Obat Analgesik
Obat Analgesik
Obat analgetik, antipiretik serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS) merupakan
suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara
kimia.Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping. Atas kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu:
1. 1. Obat Analgesik Narkotika/Analgesik opioid
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Pada semua analgesik opioid dapat menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
a. Obat yang berasal dari opium-morfin,
b. Senyawa semisintetik morfin, dan
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme umum dari analgesic opioid adalah :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya
ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah
terjadinya pengurangan terlepasnya serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti
contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
2. Obat Analgesik Non-Narkotik
Dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/
Analgetika/ Analgesik Perifer. Penggunaan obat analgetik non-narkotik atau obat
analgesik perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan
tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. Dalam obat analgetik perifer ini dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Obat analgetik-antipiretik
b. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
c. Obat Pirai
Namun, pada makalah ini hanya akan ditekankan pada obat analgetik saja.
Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghalangi kesadaran. Sebagai obat analgesic, obat ini
hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit
kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih rendah daripada
obat analgesic opioid, tapi obat ini tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan
efek samping sentral yang merugikan.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostasiklin (PGI2) terganggu.
Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda.Khusus parasetamol,
hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar
peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid
yang dihasilkan oleh leukosid. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi paracetamol
praktis tidak ada.
Adanya stimulus dari luar (bisa karena penyebab fisika maupun kimia), menyebabkan
adanya kerusakan membran sel. Membran sel yang rusak akan mengalami labilisasi lisosomes
dan terjadi pelepasan enzim fosfolipase yang akan menghidrolisa fosfolipid dari membran sel
untuk menghasilkan asam arakhidonat. Prostaglandin disintesis dari asam arakhidonat melalui
jalur COX.
Dengan kata lain, prostaglandin dihasilkan oleh jaringan yang sedang terluka atau sakit
yang disintesis dari asam lemak tak jenuh rantai panjang yaitu asam arakidonat. Proses
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat dengan bantuan COX, ditunjukkan oleh
persamaan reaksi di bawah ini:
Sedangkan untuk tipe prostaglandin yang dapat menimbulkan respon nyeri adalah
Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostasiklin (PGI2). Kehadiran obat penghilang rasa sakit seperti
obat-obat analgesik dapat menghambat proses pembentukan molekul inidengan cara
menghambat kerja enzim COX (Zulfikar, 2010)
DAFTAR PUSTAKA