Anda di halaman 1dari 25

KOEFISIEN LIFT (M)

BAB II

TEORI DASAR

Persamaan keadaan untuk gas-gas murni secara thermal


Udara

mempunyai

kepekatan

yang

sangat

rendah,

tetapi

kepekatannya tersebut dapat berpengaruh kuat, misalnya dalam tenaga


dorong dari pesawat terbang. Kepekatan udara sesuai dengan temperatur,
semakin panas temperatur semakin pekat (kebalikan dengan cairan).
Secara umum kecepatan gas adalah fungsi dari komposisi gas, temperatur
dan tekanan mempunyai hubungan sebagai berikut :
F = f (T,P)
Kemudian dikenal sebagai persamaan keadaan untuk gas-gas murni secara
thermal :

P
R.T

Bila mengukur tekanan udara atau fluida bergerak (yang disebut


tekanan statis) harus dijaga agar aliran tidak terganggu. Cara yang paling
baik untuk melakukan hal ini adalah dengan mengukur melalui sebuah
lubang-lubang di depan untuk mengukur tekanan stagnasi, di tempat aliran
itu diperlambat hingga kecepatan nol. Tekanan statis dan stagnasi dapat
diukur sendiri-sendiri atau selisihnya ditentukan sebagai ukuran kecepatan
alirannya, secara umum gaya angkat dapat dituliskan :
fL =

P.dA b P.dx. cos

Dengan mendapatkan fL tersebut diatas koefisien lift tanpa dimensi dapat


ditentukan.
CL =

2.FL
b. .v 2 .c

KOEFISIEN LIFT (M)

Dimana :
CL

= Koefisien lift

= massa jenis udara

= kecepatan udara

= panjang Chord

FL

= Gaya lift (N)

= bentangan airfoil (m)

= sudut serang (kemiringan profil)

Gambar 7.19. Sketsa definisi sudu pengangkat

Dari persamaan di depan dapat dikatakan bahwa untuk mendapatkan


nilai koefisien lift tertentu, maka tergantung besar simpangan yang
diberikan, koefisien lift-nya yang lebih tinggi dapat dicapai bila diberikan
simpangan yang positif (arah profil keatas).

Kecepatan aliran udara pada mind tunnel dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan:
Vo =

2.P
.udara

KOEFISIEN LIFT (M)

Menurut persamaan Bernoulli hubungan antara tekanan statis dan


permukaan atas adalah berkurang dan tekanan pada permukaan bawah
bertambah. Pengaliran dibawah berkurang dan posisi dari titik stagnasi
depan dipindahkan kebelakang.

Tekanan yang dihasilkan pada percobaan lift, diantaranya yaitu:

a. Tekanan Statis
Yaitu

tekanan

yang

tegak

lurus

terhadap

aliran

fluida,

dimana

kecepatannya (v) konstan. Bila mengukur tekanan ini harus dijaga agar
alirannya tidak terganggu. Cara yang paling tepat untuk melakukan hal
ini adalah dengan mengukur melalui sebuah lubang didepan.
b. Tekanan Stagnasi
Yaitu tekanan yang searah dengan arah aliran fluidanya dimana
kecepatannya mendekati nol (v 0 ). Untuk mengukur tekanan ini,
ditempat aliran itu diperlambat hingga v = 0 m/s. Selisih antara P stag
dan Pstatis ditentukan sebagai ukuran kecepatan alirannya.
Lapisan fluida yang kecepatannya dipengaruhi oleh tegangan geser
batas. Dalam menentukan harga bilangan Reynolds digunakan rumus :
Re =
Dimana :

V .c
v

V = kecepatan suara (m/s)


c = panjang Chord (m/s)
v = Viskositas kinematis (m 2 /s)
Ujung depan tumpul mencegah terjadinya pemisahan aliran tetapi pada
ujung tajam yang menyebabkan pemisahan membangkitkan gaya angkat
(bubung).
Pengaruh bentangan terhingga dapat dikorelasikan dengan bersampingan
tidak berdimensi dalam radio ospek :
AR =
Dimana :

b2
b

AP c

C = Panjang tali busur rata-rata


KOEFISIEN LIFT (M)

Ada koefisien angkat maksimum mengisyaratkan adanya kerusakan


minimum atau kepesatan mandek. Untuk pesawat yang angkatnya
mengganggu beratnya :
L

= CL maks. (1/2 .Vs 2 .Ap)

Vs =

CLmaks

.
Ap

1/ 2

Kepesatan mandek biasanya berkisar antara 60 dan 300 ft/s tergantung


berat pesawat dan nilai eL maksimumnya.
Alat pesawat harus mempertahankan kepesatannya. Pesawat diatas
sekitar 1,2 V untuk menghindari ketidakmantapan yang disebabkan
kemandekan total.

Adapun tahap tahap pergerakan sudut dapat dilihat dari gambar


dibawah berikut ini :

Keterangan tahapan
1. Titik macet belakang dipermukaan atas, gaya angkat belum tumpul.
2. Ujung belakang yang tajam menginduksikan pemisahan dalam bentuk
vorteks awal, timbul sedikit pengangkatan.
3. Vorteks awal terlontar, dan garis mengalir dengan halus dari ujung
belakang, pengangkatan telah mencapai 80 %.
4. Vorteks awal terlontar jauh kebelakang, aliran di ujung belakang sangat
halus dan pengangkatan telah berkembang penuh.
KOEFISIEN LIFT (M)

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat terbang :


Dari hukum Newton yang membahas mengenai mekanika kita
mengetahui bahwa suatu benda yang semula diam akan bergerak jika ada
suatu kekuatan lain-yang disebut gaya, bekerja benda tersebut. Di samping
itu Hukum Newton yang lain mengatakan bahwa benda yang diam ataupun
bergerak dengan kecepatan konstan adalah benda-benda yang terkena
gaya-gaya sedemikian rupa sehingga resultan gaya yang bekerja padanya
sama dengan nol.
Pesawat terbang juga mengikuti hukum-hukum mekanika tersebut.
Sebuah

pesawat

terbang

model

maupun

pesawat

terbang

yang

sesungguhnya

pada

prinsipnya

akan

mempunyai

empat

komponen

kekuatan (gaya) yaitu:


1.

Gaya Angkat
Gaya angkat ini sebagian besar ditimbulkan pada sayap pesawat
terbang dan biasanya digunakan untuk melawan gaya gravitasi bumi yang
masih menarik pesawat tersebut ke arah bawah.

Gaya angkat yang dalam hal ini dikhususkan pada gaya angkat sayap
dapat timbul jika suatu sayap pesawat terbang bergerak di dalam suatu
fluida yang dalam hal ini udara. Udara yang mengalir melalui bagian atas
sayap bergerak lebih cepat daripada udara yang mengalir di bagian bawah
sayap. Hal ini menyebabkan tekanan yang terjadi pada bagian atas sayap
lebih rendah daripada tekanan yang terjadi di bagian bawah.

KOEFISIEN LIFT (M)

Perbedaan tekanan yang terjadi pada kedua permukaan sayap itulah


yang menyebabkan sayap mengalami gaya angkat yang arahnya dari
bagian bawah sayap kebagian atas sayap.

Gaya angkat yang terjadi pada sebuah sayap pesawat terbang


prinsipnya akan lebih besar jika sayap yang akan digunakan untuk
menimbulkan gaya angkat tersebut lebih besar pula.
Disamping itu dari hasil penelitian, gaya angkat
tersebut dipengaruhi pula oleh sudut yang dibuat oleh penampang sayap
dan besarnya berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan fluida yang
mengalir di sekitar sayap tersebut. Secara mudahnya, gaya angkat
pesawat dapat dirumuskan sebagai berikut.

KOEFISIEN LIFT (M)

L = Cl
Keterangan :

V2 S

L = Gaya angkat sayap

Cl = Koefisien

gaya

angkat

yang

dipengaruhi
oleh sudut landa terhadap udara

= Rapat massa udara


V = Kecepatan aliran udara terhadap sayap
S = Luas sayap
Istilah dalam pesawat terbang yaitu sayap rata-rata juga disebut
Wing Load (beban sayap) besarnya sama dengan gaya angkat sayap pada
setiap satuan luas sayap atau dapat dirumuskan :
Wing Load :

Gaya angkat total


Luas sayap

Hal ini sangat berarti dalam segi perancangan pesawat, terlebih


untuk pesawat yang didesain berkemampuan tinggi.
2.

Gaya Gravitasi
Seperti telah diterangkan pada bagian terdahulu, gaya angkat sayap
bekerja untuk melawan gaya gravitasi bumi yang selalu berusaha menarik
pesawat terbang untuk mendekati bumi. Apabila pada suatu pesawat
terbang

gravitasi

dan

gaya

angkat

pesawat

berada

pada

tahap

kesetimbangan, maka pesawat terbang tersebut akan mengambang di


angkasa.
Pada pesawat terbang sedang bergerak ke atas, gaya yang bekerja
pada sayap adalah lebih besar daripada gravitasi yang bekerja pada
pesawat itu. Hal yang sebaliknya terjadi pada pesawat terbang yang
menukik ; gravitasilah yang dominan.
3.

Gaya gesekan Udara


Gaya jenis lainnya yang umum juga bekerja pada sebuah pesawat
terbang ialah gaya gesekan udara, yang bekerja menghambat gerakan
pesawat terbang itu sendiri. Untuk pesawat terbang yang bergerak melaju
ke muka, gaya gesekan udara-yang sering dikenal sebagai Drag-bekerja
dengan arah ke belakang.

KOEFISIEN LIFT (M)

Besarnya gaya drag ini sangat menentukan apakah suatu pesawat terbang
akan dapat melaju dengan ringan dan cepat atau tidak.
Pada prinsipnya, gaya yang ditimbulkan karena gesekan udara
ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan bentuk dari pesawat terbang itu
sendiri. Umumnya bagian yang paling luas permukaannya dari sebuah
pesawat terbang ialah sayapnya. Oleh karena itu dalam dunia penerbangan
dikenal pula perhitungan drag ini berdasarkan luas permukaan sayap.
Gaya drag dapat dirumuskan sebagai berikut:
D = Cd

S V2

Keterangan :
Drag (gesekan udara)
Cd

= Coefisien drag

= rapat massa udara

= Luas sayap

= kecepatan relatif

Seperti telah diterangkan di bagian terdahulu, sebuah pesawat model


akan dapat terbang dengan suatu

kecepatan tertentu jika

yang bekerja padanya berada dalam keadaan


seimbang.

gaya-gaya

KOEFISIEN LIFT (M)

4.

Gaya Tarik
Gaya tarik atau gaya dorong (Thrust) bekerja searah dengan arah
gerakan pesawat terbang, dan bertugas untuk mempertahankan kondisi
agar pesawat dapat tetap melaju dengan kecepatan tertentu.
Gaya thrust ini biasanya ditimbulkan oleh tarikan baling-baling yang
berputar dengan cepat di bagian depan atau di sayap, atau dapat pula
ditimbulkan oleh mesin jet yang menyemburkan gas buang ke arah
tertentu.

Propeller
Gaya tarik atau

thrust yang sangat diperlukan dalam penerbangan

dapat pula dihasilkan oleh kekuatan mesin yang dimiliki oleh pesawat
terbang dengan bantuan peralatan tertentu.
Dalam dunia aero modeling, peralatan pengubah putaran mesin
menjadi gaya tarik atau thrust yang paling sering dipergunakan ialah
propeller / baling-baling.
Karena tugasnya hanya mengubah tenaga dari mesin menjadi gaya tarik,
maka haruslah efisien atau dengan kata lain , kalau bisa seluruh daya pada

mesin di ubah olehnya menjadi gaya tarik yang besarnya sama dengan
daya mesin yang menggerakkannya.
Untuk mendapatkan efisiensi yang setinggi-tingginya, maka propeller
dirancang dengan desain tertentu untuk daya dan putaran mesin yang
tertentu pula. Ukuran propeller pertama-tama harus kita kenal ialah
diameter

dan

pitch. Pitch menyatakan jarak maju propeller jika

propeller tersebut kita putar sebanyak satu putaran. Sedangkan diameter


menyatakan ukuran dua kali jarak dari ujung propeller ke poros propeller
tersebut.

KOEFISIEN LIFT (M)

Besarnya diameter dan pitch propeller pada umumnya akan dituliskan


secara berurutan sebagaimana contoh berikut ini :
Propeller

8 x 6

Diameter 8 inch

pitch 6 inch

Advance ratio, yaitu besaran yang menyatakan perbandingan antara


kecepatan aliran udara yang ditimbulkannya dengan kecepatan putar
baling-baling tersebut. Advance ratio ini erat hubungannya dengan

efesiensi propeller. Advance ratio juga dipergunakan untuk mengenal


karakteristik propeller.
Thrust Pada Pesawat Terbang Layang
Pesawat

terbang

jenis

ini

tidak

menggunakan

mesin

diwaktu

terbangnya, gaya thrust ditimbulkan oleh gaya gravitasi bumi yang


menariknya

kebawah.

Sebuah

pesawat

layang

(glider)

akan

dapat

meluncur jauh kedepan selama ia sendiri tertarik oleh gaya gravitasi ke


arah bawah.

KOEFISIEN LIFT (M)

Dengan kata lain gaya thrust adalah salah satu komponen dari gravitasi
total yang bekerja pada pesawat tersebut. Karena sifatnya meluncur ke
depan sewaktu melayang turun tertarik oleh gaya gravity itulah makanya
dikenal dengan istilah Glade Ratio yang mempunyai arti jarak yang dapat
ditempuh oleh sebuah pesawat terbang melayang tanpa bantuan mesin
selama ketinggiannya berkurang satu-kesatuan jarak.

Kestabilan terbang

Kita ketahui bahwa pesawat terbang itu berada dalam daerah tiga
dimensi, dan setiap benda yang berada di dalam ruang tiga dimensi akan
bergerak berputar secara tidak menentu jika gaya-gaya yang bekerja pada
seluruh bagian badannya tidak ter koordinasi secara serasi sehingga
berada di dalam kondisi setimbang. Demikian pula pada pesawat terbang,
gaya angkat sayap yang semula berguna untuk mengangkat sebuah
pesawat terbang sehingga mengudara dapat menyebabkan pesawat
tersebut berputar pada titik beratnya jika resultan dari keseluruhan gaya
angkat yang terjadi di seluruh permukaan pesawat tersebut tidak bekerja
tepat pada titik berat tersebut.

KOEFISIEN LIFT (M)

Untuk menjamin agar pesawat terbang selalu dalam keadaan stabil


dan tidak berputar ataupun mengangguk-angguk karena gaya angkat
sayap,

maka

dibuatlah

sebuah

perangkat

yang

tugasnya

untuk

menstabilkan pesawat terhadap anggukan, disebut Stabiliser. Stabiliser


dapat ditempatkan di bagian belakang ataupun di bagian depan dan dapat
dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai gaya angkat yang arahnya ke
atas maupun ke bawah sesuai dengan kebutuhan.

Untuk menjalankan fungsinya stabilizer biasanya dilengkapi dengan


perangkat yang disebut elevator. Disebut demikian karena pada prinsipnya
elevator digunakan untuk mengubah sudut elevasi dari pesawat terbang itu
sendiri; apakah akan dibuat terbang menanjak atau menukik. Elevator
biasanya melekat di belakang stabilizer dan dapat bergerak rotasi secara
bebas.

Apabila elevator digerakkan kebawah, maka stabilizer akan memiliki gaya


arahnya keatas. Hal ini selanjutnya akan membuat pesawat terbang
menukik.

KOEFISIEN LIFT (M)

Sebaliknya apabila elevator digerakkan ke atas, gaya yang terjadi pada


stabilizer adalah ke arah bawah dan hal ini akan menyebabkan pesawat
terbang menanjak.

Selain hal kestabilan anggukan, pesawat tentunya juga memiliki


kestabilan pada arah gerakan gulingnya (yaitu gerak putar pada sumbu
badan pesawat). Jika tidak pesawat itu tidak akan terjamin keamanan
terbangnya sebab dapat berguling tak menentu arahnya, ke kanan maupun
ke kiri.

KOEFISIEN LIFT (M)

Untuk mengatasi kesulitan gerakan guling tersebut, ada 2 cara


penanggulangannya, yaitu dengan membuat sebuah pesawat terbang yang
memiliki kestabilan guling yang baik sekali, ataupun jika tidak demikian

kita dapat membuat perangkat kestabilan guling pada sebuah pesawat


terbang yang kurang stabil.
Perangkat kestabilan ini dalam istilah penerbangan dikenal dengan
nama aileron dan ditempatkan pada kedua belah sayap; kanan dan kiri.

Agar dapat menggulingkan pesawat terbang ke arah kanan maupun ke


kiri, aileron pada sebuah sayap harus bergerak berlawanan dengan aileron
pada sayap lainnya. Misalnya jika aileron sayap kiri bergerak ke bawah
maka aileron

pada sayap kanan bergerak ke atas. Keadaan seperti itu

dapat membuat pesawat terbang berguling ke kanan.


Satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu mengenai kestabilan dalam
gerak belok. Sebuah pesawat terbang harus mempunyai arah penerbangan
yang tertentu dan bukannya membelok ke kanan dan ke kiri secara tak
menentu. Untuk itu pesawat dilengkapi dengan sebuah sirip tegak yang
biasanya ditempatkan di bagian belakang.
Agar sirip tegak yang juga sering disebut dengan fin itu dapat
berfungsi untuk meluruskan arah penerbangan ataupun untuk
membelokkan pesawat tebang , maka lat tersebut selanjutnya dilengkapi
dengan bagian yang disebut rudder.
Apabila rudder digerakkan kearah kanan, maka pesawat akan segera
membelok ke arah kanan pula. Demikian pula sebaliknya, apabila rudder
digerakkan ke kiri maka pesawat akan membelok ke kiri.
Meskipun demikian, membelokkan rudder tidak semudah prakteknya.
Kita tidak akan dapat mempermainkannya dengan semudah itu, sebab
biasanya sebuah pesawat terbang yang

KOEFISIEN LIFT (M)

telah membelokkan ruddernya akan mengalami sedikit pengurangan daya


angkat pada sayapnya. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi maka
akan mengalami gejala yang disebut spin dalam istilah penerbangan.
Kondisi ini termasuk gejala yang paling ditakuti di dunia penerbangan.
Untuk itu, biasanya kita menggerakkan elevator sedikit ke atas pada saat
rudder kita belokan. Pergerakan elevator ke atas tentunya akan menambah
gaya angkat sayap, sehingga apabila kita mengamati dari jauh, pesawat
model kita yang sedang membelok tampaknya tidak akan kekurangan gaya
angkat lagi.

Berbagai Jenis Pesawat Model


Setelah pada bagian sebelumnya kita mengenal cara-cara pesawat terbang mengudara akan
melaksanakan penerbangan, kali ini kita akan mengenal beberapa penggolongan pesawat
terbang di dalam dunia aeromodeling berdasarkan cara-cara dan sifat-sifat penerbangannya.
Penggolongan berdasarkan Thrust
Berdasarkan tenaga dorong atau tarik yang dipergunakan selama terbangnya, pesawat
model dapat digolongkan pada:
-

pesawat model terbang layang

pesawat model bermotor karet

pesawat model bermotor listrik

pesawat model bermotor letup

pesawat model bermotor jet dan ducted fan.

Penggolongan pesawat model berdasarkan bentuk sayap


Sayap pesawat merupakan bagian terpenting bagi sebuah pesawat terbang untuk dapat
mengudara. Adapun pesawat-pesawat model berdasarkan jenis sayapnya dapat kita golongkan
menjadi :
-

Pesawat model bersayap tetap


Jika kita amati, bentuk pesawat model bersayap tetap dapat dibedakan menjadi:

a. Monoplane (bersayap tunggal)


b. Biplane (bersayap ganda)
KOEFISIEN LIFT (M)

c. Sweeplane (sayap besudut kebelakang)


d. Sweepforward (sayap menyudut kedepan
e. Canard (sayap dibelakang ekor)
f. Sayap delta

Pesawat model bersayap putar (rotary wing)


Pesawat untuk kategori ini merupakan jenis yang dimiliki pesawat helikopter. Secara
teoritis dan praktis pesawat model bersayap putar seperti helikopter ini lebih sulit dan rumit
dibandingkan dengan pesawat model bersayap tetap. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan pesawat model helikopter kurang peminatnya.
pesawat model helicopter

KOEFISIEN LIFT (M)

Pesawat model bersayap lentur (flex wing)


Pesawat model bersayap lentur ini sebenarnya merupakan tiruan dari pesawat layang
gantung yang telah kita kenal sekarang ini. Salah satu contoh pesawat bersayap lentur
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut

Pesawat model jenis-jenis lain


Disamping pesawat-pesawat model yang telah kita bahas diatas, ada pula beberapa pesawat
model yang sangat jarang ditemui karena memang hanya dipakai untuk eksperimen,
misalnya ornitopter, tandem wing dan sebagainya.

KOEFISIEN LIFT (M)

Konstruksi pesawat terbang model pada bagian sayap


Seperti kita ketahui, sayap merupakan suatu bagian paling penting/vital pada sebuah
pesawat terbang, sebab dari bagian inilah dihasilkan daya angkat yang menyebabkan pesawat
itu dapat terbang.
Apabila kita memotong sayap dalam arah tegak lurus terhadap panjangnya, kita akan
menjumpai suatu bentuk penampang dalam dunia penerbangan dikenal dengan sebuah airfoil
sayap. Bentuk airfoil inilah yang nantinya akan sangat menentukan karakteristik penerbangan
sebuah pesawat terbang. Oleh karena itu, sekarang kita akan mengenal terlebih dahulu secara
kilas beberapa bentuk airfoil, terutama yang nantinya akan dipakai pada pesawat terbang
model.

Bentuk airfoil yang digunakan dalam aeromodeling pada umumnya adalah serupa dengan
airfoil yang dipergunakan pada pesawat terbang yang sesungguhnya yaitu sama-sama berasal
dari penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh para ahli Aerodinamika di seluruh
dunia.
Model airfoil yang dikeluarkan oleh lembaga penerbangan Amerika NACA, atau lebih
dikenal sekarang dengan sebutan NASA dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

KOEFISIEN LIFT (M)

Untuk sebuah pesawat terbang layang seperti glidder, chuck glidder dan sebagainya
mengutamakan faktor melayang dengan sebaik-baiknya, biasanya digunakan airfoil NACA
6312 (12% flat bottom), ataupun NACA 7408.
Untuk menginginkan kelincahan, terutama untuk pesawat model aerobatic seperti halnya
control line aerobatic ataupun radio control aerobatic, kita akan memilih airfoil NACA 0017
sampai dengan 0020.
Untuk pesawat terbang yang memiliki kecepatan seperti halnya radio control race, control
line racing dan beberapa pesawat terbang combat, kita memilih jenis airfoil mungkin tipe
seperti NACA 0010 misalnya.
Pesawat model radio control yang menggunakan motor biasanya akan kita pasangi sayap
yang ber airfoil semi simetris dengan ketebalan sekitar 12%, seperti halnya NACA 4312
ataupun NACA 4512.
Pada sayap yang berkerangka kayu, kita akan melihat adanya suatu bagian yang dipasang
pada sayap sedemikian rupa sehingga apabila sayap tersebut dipotong dalam arah gerak tegak
lurus terhadap panjangnya akan memperlihatkan penampang airfoil seperti yang telah kita
kenal sebelumnya. Bagian ini kita sebut Wing Rib. Wing rib dalam konstruksi kayu balsa
biasanya dipasang berjejer sepanjang sayap seperti tampak pada gambar berikut ini.

KOEFISIEN LIFT (M)

Disamping istilah wing rib, pada konstruksi sayap kita juga mengenal bagian yang
disebut leading edge. Leading edge adalah bagian sayap yang terletak paling depan, dan sangat
menentukan beberapa karakteristik penerbangan suatu pesawat. Bagian ini menentukan apakah
konstruksi sayap ditujukan untuk penerbangan cepat, atau dirancang untuk terbang lambat. Hal
ini terjadi karena yang pertama-tama membelah udara ketika pesawat terbang melaju di udara.
Selanjutnya bagian yang memegang peranan dalam segi kekuatan konstruksi sayap, yaitu
spar. Memang spar inilah yang nantinya menahan sayap agar tidak melengkung akibat daya
angkat yang dihasilkannya. Apabila konstruksi sayap terutama sparnya tidak kuat menahan
beban, ada kemungkinan sayap pesawat akan melengkung dan mungkin tak jarang akan patah.
Bagian lain dari konstruksi sayap pesawat terbang model dari kayu adalah trailing edge
yang merupakan bagian sayap yang terletak di bagian belakang dan menentukan apakah udara
akan mengalir melalui sayap tersebut akan kembali secara mulus ke dalam bentuk semula atau
dengan cara melingkar-lingkar sebagai gejala turbulensi.

Dengan trailing edge yang mempunyai bentuk tertentu maka pesawat model akan
mempunyai kecepatan luncur yang tertentu pula.
Apabila wingrib diletakkan pada jarak yang renggang sedangkan multi spar yang
bertugas menyangga ketebalan airfoil tersebut tidak diterapkan, maka pada waktu sampul,
sayap akan berbentuk seperti gambar Berikut.

LABORATORIUM MEKANIKA FLUIDA


JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

KOEFISIEN LIFT (M)

BAB III

ALAT DAN METODE PERCOBAAN


III.1. ALAT YANG DIGUNAKAN
A. Sub

Sonic

Wind

Tunnel

digunakan

sebagai

instalasi

pengujian koefisien lift.


B. Profil dengan Tipe NACA 0012 yaitu sebagai denda yang
mendapatkan gaya angkat
C. Termometer, untuk mengukur suhu ruang
D. Brometer, untuk mengukur besarnya tekanan lokal / atmosfer
E. Efuser,

Yaitu

bagian wind tunnel yang berfungsi untuk

mempercepat aliran fluida dan menurunkan tekanan di wind


tunnel
F. Difuser,

yaitu

alat

untuk

menurunkan

kecepatan

dan

menaikkan tekanan
G. Fan, untuk menghisap udara
H. Pengatur Sudut Serang, untuk mengatur besarnya sudut
dari airfoil
I. Peredam/Silincer, untuk meredam getaran dan bunyi
J. Double Butterfly Valve, untuk mengatur debit udara keluar
K. Pitot Tube, untuk mengukur tekanan stagnasi
L. Fiber Washer, untuk mengamati NACA dari luar
M. Manometer,alat yang menggunakan kolom cairan untuk
menentukan perbedaan tekanan.

N. Airfoil, berfungsi untuk mengatur besarnya nilai koefisien lift


(CL) dan koefisien drag (CD) yang digunakan pada sayap
pesawat terbang

KOEFISIEN LIFT (M)

III.2. METODE PERCOBAAN


1. Mencatat suhu dan tekanan luar / atmosfer
2. Membuka Double Butterfly Valve agar udara masuk mengisi ruang
sub sonic wind tunnel dan tekanan dan suhunya sama dengan
kondisi diluar setelah itu ditutup kembali
3. Mengatur keseimbangan NACA 0012 (profil) pada posisi 0
4. Menyalakan mesin dan membuka katup double butterfly valve
dengan cara diputar pada keadaan 5 %
5. Kemudian mengatur besarnya sudut serang pada aifoil sesuai yang
ditentukan dan mencatat nilai pada tabung pengukur
6. Perhatikan aliran fluidanya, jika masih bergerak maka catatlah
dimana posisi fluida itu lama berhenti / ambil antaranya sebagai
nilai yamg diperoleh
7. Lakukan langkah yang sama untuk sudut serang pada airfoil yang
berbeda dan catatlah kembali nilainya pada tabung pengukur
tekanan stagnasi dan tekanan totalnya dengan sudut serang
20,18,16,14,12,10,8,6,4,2,0,-5,-10,-13,-15
8. Setelah mencatat data keseluruhan, maka matikan mesinnya dan
kembalikan posisi airfoil ke sudut 0.

KOEFISIEN LIFT (M)

Anda mungkin juga menyukai