Anda di halaman 1dari 12

PAROTITIS

No. Dokumen : UKP.VII/ /SOP //2017


No. Revisi : 00
SOP Tanggal : / /2017
Halaman : 1/3
UPTD Puskesmas D.Catur PB, SKep. MKes
Seputih Raman NIP.197009101994021002
A. Pengertian Penyakit goñäöñgan atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan parotitis
atau mumps adalah penyakìt menular yang disebabkan oleh Infeksi virus
(Paramyxovirus) dan menyerang jaringan kelenjar dan saraf.
B. Tujuan Prosedur ini dibuat dimaksudkan agar petugas kesehatan di UPTD
Puskesmas Seputih Raman dapat melakukan pengobatan yang baik dan
benar.
C. Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Seputih Raman No.UKP.VII/ /SK/ /2017
tentang Standar Layanan Klinis.
D. Referensi - Permenkes No.V Tahun 2014
- Pedoman Pengobatan di Puskesmas, 36211 Ind.P Tahun 2007.
E. Alat dan Bahan Alat dan bahan:
Tempat tidur, tensimeter, stetoskop, senteripenlight, masker, sarung tangan
F. PROSEDUR Penegakan diagnosis
- Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keiuhan.
- Sebanyak 30-40% penderita tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi
tetap menjadi sumber penularan.
- Gejala awal penyakit gondongan berupa demam, rasa Iesu, nyeri
otot terutama daerah Ieher, nyeri kepala, nafsu makan menurun
diikuti pembesaran cepat dari satu atau dua kelenjar Ieher (parotis).
- Gejala klasik yang muncul daiam 24 jam adalah anak akan
mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan
terutama makanan asam. De-mam akan turun dalam 1-6 hari,
dimana suhu tubuh akan kembali normal sebelum pembengkakan
kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang daiam 3-7 hari.
Pada anak laki-Iaki yang belum pubertas dapat juga muncul
pembengkakan testis pada minggu pertama atau kedua. Testis yang
terserang terasa nyeri, bengkak dan kulit sekitamya berwarna
merah. Jika menyerang indung telur pada wanita dapat ditemukan
keluhan nyeri perut bagian bawah.
- Komplikasi dapat berupa infeksi otak (ensefalitis) dan ketulian
namun jarang.
- Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis
dan tidak memerlukan pemeriksaan Iaboratorium, kecuaii gejala
klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis.

Pengobatan
- Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri.
Pengobatan yang ditgerikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja
yaitu parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan
demam.
- Pengobatan dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti
dapat bermanfaat, begitu pula dengan obat imunomodulator yang
bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Pemberian cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat
penyembuhan.
- Penderita penyakit gondongan masih dapat menjadi sumber
penularan sampaì 10-14 hari seteìah keluhan bengkak ditemukan.
Sebaiknya selama periode tersebut, penderita dianjurkan untuk tidak
masuk sekolah atau melakukan aktifltas di keramaian.
- Untuk mencegah penularan gondongan dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihan, mulai dari cuci tangan, mencuci bersih
peralatan makan atau mainan atau benda Iain yang sering disentuh

Pencegahan
Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi MMR
(mumps, measles, rubella). /Aaksin ini merupakan kombinasi dengan
vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman) Diberikan sebanyak
2 kah, yaltu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5-6 tahun.
G. Bagan Alir

H.Hal-hal Yang Perlu - Kebersihan


Diperhatikan - Keluhan pasien
I. Unit Terkait Pelayanan Umum, pelayanan KIA, Klinik Sanitasi, Apotik
J. Dokumen Terkait - Rekam medik pasien, blangko resep
K. Rekam Historis
No Yang diubah Isi Tanggal mulai
perubahan diberlakukan

Pertusis (Batuk Rejan/ Whooping Cough)

No. Dokumen : UKP.VII/ /SOP //2017


No. Revisi : 00
SOP Tanggal : / /2017
Halaman : 1/3
UPTD Puskesmas D.Catur PB, SKep. MKes
Seputih Raman NIP.197009101994021002
A. Pengertian Suatu penyakit pernapasan menular yang mengakibatkan batuk tak
terkendali dan kesulitan dalam bernafas. Penyakit ini biasanya diakibatkan
oleh bacterium Bordetella namun tidak jarang diakibatkan oleh Bardotella
parapertussis.
B. Tujuan Prosedur ini dibuat dimaksudkan agar petugas kesehatan di UPTD
Puskesmas Seputih Raman dapat melakukan pengobatan, yang baik dan
benar.
C. Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Seputih Raman No.UKP.VII/ /SK/ /2017
tentang Standar Layanan Klinis.
D. Referensi - Permenkes No.V Tahun 2014
- Pedoman Pengobatan di Puskesmas, 36211 Ind.P Tahun 2007.
E. Alat dan Bahan Alat dan bahan:
Tempat tidur, tensimeter, stetoskop, senter/penlight, masker, sarung tangan
F. PROSEDUR PENATALAKSANAAN
- Petugas mernanggil pasìen sesuaì nomor urut
- Petugas melakukan anamnesa keluhan pasien
- Petugas menanyakan apakah ada batuk, sesak nafas
- Petugas melakukan pemeriksaan tekanan darah
- Petugas melakukan pengukuran tinggi berat badan pasien
- Petugas melukan pemeriksaan fisik
- Petugas mengekspìore organ terkaìt yang mengaiami masalah
kesehatan

Dragnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis, dan


pemeriksaan laboraterium.
- Pada anamnesis penting dìtanyakan adanya riwayat kontak dengan
pasìen pertusis, adakah serangan khas yaìtu paroksismal dan
bunyiwhoop yang jelas. Perlu pula ditanyakan mengenai riwayat
imunisasi.
- Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisis tergantung dari
stadium saat pasien diperiksa.
- Pada pemeriksaan laboratorìum didapatkan Ieukositosis 20.000-
50.000lpL dengan ììmfosìstosìs absoìut khas pada akhìr stadium
kataral dan selama stadium paroksìsmal. Pada bayi jumlah
Iekositosis tidak menolong untuk diagncsis, oleh karena respons
limfositosis juga terjadi pada infeksí Iain.
- Isolasi B. pertussis dari sekret nasofaring dipakai untuk membuat
diagnosis pertusis pada media khusus Bordet-gengou. Biakan positif
pada stadium kataral 95-100%, stadium paroksìsmaì 94% pada
minggu ke-3,_ dan menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya.
- Dengan metode PCR yang Iebih sensitif dibanding pemeriksaan
kultur untuk mendeteksi B._ peftussis, terutama setelah 3-4 minggu
setelah batuk dan sudah diberikan pengobatan antìbiotik.
- PCR saat ini merupakan püìhan yang paììng tepat karena nilai
sensitivitas yang tinggi, namun belum tersedia.
- Tes serologi berguna pada stadium Ianjut penyakit dan untuk
menentukan adanya infeksi pada individu dengan biakan. Cara
ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM, lgG, dan lgA serum
terhadap FHA dan PT. Nilai IgM serum FHA dan PT
menggambarkan respons imun primer baik disebabkan oleh
penyakit atau vaksinasi. IgG toksin pertusis merupakan tes yang
paling sensitif dan spesifik untuk mengetahuì infeksi alami dan
tidak tampak setelah imunisasi pertusis.
Pemeriksaan lainnya yaitu foto toraks dapat memperlihatkan
infiltrat perihiler, atelektasis, atau empisema.

Komplikasi Pertusis 1989 - 1991 (CDC)-, USA


Persentase
Komplikasi
(tanpa penggolongan
usia)
Pneumonia 12%
Kejang 2%
Ensefalopatì 0,1%
Kematian 0,2%
Memerlukan rawat 41%
pendek stadium paroksismal.
- Pemberian eritomisin, klaritromisin, atau azitromisin telah menjadi
pilihan pertama untuk pengobatan dan profilaksis. Eritromisin (40-
50 mg/kgbb/hari dibadi dalam 4 dosis peroral, maksimum 2 gram
per hari) dapat mengelemìnasi organisme dari nasofaring dalam 3-4
hari. Eritromisin dapat mengeleminasi pertusis bila diberikan pada
pasien dalam stadium kataral nsehingga memperpendek periode
penularan.
- Penelitian membuktikan bahwa golongan makrolid terbaru yaitu
azitromisìn (10-12 mglkgbblhari, sekali šehari selama 5 hari.
maksimal 500 mglhari) atau klaritromisin (15-20 mg/kgbb/hari
dibagi dalam 2 dosis peroral, maksimum 1 gram perhari selama 7
hari) sama efektif dengan eritromisin, namun memiliki efek
samping Iebih sedikit.
- Terapi suportif terutama untuk menghindari faktor yang
menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi.
- Oksigen hendaknya diberikan pada distres pemapasan yang akut
dan kronik.

Pencegahan
Cara terbaik untuk mengontrolvpenyakit ini adalah dengan imunisasi.
Pencegahan penyebarluasan penyakìt düakukan dengan cara:
- Isolasi A mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi,
diutamakàn bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasìen
setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari
14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk
paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibìotik.
- Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusìa <7 tahun,
tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada
di tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibotik
selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
- Disinfeksi : direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau
ruangan yang terkontaminasi secret pernapasan dari pasien pertusis.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung usia, remaja memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan bayi yang memiliki resiko kematian (0.5-1%) akibat
ensefalopati.

F. Bagan Alir
G.Hal-hal Yang Perlu - Perilaku pasien
Diperhatikan - Kebersihan pasien, riwayat atopi keluarga, lingkungan
- Pekerjaan pasien / kerabat pasien
H.Unit Terkait Pelayanan Umum, pelayanan KIA, Klinik Sanitasi, Apotik
I. Dokumen Terkait - Rekam medic pasien, blangko resep

J. Rekam Historis
No Yang diubah Isi Tanggal mulai
perubahan diberlakukan

HEPATITIS

No. Dokumen : UKP.VII/ /SOP //2017


No. Revisi : 00
SOP Tanggal : / /2017
Halaman : 1/3
UPTD Puskesmas D.Catur PB, SKep. MKes
Seputih Raman NIP.197009101994021002
A. Pengertian Penanganan hepatitis adalah langka – langka yang dilakukan petugas dalam
melakukan penatalaksanaan kasus hepatitis. Hepatitis adalah proses
peradangan sel-sel hati, yang bias disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri,
parasit) obat – obatan, konsumsi alcohol, lemak yang berlebihan, penyakit
autoimun. Virus hepatitis merupakan penyebab yang terbanyak.
B. Tujuan Sebagai acuan bagi petugas dalam penatalaksanaan kasus hepatitis di
UPTD Puskesmas Seputih Raman.
C. Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Seputih Raman No.UKP.VII/ /SK/ /2017
tentang Standar Layanan Klinis.
D. Referensi - Permenkes no.V Tahun 2014
- Pedoman pengobatan di puskesmas, 36211 ind.p Tahun 2007, DEPT.
KES. RI
E. Alat dan Bahan Alat Dan Bahan :
Tensimeter, stetoskop, thermometer jam tangan, masker, sarung tangan,
rapid diagnostic test (RDT).
F. Prosedur Petugas melakukan anamnesis
- Keadaan umum pasien gejala yang dirasakan, seperti penurunan
nafsu makan, tidak enak badan.
- Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatalkuli)
terutama jika penyebabnya adalah infeksi oleh virus hepatitis B
- Apakah ada perubahan warna urine menjadi gelap dan timbul
kuning (jaundice)
- Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau berkurang aliran
empedu)
Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
sederhana
Pemeriksaan fisik
a) Konjungtifa ikterus
b) Pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
c) Splenomegali dan limfa denofati pada 15 s.d 20 % pasien
Pemeriksaan Penunjang
a) Tes laboratorium urine ( bilirubin ) di dalam urine)
b) Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar
SGOT dan SGPT > 2 kali nilai normal tertinggi, dilakukan pada
fasilitas primer yang lebih lengkap.
Petugas melakukan diagnose
Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan
a) Asupan kalori dan cairan yang adikuat
b) Tirah baring
c) Tatalaksana farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh
pasien
d) Anti piretik bila demam paracetamol 500ml (3-4 kali sehari)
e) Apabila ada keluhan gastro intestinal seperti :
1. Mual anti emetic seperti metoklopropamoid 3x10 mg/hari atau
don peridon 3x10 mg/hari
2. Perut perih dan kembung : H2 bloker (simetidin 3x200 mg/hari
atau ranitidine 2 x 150 mg/hari atau proton pump inhibitor
(omeprazol 1 x 20 mg/hari)
G. Bagan Alir
Memanggil Melakukan anamnesa Melakukan pemeriksaan
pasien sesuai pada pasien Fisik meliputi, pemeriksaan tekanan
nomor urut darah, kelopak mata, bibir, telapak tangan
dan kaki pucat

Menerima hasil laboratorium Pasien kel laboratorium Membuat rujukan pasien


dari untuk pemeriksaan untuk untuk pasien untuk
pasien pemeriksaan lab urid acid pemeriksaan hb

Menerima hasil laboratorium Membaca hasil Menyerahkan resep


dari laboratorium petugas kepada pasien
pasien menegakan diagnose
berdasarkan hasil lab

Pasien Menulis hasil pemeriksaan


Petugas Mencuci
pulang fisik, laboratorium, diagnose
Tangan
dan terapi kedalam rekam
medic pasien

H. Hal-hal Yang Perlu 1. Komplikasi


Diperhatikan 2. Pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan penunjang pasien
3. Lama penyakit diderita pasien
I. Unit Terkait Pelayanan Umum, Pelayanan KIA, Laboratorium
J. Dokumen Terkait Rekam Medik Pasien, Blanko Resep Rujukan
K. Historis Perubahan
No Yang diubah Isi Tanggal mulai
perubahan diberlakukan
TINEA UNGUINUM

No. Dokumen : UKP.VII/ /SOP //2017


No. Revisi : 00
SOP Tanggal : / /2017
Halaman : 1/3
UPTD Puskesmas D.Catur PB, SKep. MKes
Seputih Raman NIP.197009101994021002
A. Pengertian Tinea unguium adalah jamur pada kuku
B. Tujuan Prosedur ini dibuat dimaksudkan agar petugas kesehatan di UPTD
Puskesmas Seputih Raman dapat melakukan pengobatan, yang baik dan
benar.
C. Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Seputih Raman No.UKP.VII/ /SK/ /2017
tentang Standar Layanan Klinis.
D. Referensi 1. Permenkes No. V Tahun 2014
2. pedoman pengobatan di puskesmas, 36211 ind.p tahun 2007,
DEPT/KES/RI
E. Alat dan Bahan Alat dan bahan :
Tempat tidur, tensimeter, stetoskop, senter/ penlight, masker, sarung tangan.
F. Prosedur Penatalaksanaan
- Petugas memanggil pasien sesuai nomor urut
- Petugas melakukan anamnesa/keluhan pasien
- Petugas menanyakan apakah gatal disetai rasa nyeri predis posisi
- Petugas melakukan pemeriksaan tekanan darah
- Petugas mengukur berat badan dan tinggi badan pasien
- Petugas melakukan pemeriksaan fisik
- Petugas melakukan pemeriksaan jaringan dermis kulit yang
terinfeksi, dan predileksinya
- Petugas menyarankan sebaiknya pasien hygiene diri dan tidak
menggukana handuk yang bersamaan dengan orang lain.

Terapi
1. Antifungal topical seperti krim klotrimasol, mikonazol, atau
terbinafin, yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi.
2. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi
topical, dilakukan pengobatan sistemik dengan :
 Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0.5-1 g untuk orang
dewasa dan 0.25 -0.5 g untuk anak – anak sehari atau 10-25
mg/kg/BB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
 Golongan azol, seperti :
Ketokonazol : 200 mg/hari
Intrakonazol : 100 mg/hari
Terbinafin : 250 mg/hari
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
makan.

Konseling dan edukasi


Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit. Edukasi pasien
dan keluarga juga untuk menjada kesehatan tubuh, namun penyakit ini
bukan merupakan penyakit yang berbahaya.

Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila :
1. Terdapat imunodefiesiensi
2. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka
G. Bagan Alir
melakukan anamnesa melakukan pemeriksaan
memangil paseien
pada pasien fisik
sesuai nomor urut
mengistruksikan pasien
menulis resep untuk untuk tidak
pengobatan gastritis menerpkan diagnose
mengkonsumsi berdasarkan hasil
makanan yang pemeriksaan
merangsang
peningkatan asam
lambung

menulis hasil anmnesa meyerahkan resep ke pasien pulang


pemeriksaan dan pasien
diagnose ke rekam
medik

petugas
mencuci
tangan

H. Hal-hal Yang Perlu - Keluhan pasien


Diperhatikan - Keadaan umum pasien
- Riwayat atopi pribadi dan keluaga

I. Unit Terkait Pelayanan umum, Pelayanan KIA, Klinik Sanitasi, Apotik


J. Dokumen Terkait - Rekam medik pasien, Blangko Resep

K. Rekam Historis
No Yang diubah Isi Tanggal mulai
perubahan diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai