Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

FENOMENA DASAR MESIN


MODUL IV
UJI TEKUK (BUCKLING)

Disusun Oleh :

Nama Praktikan : Wilman Saeful


NRP : 1121800030
Tanggal Praktikum : 24 Februari 2021

Anggota kelompok :

1. Arsyi Putra Esa Tama (1121800031)


2. Ari Kurnia Romadhon (1121800029)
3. Idris Sunani Alfirdaus (1121800032)
4. Arif Satriyo Utomo (1121800053)

Assisten Laboratorium : Chairil Insani

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
INSITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uji buckling merupakan proses dimana struktur material tidak mampu
untuk mempertahankan bentuk aslinya, sedemikian rupa berubah bentuk
dalam rangka menemukan keseimbnagan baru. Konsekuensi buckling pada
dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi lendutan besar
sehingga mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk dpat terjadi pada
sebuah kolom, lateral buckling balok, pelat dan shell. Dalam pengujian,
buckling ditandai dengan kegagalan pada struktur karena mengalami tekanan
yang tinggi, dimana tegangan aktual pada titik kegagalan kurangdari tekanan
yang mampu ditahan oleh material. Pembenanan yang diberikan secaraterus–
menerus akan menyebabkan terjadinya deformasi plastis
padamaterial/spesimen kerja. Hal ini dikarenakan pada setiap material
memiliki beban kritis yang berbeda dan modulus young yang berbeda pula.
Apabila kapasitas penampang tidak memenuhi salah satu tekuk di atas, maka
dapat ditambahkan elemen perkuatan yang dapat menaikkan kapasitas
penampang pada sumbu lemahnya. Sehingga batang tersebut dapat menahan
semua tekuk yang terjadi. Namun perlu diperhatikan bahwa efektifitas dan
efisiensi dari penggunaan elemen perkuatan tersebut harus tetap dijaga.
Sehingga nilai safety, servirceability dan ekonomis struktur masih dapat
dipertahankan.
Untuk elemen tekan dengan beberapa elemen pengaku, baik itu yang
diperkuat di antara badan dengan dua atau lebih pengaku atau diperkuat di
antara badan dan tepi pengaku dengan satu atau lebih pengaku. Pengaku
dapat diabaikan jika nilai Is ≥ Ia, berikut ini formulasi berdasarkan CSA –
S136 – M89
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku tekuk
(buckling) pada bambu petung bentuk bilah dan untuk mengetahui kekuatan
tekuk (buckling) hasil eksperimen dengan hasil teori (menggunakan
persamaan tetmayer, euler.
1.3. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang serta tujuan dari percobaan tersebut.
BAB II TEORI DASAR
Berisi tentang teori-teori yang mendukung percobaan tersebut.
BAB III ALAT DAN BAHAN
Berisi tentang alat dan bahan yang digunakan pada percobaan tersebut.
BAB IV TUGAS DAN PERTANYAAN
Berisi tentang tugas-tugas yang menyinggung tentang percobaan tersebut.
BAB V PERHITUNGAN
Berisi tentang perhitungan dari hasil percobaan.
ANALISA
Berisi tentang analisa dari percobaan yang telah dilakukan.
KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan dari percobaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang sumber-sumber teori yang didapat.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Pengertian Uji tekuk


Batang yang tertekan akan menyebabkan perilaku tekuk baik dari arah
sumbu x penampang (lateral buckling), arah sumbu y (lokal buckling),
maupun torsi (torsional buckling). Sehingga dalam analisa, profil yang
didesain harus memiliki nilai kapasitas penampang yang lebih besar dari
gaya yang terkecil penyebab ketiga tekuk tersebut. Apabila kapasitas
penampang tidak memenuhi salah satu tekuk di atas, maka dapat
ditambahkan elemen perkuatan yang dapat menaikkan kapasitas
penampang pada sumbu lemahnya. Sehingga batang tersebut dapat
menahan semua tekuk yang terjadi. Namun perlu diperhatikan bahwa
efektifitas dan efisiensi dari penggunaan elemen perkuatan tersebut harus
tetap dijaga. Sehingga nilai safety, servirceability dan ekonomis struktur
masih dapat dipertahankan.

Gambar 2.1 Perilaku Tekuk Penampang


Keterangan :

a) Lateral Buckling
b) Local Buckling
c) Torsional Buckling

Propertis penampang yang diperhitungkan dalam desain batang tekan


adalah :
 Batasan kelangsingan elemen penampang.
 Desain lebar efektif
 Efektifitas elemen pengaku
 Luas penampang efektif
 Kapasitas batang tekan terhadap tekuk pada sumbu x
 Kapasitas batang tekan terhadap tekuk pada sumbu y
 Kapasitas batang tekan terhadap tekuk torsi
A. Batasan Kelangsingan Elemen Penampang
Akibat tipisnya plat penyusun profil baja ringan, maka dilakukan
batasan terhadap nilai kelangsingan elemen baik badan maupun sayapnya.
Berdarkan CSA – S136 – M89 terdapat tiga buah kasus dalam batasan
kelangsingan elemen penampang ini yaitu :
1.Ketika W ≤ Wlim
2.Ketika W < W
dimana :
h
Web, Ww=
t
b
flonger, Wf =
t
kE
Wlim=0.644
√ f
Keterangan :

E : Modulus elastisitas baja ringan ( 203000 Mpa )


F : Nilai tegangan yang terjadi pada penampang (Mpa)
Fy : Tegangan leleh penampang (MPa)
K : Koefisien tekuk untuk elemen batang tertekan ( 4 )
t : Tebal elemen (mm)
W : Rasio lebar elemen
Ww : Rasio lebar badan
Wf : Rasio lebar sayap
Wlim : Batas nilai rasio lebar
b : lebar sayap (mm)
h : lebar badan (mm)
Untuk elemen tekan, nilai rasio lebar elemennya dibatasi harus lebih
kecil dari 200, jika rasio lebar elemen lebih besar dari nilai tersebut, maka
penampang mendadi tidak efektif. W < 200
B. Desain Lebar Efektif
Ketika rasio lebar elemen melebihi batas rasio lebarnya, maka lebar
elemen dapat digantikan dengan lebar efektif. Lebar efektif dapat
ditentukan melalui perhitungan rasio lebar efektif, B. berdasar rasio lebar
efektif dapat ditentukan sebagai berikut :
Kondisi 1 :
W ≤ W lim

We = W

Kondisi 2 :

W ≥ W lim

0,208
We=0,95 √ kE/ f 1− √ kE/ f ≤ W
W

Keterangan :
We : rasio lebar efektif elemen ( badan / sayap )
E : modulus elastisitas baja ringan ( 203000 Mpa )
f : nilai tegangan yang terjadi pada penampang (Mpa)
Fy : tegangan leleh penampang (MPa)
k : koefisien tekuk untuk elemen penampang tertekan ( 4 )
t : tebal elemen (mm)
W : rasio lebar elemen
Wlim : batas nilai rasio lebar
C. Efektifitas Elemen Pengaku
Untuk elemen tekan dengan beberapa elemen pengaku, baik itu yang
diperkuat di antara badan dengan dua atau lebih pengaku atau diperkuat di
antara badan dan tepi pengaku dengan satu atau lebih pengaku. Pengaku
dapat diabaikan jika nilai Is ≥ Ia, berikut ini formulasi berdasarkan CSA –
S136 – M89 :
h
[ ]
Ia=5 ht 3 4 −26 t 4 ≥18 t 4
t

4
h h h
3
Is=5 ht =
astiff[−0.7
astiff ( )] ( )

50

Keterangan :
astiff : jarak antar pengaku (mm)
h : lebar elemen berpengaku (badan / sayap) (mm)
Ia : momen inersia elemen yang dianggap berpengaku (sayap/badan)
(mm 4)
Is : momen inersia elemen yang berpengaku penuh (mm 4)
t : tebal penampang (badan / sayap) (mm)

D. Hal – hal yang perlu diperhatikan :


1. Jika jarak antar pengaku pada elemen profil sedemikian rupa sehingga
rasio lebar dari elemen pengaku lebih besar dari batas rasio lebarnya,
maka hanya dua pengaku (yang terdekat dari tiap badan) yang
diperhitungkan efektif.
2. Jika jarak antar pengaku dan tepi pengaku pada elemen badan
sedemikian rupa sehingga menyebabkan rasio lebarnya lebih besar
batas rasio lebarnya, maka hanya pengaku yang terdekat dari badan
yang diperhitungkan efektif.
3. Jika jarak antar pengaku sangat dekat, sehingga rasio lebar, sehingga
rasio lebar elemen profilnya tidak melebihi batas rasio lebarnya, maka
semua pengaku dapat diperhitungkan lebar efektifnya.
Menurut CSA – S236 – M89 pengaku yang diperhitungkan secara
efektif akan mempengaruhi asumsi tebal elemen profil yang memiliki
elemen pengaku tersebut. Secara umum perhitungannya adalah sebagai
berikut :

Keterangan :
Isf : momen inersia dari bagian luasan pengaku (mm 4)
p : panjang perimeter dari elemen beberapa pengaku antar badan
t : tebal elemen penampang (mm)
ts : asumsi tebal efektif elemen penampang akibat adanya elemen
wm : lebar antar badan atau dari badan sampai sisi pengaku (mm)

Gambar 2.2 Tebal Efektif Elemen dengan Pengaku

E. Luas Penampang Efektif


Luas penampang efektif adalah luasan penampang yang murni
menahan gaya tekan yang terjadi tanpa mengalami leleh. Luas penampang
efektif berbanding terbalik dengan gaya aksial tekan. Semakin besar gaya
aksial tekan maka luas penampang efektif akan semakin kecil. Perhitungan
luas efektif penampang diperoleh dari penjumlahan luas efektif dari semua
elemen profil, baik badan maupun sayap. Sedangkan luas efektif harus
diperhatikan berdasarkan rasio lebar efektifnya yang diperhitungkan
berdasarkan syarat – syarat rasio lebarnya. Sehingga luas efektif elemen
adalah lebar efektif dikalikan dengan tebal efektif dari elemen tersebut.
Ae =∑ A ei

Aei =Beff t eff

Keterangan :
Ae : luas efektif penampang (mm2 )
Aei : luas efektif elemen penampang (mm2)
beff : lebar efektif elemen penampang (mm)
teff : tebal efektif elemen penampang (mm)
F. Batang Tarik
Pada batang tarik kapasitas penampang hanya dipengaruhi oleh luas
penampang. Pada struktur atap, jika penyambungan antar batang
digunakan baut, maka luasan penampang harus diperhitungkan terhadap
perlemahan akibat lubang bautnya. Sehingga luasan penampang yang
dipakai adalah luasan penampang netto. Pada batang tarik dapat juga
terjadi lendutan, lendutan tersebut tidak berpengaruh secara sturktural,
karena batang tersebut sebenarnya aman. Namun dari segi non - sturktural
maupun stabilitas batang tersebut tidak memenuhi syarat service ability.
Agar struktur menjadi aman dan nyaman maka keseluruhan syarat tersebut
harus dipenuhi.
Propertis penampang yang diperhitungkan dalam desain batang tekan
adalah :
 Kelangsingan batang tarik
 Luas penampang netto
 Kapasitas penampang tarik
G. Kelangsingan Batang Tarik
Inti dari perhitungan ini adalah untuk memberi batasan kelangsingan
batang. Batang yang terlalu langsing akan mudah mengalami lendutan
pada saat pemasangannya, begitu pula batang yang terlalu panjang juga
akan mengalami lendutan akibat berat sendirinya. Secara struktural
kelangsingan batang tidak berpengaruh secara struktural, karena kapasitas
penampang tarik hanya ditentukan oleh luas tampangnya. Kelangsingan
batang hanya berpengaruh pada stabilitas dan service abilitynya.

Gambar 2.3 Panjang Tekuk


KL
λ=
r
Keterangan :
I : momen inersia sumbu lemah penampang (mm 4)
A : luas penampang profil (mm2 )
K : faktor tekuk, tergantung dari perletakan ujung batang
L : panjang batang (mm)
r : jari – jari kelembaman sumbu lemah penampang (mm)
λ : koefisien kelangsingan
H. Luas Penampang Netto
Luas penampang netto adalah luasan penampang awal dikurangi
dengan luas perlemahan penampang akibat lubang baut. Hal ini harus
diperhitungkan karena perlemahan akan menyebabkan kapasitas
penampang pada ujung batang yang disambung berkurang banyak.
An = A − n(db)(t)
Keterangan :
A : luas brutto penampang profil ( mm2 )
An : luas netto penampang profil ( mm2)
db : diameter baut ( mm )
n : jumlah baut
t : tebal plat profil ( mm )
I. Kapasitas Penampang Tarik
Kapasitas penampang tarik pada cold formed steel dapat
diperhitungkan dalam dua kondisi, di mana :
1. Kondisi di mana penampang mencapai tegangan leleh ( Fy ) Pada saat
penampang mencapai tegangan leleh, maka nilai kapasitas dipengaruhi
oleh luasan penampang ( A ). Formulasi perhitungan kapasitas tekuk
torsi berdasarkan CSA – S136 – M89 adalah sebagai berikut :

Keterangan :
A : luas penampang profil ( mm2)
e : nilai eksentrisitas terhadap pusat penampang (mm)
Fy : tegangan leleh penampang ( MPa )
Iy : inersia sumbu y ( mm3 )
St : modulus penampang tarik bruto ( mm3 )
Tr1 : kapasitas tarik pada kondisi leleh ( N )
xo : jarak titik berat penampang terhadap sumbu y (mm)
Φty : faktor tegangan leleh ( 0.9 )
2. Kondisi di mana penampang mencapai tegangan ultimate ( Fu ) Pada
saat penampang mencapai tegangan leleh, maka nilai kapasitas
dipengaruhi oleh luasan netto penampang ( An ). Formulasi perhitungan
kapasitas tekuk torsi berdasarkan CSA – S136 – M89 adalah sebagai
berikut :

Keterangan :
An : luas netto penampang ( mm2)
D : diameter baut ( mm )
Fu : tegangan batas penampang ( MPa )
Iy : inersia penampang brutto arah y ( mm 4)
Iyn : inersia penampang bersih arah y ( mm 4 )
n : jumlah baut
Stn : modulus penampang tarik netto ( mm3 )
t : tebal plat ( mm )
Tr2 : kapasitas tarik pada kondisi ultimate ( N )
xo : jarak pusat berat penampang tegak lurus terhadap elemen
berlubang (mm)
Φtu : faktor tarik pada tegangan batas (0.75)
J. Buckling Stress (tegangan tekuk)
Buckling stress atau tegangan tekuk adalah ketidak stabilan yang
mengarah ke modus kegagalan. Secara teoritis, tegangan tekuk disebabkan
oleh bifurkasi dalam solusi untuk persamaan keseimbangan statis. Adapun
definisi lain mengenai tegangan tekuk adalah suatu proses dimana suatu
struktur tidak mampu mempertahankan bentuk aslinya. Konsekuensi
buckling pada dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi
lendutan besar sehingga akan mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk
atau buckling dapat terjadi pada sebuah kolom, lateral buckling balok,
pelat dan cangkang.
Tegangan tekuk biasa terjadi bila ada kelebihan beban, contoh konkrit
yang biasa kita temui setiap hari seperti tegangan tekuk pada jembatan,
kulit logam pada konstruksi pesawat atau sayap dengan beban torsional
yang berlebihan. kelebihan beban mengingat gambar yang disebutkan, itu
jelas bahwa tekuk adalah hasil dari tindakan kompresi dan kemungkinan
secara keseluruhan torsi atau geser, seperti yang dibahas sebelumnya,
dapat menyebabkan tekuk.
Gambar 2.4 Tegangan Tekuk
K. Macam-macam tegangan tekuk :
1. Lentur tekuk
Jenis buckling dapat terjadi pada setiap anggota kompresi yang
mengalami defleksi yang disebabkan oleh pembengkokan atau lentur.
Lentur tekuk terjadi sekitar sumbu dengan rasio kelangsingan terbesar,
dan jari-jari terkecil rotasi.
2. Torsional buckling
Jenis tekuk hanya terjadi pada anggota kompresi yang ganda-simetris
dan memiliki sangat ramping cross-sectional elemen. Hal ini
disebabkan oleh balik tentang sumbu longitudinal. Torsi tekuk terjadi
terutama di bagian built-up, dan hampir tidak pernah di bagian
digulung.
3. Lentur torsional buckling
Jenis tekuk hanya terjadi pada anggota kompresi yang memiliki
penampang simetris dengan satu sumbu simetri. Lentur-torsi tekuk
adalah membungkuk simultan dan memutar dari anggota. Hal ini
terutama terjadi pada saluran, ter struktural, ganda-sudut bentuk, dan
sudut tunggal yang sama. Dua kategori kegagalan secara tiba-tiba
komponen mekanis:
 kegagalan material dan
 ketidak stabilan structural
 Kegagalan benda
 Kegagalan pada suatu pengujian
L. TEGANGAN TEKUK EULER
Untuk beban tekuk kritis dapat dihitung menggunakan rumus Euler:

Keterangan:
E = Modulus elastisitas bahan
I= Minimum momen inersia
L = panjang Didukung kolom (lihat gambar di bawah)
Perhatikan bahwa terlepas dari kondisi akhir, beban kritis tidak
tergantung pada kekuatan materi, melainkan kekakuan lentur, Ketahanan
tekuk dapat ditingkatkan dengan meningkatkan momen inersia.
Ideal pinned, ia mempertahankan bentuknya dibelokkan setelah
penerapan beban kritis. Dalam sebagian besar aplikasi, beban kritis
biasanya dianggap sebagai beban maksimum yang berkelanjutan dengan
kolom. Secara teoritis, setiap modus buckling adalah mungkin, tetapi
kolom biasanya akan membelokkan ke mode pertama. Kolom A akan
tertekuk sewaktu P beban mencapai tingkat kritis, disebut beban kritis,
Pcr.

Gambar 2.5 Ideal Pinned


Untuk kolom dengan berbagai jenis dukungan, rumus EULER masih
dapat digunakan jika jarak L diganti dengan jarak antara titik momen nol.
Kedua profil melingkar dapat diatur dalam profil berbentuk S, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah, dalam hal ini menyatakan bahwa
diskontinuitas kelengkungan menyebabkan beberapa dua beban tekuk.
Perhatikan struktur satu derajat kebebasan ditunjukkan pada gambar di
bawah yang memiliki dua beban tekuk (satu tarik dan satu tekan).

Gambar 2.6 struktur satu derajat kebebasan


Panjang ini disebut panjang Le efektif dan diilustrasikan di bawah ini.
Dengan demikian persamaan beban kritis menjadi:

Gambar 2.7 panjang Le efektif


Rasio kekakuan merupakan parameter penting dalam klasifikasi
anggota kompresi, dan diwakili oleh persamaan:

atau

Keterangan:
r = Radius rotasi
I = Momen inersia
A = Luas penampang
Jika rasio kekakuan> (lebih besar dari) rasio kekakuan kritis, maka
kolom diperlakukan sebagai kolom panjang dan rumus Euler buckling
berlaku.

Jika rasio kekakuan adalah <(kurang dari) rasio kekakuan kritis,


kolom diperlakukan sebagai kolom pendek. Dalam kolom pendek,
kegagalan dapat terjadi dengan kompresi tanpa signifikan tekuk dan pada
tegangan melebihi batas proporsional. Untuk kondisi ini, rumus Johnson
adalah berlaku:

Untuk kolom yang gagal setelah timbulnya perilaku inelastis,


konstanta proporsionalitas harus digunakan daripada modulus elastisitas
(Engesser formula). Konstanta proporsionalitas, Et, adalah kemiringan
dari diagram tegangan-regangan yang melampaui batas proporsional,
modulus tangen disebut. Perhatikan dalam kisaran linear elastis, E = Et.
M. Kolom
Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai
boleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Rumus euler untuk
Kolom Jika pada suatu kolom dikenai beban maka kolom tersebut akan
mengalami tekukan (buckling). Tekukan ini dapat terjadi meskipun
besarnya tegangan maksimum pada batang lebih kecil dari yield point
bahan. Beban yang sanggup ditahan oleh kolom tanpa menyebabkan
tekukan (buckling) disebut beban kritis kolom. Secara umum, beban kritis
ke n (Pn) yang membuat tekukan pada kolom adalah:
Pada beban kritis, kolom yang penampangnya berbentuk lingkaran
atau tabung dapat menekuk ke samping untuk setiap arah. Dalam keadaan
yang lebih lazim, batang tekan tidak mempunyai kekuatan lentur yang
sama untuk segala arah. Momen inersia Ixx terhadap salah satu sumbu titik
berat luas penampang adalah maksimum.
N. Desain Kolom
Secara umum luas penampang kolom selain balok pendek haruslah
mempunyai jari-jari girasi yang sebesar mungkin. Ini memberikan
perbandingan L/r yang lebih kecil, sehingga memungkinkan penggunaan
tegangan yang lebih tinggi. Tabung membentuk kolom yang baik sekali.
Irisan flens-lebar (yang kadang-kadang disebut irisan H) adalah lebih baik
dari irisan I. Dalam kolom yang dibangun dari bentuk rol atau ekstrusi,
tiap-tiap potongan direntangkan untuk memperoleh efek yang
dikehendaki. Penampang batang tekan dari jembatan tertentu diperlihatkan
dalam gambar (a) dan (b), untuk tiang pada gambar (c), dan untuk
kerangka biasa dalam gambar 1 (d). Sudut-sudut dalam gambar (d)
dipisahkan oleh penjarak. Bentuk utama dari gambar (a), (b), dan (c)
adalah diberi pengikat bersama dengan batang-batang ringan, seperti
terlihat pada Gambar (e) dan (f).

Gambar 2.8 Penampang kolom pembangun tertentu


Apabila suatu bahan memiliki r yang besar melampaui titik berat suatu
luas maka bahan akan menjadi sangat tipis dan kisut secara setempat. Sifat
ini disebut ketidak-stabilan lokal. Bila kegagalan disebabkan oleh ketidak-
stabilan lokal terjadi dalam flens atau pelat komponen sebuah batang,
maka batang tersebut akan menjadi tidak berguna. Suatu ilustrasi
mengenai penekukan lokal dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.9 Contoh ketidak-stabilan lokal dalam kolom


O. Rasio Kelangsingan Kolom
Rasio kelangsingan kolom (slenderness ratio) adalah rasio dari
panjang kolom terhadap jari-jari girasi minimum dari penampang. Rasio
kelangsingan ini tidak memiliki dimensi dan dihitung menggunakan rumus

( ML ) dimana ¿ √ I / A . Dimana r = jari-jari girasi, I = momen area


minimum, A = luas penampang

Beban kritis sepenuhnya tergantung pada perbandingn kerampingan


kolom dan kekakuan bahan E. Tetapi, karena E konstan hanya sampai
kesebandingan maka rumus Euler hanya berlaku untuk harga P/A sampai
batas tersebut. Misalnya, untuk baja struktur dengan E sama dengan 200
GN/m2 dan batas kesebandingan 214 MPa, maka harga L/r terkecil
dimana rumus Euler berlaku adalah

Untuk kolom yang mempunyai kelangsingan sedang maka digunakan


formula dengan membandingkan rasio kelangsingan dengan tegangan
yang bekerja (sudah termasuk safety factor).
BAB III
ALAT DAN BAHAN

III.1. Gambar dan Keterangan

Gambar 3.1 Alat percobaan

Keterangan gambar:
1. Unit penyangga
2. Dial gauge
3. Penampang beban
4. Timbangan gantung
3.2. Prosedur Percobaan
1. Kendurkan ulir pembeban hingga batas minimum.
2. Pasang tumpuan yang akan digunakan pada posisinya dengan benar.
3. Pastikan bahwa landasan unit penyangga berada pada posisi datar
dengan menggunakan bantuan waterpass.
4. Pasang batang uji pada tumpua (bila menggunakan tumpuan jepit,
jangan dikencangkan dahulu).
5. Sesuaikan ketinggian batang pemberat horizontal dengan panjang
batang uji. Ini dilakukan dengan mengatur ketinggian posisi engsel
batang pemberat horizontal pada selongsong, di mana berat batang
pemberat horizontal ditopang oleh pegas di ujung barengsel dan beban
batang pemberat di ujung yang lain dan pada saat itu kedua batang uji
tepat pada penjepitnya. Gunakan waterpass untuk memastikan batang
pemberat horizontal berada pada posisi datar. Pada posisi ini gaya tekan
dipandang mendekati nol.’
6. Pasang tali dengan pemberat yang sesuai (150 gr untuk batang uji 450
mm, 300 gr untuk batang uji 500 mm, 600 mm, dan 750 mm) untuk
guide lendutan di tengah batang uji.
7. Pasang dial gauge pada posisi tengah batang uji, pastikan bahwa dial
gauge terpasang pada posisi segaris dengan tali pemberat.
8. Berikan gaya tekan dengan memutar ulir pembeban.
9. Kembalikan batang pemberat ke posisi horizontal dengan memutar ulir
pada selongsong, kemudian lakukan pengukuran dan pencatatan gaya
tekan dan lendutan yang terjadi.
10. Lakukan pengukuran untuk berbagai nilai gaya tekan.
11. Bila pembebanan sudah mendekati kondisi kritis batang uji, lepas dial
gauge dari tempatnya karena laju pertambahan lendutan akan sangat
besar dibanding laju pertambahan gaya tekannya.

Anda mungkin juga menyukai