Anda di halaman 1dari 12

Fenomena : stimulus bisa dalam video

Rumusan masalah

Pengukuran: kumpulan informasi di google/sumber

Kajian teoritis: konsep fisika

Aplikasi:kalimat/video,manfaat,teknologi,cara kerja

Kesimpulan

Bagaimana prinsip kerja sayap burung ketika terbang?


Pengukuran :
Semua bagian tubuh burung diciptakan untuk membantunya bisa terbang. Mereka memiliki
tulang yang ringan, kaki yang kuat, dan sayap dengan bentuk khusus. Terbang membuat
burung bisa menghindari predator lain susah menangkap dan menjadi pemburu makanan
yang pintar.

Namun, bagaimana bisa?

Di sini kita berbicara tentang aerodinamika. Ilmu ini merupakan penjelasan bagaimana udara
bergerak di sekitar kita, dan juga membantu menjelaskan bagaimana burung bisa terbang.

Seekor burung bisa terbang karena menggunakan kakinya untuk mendorong tubuhnya dari
tanah ke udara. Burung akan mengepakkan sayap untuk bisa tetap melayang di udara, yang
disebut dengan gaya angkat (lift). Bila burung mendorong kaki dan mengangkat sayapnya
secara bersamaan, mereka baru bisa terbang.

Sayapnya berbentuk melengkung, seperti sendok terbalik. Bentuk ini membuat burung bisa
terbang ke atas, ke bawah, dan membantu burung tetap bisa di udara. Bulu burung juga
berpengaruh dalam hal ini agar gaya angkatnya semakin besar.

Burung juga tidak harus mengepakkan sayap mereka untuk terbang. Setelah mereka berada di
atas, mereka bisa meluncur dengan mudah. Burung hanya butuh mengepakkan sayap sekali-
kali saja. Berbeda jenis burung, bisa jadi cara terbangnya juga berbeda.

Ada beberapa burung yang bisa terbang dan meluncur dengan sangat cepat untuk menangkap
ikan di sungai atau lautan. Apakah Anda pernah melihat burung terbang di sebelah pesawat
yang Anda tumpangi?
Kajian Teoritis :
Semua burung pasti punya bulu. Semua burung juga pasti punya sayap—meski ukurannya
bervariasi—tapi tidak semua burung bisa terbang. Secara fisika teknik terbang pada burung
bisa dijelaskan. Tenang, tidak akan ada deretan rumus rumit di sini. Hanya sedikit teori fisika
mengenai dinamika dasar dari Om Newton. Ingat hukum ketiga Newton? Oke, kira-kira
begini konsepnya:

“Setiap aksi akan menghasilkan reaksi dengan besar gaya yang sama namun arah yang
berlawanan.”

Secara simpel (dengan penyederhanaan bertingkat dan kompresi penjelasan tingkat tinggi)
burung mengepak untuk dapat terbang. Krik krik krik. Aki-aki juga tahu kalau burung
terbang dengan mengepak. Tapi, yang tidak diketahui aki-aki adalah bagaimana burung
melakukannya. Burung tidak pakai mikroprosesor 22mm dengan delapan inti di kepalanya,
tidak juga mereka mengambil kursus terbang. Jadi, pertanyaannya adalah bagaimana?

Gambar 1.  Peran bagian dalam dan luar sayap yang berbeda terkait proses terbang (sumber:
Ornithology 2007).

Sekarang kita masuk ke bagian fisikanya (huuu~) dan sebaiknya kalian bersiap dengan
bejibun istilah aneh yang akan segera muncul di sini. Sayap burung dapat dianggap sebagai
sebuah airfoil atau papan sayap sama dengan pada pesawat. Untuk menghasilkan gaya
angkat (lift), sebuah sayap harus berhadapan dengan angin dengan sudut datang (angle
of attack) yang tepat. Ya, berhadapan. Burung tidak terbang dengan mengikuti angin, tapi
melawan angin. Sama dengan layangan yang tidak akan terbang kalau tidak berhadapan
dengan angin. Nah, sudut datang ini harus tepat dan jangkauannya (range) terbatas. Jika
sudut datang tidak tepat, maka sayap tidak dapat menghasilkan gaya angkat yang cukup
untuk tetap terbang dan burung akan kehilangan kendali (stall). Lha, lalu mana bagian hukum
ketiga Newton di sini? Begini, ketika sayap menerjang angin, maka aliran udaranya akan
terbelah ke atas dan bawah permukaan sayap. Aliran udara di bawah sayap akan memberikan
gaya angkat sebagai reaksi dari aliran ke bawah akibat gravitasi dan aliran udara di atas sayap
akan mengalir ke belakang dan menghasilkan gaya gesek udara (air friction) sebagai reaksi
gerakan maju pada sayap.

Gambar 2.  Alula berfungsi mengatur aliran udara di permukaan atas sayap agar tetap stabil
(sumber: Ornithology 2007).

Ingat ada bulu kontur primer dan sekunder pada sayap burung? Nah, bulu-bulu itu
membentuk luasan sayap dengan fungsi yang berbeda. Sayap bagian dalam (tempat bulu
kontur sekunder) berperan dalam menghasilkan dan mempertahankan gaya angkat,
sedangkan sayap bagian luar (bulu kontur primer) berperan dalam menghasilkan gaya
angkat dan gaya dorong. Tidak hanya itu peran bulu kontur pada sayap. Bulu kontur pada
sayap bisa digerakkan dan diatur dengan tepat posisi dan arahnya (sebenarnya semua bulu
kontur itu bisa digerakkan oleh burung) sehingga burung bisa mengatur arah dan kecepatan
terbang. Bulu primer pada sayap burung bisa merapat atau terbuka untuk membentuk celah
(slot) yang berfungsi mengatur aliran dan tekanan udara. Kalau kalian perhatikan, celah
itu akan tampak paling jelas pada burung bersayap lebar dan besar, seperti elang atau bangau,
dan memberikan kesan ‘menjari’ pada ujung sayap burung. Dengan adanya celah itu, burung
bisa tetap terbang meskipun angin berhembus sangat pelan. Selain dengan membentuk celah
pada sayap, burung juga punya bulu khusus bernama alula untuk membantu mengatur
aliran udara yang berkumpul di atas permukaan sayap. Prinsipnya, untuk dapat terbang
mulus diperlukan aliran udara yang stabil. Ketika aliran udara sudah terkumpul banyak dan
tidak tersalur dengan baik, maka tekanan akan membesar dan menghasilkan hambatan (drag)
atau pusaran udara (turbulence) baik di bagian atas maupun bawah sayap yang bisa
menyebabkan kondisi stall. Nah, celah dan alula pada sayap berfungsi untuk mengatur aliran
udara agar tidak terjadi gangguan seperti di atas.
Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang yang memiliki bulu dan sayap.
Burung ada yang dapat terbang dan juga tidak. Mengapa demikian ? Pada artikel ini kita akan
membahas sedikit alasan mengapa burung dapat terbang, khususnya dalam ilmu fisika.

Mengapa Burung Bisa Terbang ?

 Agar sebuah benda bisa terbang, tekanan udara yang berada di atas permukaan
benda tersebut harus lebih kecil dari pada bagin bawah. Jika diperhatikan
airfoil yang dimiliki oleh burung, kita bisa melihat bahwa telanan di bagian
atasnya lebih kecil di banding di bawahnya.

 semakin cepat gerakan burung maka akan semakin tinggi terbangnya. Cara
untuk mempercepat gerakannya adalah dengan mengepakkan sayapnya lebih
cepat.

Prinsip yang ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Daniel Bernoulli itu bisa
menjelaskan proses atau prinsip kerja dari burung terbang dengan sangat baik. Berikut
penjelasannya :

Dari persamaan yang berlaku untuk kasus fluida dinamis tersebut kita mendapatkan prinsip-
prinsip penting mengenai hubungan antara tekanan fluida dengan kecepatan aliran fluida,
yakni : 
“Semakin tinggi kecepatan aliran fluida, tekanannya akan semakin rendah. Sebaliknya,
semakin rendah kecepaatan aliran fluida, tekanannya akan semakin tinggi”

Bentuk sayap burung didesain sedemikian rupa oleh Sang Pencipta agar bisa mengambil
keuntungan dari prinsip di atas. Bentuknya yang aerodinamis memungkinkan aliran fluida
(dalam hal ini udara atau angin) di bagian atas lebih tinggi daripada aliran fluida di bagian
bawah. Hasilnya, tekanan udara di bagian bawah sayap akan lebih besar dibanding tekanan
udara di bagian atas sayap. Burung pun akan terangkat ke atas karenanya.
Atraksi terbang burung-burung di udara ini ternyata melibatkan ilmu fisika. Ada
empat jenis gaya yang terlibat dalam atraksi udara tertua ini.

1. Drag force, yaitu gaya hambat udara. Gaya ini berasal dari tumbukan
molekul-molekul udara dengan tubuh burung. Arah gaya ini selalu
berlawanan dengan arah gerak burung, sedangkan besar gaya ini sangat
tergantung pada luas permukaan burung dan kecepatan burung.

Semakin luas permukaan burung, semakin besar gaya hambatnya. Semakin


cepat burung bergerak, semakin besar pula gaya hambatnya ini. Suatu
ilustrasi yang dapat menggambarkan drag-force (hambatan) udara ini
adalah hambatan yang dirasakan saat kita berjalan melawan arah angin
yang kencang. Hambatan ini semakin terasa besar ketika kita membuka
lengan kita lebar-lebar (memperluas permukaan tubuh kita) atau ketika kita
bergerak lebih cepat.

2. Lift force (gaya angkat) merupakan gaya yang mengangkat burung ke atas.
Ada dua hal yang dapat menimbulkan gaya angkat ini: kepakan sayap dan
aliran udara yang lewat sayap.

Ketika burung mengepakkan sayap ke bawah, burung menekan udara ke


bawah, akibatnya udara akan menekan balik dan mendorong burung ke
atas (hukum aksi-reaksi). Semakin cepat kepakan sayap, semakin besar
gaya ke atasnya. Itu sebabnya burung merpati yang hendak terbang akan
mengepakkan sayapnya secara cepat.

Burung yang berat seperti kori bustard dari Afrika tentu harus mempunyai
otot dada yang kuat sehingga mampu mengepakkan sayap lebih cepat
untuk mengangkat tubuhnya yang gembrot itu (19 kg). (Karena ototnya
keras, daging kori bustard keras.... kurang enak dimakan).

Pada gambar 2 digambarkan aliran udara ketika melewati sayap. Udara


yang mengalir lewat bagian atas sayap akan bergerak lebih cepat karena
udara ini harus menempuh lintasan yang lebih jauh.

Akibatnya, tekanan di bagian ini lebih kecil dibandingkan dengan tekanan


udara di bawah sayap. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya angkat
pada burung. Semakin melengkung (semakin aerodinamis) sayap, semakin
besar gaya angkatnya.

3. Thrust (gaya dorong), yaitu gaya yang mendorong burung bergerak maju.
Gaya ini dihasilkan melalui kepakan sayap yang bergerak seperti angka 8
rebah (dilihat dari samping). Kepakan sayap menghasilkan suatu pusaran
udara (vorteks) yang dapat memberikan suatu dorongan bagi burung untuk
bergerak maju di udara. Besar-kecilnya gaya dorong ini sangat bergantung
pada kekuatan otot terbang.
4. Weight (gaya berat), yaitu gaya tarik gravitasi Bumi. Besarnya sangat
tergantung pada massa burung. Arahnya vertikal ke bawah. Kombinasi
keempat gaya ini dimanfaatkan burung untuk melakukan berbagai atraksi,
seperti parachuting (gerak parasut), gliding (meluncur), flight (terbang ke
depan), dan soaring (membubung).
Parachuting (gerak parasut)

Gerak parasut merupakan gerak jatuh di udara (bisa miring bisa pula
vertikal). Sudut miringnya lebih besar dari 450 terhadap garis mendatar.
Untuk melakukan gerak parasut, burung rajawali harus memperbesar gaya
hambatnya (drag force), caranya adalah dengan memperbesar luas
permukaannya (misalnya dengan melebarkan sayapnya).

Gliding (meluncur)

Gliding yaitu gerak jatuh yang membentuk sudut lebih kecil dari 45 derajat
dengan garis mendatar. Fokus utama dalam gliding adalah meluncur
semendatar mungkin. Ini dilakukan dengan memperkecil gaya hambat
udara. Dalam melakukan gliding, burung fulmar dapat menempuh jarak
mendatar 8,5 meter, tetapi hanya turun 1 meter saja. Burung pemakan
bangkai (Vultures) lebih bagus lagi, burung ini dapat menempuh jarak
mendatar 22 meter dengan turun hanya 1 meter.

Flight (terbang)

Gerakan flight dilakukan dengan mengepakkan sayap. Kepakan sayap


digunakan untuk menghasilkan gaya dorong ke depan (thrust) dan gaya
angkat (lift). Gaya dorong dan gaya angkat ini dapat diatur oleh burung
untuk mengendalikan arah, kecepatan, dan ketinggiannya.

Ketika burung hantu turun dengan kecepatan tinggi untuk menangkap


tikus, burung hantu mengecilkan drag force dengan merampingkan
tubuhnya atau menekuk sayapnya. Ketika sudah dekat dengan mangsanya
(akan mendarat), burung hantu memperlambat gerakannya dengan
memperbesar drag force, yaitu dengan mengembangkan sayapnya.

Soaring (gerak membubung)

Gerak membubung merupakan gerak naik tanpa mengepakkan sayap.


Gerakan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan arus udara. Akibat
pemanasan matahari, suhu udara yang dekat permukaan Bumi menjadi
lebih panas. Udara panas ini akan naik ke atas dan menimbulkan arus
udara ke atas.

Arus udara inilah yang dimanfaatkan oleh burung rajawali untuk


membubung tinggi tanpa perlu mengepakkan sayapnya yang besar (hemat
energi lho...). Burung camar atau burung albatros lain lagi. Untuk
membubung, burung camar memanfaatkan arus udara yang dipantulkan
oleh permukaan air laut. Itu sebabnya burung camar selalu berada dekat
dengan permukaan laut.

Parade burung terbang

Pernah lihat angsa atau burung terbang bermigrasi (berpindah tempat)?


Angsa ini umumnya terbang berkelompok membentuk suatu parade yang
sangat indah, jarang ditemukan angsa terbang jauh sendirian. Selain untuk
meningkatkan keamanan terhadap serangan predator (pemangsa),
kebersamaan itu juga mengurangi risiko tersesat di jalan saat melakukan
migrasi jarak jauh. Dalam melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat
lain, angsa-angsa ini memanfaatkan medan magnetik Bumi sebagai
penunjuk arah.

Dalam melakukan parade, angsa-angsa ini sering kali membentuk formasi


seperti huruf V. Angsa yang paling depan (pemimpin) merupakan pembuka
jalan yang harus bekerja keras "memecah" hambatan udara sehingga
angsa di belakangnya dapat bergerak lebih mudah. Ketika pemimpin ini
lelah, temannya segera menggantikan posisinya.

Dalam formasi huruf V ini, gerakan angsa-angsa dalam kawanan ini sangat
sinergi sehingga mereka tidak perlu keluar tenaga terlalu besar
(pemakaian energi lebih efisien) untuk melakukan perjalanan yang jauh
(wah tampaknya kita harus belajar dari angsa dalam bekerja sama...).

Angsa-angsa ini tampak kompak sekali, seakan-akan tidak pernah ada yang
salah arah. Sebenarnya berbagai kesalahan arah terbang tetap terjadi,
hanya saja kesalahan itu dapat dengan cepat dileburkan sehingga tidak
terlihat mempengaruhi arah terbang kawanan.

Pada gambar 4, sekumpulan angsa sedang bergerak ke arah utara. Jika


satu angsa menyimpang dari posisi (1) ke posisi (2) lalu ke posisi (3) dan
(4), maka angsa-angsa lain akan berusaha menyesuaikan diri (dengan
memperhatikan aliran udara dan kondisi udara di sekitarnya) sedemikian
sehingga terjadi perubahan posisi, tetapi arah gerak kawanan tetap tidak
berubah yaitu tetap ke arah utara.

Di sini kita akan memfokuskan pembahasan prinsip-prinsip fisika untuk pesawat terbang
sungguhan, bukan “pesawat terbang” dalam tanda kutip (ya iyalah… masa ya iya dong…).
Pesawat ini jauh lebih besar, jauh lebih serius, dan seolah telah memperkecil dunia. Sejak
pertama kali diluncurkan oleh Wright bersaudara pada tahun 1903 silam, sudah ribuan
“burung besi” dibuat dan diterbangkan di seluruh penjuru dunia. Hal ini tentunya sering
menimbulkan rasa takjub bagi orang-orang yang memperhatikannya.

Robert L. Wolke, seorang profesor kimia yang juga penulis terkenal, telah menulis sebuah
buku berjudul What Einstein Told His Barber: More Scientific Answers to Everyday
Questions (dalam bahasa Indonesia berjudul Kalau Einstein Lagi Cukuran, Ngobrolin Apa
Ya? Lebih Banyak Penjelasan Ilmiah untuk Peristiwa Sehari-hari). Dalam buku tersebut
salah satunya diulas tentang mekanisme terbangnya pesawat. Di dalam tulisannya ia
mengakui, “I looked up in utter dis-belief at the four-hundred-ton monster that had just
wafted me across the Atlantic Ocean at an altitude of more than five miles (eight kms) above
Earth’s surface.”

Terkadang memang sulit bagi kita membayangkan bagaimana bisa sebuah bongkahan logam
seberat empat ratus ton membawa kita terbang di udara selama berjam-jam pada ketinggian
rata-rata 10 kilometer. Namun, jelas-jelas itu bisa terjadi dan terbukti setiap hari pula. Kita
tidak perlu bingung, segera akan dijelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Dari buku yang sama itu, penulis mengutip penjelasan yang akan disampaikan dalam tulisan
ini. Pertama-tama, mari kita ingat-ingat sedikit, di pelajaran sekolah sudah banyak dibahas
mengenai prinsip-prinsip fisika di balik terbangnya pesawat. Masalahnya, seringkali, kalau
bukan selalu, para pelajar diarahkan untuk mempercayai begitu saja bahwa pesawat dapat
terbang hanya karena sebuah prinsip yang dikenal dengan nama Prinsip Bernoulli. Prinsip ini,
seperti sudah jelas dari namanya, dirumuskan oleh seorang matematikawan Swiss bernama
Daniel Bernoulli (1700-1782), yang menyatakan konsep dinamika fluida dalam sebuah
persamaan:

Bagi yang tidak familiar dengan fisika, jangan langsung mual. Ketiga suku pada masing-
masing ruas persamaan ini hanya merunutkan tekanan (p) yang diberikan si fluida, energi
gerak fluida per satuan volume ( ), dan energi potensial fluida per satuan volume (ρgh)
pada dua buah titik yang berbeda (dinyatakan oleh indeks 1 dan 2).

Fakta alam yang ingin ditunjukkan oleh persamaan Bernoulli ini adalah bahwa ketika sebuah
fluida (entah apakah itu air, semilir angin, atau hasil buang gas orang di sebelah Anda)
bergerak lebih cepat, tekanan fluida tersebut terhadap lingkungan sekitarnya akan berkurang.
Kejadian ini mirip seperti seorang pelari yang lebih sulit untuk mendorong orang di
sampingnya daripada ketika ia berjalan normal.

Cukupkah Prinsip Bernoulli saja?

Lantas, apa hubungannya dengan pesawat terbang? Menurut orang-orang yang sudah puas
dengan prinsip Bernoulli sebagai satu-satunya mekanisme di balik kemampuan pesawat
terbang, sayap pesawat dirancang sedemikian rupa dengan bagian atas yang lebih
melengkung daripada bagian bawah (kenyataannya memang begitu). Dengan rancangan
sayap semacam itu, menurut mereka, ketika udara melalui sayap pesawat, udara yang
melintas di bagian atas akan melintas lebih jauh. Karena waktu tempuh udara di atas sayap
dan di bawah sayap sama (asumsi waktu transit sama), kecepatan udara di atas sayap menjadi
lebih besar. Artinya, tekanan di atas sayap lebih kecil daripada di bawah. Adanya perbedaan
tekanan menyebabkan adanya gaya tekan udara, yang totalnya mengarah ke atas. Hal inilah
yang diklaim menjadi sebab utama pesawat dapat terbang.
Penampang sayap pesawat dan diagram aliran angin di sekeliling sayap pesawat (gambar dari
Boeing, Inc.)

Sebenarnya teori tersebut hampir semuanya benar, kecuali untuk satu hal: asumsi waktu
transit sama hampir tidak berlaku pada kenyataan sebenarnya. Tidak ada alasan penting bagi
udara yang terpecah ke atas dan ke bawah sayap untuk kembali bertemu dalam waktu
bersamaan. Dengan demikian, meski mungkin saja aliran udara di bagian atas sayap memang
mengalir lebih cepat daripada di bawah sayap, perbedaan kecepatan yang ada tidak akan
mampu untuk mengangkat pesawat ketika hanya Prinsip Bernoulli yang diperhitungkan.
Supaya perbedaan kecepatan itu bisa cukup besar sesuai Prinsip Bernoulli, sayap pesawat
harus dibuat sedemikian melengkung layaknya punggung ikan paus! Namun, sayap yang
seperti itu justru akan lebih membebani pesawat lagi sehingga akan jauh lebih sulit untuk
sekadar mengangkat pesawat.

Prinsip apa lagi, dong?

Lalu, kalau bukan hanya karena Prinsip Bernoulli, lantas apa faktor utama yang
menyebabkan pesawat bisa terbang? Sekarang serahkan tampuk penjelasan kepada Isaac
Newton (1642-1727). Newton, sebagaimana banyak orang ketahui, terkenal terutama atas
ketiga hukumnya tentang gerak dan juga karena hukum gravitasi-nya Newton (ingat ada teori
gravitasi Einstein selain teori Newton). Ketiga hukum Newton ini amat berguna karena dapat
diaplikasikan pada hampir semua kondisi di alam semesta, selama benda yang ditinjau tidak
terlalu ringan (lebih ringan dari sebuah elektron) atau tidak bergerak terlalu cepat (mendekati
kecepatan cahaya). Lalu, bagaimana hukum Newton diaplikasikan pada sayap pesawat
terbang?

Begini, rancangan sayap yang telah disebutkan pada penjelasan Prinsip Bernoulli, selain
membuat aliran udara yang sedikit lebih cepat di bagian atas sayap daripada di bagian bawah,
ternyata juga menghembuskan udara yang dibelahnya ke arah bawah. Kok bisa? Ini semua
bermula dari kenyataan bahwa sebuah fluida yang mengalir di permukaan sebuah benda
lengkung akan cenderung untuk mengikuti bentuk lengkung benda (meskipun pada akhirnya
akan menyimpangkan arah laju fluida) sebelum kemudian melanjutkan perjalanan. Efek ini
dikenal dengan nama Efek Coandă, merujuk kepada ahli aerodinamika Henri-Marie Coandă
(1885-1972). Contoh efek Coandă dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada aliran air
yang berbelok di sekitar lengkungan kepala sendok (kita bisa coba juga pada permukaan
gelas).
Contoh efek Coandă.

Sekarang bayangkan udara yang mengalir di atas dan di bawah sayap pesawat. Sayap pesawat
membelah aliran udara menjadi ke atas dan ke bawah, dan sesuai dengan efek Coandă, udara
yang mengalir di sayap pesawat akan mengikuti bentuk lekukan sayap tersebut. Di sinilah
kunci prinsipnya. Bentuk sayap yang sedemikian rupa membuat udara yang mengalir di atas
‘diarahkan’ sehingga secara umum lebih banyak udara yang dihembuskan ke bawah. Dari
fakta ini, sesuai hukum 3 Newton, dengan adanya udara yang dihembuskan ke bawah oleh
sayap, udara di bawah pesawat akan ‘balas mendorong’ pesawat. Nah! “Balasan” inilah yang
menjadi gaya angkat pesawat!

α adalah “angle of attack” dari pesawat.

Ah, ada satu faktor lagi. Jika kita lihat penampang melintang sayap pesawat, akan kita dapati
bidang sayap pesawat tidaklah sejajar dengan tubuh pesawat, tetapi agak miring di bagian
depan (yang disebut sebagai angle of attack) dengan sudut sekitar 4 derajat untuk pesawat-
pesawat kecil. Dengan bentuk seperti ini, udara yang dilintasi pesawat akan sedikit ‘tertahan’
di bagian bawah sayap, yang akhirnya mendorong sayap ke atas. Efek serupa dapat kita
jumpai jika kita merentangkan tangan keluar kaca jendela mobil yang melaju dan menaikkan
sisi yang menghadap arah angin sedikit. Saat itu akan ada dorongan yang cukup kuat ke atas.
Prinsip-prinsip inilah, dengan sedikit kontribusi prinsip Bernoulli, yang menjadi faktor utama
di balik terbangnya sebuah pesawat.

Anda mungkin juga menyukai