pada dasarnya apabila pesawat sedang terbang selalu menggabungkan fungsi-fungsi control diatas,
spt contoh ; bila pesawat belok kanan atau kiri , maka yang digerakkan Aileron dan Rudder, jadi
sambil belok pesawat dimiringkan agar lintasan belok lebih pendek, yang dapat menghemat waktu
dan menghemat pemakaian bahan bakar.
1. Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan fluida (untuk ketinggian yang
relatif sama), maka tekanannya akan mengecil. Dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan
antara udara bagian bawah dan atas sayap: hal inilah yang mencipakan gaya angkat L. Penjelasan
dengan prinsip Bernoulli ini masih menuai pro kontra; namun penjelasan ini pulalah yang digunakan
Boeing untuk menjelaskan prinsip gaya angkat.
2. Hukum III Newton menekankan pada prinsip perubahan momentum manakala udara dibelokkan
oleh bagian bawah sayap pesawat. Dari prinsip aksi ?reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap
yang besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara. Sedangkan
penjelasan menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur udara yang mengalir di
bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang cembung memaksa udara untuk mengikuti
kontur tersebut. Pembelokan kontur udara tersebut dimungkinkan karena adanya daerah tekanan
rendah pada bagian atas sayap pesawat (atau dengan penjelasan lain: pembelokan kontur udara
tersebut menciptakan daerah tekanan rendah). Perbedaan tekanan tersebut menciptakan
perbedaan gaya yang menimbulkan gaya angkat L. Meski belum ada konsensus resmi mengenai
mekanisme yang paling akurat untuk menjelaskan munculnya fenomena gaya angkat, yang jelas
sayap pesawat berhasil mengubah sebagian gaya dorong T mesin menjadi gaya angkat L. Gaya-gaya
aerodinamika ini meliputi gaya angkat (lift), gaya dorong (thrust), gaya berat (weight), dan gaya
hambat udara (drag). Gaya-gaya inilah yang mempengaruhi profil terbang semua benda-benda di
udara, mulai dari burung-burung yang bisa terbang mulus secara alami sampai pesawat terbang yang
paling besar sekalipun.
Namun hal mendasar yang menyebabkan pesawat itu bisa mengudara adalah lebih kepada karena
gaya angkat yang lebih tunduk kepada hukum Newton ketiga, yang secara sederhana berbunyi :
SETIAP AKSI (daya) AKAN MENDAPAT REAKSI YANG BERLAWANAN ARAH DAN SAMA BESAR.
Gaya hambat udara (drag) merupakan gaya yang disebabkan oleh molekul-molekul dan partikel-
partikel di udara. Gaya ini dialami oleh benda yang bergerak di udara. Pada benda yang diam gaya
hambat udara nol. Ketika benda mulai bergerak, gaya hambat udara ini mulai muncul yang arahnya
berlawanan dengan arah gerak, bersifat menghambat gerakan (itu sebabnya gaya ini disebut gaya
hambat udara). Semakin cepat benda bergerak semakin besar gaya hambat udara ini. Agar benda
bisa terus bergerak maju saat terbang, diperlukan gaya yang bisa mengatasi hambatan udara
tersebut, yaitu gaya dorong (thrust) yang dihasilkan oleh mesin. Supaya kita tidak perlu
menghasilkan thrust yang terlalu besar (bisa-bisa jadi tidak ekonomis) kita harus mencari cara untuk
mengurangi drag. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan desain yang streamline
(ramping).
Supaya bisa terbang, kita perlu gaya yang bisa mengatasi gaya berat akibat tarikan gravitasi bumi.
Gaya ke atas (lift) ini harus bisa melawan tarikan gravitasi bumi sehingga benda bisa terangkat dan
mempertahankan posisinya di angkasa. Lalu bagaimana kita bisa mengatasi gravitasi ini? Ini saatnya
memanfaatkan bantuan dari fisikawan-fisikawan legendaris: Isaac Newton, Bernoulli, dan Coanda
Isaac Newton yang terkenal dengan ketiga persamaan geraknya menyumbangkan hukum III Newton
tentang Aksi-Reaksi. Sayap pesawat merupakan bagian terpenting dalam menghasilkan lift. Partikel-
partikel yang menabrak ini lalu dipantulkan ke bawah (ke arah tanah). Udara yang menghujani tanah
ini merupakan gaya AKSI. Nah, ini baru aksi yang disebabkan proses yang terjadi di bagian bawah
sayap. Di bagian atas sayap, ada proses lain yang juga menghasilkan aksi. Di sini Bernoulli dan
Coanda ‘bekerja sama’. Sewaktu udara akan mengalir di bagian atas sayap, tekanannya sebesar P1.
Ketika udara melewati bagian lengkung pesawat, tekanan udara di daerah itu turun menjadi P2.
Menurut Coanda, udara yang melewati permukaan lengkung akan mengalir sepanjang permukaan
itu (dikenal sebagai Efek Coanda). Udara yang melewati bagian atas sayap ini mirip udara yang
bergerak sepanjang botol. Udara ini akan mengalir sepanjang permukaan atas sayap hingga
mencapai ujung bawah sayap. Di ujung bawah sayap itu partikel-partikel udara bergerombol dan
bertambah terus sampai akhirnya kelebihan berat dan berjatuhan (downwash). Siraman udara atau
downwash ini juga merupakan komponen gaya AKSI. Tanah yang menerima gaya aksi ini pasti
langsung memberikan gaya REAKSI yang besarnya sama dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah.
Karena gaya aksinya menuju tanah (ke arah bawah), berarti gaya reaksinya ke arah atas. Gaya reaksi
ini memberikan gaya angkat (lift) yang bisa mengangkat pesawat dan mengalahkan gaya berat akibat
tarikan gravitasi bumi. Sumber gaya angkat (lift) yang lain adalah perubahan tekanan udara di P2.
Dari beberapa hal, bagusnya kinerja penerbang dalam sebuah penerbangan bergantung pada
kemampuan untuk merencanakan dan berkordinasi dengan penggunaan tenaga (power) dan kendali
pesawat untuk mengubah gaya dari gaya dorong (thrust), gaya tahan (drag), gaya angkat (lift) dan
berat pesawat (weight). Keseimbangan dari gaya-gaya tersebutlah yang harus dikendalikan oleh
penerbang. Makin baik pemahaman dari gaya-gaya dan cara mengendalikannya, makin baik pula
ketrampilan seorang penerbang.
Berikut ini hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebut dalam sebuah penerbangan yang lurus
dan datar, tidak berakselerasi (stright and level, unaccelerated).
Thrust, adalah gaya dorong, yang dihasilkan oleh mesin (powerplant)/baling-baling. Gaya ini
kebalikan dari gaya tahan (drag). Sebagai aturan umum, thrust beraksi paralel dengan sumbu
longitudinal. Tapi sebenarnya hal ini tidak selalu terjadi, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Drag, adalah gaya ke belakang, menarik mundur, dan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh
sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi kebelakang paralel
dengan arah angin relatif (relative wind).
Weight, gaya berat adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri, awak pesawat, bahan
bakar, dan kargo atau bagasi. Weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi. Weight
melawan lift (gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gravity dari
pesawat.
Lift, (gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang
beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift dari sayap.
Pada penerbangan yang stabil, jumlah dari gaya yang saling berlawanan adalah sama dengan nol.
Tidak akan ada ketidakseimbangan dalam penerbangan yang stabil dan lurus (Hukum ketiga
Newton). Hal ini berlaku pada penerbangan yang mendatar atau mendaki atau menurun.
Hal ini tidak sama dengan mengatakan seluruh keempat gaya adalah sama. Secara sederhana semua
gaya yang berlawanan adalah sama besar dan membatalkan efek dari masing-masing gaya.
Seringkali hubungan antara keempat gaya ini diterangkan dengan salah atau digambarkan dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi kurang jelas.
Perhatikan gambar berikut sebagai contoh. Pada ilustrasi di bagian atas, nilai dari semua vektor gaya
terlihat sama. Keterangan biasa pada umumnya akan mengatakan (tanpa menyatakan bahwa thrust
dan drag tidak sama nilainya dengan weight dan lift) bahwa thrust sama dengan drag dan lift sama
dengan weight seperti yang diperlihatkan di ilustrasi di bawah.
Pada dasarnya ini adalah pernyataan yang benar yang harus benar-benar dimengerti atau akan
memberi pengertian yang menyesatkan. Harus dimengerti bahwa dalam penerbangan yang lurus
dan mendatar (straight and level), tidak berakselerasi adalah benar gaya lift/weight yang saling
berlawanan adalah sama, tapi kedua gaya itu juga lebih besar dari gaya berlawanan thrust/drag yang
juga sama nilainya diantara keduanya, bukan dibandingkan dengan lift/weight. Untuk kebenarannya,
harus dikatakan bahwa dalam keadaan stabil (steady) jumlah gaya ke atas (tidak hanya lift) sama
dengan jumlah gaya ke bawah (tidak hanya weight), jumlah gaya dorong (tidak hanya thrust) sama
dengan jumlah gaya ke belakang (tidak hanya drag).
Perbaikan dari rumus lama yang mengatakan “thrust sama dengan drag dan lift sama dengan
weight” ini juga mempertimbangkan fakta bahwa dalam climb/terbang mendaki, sebagian gaya
thrust juga diarahkan ke atas, beraksi seperti gaya lift, dan sebagian gaya weight, karena arahnya
yang ke belakang juga beraksi sebagai drag. Pada waktu melayang turun (glide) sebagian vektor gaya
weight diarahkan ke depan, beraksi seperti gaya thrust. Dengan kata lain, jika kapan pun arah
pesawat tidak horisontal maka lift, weight, thrust dan drag akan terbagi menjadi dua komponen.
Sistem kemudi pesawat terbang dipergunakan untuk melakukan manuver. Pada saat pesawat akan
berbelok ke arah kanan maka daun kemudi digerakkan ke arah kiri, begitu juga saat pesawat akan
bermanuver ke kiri, maka daun kemudi digerakkan ke arah kiri. Bagian belakang pesawat terdapat
kemudi yang dirancang secara horizontal dan vertical.
Pesawat bisa terbang ke segala arah, menanti gerak kemudi pilot. Kalau kemudi diputar ke kiri,
pesawat akan banking ke kiri. Demikian pula sebaliknya. Gerakan ini ditentukan bilah aileron di
kedua ujung sayap utama. Lalu, jika pedal kiri atau kanan diinjak, pesawat akan bergerak maju ke kiri
atau ke kanan. Dalam hal ini yang bergerak adalah bilah rudder.Posisinya di belakang sayap tegak (
Vertical stabilizer ).
Berbeda jika gagang kemudi di tarik atau didorong. Pesawat akan menanjak atau menukik. Penentu
gerakan ini adalah bilah kemudi elevator yang terletak di kedua bilah sayap ekor horizontal.
Pesawat bisa terbang karena ada gaya dorong dari mesin penggerak (Engine) yang menyebabkan
pesawat memiliki kecepatan, dan kecepatan inilah yang di terima sayap pesawat berbentuk aerofoil
sehingga pesawat dapat terangkat / terbang. Pemilihan engine didasarkan pada besar kecilnya
ukuran pesawat terbang. Adapun jenis-jenis mesin ( Engine ) pesawat terbang adalah sebagai
berikut:
1 . TURBOPROP ENGINE
Pada awal perkembangan engine, umumnya pesawat komersial menggunakan sistem penggerak
turbo propeller atau yang biasa disebut dengan turboprop. Jenis turbo prop memiliki system tidak
jauh berbeda dengan turbo jet, akan tetapi energy ( thrust ) dihasilkan oleh putaran propeller
sebesar 85 %, dimana putaran propeller ini digerakkan oleh turbin yang menerima expansi energy
dari hasil pembakaran, sisanya 15 % menjadi exhaust jet thrust (hot gas)
Turboprop engine lebih efisien dari pada turbojet, dirancang untuk terbang dengan kecepatan di
bawah sekitar 800 km / h (500 mph). Contoh mesin turboprop yang populer antara lain mesin Roll-
Royce Dart yang dipakai pada pesawat British Aerospace , Fokker 27 dll
2. TURBOJET ENGINE
Pengembangan mesin penggerak pesawat (Engine) mengalami kemajuan sangat pesat dengan
dikembangkannya mesin jenis turbojet , di mana propeller yang berfungsi untuk menghisap udara
dan menghasilkan gaya dorong digantikan dengan kompresor bertekanan tinggi yang tertutup
casing, mesin menyatu dengan ruang bakar dan turbin engine. Dari gambar di bawah terlihat bagian-
bagian dari mesin turbo jet, yang terdiri dari air inlet (saluran udara), sirip compressor rotor dan
stator, saluran bahan bakar (Fuel inlet), ruang pembakaran (combuster chamber), turbin dan saluran
gas buang (exhaust). Tenaga gaya dorong ( Thrust ) 100 % di hasilkan oleh exhaust jet thrust.
Mesin turbojet adalah mesin jet yang paling sederhana, biasanya dipakai untuk pesawat-pesawat
berkecepatan tinggi. Contoh dari mesin ini adalah mesin Roll-Royce Olypus 593 yang digunakan
untuk pesawat Concorde. Jenis lain adalah mesin Marine Olympus yang memiliki kekuatan 28.000 hp
(daya kuda atau setara dengan 21 MW) yang digunakan untuk menggerakkan kapal perang modern
dengan bobot mati 20.000 ton dengan operasi berkecepatan tinggi.
3. TURBOFAN ENGINE
Turbo Fan adalah jenis engine yang termodern sa’at ini yang menggabungkan tekhnologi Turbo Prop
dan Turbo Jet. Mesin ini sebenarnya adalah sebuah mesin by-pass dimana sebagian dari udara
dipadatkan dan disalurkan ke ruang pembakaran, sementara sisanya dengan kepadatan rendah
disalurkan sekeliling bagian luar ruang pembakaran ( by-pass ). Sekaligus udara tersebut berfungsi
untuk mendinginkan engine. Tenaga gaya dorong ( Thrust ) terbesar dihasilkan oleh FAN ( baling-
baling/blade paling depan yang berukuran panjang ), menghasilkan thrust sebesar 80 % (secondary
airflow), dan sisanya 20 % menjadi exhaust jet thrust (hot gas). Sepintas mesin turbo fan ini mirip
turbo prop, namun baling-baling depan dari turbo fan memiliki ruang penutup ( Casing / Fan case ).
Mesin / engine yang menggunakan type ini contohnya adalah mesin RB211 yang digunakan pada
pesawat Boeing B 747 dan GE CF6-80C2 yang digunakan pada pesawat DC 10 serta P&W JT 9D
SERIES . Mesin lain yang menggunakan jenis mesin turbofan adalah Roll-Royce Tay pada pesawat
Fokker F-100 (yang dijuluki mesin fanjet), mesin Adour Mk871 yang digunakan pada pesawat tempur
type Hawk Mk 100/200 pesawat tempur Jaguar dan Mitshubishi F-1 yang digunakan AU Jepang.
Kemudian mesin high by-pass turbofan ini diterapkan juga pada mesin CFM56-5C2 yang dipakai oleh
pesawat AIRBUS A340 dan mesin CFM56-3 yang dipakai pada Boeing B-737 serie 300, 400 dan 500
yang merupakan produk bersama antara GE dengan SNECMA dari Perancis.
Pada pesawat militer, mesin turbofan yang diterapkan antara lain pada mesin TF39-1C yang dipakai
pada pesawat angkut raksasa C-5GALAXI, kemudian GE F110 yang dipakai pada F-16.
4. RAMJET ENGINE
Ramjet merupakan suatu jenis mesin (engine) dimana apabila campuran bahan bakar dan udara
yang dipercikkan api akan terjadi suatu ledakan, dan apabila ledakan tersebut terjadi secara
kontinyu maka akan menghasilkan suatu dorongan (Thrust). Mesin Ramjet terbagi atas empat
bagian, yaitu: saluran masuk (nosel divergen) bagian untuk aliran udara masuk, ruang campuran
merupakan ruang campuran antara udara dan bahan bakar supaya bercampur secara sempurna,
combustor merupakan ruang pembakaran yang dilengkapi dengan membran,yang mana berfungsi
untuk mencegah tekanan balik, saluran keluar (nosel konvergen) yang berfungsi untuk memfokuskan
aliran thrust, menahan panas dan meningkatkan suhu pada combustor.
Technology ram jet ini umumnya dikembangkan pada roket / pesawat ulang alik. Pesawat tanpa
awak X-43A ini memanfaatkan mesin scramjet yang di masa mendatang akan dipakai juga pada
pesawat ulang alik. Adapun keistimewaan dari x-434 ini adalah digunakannya mesin scramjet
(supersonic combustible ramjet). Scramjet menggunakan teknologi baru yang membakar hidrogen
bersama dengan oksigen yang diambil dari udara. Oksigen tersebut dihisap dan dipancarkan lagi
dengan kecepatan sangat tinggi.
5. TURBOSHAFT ENGINE
Mesin Turboshaft sebenarnya adalah mesin turboprop tanpa baling-baling. Power turbin-nya
dihubungkan langsung dengan REDUCTION GEARBOX atau ke sebuah shaft (sumbu) sehingga
tenaganya diukur dalam shaft
Contoh mesin ini adalah GEM/RR 1004 bertenaga 900 shp yang diterapkan pada helikopter type Lynx
dan mesin Gnome 1.660 shp (1.238 kW) pada helicopter Sea King. Sedangkan versi Industri lain
adalah mesin pembangkit listrik 25-30 MW Roll-Royce RB 211 dengan 35.000-40.000 shp.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa ada 3 hal yang bisa dilakukan oleh primary control surface
diantaranya adalah :
• Bergerak pada sumbu longitudinal (sumbu yang memanjang dari nose hingga ke tail).
• Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat dalam arah lateral.
• Pergerakan aileron berkebalikan antara kiri dan kanan, berdefleksi naik atau turun.
Jika seorang pilot ingin melakukan roll atau bank atau berguling kekanan, maka yang dilakukan oleh
pilot adalah : menggerakan stick control atau tuas kemudi ke arah kanan, sehingga secara mekanik
akan terjadi suatu pergerakan di mana aileron sebelah kanan akan bergerak naik dan aileron kiri
bergerak turun. Pada wing kanan dimana aileron up akan terjadi pengurangan lift (gaya angkat) hal
ini dikarenakan aileron yang naik menyebabkan kecepatan aliran udara di permukaan atas wing
berkurang (karena idealnya aliran udara di atas airfoil lebih cepat daripada di permukaan bawah,
sehingga timbul Lift) sehingga sayap kanan kehilangan lift (gaya angkatnya) yang menyebabkan wing
kanan turun. Sedangkan pada wing sebelah kiri, aileron yang turun menyebabkan tekanan udara
terakumulasi dan mengakibatkan wing kiri naik. Begitu juga sebaliknya jika pilot menginginkan
pesawatnya melakukan roll ke sebelah kiri.
2. ELEVATOR
• Merupakan bidang kendali pada saat pesawat melakukan pitch (pitch up or down).
• Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat dalam arah longitudinal.
• Pergerakan elevator bersamaan antara kiri dan kanan, berdefleksi naik atau turun.
Jika pilot menginginkan pesawat melakukan pitch up or down (gerakan menaikan dan menurunkan
nose). Maka yang dilakukan adalah dengan menggerakan stick control pada cockpit ke depan atau ke
belakang. Jika kita menginginkan pitch up (nose ke atas) maka pilot akan menggerakan stick control
nya ke belakang (menuju ke badan
pilot) yang akan mendapat respon
dengan naiknya elevator secatra
bersamaan. Dengan naiknya elevator maka
terjadi penurunan gaya aerodinamika
pesawat yang menekan tail ke bawah
sehingga nose akan raise atau naik.
Kebalikannya jika pilot menginginkan
pitch down, maka stick control akan di
gerakan ke depan yang akan membuat
elevator bergerak ke bawah sehingga
bagian tail mendapat gaya yang
menekan ke atas dan menyebabkan
nose turun.
3. RUDDER
• Bergerak pada sumbu vertical (sumbu memanjang tegak lurus terhadap Center of gravity dari
pesawat).
• Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat dalam arah direksional.