Nomor :
Terbit Ke :
SOP No. Revisi :
Tgl.berlaku : 04 Januari 2017
Halaman :
UPTD PUSKESMAS Hj.Tuti Suriyani, S.K.M
PANGA NIP.19730314 199302 2 002
1. Pengertian Hepatitis B adalah virus yang menyerang hati, masuk melalui
darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti
halnya virus HIV.
2. Tujuan Sebagai acuan pelayanan medis untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang optimal sehingga dapat memberikan terapi
yang tepat.
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD PKM Panga, No.406/ / 2017,
tentang Jenis Pelayanan yang ada di UPTD PKM Panga.
4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
5. Prosedur Alat dan bahan :
1. Alat tulis
2. Stetoskop
Pemeriksaan Fisik
- Konjungtiva ikterus
- pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati,
- Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien.
Pemeriksaan Penunjang
- Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
- Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah,
kadar SGOT dan SGPT = 2x nilai normal tertinggi, dilakukan
pada fasilitas primer yang lebih lengkap.
1. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
2. Hal – hal yang perlu 1. Pada hepatitis B kronis karena pengobatan cukup lama,
diperhatikan keluarga ikut mendukung pasien agar teratur minum obat.
2. Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupankalori dan cairan
yang adekuat, dan membatasi aktivitasfisik pasien.
3.Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan
modifikasi pola hidup untuk pencegahan transmisi, dan
imunisasi.
3. Unit Terkait Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
4. Dokumen Terkait
11. Rekaman history
NO Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan
Tgl
Memberikan terapi
6. Hal – hal yang perlu Pendekatan keluarga dapat dilakukan dengan membantu pihak
diperhatikan keluarga untuk memahami penyakit parotitis ini, dengan
menjelaskan kepada keluarga pentingnya melakukkan vaksin
parotitis yang dapat mencegah terjadinya penularan penyakit ini.
8. Dokumen Terkait
Faktor Risiko
1. Kebiasaan tidak mencuci tangan.
2. Kurangnya penggunaan jamban.
3. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
4. Kebiasaan tidak menutup makanan sehingga dihinggapi lalat
Farmakologis
- Pirantel pamoat 10 mg /kg BB, dosis tunggal, atau
- Mebendazol, 500 mg, dosis tunggal, atau
- Albendazol, 400 mg, dosis tunggal. Tidak boleh diberikan pada
ibu hamil.
9. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
10. Hal – hal yang perlu Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
diperhatikan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara
lain:
a. Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga
kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah
disekitar lingkungan tempat tinggal kita.
b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja
manusia.
d. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola
limbah/sampah.
e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas
dengan menggunakan sabun.
f. Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan tidak
lembab.
Memberikan terapi
9. Dokumen Terkait
Faktor Risiko
1. Kurangnya penggunaan jamban keluarga.
2. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
3. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah.
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
diperhatikan pentingnya menjaga kebersihan
diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
a. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
Sehingga kotoran manusia
tidak menimbulkan pencemaran pada tanah di sekitar lingkungan
tempat tinggal kita.
b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja
manusia.
d.Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola
limbah/sampah.
e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas
dengan menggunakan sabun.
f. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah.
8. Unit Terkait Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
9. Dokumen Terkait
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu 1. Hindari berenang atau menyelam di danau atau sungai di
diperhatikan daerah endemik skistosomiasis.
2. Minum air yang sudah dimasak untuk menghindari penularan
lewat air yang terkontaminasi.
9. Dokumen Terkait
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
diperhatikan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara
lain:
a. Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga.
b. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja
manusia.
c. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola
limbah/sampah.
d. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas
dengan menggunakan sabun.
e. Menggunakan alas kaki.
9. Dokumen Terkait
11. rekaman histori
NO Halaman Yang dirubah Perubahan Diberlakukan
Tgl
Faktor Risiko
1. Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang/mentah,
dan mengandung larva sistiserkosis.
2. Higiene yang rendah dalam pengolahan makanan bersumber
daging.
3. Ternak yang tidak dijaga kebersihan kandang dan makanannya.
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
diperhatikan pentingnya menjaga kebersihan
diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
a. Mengolah daging sampai matang dan menjaga kebersihan
hewan ternak
b. Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga.
8. Unit Terkait Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
9. Dokumen Terkait
Memberikan terapi
9. Dokumen Terkait
Kolesistitis kronik :
Gangguan pencernaan menahun
Serangan berulang namun tidak mencolok.
Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai dengan
sendawa.
Faktor risiko
Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana dokter berdiri di
sebelah kanan pasien
Pemeriksaan Fisik
- Ikterik bila penyebab adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
- Teraba massa kandung empedu
- Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda murphy
positif
4. Dokter melakukan pemeriksaan penunjang : Leukositosis
5. Dokter memberikan pengobatan, penyuluhan, dan pencegahan
Penatalaksanaan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke fasilitas
kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis penyakit
dalam. Penanganan di layanan primer, yaitu:
1. Tirah baring
2. Puasa
3. Pasang infus
4. Pemberian antibiotik:
- Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin
500mg/8jam IV, atau
- Sefalosporin: Cefriaxon 1 gram/ 12 jam, cefotaxime 1
gram/8jam, atau
- Metronidazol 500mg/8jam
6. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu Perubahan tanda tanda vital pada pasien
diperhatikan
8. Unit Terkait Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
9. Dokumen Terkait
Faktor Risiko
1. Usia, makin lanjut usia semakin tinggi angka kejadiannya.
2. Penggunaan komputer dalam waktu lama.
3. Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik
progresif, sarkoidosis, leukimia, limfoma, amiloidosis,
hemokromatosis.
4. Penggunaan lensa kontak
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana dokter berdiri di
sebelah kanan pasien
Pemeriksaan Fisik Oftalmologis
1. Visus normal.
2. Terdapat foamy tears pada konjungtiva forniks.
3. Penilaian produksi air mata dengan tes Schirmer menunjukkan
hasil <10 mm (N = >20 mm).
6. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
7. Hal – hal yang perlu Keluarga dan pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah
diperhatikan keadaan menahun dan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada
kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva
masih reversibel.
9. Dokumen Terkait
Memberikan terapi
25. Hal – hal yang perlu Memberitahu keluarga adalah gejala dari suatu penyakit, antara
diperhatikan lain; defisiensi vitamin A sehingga harus dilakukan pemberian
vitamin A dan cukup kebutuhan gizi.
26. Unit Terkait Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
Memberikan terapi
42. Hal – hal yang perlu Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu
diperhatikan pasien dan keluarga untuk menjaga higiene dan kebersihan
lingkungan
Faktor Risiko
1. Daya tahan tubuh yang menurun
2. Adanya riwayat atopi
3. Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik
4. Higiene personal yang buruk
Memberikan terapi
62. Hal – hal yang perlu Memberi informasi pada keluarga dan pasien mengenai:
diperhatikan 1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-
bersih.
2. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.
3. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.
Faktor Risiko
Memberikan terapi
80. Hal – hal yang perlu 1.Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa kulit
diperhatikan kepala, alis mata, dan tepi
palpebra harus selalu dibersihkan terutama pada pasien dengan
dermatitis seboroik.
2. Memberitahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene
personal dan lingkungan.
Faktor Risiko
1. Hipertensi
2. Trauma tumpul atau tajam
3. Penggunaan obat pengencer darah
4. Benda asing
5. Konjungtivitis
94. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana dokter
berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan status generalis
- Pemeriksaan oftalmologi:
a. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah
terang (tipis) atau merah tua (tebal).
b. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan umumnya 6/6, jika
visus <6/6 curiga terjadi kerusakan selain di konjungtiva
c. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita
dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma.
Memberikan terapi
100. Dokumen
Terkait
Faktor Risiko
Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata
pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong
keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-
basa), dll.
Memberikan terapi
118. Hal – hal 1.Memberitahu pasien dan keluarga agar tidak menggosok
yang perlu matanya agar tidak memperberat
diperhatikan lesi.
2. Menggunakan alat/kacamata pelindung pada saat bekerja atau
berkendara.
3. Apabila keluhan bertambah berat setelah dilakukan tindakan,
seperti mata bertambah
merah, bengkak atau disertai dg penurunan visus segera kontrol
kembali
119. Unit Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
Terkait
120. Dokumen
Terkait
Memberikan terapi
Memberikan terapi
154. Hal – hal Memberitahu keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan
yang perlu bantuan kaca mata. Karena jika tidak, maka mata akan
diperhatikan berakomodasi terus menerus dan menyebabkan komplikasi.
Memberikan terapi
172. Hal – hal 1.Membaca dalam cahaya yang cukup dan tidak jarak dekat.
yang perlu 2. Kontrol untuk pemeriksaan visus bila ada keluhan.
diperhatikan
50 tahun + 2,0 D
55 tahun + 2,5 D
60 tahun + 3,0 D
189. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
Faktor Risiko
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus.
3. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin.
Memberikan terapi
Faktor Risiko
1. Glaukoma akut: bilik mata depan dangkal
2. Glaukoma kronik:
Primer: usia di atas 40 tahun dengan riwayat keluarga
glaukoma.
Sekunder:
- Penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus.
- Pemakaian tetes mata steroid secara rutin.
- Riwayat trauma pada mata
225. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana
dokter berdiri di sebelah kanan pasien
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh trias
glaukoma, terdiri dari:
- Peningkatan tekanan intraokular.
- Perubahan patologis pada diskus optikus.
- Defek lapang pandang yang khas.
Memberikan terapi
Faktor Risiko
1. Lingkungan yang panas dan lembab
2. Berenang
3. Membersihkan telinga secara berlebihan, seperti dengan cotton
bud ataupun benda lainnya
4. Kebiasaan memasukkan air ke dalam telinga
5. Penyakit sistemik diabetes
245. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana
dokter berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan pada tragus
Nyeri tarik daun telinga
Kelenjar getah bening regional dapat membesar dan nyeri
Pada pemeriksaan liang telinga:
o Pada otitis eksterna sirkumskripta dapat terlihat furunkel atau
bisul serta liang telinga sempit;
o Pada otitis eksterna difusa liang telinga sempit, kulit liang
telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas
serta sekret yang sedikit.
o Pada otomikosis dapat terlihat jamur seperti serabut kapas
dengan warna yang bervariasi (putih kekuningan)
o Pada herpes zoster otikus tampak lesi kulit vesikuler di sekitar
liang telinga.
Pada pemeriksaan penala kadang didapatkan tuli konduktif.
b. Oral sistemik
- Antibiotika sistemik diberikan dengan pertimbangan infeksi
yang cukup berat.
- Analgetik paracetamol atau ibuprofen dapat diberikan.
- Pengobatan herpes zoster otikus sesuai dengan tatalaksana
Herpes Zoster.
c. Bila otitis eksterna sudah terjadi abses, diaspirasi secara steril
untuk mengeluarkan nanah.
248. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan
pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.
Faktor Risiko
1. Bayi dan anak
2. Infeksi saluran napas berulang
3. Bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
Memberikan terapi
269. Hal – hal 1.Memberitahu keluarga bahwa pengobatan harus adekuat agar
yang perlu membran timpani dapat kembali normal.
diperhatikan 2. Memberitahu keluarga untuk mencegah infeksi saluran napas
atas (ISPA) pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan
pengobatan adekuat.
3. Memberitahu keluarga untuk menganjurkan pemberian ASI
minimal enam bulan sampai dengan 2 tahun.
4. Menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok dan
lain-lain.
Faktor Risiko
1. Dermatitis kronik liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kering
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Kebiasaan mengorek telinga
Memberikan terapi
292. Hal – hal 1.Memberitahu pasien dan keluarga untuk tidak mengorek telinga
yang perlu baik dengan cotton bud atau lainnya.
diperhatikan 2. Memberitahu keluarga dan pasien untuk menghindari
memasukkan air atau apapun ke dalam telinga
Faktor Risiko
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke
dalam hidung antara lain:
Faktor umur (biasanya pada anak di bawah 12 tahun)
Kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur,
kesadaran menurun, alkoholisme, epilepsi)
Faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis)
Ukuran, bentuk, serta sifat benda asing
Faktor kecerobohan (meletakkan benda asing di hidung)
Memberikan terapi
312. Hal – hal Kasus benda asing di hidung seringkali terjadi pada anak-anak,
yang perlu karena anak-anak secara naluriah memasukkan segala sesuatu ke
diperhatikan hidung maupun mulut. Maka orang tua perlu meningkatkan
pengawasan terhadap anak-anak, serta lebih berhati-hati jika
meletakkan sesuatu agar tidak mudah dijangkau anak-anak.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
Risiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55
tahun (umumnya setelah menopause)
2. Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki
dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah
masa menopause.
3. Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami penyakit
jantung koroner sebelum usia 70 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya PJK.
Minor
a. Aktivitas fisik kurang
b. Stress psikologik
c. Tipe kepribadian
328. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, dimana
dokter berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Walau
jarang pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel
dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung
dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan
angina.
Dapat ditemukan pembesaran jantung.
Terapi farmakologi:
1. Nitrat dikombinasikan dengan ß-blocker atau Calcium Channel
Blocker (CCB) non dihidropiridin yang tidak meningkatkan heart
rate (misalnya verapamil, diltiazem). Pemberian dosis pada
serangan akut :
Nitrat 10 mg sublingual dapat dilanjutkan dengan 10 mg
peroral sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di Pelayanan
sekunder.
Beta bloker:
- Propanolol 20-80 mg dalamdosis terbagi atau
- Bisoprolol 2,5-5 mg per 24 jam.
Calcium Channel Blocker (CCB)
Dipakai bila Beta Blocker merupakan kontraindikasi.
- Verapamil 80 mg (2-3 kali sehari)
- Diltiazem 30 mg ( 3-4 kali sehari)
2. Antipletelet:
Aspirin 160-320 mg sekali minum pada akut.
3. Oksigen dimulai 2 l/menit
331. Bagan Alir
Dokter
Memberikan terapi
Faktor Risiko
Yang tidak dapat diubah:
1. Usia
Risiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55
tahun (umumnya setelah menopause)
2. Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki
dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah
masa menopause.
3. Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami penyakit
jantung koroner sebelum usia 70 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya PJK.
Minor
1. Aktivitas fisik kurang
2. Stress psikologik
3. Tipe kepribadian
Faktor Predisposisi: -
Memberikan terapi
354. Hal – hal Edukasi untuk mengendalikan faktor risiko, teratur kontrol ke
yang perlu dokter untuk terapi lanjutan.
diperhatikan
355. Unit Rekam medis, Laboratorium dan Apotik
Terkait
356. Dokumen
Terkait