Anda di halaman 1dari 28

BAB II

BUCKLING

2.1 PENDAHULUAN
Perristiwa Buckling merupakan peristiwa terjadi nya Defleksi pada batang
langsung ( plat tipis ) yang mendapatkan tekanan aksial. Batang plat tipis adalah batang
yang mempunyai perbandingan panjang dan jari- jari girasi penampang yang besar [1].
Dari mekanika bahan kita tahu bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat
dibebani hngga tegangan lelehnya; keadaan yang umum adalah tekuk (buckling), atau
lenturan mendadak akibat ketidakstabilan, terjadi sebelum kekuatan bahan batang
sepenuhnya tercapai. Jadi, pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi
mereka yang merencanakan struktur baja [3].
Dalam prakteknya, buckling ditandai oleh kegagalan secara tiba-tiba pada
structural dalam material karena adanya tegangan yang tinggi, dimana tegangan aktual
lebih kecil dibandingkan tegangan maksimum dari material tersebut [4].

2.1.1 Latar Belakang


Buckling pada kolom merupakan suatu proses dimana akibat beban aksial tekan,
kolom mengalami instabilitas ditandai dengan lendutan mendadak yang besar walaupun
tegangannya masih dalam tahap elastis. Kolom merupakan elemen struktur yang
memikul beban aksial tekan yang mempunyai dimensi panjang jauh lebih besar
dibandingkan penampang melintang. Masalah penting yang terjadi pada kolom adalah
karena kelangsingannya menimbulkan instabilitas tekuk (buckling). Fenomena buckling
pada kolom merupakan prototipe yang menggambarkan masalah stabilitas struktur,
dimana dalam sejarah hal ini pertama kali dipecahkan oleh Euler tahun 1744. Untuk
menghitung beban aksial kritis buckling kolom sederhana dapat dihitung dengan
menggunakan teori klasik elastis linier. Pada kolom sederhana dimana tegangan awal
aksial diasumsikan tidak terpengaruh oleh deformasi aksial, maka metode elemen
hingga juga dapat digunakan untuk analisis instabilitas linier.
Namun solusi beban kritis linier buckling tidak dapat dipakai untuk kondisi
struktur pada umumnya, lebih-lebih bila perpindahan prebluckling cukup besar. Selain
itu pada umumnya anggapan dalam linier buckling bahwa “deformasi aksial dan lentur
sangat kecil sehingga konfigurasi geometri struktur dapat dianggap sama, sebelum dan
sesudah pembebanan” tidak dapat dipenuhi lagi. Oleh karena itu analisis yang lebih
tepat adalah solusi terhadap persamaan keseimbangan inkremental nonlinier (nonlinear
incemental equilibrium equations). Masalahnya, metode ini dianggap lebih rumit dan
running time-nya lebih lama.

2.1.2 Tujuan Praktikum


Dalam praktikum ini para praktikan diharapkan mampu :
1. Mengetahui karakteristik buckling akibat tumpuan yang berbeda
2. Mengetahui prinsip kerja dan bagian–bagian alat peraga fenomena buckling
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi buckling
4. Mengetahui aplikasi buckling dalam kehidupan sehari-hari
5. Membandingkan data teoritik dan data actual pada pengujian buckling [2].

2.2 DASAR TEORI


2.2.1 Pengertian buckling
Buckling adalah suatu fenomena dimana struktur kehilangan bentuk aslinya
karena pembebanan yang diberikan melewati batas beban kritisnya. Buckling pada
struktur yaitu timbul kerutan, bengkok atau lekukan pada struktur yang dapat dilihat
secara maskroskopis. Beban buckling adalah beban terkecil yang diasumsikan untuk
mencapai kesetimbangan netral atau kesetimbangan equilibrium. Buckling terjadi
karena adanya penambahan tegangan dari luar serta adanya pergeseran yang terjadi
secara spontan [5].
2.2.2 Stabilitas
Jika kita mendesain sebuah kolom AB dengan panjang L untuk menahan beban P
(Gambar 1.2 a-b). Kolom tersebut mempunyai tumpuan engsel pada masing-masing
ujungnya dan kita mengasumsikan bahwa beban P berada tepat pada garis sumbunya.
Jika kolom mempunyai luas penampang A maka tegangan pada kolom menjadi

dan lebih kecil dari tegangan ijin dari material yang telah ditentukan, dan
jika deformasi ditentukan berdasarkan spesifikasi maka kesimpulan kita

adalah bahwa kolom telah di desain dengan benar

Gambar 2.1 Sistem dua batang denga engsel penghubung [5].

Namun demikian, ada kemungkinan lain yang dapat terjadi, ketika kolom
dibebani kolom akan melengkung (bukle) sehingga tidak lurus seperti sediakala.
Gambar 2.2 a-b menunjukkan kolom yang melengkung akibat diberi beban. Untuk
memahami masalah stabilitas maka kita harus menggunakan sebuah pemodelan
sederhana. Model ini terdiri dari dua batang kokoh AC dan BC yang dihubungkan di C
dengan menggunakan sambungan engsel dan pegas puntir dengan konstanta K (gambar
2.1 a). Jika kedua batang dan kedua gaya P dan P’ diatas sedemikian rupa sehingga
berada pada satu garis, maka struktur akan berada pada posisi kesetimbangan seperti
ditunjukkan pada gambar 2.1 a selama kondisi ini tidak terganggu. Tetapi jika kita
menggeser titik C sedikit saja kekanan maka kondisi kesetimbangan tadi akan berubah

dan batang akan membentuk sudut sebesar dengan sumbu vertical.

Untuk menentukan apakah sistem stabil atau tidak stabil, perhatikan gambar 2.2
Jika gaya bekerja pada batang Ab, gaya ini terdiri dari dua buah kopel yang dibentuk

oleh gaya P dan P’ dari momen P(L/2) sin yang menyebabkan batang cenderung

untuk bergeser menjauhi sumbu vertikal. Sedangkan kopel M cenderung untuk


membawa batang sejajar dengan sumbu vertikal. Karena sudut defleksi dari pegas
sebesar maka momen dari kopel M adalah M = . Jika momen dari kopel

yang pertama maka sistem dapat dikatakan stabil, artinya sistem cenderung untuk
kembali pada posisi kesetimbangan. Tetapi jika momen dari kopel yang kedua lebih
besar maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu sistem cenderung untuk menjauhi
posisi kesetimbangan awal.

a b

Gambar 2.2 Kolom dengan tumpuan engsel [5].


Gaya dimana kedua kopel berada pada posisi kesetimbangan terletak disebut
beban kritis dan dinotasikan sebagai Pcr. Kita telah mendapatkan

Atau selama

Sangat jelas bahwa sistem akan stabil jika P < Pcr dimana beban lebih kecil
dibandingkan dengan beban kritis, dan tidak stabil jika P >Pcr.

2.2.3 Macam-Macam Tumpuan dan Gaya yang bekerja


Tumpuan ialah suatu benda yang merupakan bagian dari suatu bangunan yang
berfungsi sebagai sarana penahan atau penyangga dari bangunan agar bangunan tidak
roboh bila dibebani, pembebanan dapat berupa beban akibat berat sendiri, atau akibat
beban dari luar. Pada dasarnya tumpuan dibagi menjagi tiga, yaitu:

a. Rol
Tumpuan yag arah gaya reaksinya dikerahui, tetapi besarnya tidak diketahui,
tumpuan ini sifatnya hanya bisa menahan gera translasi benda yang ditumpunya dalam
arah tertentu,tetapi mutlak tidak bisa menahan gerak rotasi benda yang ditumpunya
dalam segala arah sumbu benda. Misalnya pada: tumpuan roller.

Gambar 2.3 Tumpuan Roll [7].

b. Engsel
Tumpuan yang arah dan besar reaksi tidak diketahui, tumpuan ini sifatnya dapat
menahan gerak translasi benda yang tumpunya dalam segala arah, tetapi tidak dapat
menahan gerak rotasi benda dalam arah sumbu yang tertentu dari benda yang
ditumpunya. Misalnya tumpuan engsel.
Gambar 2.4 Tumpuan Engsel [7].

c. Jepit
Tumpuan yang arah besar gaya reaksinya tidak diketahui, serta dapat menahan
momen atau kopel dalam segala arah . Tumpuan ini sifatnya kokoh sempurna, artinya
da[at menahan gaya translasi dan rotasi dalam segala arah dari benda yang ditumpunya.
Misalnya Tumpuan jepit (fixed)
Gambar 2.5 Tumpuan Jepit [7].
2.2.4 Persamaan Euler Untuk Kolom
Jika kita ingin menentukan beban kritis (Pcr) pada sebuah kolom, maka
pendekatan yang kita gunankan adalah menentukan kemungkinan konfigurasi beban
dari kolom. Karena kolom dapat diasumsikan sebagai sebuah balok yang ditempatkan
pada posisi vertikal dan dibebani dengan beban aksial maka pendekatan yang kita
gunakanpun adalah pendekatan dalam menganalisa balok. Anggaplah kolom
mempunyai panjang L yang segaris dengan sumbu vertikal, x adalah jarak dari ujung A
sampai suatu titik di Q dari kurva elastisnya dan y adalah defleksi pada titik tersebut
seperti terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.6 Diagram benda bebas untuk buckling [5]


Dari sini kita dapat menganalisa suatu momen dititik Q
M = -Py (2.1)
Substitusi persamaan (1) dengan persamaan

(2.2)

(2.3)

(2.4)
Persamaan di atas merupakan diferensial homogen orde dua. Jika kita
melakukan manipulasi,

(2.5)
Maka kita akan memperoleh

(2.6)
Persamaan diatas merupakan persamaan gerak harmonis sederhana dengan
variabelnya adalah x, sehingga solusi umum untuk persamaan di atas adalah
y = Asin px + Bcos px (7) (2.7)
Dengan memasukan syarat batas yang telah ditentukan sebelumnya maka kita
dapat menemukan solusinya.
Untuk y=0, x=0
y(0) = 0 = Asin p(0) + Bcos p(0) sehingga B=0
Untuk y=0, x=L
y(L) = 0 = Asin p(L) + Bcos p(L)
0 = Asin pL
Persamaan diatas dapat dipenuhi jika A = 0 atau sin pL = 0. Untuk kondisi yang
pertama jika terpenuhi maka y = 0 dan itu berarti kolom tetap lurus, untuk kondisi yang
kedua kita memerlukan p.L = n.π, jika kita kembalikan lagi pada persamaan 5 maka

diperoleh . L = n π sehingga kita dapat memperoleh Pcr.

(2.8)
karena Pcr adalah beban terkecil yang menyebabkan kolom melengkung maka n diambil
1 sehingga,

(2.9)
dengan I adalah momen inersia penampang terkecil dan Le adalah panjang kolom
efektif. Persamaan (2.8) juga dikenal sebagai persamaan Euler (Leonard Euler 1707-
1783). Persamaan diatas merupakan persamaan dasar yang digunakan untuk
menghitung beban kritis (Pcr) untuk kombinasi tumpuan yang berbeda dengan
mengganti Le dengan nilai tertentu seperti terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.7 Perbandingan L-Le untuk berbagai tumpuan[5]

Batasan Persamaan Euler


Modulus elastisitas E yang telah digunakan untuk menurunkan persamaan (2.8).
Untuk memberikan batasan yang penting ini kita akan menggunakan definisi yang lain.
I = Ar2 dimana A adalah luas penampang dan r adalah jari-jari girasinya. Dengan
memasukan persamaan Euler, kita akan memperoleh :

(2.10)

(2.11)

dimana L/r adalah perbandingan kerampingan kolom (slenderness ratio).


Persamaan 2.10 menunjukan bahwa tegangan kritis adalah sebanding dengan
modulus elastisitas material dan berbanding terbalik dengan kuadrat perbandingan
kerampingan kolom. Dengan memplot tegangan kritis sebagai ordinat dan perbandingan
kerampingan sebagai asist kita akan mendapatkan sebuah grafik hiperbola yang disebut
grafik hiperbola Euler. Persamaan Euler berlaku hanya pada daerah grafik dibawah
batas proporsional material. Dari grafik ini kita juga dapat mengklasifikasikan jenis
kolom berdasarkan perbandingan kerampingannya apakah jenis kolom panjang (long
column), kolom menengah (intermediate column), maupun kolom pendek (short
colmn).

Gambar 2.8 (a) Diagram tegangan-regangan tekan (b) Tegangan kritis-perbandingan


kerampingan kolom[6]

Gambar 2.9 Grafik perbandingan tegangan kritis-rasio kerampingan


spesimen untuk material baja, alumunium dan fir[6]
Aplikasi Buckling Dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Tegangan tekuk pada jembatan


Suatu material akan bertambah panjang jika dipanaskan karena adanya koefisien
muai panjang pada tiap-tiap material. Pada tegangan tekuk pada jembatan yang terkena
terik matahari yang panas, akan bertambah panjangnya dan akibatnya tekananan
tersebut akan saling menekan dan terjadilah buckling.pada dasarnya perubahan yang
terjadi pada tegangan tekuk pada jembatan Beban mati yang merupakan berat dari
kumpulan setiap anggota struktur maupun berat objek benda yang ditempatkan secara
permanen. Sebagai contoh, kolom, balok, balok penopang (girder), pelat lantai, dinding,
jendela, plumbing, alat listrik, dan lain sebagainya. Kedua adalah Beban hidup, yang
mana beban yang bergerak atau bervariasi dalam ukuran maupun lokasi. Contohnya
adalah beban kendaraan pada jembatan, beban pengunjung pada gedung, beban hujan,
beban salju, beban ledakan, beban gempa, dan beban alami lainnya.

Gambar 2.10 Tegangan tekuk pada jembatan [10]

2. Kulit logam pada konstruksi pesawat


Kulit logam pada kontruksi pesawat yang bertekanan akan menyebabkan
permukaan pada sayap tersebut akan saling menekan dan terjadilah buckling saat itu
tidak kuat menahan beban. Unsur struktural mirip dengan sebuah jembatan, dengan
penekanan pada segitiga dengan menggunakan unsur-unsur terkait yang mana unsur
pada sayap pesawat jika terlalu banyak tekanan maka kestabilan pesawat akan
berkurang, dan disitu sayap pesawat akan mengalami buckling. Dan kalo sudah
mengalami buckling itu sulit untuk mengembalikanya seperti semula.

Gambar 2.11 Kulit logam pada konstruksi pesawat [10].

3. Paku Bumi
Paku bumi pada kontruksi paku yang bertekanan besar akan menyebabkan
permukaan tanah tersebut akan saling menekan dan terjadilah buckling saat itu tidak
kuat menahan beban tekanan yang terjadi pada saat aku di tancabkan ke tanah.

Gambar 2.12 Paku Bumi [10].

2.3 ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN


2.3.1 Spesimen Uji
1. Spesimen 1
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,3 mm
Gambar 2.13 Spesimen 1 [9]
2. Spesimen 2
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,9 mm

Gambar 2.14 Spesimen 2 [9].


2.3.2 Alat Percobaan
1. Dongkrak Hidrolik
Fungsi sebagai pemberi tekanan pada spesimen uji

Gambar 2.15 Dongkrak hidrolik [9].


2. Pressure Gauge
Fungsi untuk memberikan informasi besarnya tekanan

Gambar 2.16 Pressure gauge [9].


3. Sliding Bar
Fungsi memompa sistem hidrolik sampai kontak dengan sliding bar A
Gambar 2.17 Sliding Bar [9].
4. Dial Indicator
Fungsi untuk mengukur defleksi

Gambar 2.18 Dial Indicator [9]

5. Spi
Fungsi untuk merubah tumpuan engsel menjadi tumpuan jepit

Gambar 2.19 Spi [9]


6. Pemberat
Fungsi sebagai pemberi beban awal

Gambar 2.20 Pemberat [9]


7. Kunci L
Fungsi untuk mengencangkan tumpuan
Gambar 2.21 Kunci L [9]
8. Tumpuan
Fungsi untuk memberi tumpuan pada spesimen uji

Gambar 2.22 Tumpuan[9]


9. Hydrolic Stick
Fungsi untuk memompa pressure gauge agar tekanan tidak berubah.

Gambar 2.23 Hydrolic stick [9].


10. Tang
Fungsi untuk mengencangkan tumpuan

Gambar 2.24 Tang [9].


11. Kunci pas
Fungsi untuk mengencangkan baut-baut pada alat peraga buckling
Gambar 2.25 kunci pas [9].

2.4 PROSEDUR PERCOBAAN


Prosedur percobaan yang harus dilakukan pada saat melakukan percobaan untuk
mencari besarnya buckling adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan peralatan bantu percobaan seperti hydrolic stick, kunci cekam (kunci
L), dan spesimen percobaan (material kuningan, dimensi 530x25,4x3,9 mm dan
dimensi 530x25,4x3,3 mm)
2. Menyesuaikan jarak antara sliding bar A dan sliding bar B sesuai dengan panjang
spesimen.
3. Memasang pin pada sliding bar B.
4. Memasang spesimen pada pencekam dengan memasukkan kedua ujung spesimen
pada rahang pencekam dan kemudian menguncinya dengan menggunakan kunci L.
5. Mengencangkan baut by pass pada sistem hidrolik.
6. Mengukur panjang awal Xo pada mistar ukur
7. Memompa sistem hidrolik sampai kontak dengan sliding bar A.
8. Memompa sistem hidrolik perlahan-lahan dan amatilah tekanan yang terukur pada
pressure gauge.
9. Menghentikan pemompaan jika tekanan tetap atau cenderung menurun
10. Mengukur besarnya perubahan panjang spesimen terhadap sumbu x akibat terkena
buckling.
11. Membuka baut by pass untuk menurunkan tekanan menjadi nol.
12. Melakukan langkah 5 sampai 11 untuk melakukan percobaan dengan variasi
tekanan awal yang berbeda.
13. Memasang spi pada salah satu pencekam untuk mengubah kombinasi tumpuan dari
tumpuan pin-pin menjadi tumpuan jepit-pin.
14. Melakukan langkah 12 untuk memperoleh data tumpuan pin-jepit
15. Jika percobaan telah selesai, bukalah semua peralatan yang telah dipasang dan
ditempatkan pada tempat semula.[2]
2.5 DATA HASIL PERCOBAAN
2.5.1 Data Hasil Praktikum

Dari hasil pengujian diperoleh data sebagai berikut :


Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,9 mm

Tabel 2.1 Data Percobaan 1 spesimen 1 (jepit-pin)


Tekanan Xo = 18 Xt
No (kg/mm2) (mm) (mm)
17.5 0.5
17.5 0.5
1 2
17 3
17 3
Rata-rata 17.25 1.75
16.5 1.5
16.5 1.5
2 3
16.5 1.5
16.5 1.5
Rata-rata 16.5 1.5
15 5
15 5
3 4
15.5 4.5
15 5
Rata-rata 15.12 4.8

Tabel 2.2 Data Percobaan 2 spesimen 1 (pin-pin)


Tekanan Xo = 19 Xt
No (kg/mm2) (mm) (mm)
18.5 1.5
19 1
1 2
18.5 1.5
18.5 1.5
Rata-rata 18.6 1.3
2 3 18.5 1.5
18 2
18 2
18 2
Rata-rata 18.1 1.8
18 2
18 2
3 4
18 2
18 2
Rata-rata 18 2

Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,3 mm
Tabel 2.3 Data Percobaan 1 spesimen 2 (jepit-pin)
Tekanan Xo = 20 Xt
No (kg/mm2) (mm) (mm)
19 1
18.5 1.5
1 2
18.5 1.5
18.5 1.5
Rata-rata 18.6 1.3
16 4
15 5
2 3
15.5 4.5
16 4
Rata-rata 15.6 4.3
10 10
10 10
3 4
9.5 10.5
10 10
Rata-rata 9.875 10.125

Tabel 2.4 Data Percobaan 2 spesimen 2 (pin-pin)


Tekanan Xo = 19 Xt
2
No (kg/mm ) (mm) (mm)
18.5 0.5
18 1
1 2
18 1
18 1
Rata-rata 18.1 0.87
2 3 17 2
17 2
17 2
17 2
Rata-rata 17 3
15 4
14.5 4.5
3 4
14 5
14 5
Rata-rata 14.375 4.625

2.6 PERHITUNGAN
2.6.1 Analisa Data Pcr Aktual
Merupakan hubungan antar beban yang diberikan pada sistem hidrolik dan
tekanan yang dihasilkan, yaitu :
Y = 4,2408x + 1,6
Dimana :
Y = Beban yang diberikan pada sisitem hidrolik (Kgf)
X = Tekanan yang dihasilkan sistem hidrolik (Kgf/mm 2)
Spesimen 1
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,9 mm
Modulus elastisitas kuningan : 9728,09 (kgf/mm 2)

Spesimen 2
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,3 mm
Modulus elastisitas kuningan : 9728,09 (kgf/mm 2)

Dalam pengujian buckling yang mengguanakn variasi tekanan 2 Kg/mm2,3


Kg/mm2, dan 4 Kg/mm2 pada tumpuan jepit-pin dan tumpuan pin-pin ditunjukkan pada
tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Perhitungan Pcr Aktual


Pcr
Tekanan
No Aktual
(Kg/mm2) (Kgf)
1 2 10,08
2 3 14,32
3 4 18,56

1. Perhitungan 1 pada spesimen 1 dan spesimen 2 (Pin-jepit)


Y = 4,2408(2) + 1,6
Y = 10,08 Kgf

Y = 4,2408(3) + 1,6
Y = 14,32 Kgf

Y = 4,2408(4) + 1,6
Y = 18,56 Kgf

2. Perhitungan 2 pada spesimen 1 dan spesimen 2 (Pin-pin)


Y = 4,2408(2) + 1,6
Y = 10,08 Kgf

Y = 4,2408(3) + 1,6
Y = 14,32 Kgf

Y = 4,2408(4) + 1,6
Y = 18,56 Kgf

2.6.2 Analisa Data Pcr Teoritis

Dimana : b = Lebar spesimen (mm)


H = Tebal spesimen (mm)
Le = Panjang efektif spesimen (mm)
E = Modulus elastisitas (kgf/mm2)
I = Momen Inersia (mm 4)
Pcr= Beban kritis (kgf)
A = Tumpuan jepit-pin
B = Tumpuan pin-pin

Spesimen 1
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,9 mm
Modulus elastisitas kuningan : 9728,09 (kgf/mm 2)

Tabel 2.6 Perhitungan analisa Pcr Teoritis (jepit-pin)


No. Tekanan B(mm) H(mm) Le I (mm4) E Pcr
(kgf/mm2)
(mm) (kgf/mm2) Teoritis
1 2 25,4 3,9 125,5 9728,09
2 3 25,4 3,9 125,5 9728,09
3 4 25,4 3,9 125,5 9728,09

Perhitungan percobaan 1 spesimen 1 pada tekanan 2 kgf/mm2 (jepit-pin)

Perhitungan percobaan 1 spesimen 1 pada tekanan 3 kgf/mm2 (jepit-pin)

Perhitungan percobaan 1 spesimen 1 pada tekanan 4 kgf/mm2 (jepit-pin)


Tabel 2.7 Perhitungan analisa Pcr Teoritis (pin-pin)
No. Tekanan B(mm) H(mm) Le I (mm4) E Pcr
(kgf/mm2)
(mm) (kgf/mm2) Teoritis
1 2 25,4 3,9 125,5 9728,09
2 3 25,4 3,9 125,5 9728,09
3 4 25,4 3,9 125,5 9728,09

Perhitungan percobaan 2 spesimen 1 pada tekanan 2 kgf/mm2 (pin-pin)

Perhitungan percobaan 2 spesimen 1 pada tekanan 3 kgf/mm2 (pin-pin)

Perhitungan percobaan 2 spesimen 1 pada tekanan 4 kgf/mm2 (pin-pin)

Spesimen 2
Material : Kuningan
Dimensi : 530 x 25,4 x 3,3 mm
Modulus elastisitas kuningan : 9728,09 (kgf/mm 2)

Tabel 2.8 Perhitungan analisa Pcr Teoritis (jepit-pin)


No. Tekanan B(mm) H(mm) Le (mm) I (mm4) E Pcr
(kgf/mm2)
(kgf/mm2) Teoritis
1 2 25,4 3,3 76,06 9728,09 15,3
2 3 25,4 3,3 76,06 9728,09
3 4 25,4 3,3 76,06 9728,09

Perhitungan percobaan 1 spesimen 2 pada tekanan 2 kgf/mm2 (jepit-pin)

Perhitungan percobaan 1 spesimen 2 pada tekanan 3 kgf/mm2 (jepit-pin)

Perhitungan percobaan 1 spesimen 2 pada tekanan 4 kgf/mm2 (jepit-pin)

Tabel 2.9 Perhitungan analisa Pcr Teoritis pin-pin)


No. Tekanan B(mm) H(mm) Le (mm) I (mm4) E Pcr
(kgf/mm2)
(kgf/mm2) Teoritis
1 2 25,4 3,3 76,06 9728,09
2 3 25,4 3,3 76,06 9728,09
3 4 25,4 3,3 76,06 9728,09

Perhitungan percobaan 2 spesimen 2 pada tekanan 2 kgf/mm2 (pin-pin)


Perhitungan percobaan 2 spesimen 2 pada tekanan 3 kgf/mm2 (pin-pin)

Perhitungan percobaan 2 spesimen 2 pada tekanan 4 kgf/mm2 (pin-pin)

2.6.3 Perbandingan Antara Pcr Teoritis dan Pcr Aktual


Perhitungan penyimpangan (error) actual diperoleh dari perhitungan beban
secara teori dan perhitungan beban hasil percobaan.

2.7 PEMBAHASAN
2.7.1 Pembahasan Pcr Aktual dan Teoritis
 Pembahasan Pcr aktual dan Pcr teoritis pada specimen 1
Dari perhitungan Pcr aktual pada tabel 2.5 untuk spesimen 1 untuk perlakuan
tumpuan pin-jepit dan tumpuan pin-pin didapatkan hasil yang serupa yaitu pada tekanan
2 kg/mm2 Pcr aktualnya adalah 10.08 kgf, tekanan 3 kg/mm 2 Pcr aktualnya adalah 14.32
kgf, dan pada tekanan 4 kg/mm2 Pcr aktualnya adalah 18.56 kgf. Dan dari perhitungan
data tabel 2.6 Pcr teoritis untuk perlakuan tumpuan pin-jepit yaitu didapatkan pada
tekanan 2 kg/mm2 nilai Pcr teoritisnya adalah 13,99 kgf, pada tekanan 3 kg/mm 2 Pcr
teoritisnya adalah 19,05 kgf, dan pada tekanan 4 kg/mm 2 Pcr teoritisnya adalah 1,86
kgf. Sedangkan untuk tumpuan pin-pin dari perhitungan data tabel 2.7 Pcr teoritisnya
didapatkan pada tekanan 2 kg/mm2 nilai Pcr teoritisnya adalah 25,36 kgf, pada tekanan 3
kg/mm2 Pcr teoritisnya adalah 13,23 kgf, dan pada tekanan 4 kg/mm 2 Pcr teoritisnya
adalah 6,49 kgf.
Dari hasil diatas di atas didapatkan bahwa Pcr aktual yang didapat tidak sesuai
dengan Pcr teoritis yang didapatkan dari hasil perhitungan. Pada Pcr teoritis untuk
tumpuan jepit-pin memiliki perbedaan nilai yang sangat besar hal ini dikarenakan
pemasangan dan mekanisme tumpuan yang kurang bekerja dengan maksimal pada saat
melakukan pengujian buckling. Pada Pcr teoritis untuk tumpuan pin-pin juga memiliki
perbedaan nilai yang sangat besar hal ini dikarenakan pemasangan dan mekanisme
tumpuan yang kurang bekerja dengan maksimal pada saat melakukan pengujian
buckling.

 Pembahasan Pcr aktual dan Pcr teoritis pada specimen 2


Dari perhitungan Pcr aktual pada tabel 2.5 untuk spesimen 2 untuk perlakuan
tumpuan pin-jepit dan tumpuan pin-pin didapatkan hasil yang serupa seperti halnya
pada Pcr aktual pada specimen 1 yaitu pada tekanan 2 kg/mm 2 Pcr aktualnya adalah
10.08 kgf, tekanan 3 kg/mm2 Pcr aktualnya adalah 14.32 kgf, dan pada tekanan 4
kg/mm2 Pcr aktualnya adalah 18.56 kgf. Dan dari perhitungan data tabel 2.8 Pcr teoritis
untuk perlakuan tumpuan pin-jepit yaitu didapatkan pada tekanan 2 kg/mm2 nilai Pcr
teoritisnya adalah 15,3 kgf, pada tekanan 3 kg/mm2 Pcr teoritisnya adalah 1,404 kgf,
dan pada tekanan 4 kg/mm2 Pcr teoritisnya adalah 0,25 kgf. Sedangkan untuk tumpuan
pin-pin dari perhitungan data tabel 2.9 Pcr teoritisnya didapatkan pada tekanan 2
kg/mm2 nilai Pcr teoritisnya adalah 415.5749963 kgf, pada tekanan 3 kg/mm2 Pcr
teoritisnya adalah 16.62299985 kgf, dan pada tekanan 4 kg/mm2 Pcr teoritisnya adalah
2.459023647 kgf.
Dari hasil diatas di atas didapatkan Pcr aktual dan Pcr teoritis hasil dari
perhitungan. Pada Pcr teoritis untuk tumpuan jepit-pin memiliki nilai yang hampir
mendekati nilai Pcr aktual hal ini disebabkan oleh mekanisme tumpuan bekerja dengan
maksimal dan ketika pemasangan sangat teliti sehingga batang mudah melengkung.
Sedangkan pada Pcr teoritis untuk tumpuan pin-pin memiliki perbedaan nilai yang
sangat besar hal ini dikarenakan pemasangan dan mekanisme tumpuan yang kurang
bekerja dengan maksimal pada saat melakukan pengujian buckling.
2.7.2 Hubungan tekanan (Pcr) terhadap besarnya buckling pada specimen 1

Gambar 2.18 Grafik perbandingan Pcr teoritis dengan Pcr aktual percobaan spesimen 1
Dari grafik di atas didapatkan bahwa Pcr aktual yang didapat hasil pengujian
tidak sesuai dengan Pcr teoritis yang didapatkan dari hasil perhitungan. Pada Pcr teoritis
nilai Pcr teoritis semakin tinggi bila pada spesimen uji di tumpu dengan tumpuan jepit.
Pada percobaan dengan tumpuan engsel-engsel sudah terlihat hampir menyerupai dari
Pcr teoritis, hal ini dikarenakan pemasangan dan mekanisme tumpuan yang kurang
bekerja dengan maksimal. Pada percobaan engsel jepit, terlihat perbedaan yang semakin
besar dari Pcr teoritis. Hal ini disebabkan oleh spesimen yang telah digunakan pada
percobaan engsel-engsel sehingga semakin mudah melengkung. Dan pada percobaan
jepit-jepit sangat jauh berbeda dari perbedaan bahkan lebih kecil dari percobaan engsel-
jepit karena spesimen uji telah digunakan berkali-kali pada percobaan engsel-engsel dan
engsel jepit.

2.7.3 Hubungan tekanan (Pcr) terhadap besarnya buckling pada specimen 2


Gambar 1.18 Grafik perbandingan Pcr teoritis dengan Pcr aktual percobaan spesimen 2
Dari grafik diatas disimpulkan bahwa Xt rata-rata pada tumpuan pin-jepit
maupun pin-pin meningkat seiring dengan peningkatan tekanan aktual (Pcr) hal ini
menyebabkan bahwa kenaikan tekanan berpengaruh terhadap fenomena buckling pada
specimen 2.

2.8 KESIMPULAN DAN SARAN


2.8.1 Kesimpulan
1. Karakteristik tiap-tiap tumpuan mempunyai nilai yang berbeda-beda perhitungan
secara teoritis Pin-Pin>Pin-Jepit
2. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggunakan sistem hidrolik manual dalam
pembebanannya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi buckling adalah jenis material, dimensi kolom,
dan jenis tumpuannya.
4. Dalam prakteknya uji buckling sangat diperlukan dalam dunia industry untuk
mengatasi kapan sebuah produk akan gagal saat dikenai Pembebanan.

2.8.2 Saran
1. Dalam melakukan pengujian, praktikan harus teliti dalam membaca skala agar tidak
terjadi kesalahan.
2. Dalam pengujian hendaknya kita mempelajari modul terlebih dahulu sebelum
melakukan pengujian.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.scribd.com/doc/169635887/TUGAS-PENDAHULUAN-MEKTER
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 22.00 wib.
2. Jobsheet Praktikum Fenomena Dasar Mekanik 2014.
3. http://.sumirinms.blogspot.com/2011/04/analisis-perilaku-nonlinear-
buckling.html
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 22.00 wib.
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Buckling
Diakses tanggal 2 Juni 2014 pukul 20.00 wib.
5. http://bucklingsopari.blogspot.com/
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 22.00 wib.
6. Beer, F.P, Johnston, E.R. JR, and Dewolf, J.T, Mechanics of Materials 5 th ed.
New York : Mc Graw-Hill inc.2006
7. eprints.undip.ac.id/27612/1/0189-ba-ft-2009.pdf
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 22.00 wib.
8. http://erulmesin09.blogspot.com/2012/11/percobaan-buckling.html
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 21.00 wib.
9. Laboratorium Fenomena Dasar Mekanis Universitas Diponegoro 2014.
10. http://black-flanker.blogspot.com/2011_02_01_archive.html
Diakses tanggal 3 Juni 2014 pukul 22.00 wib.

Anda mungkin juga menyukai