Anda di halaman 1dari 130

DEMAM TIFOID

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/253/04/2019
O No. Revisi : 00
P TanggalTerbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Demam tifoid adalah Infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
salmonella enteric serotype typhi atau paratiphy
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana demam tifoid
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Stetoskop
2. Senter
3. Spygmomamometer
4. Thermometer
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan
langkah menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien dan
mencocokan data dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis dengan menanyakan
keluhan : Demam turun naik terutama sore dan malam
hari dan dapat berlangsung hingga > 1 minggu, sakit
kepala (pusing-pusing), gangguan gastrointestinal berupa
konstipasi dan meteorismus atau diare, mual, muntah,
nyeri abdomen dan BAB berdarah, dapat dijumpai
penurunan kesadaran atau kejang.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan menemukan
: Kesadaran compos mentis atau penurunan kesadaran,
demam suhu > 37,5oC, bradikardia relatif, yaitu
penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit
setiap kenaikan suhu 1oC, ikterus. Pemeriksaan mulut:
typhoid tongue, tremor lidah, halitosis, dapat juga dialami
nyeri perut dengan tanda akut abdomen.
4. Dokter melakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan Darah rutin, tes widal.
5. Dokter melakukan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Dokter melakukan penatalaksanaan yaitu :
Terapi suportif berupa tirah baring dan menjaga
kecukupan asupan cairan, diet bergizi seimbang,
konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat.
Terapi simptomatik untuk menurunkan demam
(antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.
Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini
pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol
(4x500mg selama 10 hari) , Ampisilin atau Amoksisilin
dengan dosis 3 x500 mg (aman untuk penderita yang
sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole
(Kotrimoksazol) dengan dosis 2x960 mg selama 7-10 hari
Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai
tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau
dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson (dewasa 2-4
gr/hr selama 3-5 hari, Kuinolon (siprofloksasin 2x500mg
selama 7 hari) (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun
karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila
diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : A01.0 Typhoid
fever
7. Bagan Alir
8. Hal - hal 1. Konseling dan edukasi :
yang perlu Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam
di- tifoid yang harus diketahui pasien dan keluarganya, diet,
perhatikan jumlah cairan yang dibutuhkan, pentahapan mobilisasi,
dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan keluarga,
tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien
dan keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit
terdekat untuk perawatan.
2. Kriteria rujukan :
Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic
typhoid), tifoid dengan komplikasi, serta dengan komorbid
yang berat, telah mendapat terapi selama 5 hari namun
belum tampak perbaikan.
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Apotek
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
11. Rekaman No Yang diubah Isi Perubahan Tangga mulai
historis diberlakukan
perubahan
INTOLERANSI MAKANAN

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/254/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Intoleransi makanan adalah gejala-gejala yang terjadi akibat


reaksi tubuh terhadap makanan tertentu. Intoleransi bukan
merupakan alergi makanan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana intoleransi makanan
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Stetoskop
2. Spygmomanometer
3. Thermometer
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien dan mencocokan data
dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis dengan menanyakan keluhan
: tenggorokan terasa gatal, nyeri perut, perut kembung, diare,
mual, muntah, atau dapat disertai kram perut. Dokter
menanyakan tentang makanan yang memicu keluhan pasien
seperti terigu dan gandum, protein susu sapi, hasil olahan
jagung, MSG.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan menemukan
nyeri tekan abdomen, bising usus meningkat dan mungkin
terdapat tanda-tanda dehidrasi
4. Dokter melakukan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik
5. Dokter melakukan penatalaksanaan yaitu : Penatalaksanaan
dapat berupa
 Pembatasan nutrisi tertentu
 Suplemen vitamin dan mineral
6. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
7. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : K90.4
Malabsorption due to intolerance
7. Bagan Alir ---
8. Hal- hal 1. Konseling dan edukasi :
yang perlu Dokter memberi edukasi ke keluarga untuk ikut membantu
diperhatikan dalam hal pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan
mengamati keadaaan pasien selama pengobatan..
2. Kriteria rujukan :
Perlu dilakukan konsultasi ke layanan sekunder bila keluhan
tidak menghilang walaupun tanpa terpapar
9. Unit Terkait 1. Poli Umum
2. Apotek
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
11. Rekaman No Yang diubah Isi Perubahan Tangga mulai
historis diberlakukan
perubahan
ALERGI MAKANAN

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/255/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Alergi makanan adalah reaksi imun terhadap alergen asal


makanan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana alergi makanan
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer,Edisi Revisi Tahun 2014
5. Prosedur Alat :
1. Stetoskop
2. Spygmomanometer
3. Termometer
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokkannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa
serta paru
4. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
5. Dokter memberikan penatalaksanaan :
Hindari makanan penyebab alergen
6. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan
7. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa kode ICD10: L27.2 Dermatitis
due to ingested food
7. Diagram Alir -
8. Hal-hal yang 1. Anamnesis:
perlu a. Pada kulit: eksim dan urtikaria
diperhatikan b. b.Pada saluran pernapasan : rinitis dan asma
c. c.Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal
non spesifik dan berkisar dari edema, pruritus bibir,
mukosa pipi, mukosa faring, muntah, kram, distensi, dan
diare akut maupun kronis, occult bleeding dan frank colitis
pada bayi
2. Edukasi pasien untuk kepatuhan diet pasien, menghindari
makanan yang bersifat alergen secara sengaja maupun tidak
2/3
sengaja,perhatikan label makanan,menyusui bayi sampai
usia 6 bulan menimbulkan efek protektif terhadap alergi
makanan
3. Kriteria Rujukan:pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit,
uji provokasi dan eliminasi makanan terjadi reaksi anafilaksis
4. Unit Terkait Rawat Jalan, Rawat Inap, IGD, dan Apotik
5. Dokumen Rekam Medis
terkait
6. Rekaman
No Yang Isi Tanggal Mulai Diberlakukan
Historis
Diubah Perubahan
Perubahan
KERACUNAN MAKANAN

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/256/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Keracunan makanan adalah suatu kondisi gangguan pencernaan


yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia,
misalnya Norovirus, Salmonella, Clostridium perfringens,
Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana keracunan makanan
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Stetoskop
2. Jam tangan
3. Sphygmomanometer
Bahan :
1. Infuse set
2. Cairan infuse RL/NaCl 0,9 %
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokkannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis mengenai diare akut, biasanya
waktu berlangsung kurang dari 2 minggu. Adanya darah
atau lendir pada tinja ,nyeri perut berupa nyeri kram otot
perut seperti pada kolera yang berat ,kembung
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik mencari tanda-tanda
dehidrasi : tekanan darah turun, nadi cepat, mulut kering,
penurunan keringat, dan penurunan output urin,nyeri tekan
perut, bising usus meningkat atau melemah
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang berupa feses
lengkap
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter melakukan penatalaksanaan rehidrasi oral (oralit)
atau larutan intravena (misalnya, larutan natrium klorida
isotonik, larutan Ringer Laktat). Obat absorben misalnya
kaopectate, aluminium hidroksida dengan dosis awal untuk
orang dewasa adalah 2 tablet 4 kali sehari (20 mg / d),
digunakan hanya bila diare masif. Modifikasi gaya hidup dan
edukasi untuk menjaga kebersihan diri
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa kode ICD10: T.62.2 Other
Ingested
7. Diagram Alir -
8. Hal-hal yang 1. Konseling dan edukasi : Keluarga turut menjaga higienis
perlu keluarga dan pasien
diperhatikan 2. Kriteria Rujukan : Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3
hari ditangani dengan adekuat. Pasien mengalami
perburukan.
7. Unit Terkait Poli Umum, Rawat Inap, UGD, Apotik, Laboratorium
8. Dokumen Rekam medis, Persetujuan tindakan medis, Surat rujukan
terkait
9. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
PENYAKIT CACING TAMBANG

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/257/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Penyakit cacing tambang adalah penyakit infeksi yang


disebabkan Ancylostoma duodenale/Necator americanus.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
penatalaksanaan Penyakit cacing tambang
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
 Set pemeriksaan
 ATK
Bahan : Obat
6. Langkah- 1. Petugas memanggil pasien sesuai nomor urut.
langkah 2. Petugas menulis identitas pasien di buku register
3. Petugas melakukan anamnesa pada pasien apakah adanya
gatal dikulit, tampak terowongan cacing,tampak pucat,mual,
muntah, diare, penurunan berat badan, nyeri pada daerah
deudenum, jejunum, dan ilium, bengkak, pada anak
4. Petugas melakukan pemeriksaan tekanan darah
5. Petugas melakukan pemeriksaan nadi
6. Petugas melakukan pemeriksaan suhu
7. Petugas melakukan pemeriksaan fisik apakah konjungtiva
anemis, terdapat tanda tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika
terjadi obstruksi
8. Bila diperlukan petugas membuat permintaan pemeriksaan
penunjang , pemeriksaan mikroskopis pada tinja segar
ditemukan telur atau larva atau cacing dewasa ,Petugas
mengisi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium
9. Petugas menyerahkan surat permintaan kepada pasien
untuk selanjutnya pasien ke laboratorium
10. Petugas menerima hasil laboratorium dari pasien
11. Petugas membaca hasil laboratorium dan menegakan
diagnose berdasarkan hasil lab dan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan penunjang dapat di
klasifikasikan adanya : 1. Nekatoriasis, 2. Ankilostomiasis
Diagnosis Banding : jenis kecacingan lainnya
Komplikasi : Anemia jika menimbulkan perdarahan
12. Petugas memberikan resep untuk pengobatan Penyakit
cacing tambang
13. Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, atau
14. Mebendazole 100mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut turut
atau
15. Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis
tunggal, sedangkan pada anak yang lebih kecil diberikan
dengan dosis separuhnya, tidak diberikan pada wanita
hamil. Creeping eruption diberikan Tianbendazole topikal
selama 1 minggu, untuk cutaneous migrans pengobatan
dengan albendazole 400 mg selama 5 hari berturut turut
16. Sulfas ferosus 3 x 1 untuk orang dewasa atau 10 mg/ kg
BB/ kali ( anak) untuk mengatasi anemia
17. Petugas mengedukasi pasien untuk kebersihan diri, cuci
tangan sebelum dan sesudah mengerjakan pekerjaan dengan
sabun dan air mengalir, memakai alas kaki
18. Petugas mengedukasi pasien untuk kebersihan lingkungan
19. Petugas mengedukasi Pasien untuk menggunakan sarung
tangan jika ingin mengolah limbah/ sampah
20. Petugas menyerahkan resep kepada pasien.
21. Petugas merujuk pasien ke IGD bila ditemukan tanda-tanda
kegawatan seperti anemia berat
22. Petugas menulis hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium,diagnose dan terapi kedalam rekam medic
pasien.
23. Petugas menandatangani rekam medik
24. Petugas menulis diagnose ke buku register rawat jalan.
7. Diagram Alir -
8. Hal-hal yang Perhatikan indikasi rawat inap atau rawat jalan
perlu
diperhatikan
10. Unit Terkait  Poli Umum
 Poli Gigi
 Poli KIA
 UGD
 Apotek
 Laboratorium
11. Dokumen Rekam medis
terkait Form laboratorium
Register rawat jalan/rawat inap
12. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
STRONGYLOIDIASIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/258/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Strongyloidiasis adalah penyakit kecacingan yang disebabkan


oleh Strongyloides stercoralis, cacing yang biasanya hidup di
kawasan tropic dan subtropik. Sekitar 300 juta orang
diperkirakan terkena penyakit ini di seluruh dunia. Infeksi cacing
ini bisa menjadi sangat berat dan berbahaya pada mereka yang
immunokompromais.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
penatalaksanaan Penyakit strongyloidiasis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Sarana Prasarana: Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan
darah dan feses.
6. Langkah- a. Gejala klinis
langkah 1. Rasa gatal di kulit
2. Infeksi sedang menimbulkan gejala seperti ditusuk-tusuk
di daerah epigastrium dan tidak menjalar.
3. Mual, muntah
4. Diare dan konstipasi saling bergantian
b. Pemeriksaan fisik:
1. Timbul kelainan kulit berupa papul eritem yang menjalar,
linear atau berkelok menyerupai benang dengan
kecepatan 2 cm per hari.
2. Predileksi di telapak kaki, bokong, genital, tangan
c. Penatalaksanaan:
1. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
Menggunakan jamban keluarga, mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan aktifitas, menggunakan alas
kaki, hindari penggunaan pupuk dengan tinja.
2. Farmakologi
- Pemberian albendazol menjadi terapi pilihan saat ini
dengan dosis 400 mg, 1-2 x sehari, selama 3 hari, atau
- Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4 minggu.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi
yang perlu Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
di- pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu
perhatikan antara lain:
a. Sebaiknya setiap keluarga memiliki jamban keluarga.
b. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja
manusia.
c. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola
limbah/sampah.
d. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas
dengan menggunakan sabun.
e. Menggunakan alas kaki.
Kriteria Rujukan : -
Pasien strongyloidiasis dengan keadaan imunokompromais
seperti penderita AIDS
9. Unit  UGD
Terkait  Poli umum
 Ruang obat
 Laboratorium
10. Dokumen
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
ASKARIASIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/259/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris


lumbricoides, yang merupakan nematoda usus terbesar. Angka
kejadiannya di dunia lebih banyak dari infeksi cacing lainnya,
diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi
dengan cacing in
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan konseling dan edukasi kepada pasien dan keluarga
dan memberikan terapi dengan baik
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur
a. Alat :
1. Blangko Ananesa
2. Blangko Observasi
3. Blangko Pemeriksaan
4. Handscoon
Bahan : pot urin
6. Langkah- 1. Promotif
langkah Penyuluhan kesehatan tenatang askariasis dan cara
pencegahannya dengan cara seperti mencuci tangan sebelum
makan, menggunting kuku secara teratur, dan pemakaian
jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi, ajaran
tenatang prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik,
misalnya membuat kaskus yang baik untuk menghindari
pencemaran tanah dengan tinja penderita, mencegah
masuknya telur cacing yang mencemari makanan atau
minuman dengan selalu memasak makanan dan minuman
sebelum dimakan atau diminum, serta menjaga kebersihan
perorangan sebagai pencegahan penyebaran dan
pemberantasan askariasis (Soedarto, 2008)
2. Prefentif
Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari dan temukan
penderita lain yang perlu diberikan pengobatan. Perhatikan
lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi
terutama disekitar rumah penderita. Penderita penyakit
askariasis tidak perlu di isolasi ataupun di karantina karena
tidak akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.
3. Kuratif
Pengobatan dengan menggunakan piperasin dosis tunggal
untuk dewasa 3-4gram, anak 25mg/kgBB; pirantel pamoat
dosis tunggal 10mg/kgBB; mebenzadol 2×100mg/hr selama
3hr atau 500mg dosis tunggal; albenzadol dosis tunggal 400mg
4. Rehabilitative
a. Pengobatan masal pada wanita (sekali setahun termasuk
wanita hamil) dan anak prasekolah usia diatas satu tahun
(2 kali setahun). Pengobatan massal untuk anak sekolah
diberikan apabila lebih dari 10% menunjukkan adanya
infeksi berat (> 50.000) telur askariasis/gram tinja tanpa
melihat angka prevalensinya.
b. Pengobatan massal setahun sekali untuk risiko tinggi
(termasuk wanita hamil) apabila prevalensinya > 50% dan
infeksi berat pada anak sekolah < 10%.
c. Pengobatan individual, apabila prevalensinya < 50% dan
infeksi berat pada anak sekolah < 10%
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Keadaan umum pasien
yang perlu 2. Privasi pasien
di-
perhatikan
9. Unit Dinas Kesehatan.
Terkait 1. Rumah Sakit
2. UPTD Kesehatan/Puskesmas.
3. Poli Klinik Rawat Jalan
4. Lingkungan tempat tinggal
5. IGD
10. Dokumen 1. Status pasien/Rekam medis
terkait 2. Register .
3. Catpor
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
SKISTOSOMIASIS
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/260/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04.2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Schistosoma adalah salah satu penyakit infeksiparasit yang


disebabkan oleh cacing trematoda dari genus schistosoma (blood
fluke). Terdapat tigas pesies cacing trematoda utama yang
menjadi penyebab skistosomiasis yaitu Schistosomajaponicum,
schistosoma haemato biumdan schistosomamansoni.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penanganan Skistosomiasis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Petugas melakukan anamnesa
langkah a. Padafaseakut, pasien biasanya datang dengan keluhan
demam, nyerikepala, nyeritungkai, urtikaria, bronchitis,
nyeriabdominal.Biasanyater dapat riwayat terpapar
dengan air misalnya danau atau sungai 4-8 minggu
sebelumnya, yang kemudian berkembang menjadi
ruamkemerahan (pruritic rash)
b. Padafasekronis, keluhan pasien tergantung pada letaklesi
misalnya:
 Buang air kecildarah (hematuria), rasa tak nyaman
hingga nyeri saat berkemih, disebabkan olehurinary
schistosomiasis biasanya disebabkan olehS.
hematobium.
 nyeri abdomen dan diare berdarah biasanya
disebabkan oleh intestinal skistosomiasis oleh
biasanya disebabkan olehS. mansoni, S. Japonicumjuga
S. Mekongi.
 Pembesaranperut, kuning pada kulit dan mata
disebabkan oleh hepatosplenicskistosomiasis yang
biasanya disebabkan olehS. Japonicum.
2. Petugasmelakukanpemeriksaanfisik
a. Padaskistosomiasisakutdapatditemukan
limfadenopati, hepatosplenomegaly, gatalpadakulit,
demam, urtikaria, buangair besarberdarah (bloody
stool).
b. Padaskistosomiasiskronikbisaditemukanhipertensi
portal dengandistensi abdomen, hepatosplenomegaly,
gagalginjaldengan anemia danhipertensi,
gagaljantungdengangagaljantungkanan, intestinal
polyposis, icterus.
3. Petuga smelakuka pemeriksaan penunjang sederhana
Penemuan telur cacing padaspesi mentinja dan pada
sedimenurin.
4. Petugas menegakkan diagnosa
5. Petugas memberikan terapi
a. Pengobatan diberikan dengan duatujuan yakni untuk
menyembuhkan pasien atau meminimalkan morbiditas
dan mengurangi penyebaran penyakit
b. Prazikuantel adalah obat pilihan yang diberikan karena
dapat membunuh semuaspesies Schistosoma. Walaupun
pemberian single terapi sudah bersifatkuratif, namun
pengulangan setelah 2 sampai 4 minggu dapat
meningkatkan efektifitas pengobatan. Pemberian
prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:
Spesies Schistosoma Dosis Prazikuantel
S. Mansoni,
S. Haematobium 40mg/kgBB, 2x/hr
S. Intercalatum
S. Japonicum, S. 60mg/kgBB, 2x/hr
Mekongi
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit a. UGD
Terkait b. Poli Umum
c. Poli KIA
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
TAENIASIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/261/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Taeniasis adalah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan


oleh cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
saginata, Taenia solium, dan Taenia asiatica) pada manusia.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan penyakit Taeniasis dan
menegakkan diagnose penyakit Taeniasis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Petugas melakukan anamnesa
langkah Keluhan
Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak khas.
Sebagian kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatis).
Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus
atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara
lain:
a. Rasa tidak enak pada lambung
b. Mual
c. Badan lemah
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan menurun
f. Sakit kepala
g. Konstipasi
h. Pusing
i. Pruritus ani
j. Diare
Faktor Risiko :
a. Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah
matang/mentah, dan mengandung larva sistiserkosis.
b. Higiene yang rendah dalam pengolahan makanan
bersumber daging.
c. Ternak yang tidak dijaga kebersihan kandang dan
makanannya.
2. Petugas melakukan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan tanda vital.
b. Pemeriksaan generalis: nyeri ulu hati, ileus juga dapat
terjadi jika strobila cacing membuat obstruksi usus.
3. Petugas melakukan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium mikroskopik dengan
menemukan telur dalam spesimen tinja segar.
b. Secara makroskopik dengan menemukan proglotid
pada tinja
c. Pemeriksaan laboratorium darah tepi: dapat ditemukan
eosinofilia, leukositosis, LED meningkat.
4. Petugas menegakkan diagnosa Taeniasis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding : -
Komplikasi : Sistiserkosis
5. Petugas melakukan rencana penatalaksanaan pasien
Taeniasis
a. Non Medikamentosa
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, yaitu antara lain:
 Mengolah daging sampai matang dan menjaga
kebersihan hewan ternak.
 Menggunakan jamban keluarga.
b. Medikamentosa
Farmakologi:
 Pemberian albendazol menjadi terapi pilihan saat ini
dengan dosis 400 mg, 1-2 x sehari, selama 3 hari, atau
 Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4
minggu.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Kriteria Rujukan :
yang perlu Bila ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada sistiserkosis.
di-
perhatikan
9. Unit 1. Apotek
Terkait 2. RSUD
3. Klinik GIZI
4. Laboratorium
10. Dokumen 1. Rekam medis
terkait 2. Formularium obat di puskesmas
3. Blanko rujukan antar program
4. Blanko pemeriksaan laboratorium.
5. Blanko rujukan Rumah Sakit
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
HEPATITIS A

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/262/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian No. ICPC II : D72 Viral Hepatitis


No. ICD X : B15 Acute Hepatitis A
Tingkat Kemampuan 4A
Hepatitis A adalah infeksi akut di liver yang disebabkan oleh
hepatitis A virus (HAV). Sebuah virus RNA yang disebarkan
melalui rute fekal oral.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan kasus Hepatitis A sesuai standar
terapi
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Anamnesis
langkah a. Apakah terdapat keluhan demam ?
b. Apakah terdapat keluhan kuning pada mata ?
c. Apakah terdapat penurunan nafsu makan, mual dan
muntah ?
d. Apakah terdapat keluhan lemah, letih dan lesu ?
e. Apakah terdapat keluhan nyeri otot dan sendi ?
f. Apakah terdapat keluhan BAK seperti teh ?
g. Apakah terdapat keluhan tinja seperti dempul ?
2. Faktor Risiko
a. Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak
terjaga sanitasinya
b. Menggunakan alat makan dan minum sari penderita
hepatitis
3. Pemeriksaan Fisik
a. Febris
b. Sclera ikterik
c. Hepatomegali
d. Warna urin seperti teh
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes laboratorium urin (bilirubin dalam urin)
b. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, kadar SGOT dan SGPT 2x normal tertinggi
c. IgM anti HAV
5. Penatalaksanaan
a. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
b. Tirah baring
c. Pengobatan simptomatik
- Demam : Ibuprofen 2 x 400 mg/hari
- Mual : antiemetik seperti metoklopramid 3 x 10 mg/hari
atau Domperidon 3 x 10 mg/hari
- Perut perih dan kembung : H2 bloker (cimetidin 3 x 200
mg/hari atau Ranitidine 2 x 150 mg/hari) atau PPI
(omeprazole 1 x 20 mg/hari)
6. Rencana Tindak Lanjut
Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan
7. Konseling dan Edukasi
a. Sanitasi dan hygiene mampu mencegah penularan virus
b. Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada orang yeng berisiko
tinggi terinfeksi
c. Keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang
adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien selama fase
akut
8. Kriteria Rujukan
a. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium
b. Penderita Hep A dengan keluhan ikterik yang menetap
disertai keluhan lain
c. Penderita Hep A dengan penurunan kesadaran dengan
kemungkinan kearah ensefalopati hepatik
9. Prognosis
Umumnya bonam
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Loket Pendaftaran dan Poli Umum
Terkait
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DISENTRI BASILER DAN AMUBA

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/263/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 2304/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Disentri adalah diare yang disertai dengan keluarnya lendir dan
darah
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah petugas untuk dalam
melakukan penatalaksanaan disentri basiler dan amuba
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat dan bahan :
1. Stetoskop
2. Termometer
3. Spygmomamometer
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien dan mencocokan data
dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis dengan menanyakan keluhan :
demam, sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar
encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah,
muntah-muntah, sakit kepala
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan menemukan :
Febris, nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri,
terdapat tanda-tanda dehidrasi, tenesmus.
4. Dokter melakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab.
5. Dokter melakukan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Dokter melakukan penatalaksanaan yaitu : Mencegah
terjadinya dehidrasi, dan melakukan rehidrasi kepada pasien
yang memiliki gejala dehidrasi, tirah baring, memberikan
makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari
5kali/hari. Pemberian terapi antimikroba dengan
Siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3
hari dan Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari untuk disentri
disertai dengan demam, dokter memberikan terapi
Metronidazol 500 mg 3x sehari selama 3-5 hari untuk disentri
tanpa disertai dengan demam.
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : A06.0Acute
amoebic dysentry
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Konseling dan edukasi :
yang perlu Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan
di- kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
perhatikan membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak
terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.
2. Kriteria rujukan :
Pada pasien dengan kasus berat perlu dirawat intensif dan
konsultasi ke pelayanan kesehatan sekunder (spesialis
penyakit dalam)
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Apotek
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
HEMOROID GRADE 1-2

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/263/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Hemoroid grade 1-2 adalah pelebaran vena-vena di dalam


pleksus hemoroidalis
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan hemoroid grade 1-2
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : Sarung tangan
Bahan :
1. Jelly
2. Flash light
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien dan mencocokan data
dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis dengan menanyakan keluhan
: keluar darah pada saat berak, warna merah segar, menetes
beberapa saat setelah berak, keluar benjolan pada saat
berak dan bisa kembali spontan ataupun dikembalikan
secara manual, mengeluh gatal di daerah perianal ataupun
nyeri, dan ada gejala anemia.
3. Dokter meminta persetujuan tindakan Colok Dubur
4. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan :
 Periksa tanda-tanda anemia
 Pemeriksaan status lokalis
o Inspeksi:
 Hemoroid derajat 1, tidak menunjukkan adanya
suatu kelainan di regio anal.
 Hemoroid derajat 2, tidak terdapat benjolan
mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi
bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat
terlihat sebagai pembengkakan.
 Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan
segera dapat dikenali dengan adanya massa
yang menonjol dari lubang anus yang bagian
luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh
mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
o Palpasi:
Hemoroid interna pada stadium awal merupaka pelebaran
vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat
dideteksi dengan palpasi.
 Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah
prolaps, jaringan ikat mukosa mengalami
fibrosis sehingga hemoroid dapat diraba ketika
jari tangan meraba sekitar rektum bagian
bawah.
5. Dokter meminta pemeriksaan penunjang : darah lengkap.
6. Dokter menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.
7. Dokter memberikan Penatalaksanaan : obat antinyeri,
pencahar
8. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
9. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : I84
Haemorrhoids
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Konseling dan edukasi
yang perlu 1. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini
di- bertujuan untuk membuat feses menjadi lebih
perhatikan lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan
ke kamar mandi saat merasa akan buang air
besar, jangan ditahan karena akan memperkeras
feses. Hindari mengedan
2. Kriteria rujukan :
Hemoroid interna grade 2, 3, dan 4 dan hemoroid eksterna
memerlukan penatalaksanaan di pelayanan kesehatan
sekunder.
9. Unit 4. Poli Umum
Terkait 5. Apotek
10. Dokumen 3. Rekam Medis
terkait 4. Persetujuan Tindakan Medis
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
INFEKSI SALURAN KEMIH

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/264/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran
kemih yang disebabkan oleh bakteri
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana infeksi saluran kemih
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : Termometer.
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokkannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa pada sistitis akut keluhan
berupa: Demam ,Susah buang air kecil ,Nyeri saat di akhir
BAK (disuria terminal) ,Sering BAK (frequency) ,Nokturia
,Anyang-anyangan (polakisuria) ,Nyeri suprapubik Pada
pielonefritis akut, keluhan dapat juga berupa nyeri pinggang,
demam tinggi sampai menggigil, mual muntah, dan nyeri
pada sudut kostovertebra
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik : Demam,Flank pain
(Nyeri ketok pinggang belakang / costovertebral angle) ,Nyeri
tekan suprapubik
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang : Darah lengkap
,Urinalisis, Kadar gula darah
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter memberikan penatalaksanaanMinum air putih
minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal
a. Menjaga higienitas genitalia eksterna
b. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3
hari dengan pilihan antibiotik sebagai berikut :
Trimetoprim sulfametoxazole, Fluorikuinolon
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa kode ICD10: N39.0 Urinary tract
infection
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Konseling dan edukasi :Edukasi tentang penyebab dan faktor
yang perlu risiko penyakit infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi
di- saluran kemih yang paling sering adalah karena masuknya
perhatikan flora anus ke kandung kemih melalui perilaku atau higiene
pribadi yang kurang baik
2. Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan
tidak berhubungan seks
3. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian
atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk kontrol kembali
4. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan
5. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan
6. Kriteria Rujukan: Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka
dirujuk ke layanan kesehatan sekunder ,Jika gejala menetap
dan terdapat resistensi kuman, terapi antibiotika
diperpanjang berdasarkan antibiotika yang sensitif dengan
pemeriksaan kultur urin
9. Unit UGD, Poli umum, Rawat inap, Laboratorium, Apotik
Terkait
10. Dokumen Rekam medis
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
GONORHEA

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/265/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh Neisseria


gonorrhoeae dan termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS) yang
memiliki insidensi tinggi.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana demam tifoid
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Petugas menanyakan keluhan
langkah a. Pada laki-laki
1) Kencing nanah
2) Gejala diawali oleh rasa panas dan gatal di distal
uretra, disusul dengan disuria, polakisuria dan
keluarnya nanah dari ujung uretra yang kadang
disertai darah. Selain itu, terdapat perasaan nyeri saat
terjadi ereksi. Gejala terjadi pada 2-7 hari setelah
kontak seksual.
3) Apabila terjadi prostatitis, keluhan disertai perasaan
tidak enak di perineum dan suprapubis, malaise,
demam, nyeri kencing hingga hematuri, serta retensi
urin, dan obstipasi.
b. Pada wanita
1) Keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina,
disertai dengan disuria, dan nyeri abdomen bawah.
2) Keluhan selain di daerah genital yaitu : rasa terbakar
di daerah anus (proktitis), mata merah pada neonatus
dan dapat terjadi keluhan sistemik (endokarditis,
meningitis, dan sebagainya pada gonore diseminata –
1% dari kasus gonore).
2. Petugas menanyakan faktor resiko
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
c. Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan
terkena gonore.
d. Bayi dengan ibu menderita gonore.
e. Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi
(kondom).
3. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Tampak eritem, edema dan ektropion pada orifisium uretra
eksterna, terdapat duh tubuh mukopurulen, serta
pembesaran KGB inguinal uni atau bilateral. Apabila terjadi
proktitis, tampak daerah anus eritem, edem dan tertutup pus
mukopurulen.
Pada pria:
Pemeriksaan rectal toucher dilakukan untuk memeriksa
prostat: pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri
tekan dan bila terdapat abses akan teraba fluktuasi.
Pada wanita:
Pemeriksaan in speculo dilakukan apabila wanita tesebut
sudah menikah. Pada pemeriksaan tampak serviks merah,
erosi dan terdapat secret mukopurulen.
4. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh tubuh
dengan pewarnaan gram untuk menemukan kuman
gonokokus gram negarif, intra atau ekstraseluler. Pada pria
sediaan diambil dari daerah fossa navikularis, dan wanita dari
uretra, muara kelenjar bartolin, serviks dan rektum.
Pemeriksaan lain bila diperlukan:
a. Kultur
b. Tes oksidasi dan fermentasi
c. Tes beta-laktamase
d. Tes Thomson dengan sediaan urine
5. Petugas menegakkan diagnose
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi :
Berdasarkan susunan anatomi genitalia pria dan wanita:
a. Uretritis gonore
b. Servisitis gonore (pada wanita)
Diagnosis Banding
a. Infeksi saluran kemih.
b. Faringitis.
c. Uretritis herpes simpleks.
d. Arthritis inflamasi dan septik.
e. Konjungtivitis, endokarditis, meningitis dan uretritis non
gonokokal.
6. Petugas melakukan penatalaksanaan komprehensif
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak
seksual hingga dinyatakan sembuh dan menjaga
kebersihan genital.
b. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5
gr per oral (p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o)
dosis tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M)
dosis tunggal, atau spektinomisin 2 gram I.M dosis
tunggal.
Catatan: tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin
merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan tidak
dianjurkan pada anak dan dewasa muda.
7. Petugas menentukan kriteria rujukan
a. Apabila tidak dapat melakukan tes laboratorium
b. Apabila pengobatan di atas tidak menunjukkan perbaikan
dalam jangka waktu 2 minggu, penderita dirujuk ke dokter
spesialis karena kemungkinan terdapat resistensi obat.
7. Diagram
Menanyakan keluhan
Alir

Menanyakan faktor resiko

Melakukan pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan penunjang

Menegakkan diagnosa

Melakukan penatalaksanaan komprehensif

Menentukan kriteria rujukan

8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Poli umum, Poli KIA, Laboratorium
Terkait
10. Dokumen Rekam Medis
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
VAGINITIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/266/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan


adanya pruritus, keputihan, dispareunia, dandisuria.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana Vaginitis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Pemeriksaan Fisik
langkah Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya iritasi, eritema
atau edema pada vulva dan vagina. Mungkin serviks juga dapat
tampak eritematous.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopik cairan atau sekret vagina.
b. Pemeriksaan pH cairan vagina.
c. Pemeriksaan uji whiff: jika positif berarti mengeluarkan
mengeluarkan bau seperti anyir (amis), pada waktu
ditambahkan larutan KOH.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang.
Vaginitis harus dicari penyebabnya, dengan menilai perbedaan
tanda dan gejala dari masing-masing penyebab, dapat pula
dengan menilai secara mikroskopik cairan vagina.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Apotek
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
3. Surat Rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
PARAFIMOSIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/267/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Parafimosis merupakan kasus gawat darurat yang merupakan


kondisi dimana kulit preputium setelah ditarik ke belakang
batang penissampai di sulkus koronarius tidak dapat
dikembalikan ke posisi semula ke depan batang penis.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan parafimosis di klinik
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Keluhan
langkah 1. Pembengkakan pada penis
2. Nyeri pada penis
Faktor Risiko
Penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada
laki-laki yang belum disirkumsisi misalnya pada pemasangan
kateter.
Pemeriksaan Fisik
1. Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat
dikembalikan ke posisi semula
2. Terjadi eritema dan edema pada glans penis
3. Nyeri
4. Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru
hingga kehitaman
Diagnosis Klinis : Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis
dan peneriksaan fisik
Diagnosis Banding : Angioedema, Balanitis, Penile hematoma
Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi ganggren
Penatalaksanaan
1. Reposisi secara manual dengan memijat glans selama 3-5
menit. Diharapkan edema berkurang dan secara perlahan
preputium dapat dikembalikan pada tempatnya.
2. Dilakukan dorsum insisi pada jeratan
Selanjutnya disarankan untuk sirkumsisi karena dapat berulang
Kriteria Rujukan
Bila terjadi tanda-tanda nekrotik segera rujuk ke layanan
sekunder.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Poli umum
Terkait
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
SINDROM DU GENITAL

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/268/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/5

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Vaginal discharge adalah keluarnya duh tubuh dari vagina


secara fisiologis mengalami perubahan sesuai dengan siklus
menstruasi, secara patologis bila terjadi perubahan-perubahan
pada warna, konsistensi, volume, dan baunya.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penanganan terhadap pasien dengan vaginal
discharge
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Ginecology bed
2. Spekulum vagina
3. Lampu
4. Kertas lakmus
Bahan : -
6. Langkah- 1. Tanyakan keluhan
langkah a. Biasanya terjadi pada daerah genitalia perempuan yang
berusia diatas 12 tahun, ditandai dengan adanya
perubahan pada duh tubuh disertai salah satu atau lebih
gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul, perdarahan
antar menstruasi atau perdarahan pasca-koitus.
b. Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang dicurigai
menularkan penyakit menular seksual.
2. Pemeriksaan fisik
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non
infeksi.
Masalah non infeksi dapat karena
a. benda asing,
b. peradangan akibat alergi atau iritasi,
c. tumor,
d. vaginitis atropik,
e. prolaps uteri
Masalah infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau
virus seperti berikut ini:
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida Albicans,
duh tubuh tidak berbau, pH < 4,5 , terdapat eritema vagina
dan eritema satelit di luar vagina
b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob,
biasanya Gardnerella vaginalis), memperlihatkan adanya
duh putih/abu-abu yang melekat disepanjang dinding
vagina dan vulva, berbau amis dengan pH > 4.5
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala
inflamasi serviks yang mudah berdarah dan disertai duh
mukopurulen
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala,
tampak duh kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis
dan pH > 4,5
e. Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh
Chlamydia, ditandai dengan nyeri abdomen bawah,
dengan atau tanpa demam. Servisitis bisa ditandai dengan
kekakuan adneksa dan serviks pada nyeri angkat palpasi
bimanual.
f. Liken planus
g. Gonore
h. Infeksi menular seksual lainnya
i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom
yang terlupa diangkat)
3. Pemeriksaan Penunjang
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti
untuk diperiksa, kecuali pada keadaan keraguan menegakkan
diagnosis, gejala kambuh, pengobatan gagal, atau pada saat
kehamilan, postpartum, post aborsi dan postinstrumentation.
4. Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
spekulum, palpasi bimanual, uji pH duh vagina dan swab (bila
diperlukan).
5. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular seksual
dapat diobati sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya.
Vaginosis bakterial:
a. Metronidazole atau Clindamycin secara oral atau
pevaginam.
b. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
c. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazole
400 mg 2x sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak
direkomendasikan untuk minum 2 g peroral.
d. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi
hormonal bila menggunakan antibiotik yang tidak
menginduksi enzim hati.
e. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami
vaginosis bakterial dianjurkan untuk mengganti metode
kontrasepsinya.
Vaginitis kandidiosis terbagi atas:
a. Infeksi tanpa komplikasi
b. Infeksi parah
c. Infeksi kambuhan
d. Dengan kehamilan
e. Dengan Diabetes atau imunokompromi
Vulvovaginal kandidiosis:
a. Dapat diberikan azole antifungal oral atau pervaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
c. Pasien dengan vulvovaginal candidiosis yang berulang
dianjurkan untuk memperoleh pengobatan paling lama 6
bulan.
d. Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan
gunakan imidazole topikal hingga 7 hari.
e. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi
lateks lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat
merusak lateks
f. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang
mengalami vulvovaginal kandidiosis berulang,
dipertimbangkan untuk menggunakan metoda
kontrasepsi lainnya
Chlamydia:
a. Azithromisin 1gramsingle dose, atau Doksisiklin 100 mg
2xsehari untuk 7 hari
b. Ibu hamil dapat diberikan Amoksisilin 500mg 3x sehari
untuk 7 hari atau Eritromisin 500 mg 4x sehari untuk 7
hari
Trikomonas vaginalis:
a. Obat minum nitromidazol (contoh metronidazol) efektif
untuk mengobati trikomonas vaginalis
b. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus
diperiksa dan diobati bersama dengan pasien
c. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik
dengan regimen oral penatalaksanaan beberapa hari
dibanding dosis tunggal
d. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun
perlu dipertimbangkan pula adanya resistensi obat
6. Rencana Tindak Lanjut
Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular seksual
sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa chlamydia, gonore,
sifilis dan HIV.
7. Konseling dan Edukasi
a. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan
serta penatalaksanaan di tingkat rujukan.
b. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan
seksual selama penyakit belum tuntas diobati.
8. Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila:
a. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
b. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
c. Adanya arah kegagalan pengobatan
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit a. Loket
Terkait b. Poli Umum
c. KIA
d. Laboratorium
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
VAGINITIS
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/269/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan


adanya pruritus, keputihan, dispareunia, dandisuria.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan vaginitis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Pemeriksaan Fisik
langkah Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya iritasi, eritema
atau edema pada vulva dan vagina. Mungkin serviks juga dapat
tampak eritematous.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopik cairan atau sekret vagina.
b. Pemeriksaan pH cairan vagina.
c. Pemeriksaan uji whiff: jika positif berarti mengeluarkan
mengeluarkan bau seperti anyir (amis), pada waktu
ditambahkan larutan KOH.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang.
Vaginitis harus dicari penyebabnya, dengan menilai perbedaan
tanda dan gejala dari masing-masing penyebab, dapat pula
dengan menilai secara mikroskopik cairan vagina.
7. Diagram
Alir Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Penegakan diagnosis

8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit a. Rawat Inap
Terkait b. Kamar Bersalin
c. RS
10. Dokumen Rekam medis
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
SALPINGITIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/270/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Salpingitis adalah infeksi saluran tuba fallopi yang penyebabnya


masih belum diketahui secara pasti, tetapi diyakini penyebab
utamanya adalah infeksi menular seksual yang agennya berupa
Nisseria gonnorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang
infeksinya menyebar keatas tetapi tidak menutup kemungkinan
disebabkan oleh kuman patogen lain.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan vaginitis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Hasil Anamnesis (Subjective)
langkah Pasien dengan salphingitis mengeluhkan adanya nyeri abdomen
bawah, keputihan, perdarahan yang tidak teratur, keluhan
kencing, muntah, gejala proktitis.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Presentasi klinis salfingitis sangat beragam, mulai dari
asimptomatik, nyeri pelvik hebat, hingga peritonitis dan nyeri
yang mengancam jiwa.
Temuan pemeriksaan salfingitis antara lain, suhu tinggi hingga
38°C, teraba massa atau bengkak pada pemeriksaan bimanual,
dan adanya cairan vagina yang abnormal.
Ditemukan juga adanya kaku pada abdomen bawah, adneksa
bilateral, dan gerakan servik.
Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan adanya tanda-tanda
keradangan, LED > 15 mm/jam.
Diagnosis pasti dari salfingitis ditegakkan dengan gambaran
histopatologi endometritis saat biopsi endometrium, pada USG
ditemukan abses tuba fallopi atau penebalan tuba dengan cairan
atau tanpa cairan, dan juga temua dari laparoskopi.

Penegakan diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Rencana Penatalaksanaan ( Plan)
Pasien salfingitis ringan hingga sedang diberikan regimen
sebagai berikut:
 Seftriakson 250 mg IM sekali, ditambah doksisiklin 100 mg
PO 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg PO 2x sehari selama 14 hari.
 Sefalosporin generasi 3 parenteral lainnya ditambah
doksisiklin 100 mg PO 2x sehari selama 14 hari, dengan
atau tanpa metronidazol 500 mg PO 2x sehari selama 14
hari.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Non Rawat Inap
Terkait
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
KEHAMILAN NORMAL

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/271/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/7

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Kehamilan Normal adalah kehamilan yang memenuhi kriteria


dibawah ini:
1. Keadaan umum baik
2. Tekanan darah<140/90 mmHg
3. Pertambahan berat badan sesuai minimal 8 kg selama
kehamilan (1 kg perbulan) atau sesuai Indeks Masa Tubuh
(IMT) ibu
4. Edema hanya pada ekstremitas
5. BJJ =120-160 x/menit
6. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18 -20 minggu
hingga melahirkan
7. Ukuran uterus sesuai umur kehamilan
8. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal
9. Tidak ada riwayat kelainan obstetrik.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana kehamilan normal
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Spygnomanometer
2. Stetoskop
3. Jam
4. Termometer
5. Alat ukur tinggi badan dan berat badan
6. Meteran
7. Laenec atau Doppler
8. Tempat tidur periksa
9. Buku catatan pemeriksaan
10. Buku pegangan ibu hamil
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien(minimal dua data) dan
mencocokan data dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan :
a) Haid yang terhenti
b) Mual dan muntah pada pagi hari
c) Ngidam
d) Sering buang air kecil
e) Pengerasan dan pembesaran payudara
f) Puting susu lebih hitam
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik
Periksa tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi
nafas), ukur berat badan, tinggi badan, serta lingkar lengan
atas (LLA), pemeriksaan kepala, dada, payudara, ekstremitas
dan dilakukan pemeriksaan obstetrik pada setiap
kedatangan
Pemeriksaan obstetrik :
i. Abdomen:
a. Observasi adanya bekas operasi.
b. Mengukur tinggi fundus uteri.
c. Melakukan palpasi dengan manuever Leopold I-IV.
d. Mendengarkan bunyi jantung janin (120-
160x/menit).
ii. Vulva/vagina
a. Observasi varises,kondilomata, edema, haemorhoid
atau abnormalitas lainnya.
b. Pemeriksaan vaginal toucher: memperhatikan tanda-
tanda tumor.
c. Pemeriksaan inspekulo untuk memeriksa
serviks,tanda-tanda infeksi, ada/tidaknya cairan
keluar dari osteum uteri.
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
a) Tes kehamilan menunjukkan HCG (+)
b) Pemeriksaan darah: Golongan darah ABO dan Rhesus
pada trimester 1, Hb dilakukan pada trimester 1 dan 3,
kecuali bila tampak adanya tanda-tanda anemia berat.
c) Pemeriksaan lain: kadar glukosa darah dan protein urin
sesuai indikasi.
d) Pada ibu hamil dengan faktor risiko, dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan: BTA, TORCH (toxoplasma,
rubella, cytomegalo virus, herpes and others), sifilis,
malaria danHIV dilakukan pada trimester 1 terutama
untuk daerah endemik untuk skrining faktor risiko.
e) USG sesuai indikasi.
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Dokter memberikan penatalaksanaan :
a) Non Medikamentosa
 Memberikan jadwal pemeriksaan berkala kepada
calon ibu selama masa kehamilan
Kunjungan pada pemeriksaan antenatal

Jumlah
Waktu kunjungan yang
Trimester Kunjungan
dianjurkan
Minimal

I 1x Sebelum minggu ke 16
II 1x Antara minggu ke 24 –28

Antara minggu ke 30 -32


III 2x
Antara minggu ke 36 –38
 Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan, kala nifas dan laktasi.
 Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai: sakit
kepala lebih dari biasa, perdarahan per vaginam,
gangguan penglihatan, pembengkakan pada
wajah/tangan, nyeri abdomen (epigastrium), mual
dan muntah berlebihan, demam, janin tidak bergerak
sebanyak biasanya.
 Program KB terutama penggunaan kontrasepsi
pascasalin.
 Peningkatan konsumsi makanan hingga 300
kalori/hari dari menu seimbang. Contoh: nasi tim
dari 4 sendok makan beras, ½ pasang hati ayam, 1
potong tahu, wortel parut, bayam, 1 sendok teh
minyak goreng, dan 400 ml air.
 Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat jika
lelah.
 Ajarkan metoda mudah untuk menghitung gerakan
janin dalam 12 jam, misalnya dengan menggunakan
karet gelang 10 buah pada pagi hari pukul 08.00
yang dilepaskan satu per satu saat ada gerakan
janin. Bila pada pukul 20.00, karet gelang habis,
maka gerakan janin baik.
b) Medikamentosa
o Memberikan zat besi dan asam folat (besi 60 mg/hari
dan folat 250 mikogram 1-2 kali/hari), bila Hb<7,0
gr/dl dosis ditingkatkan menjadi dua kali. Apabila
dalam follow up selama 1 bulan tidak ada perbaikan,
dapatdipikirkan kemungkinan penyakit lain
(talasemia, infeksi cacing tambang, penyakit kronis
TBC)
o Memberikan imunisasi TT(Tetanus Toxoid) apabila
pasien memiliki risiko terjadinya tetanus pada proses
melahirkan dan buku catatan kehamilan. TT untuk
ibu yang belum pernah imunisasi atau tidak
mengetahui status imunisasinya pemberian selang
waktu minimal
 TT1 Sedini mungkin saat kunjungan I
 TT2 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)
 TT3 6 Bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika
selang minimal terpenuhi)
 TT4 1 tahun setelah TT3
 TT5 1 tahun setelah TT4
Dosis booster dapat diberikan pada ibu yang sudah
pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5ml
IM dan disesuaikan degan jumlah vaksinani yang
telah diterima sebelumnya.
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : : O80.9 Single
spontaneous delivery, unspecified
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal
yang perlu
di-
perhatikan

Konseling dan Edukasi :


1. Persiapan persalinan, meliputi: siapa yang akan menolong
persalinan, dimana akan melahirkan, siapa yang akan
membantu dan menemani dalam persalinan, kemungkinan
kesiapan donor darah bila timbul permasalahan, metode
transportasi bila diperlukan rujukan, dukungan biaya.
2. Pentingnya peran suami dan keluarga selama kehamilan dan
persalinan.
3. Jika ibu merasakan tanda –tanda bahaya kehamilan, harus
di waspadai dan segera mengunjungi pelayanan kesehatan
terdekat. Tanda bahaya yang wajib diwaspadai :
a. Sakit kepala yang tidak biasanya
b. Keluarnya darah dari jalan lahir
c. Terjadi gangguan penglihatan
d. Pembengkakan pada wajah / tangan
e. Mual dan muntah yang berlebihan
f. Demam
g. Gerakan janin yang tidak biasanya atau cenderung tidak
bergerak
4. Keluarga diajak untuk mendukung ibu hamil secara
psikologis maupun finansial, bila memungkinkan siapkan
suami siaga
5. Dukung intake nutrisi yang seimbang bagi ibu hamil.
6. Dukung ibu hamil untuk menghentikan pemberian ASI bila
masih menyusui.
7. Dukung memberikan ASI eksklusif untuk bayi yang nanti
dilahirkan.
8. Siapkan keluarga untuk dapat menentukan kemana ibu
hamil harus dibawa bila adaperdarahan, perut dan/atau
kepala terasa sangat nyeri, dan tanda-tanda bahaya lainnya,
tulis dalam buku pemeriksaan alamat rujukan yang dapat
dituju bila diperlukan.
9. Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan mengenai aktifitas
seksual selama kehamilan. Aktifitas seksual biasa dapat
dilakukan selama kehamilan, posisi dapat bervariasi sesuai
pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Kalau ibu hamil
merasa tidak nyaman ketika melakukan aktifitas seksual,
sebaiknya dihentikan.Aktifitas seksual tidak dianjurkan pada
keadaan:
a. riwayat melahirkan prematur
b. riwayat abortus
c. perdarahan vagina atau keluar duhtubuh
d. plasenta previa atau plasenta letak rendah
e. serviks inkompeten
Kriteria rujukan :
1. Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1
atau 2 bila ditemukan keadaan di bawah ini: diabetes
melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, epilepsi,
pengguna narkoba,obat terlarang dan bahan adiksi
lainnya, anemia berat ( hb< 7gr/dl), primigravida, riwayat
lahir mati, riwayat IUGR, riwayat eklampsi, pre-eklampsi,
riwayat seksia sesaria, tekanan darah tinggi, MUAC
(lingkar perut bagian tengah)
2. Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1
bila ditemukan keadaan di bawah ini: hiperemesis,
perdarahan per vaginam atau spotting, trauma
3. Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 2
bila ditemukan keadaan di bawah ini:
a. Gejala yang tidak diharapkan
b. Perdarahan pervaginam atau spotting
c. Hb selalu berada di bawah 7 gr/dl
d. Gejala preeklampsia, hipertensi, proteinuria
e. Diduga adanya fetal growth retardation (gangguan
pertumbuhan janin)
f. Ibu tidak merasakan gerakan bayi
4. Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 3
bila ditemukan keadaan di bawah ini:
a. Sama dengan keadaan tanda bahaya pada semester 2
ditambah
b. Tekanan darah di atas 130 mmHg
c. Diduga kembar atau lebih
9. Unit 1. Poli kebidanan
Terkait 2. Laboratorium
3. Apotik
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
ABORTUS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/272/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi


sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dan sebagai
batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
anak kurang dari 500 gram. Jenis-jenis dari abortus adalah
abortus imminens, abortus insipiens,abortus inkomplit, abortus
komplit.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana abortus
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
Alat Steril
 Satu Set Alat Kuret yang terdiri dari :
o Spekulum sim/I
o Tenaculum
o Pinset anatomis panjang
o Tampon tang
o Sonde uterus
o Abortus Tang
o Sendok kuret tajam dan tumpul
 Duk steril
Alat Tidak Steril
 Thermometer
 Sphygmomanometer
 Jam
 Stetoskop
 Bengkok
 Perlak
 Ember/ tempat sampah
Bahan :
 Kain kassa
 Sarung tangan
 Spuit 2,5 cc
 Kapas antiseptic
 Pembalut
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menayakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokkan dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa dengan keluhan
 Abortus Iminens :
- Riwayat terlambat haid dengan hasil test kehamilan (+)
- Dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu
- Perdarahan pervaginam tidak terlalu banyak berwarna
kecoklatan dan bercampur lendir
- Tidak di sertai nyeri atau kram
 Abortus insipiens :
- Perdarahan bertambah banyak berwarna merah segar
- Perut nyeri ringan/spasme (seperti kontraksi saat
persalinan)
 Abortus inkomplit
- Perdarahan aktif
- Nyeri perut hebat seperti konstraksi saat perslainan
- Pengeluaran sebagian hasil konsepsi.
 Abortus Komplit
- Perdarahan sedikit
- Nyeri perut atau kram ringan
- Pengeluaran seluruh hasil konsepsi
3. Dokter Melakukan Pemeriksaan Fisik
 Penilaian tanda tanda vital (Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu)
 Penilaian konjungtiva untuk tanda anemia
 Mencari tanda tidaknya massa abdomen dan
devansmuskular
 Pemeriksaan ginekologi di temukan :
- Abortus Imenens : osteumteri menutup, perdarahan
berwarna kecoklatan disertai lendir, usia uterus esuai
dengan kehamilan, DJJ masih di temukan.
- Abortus Insipien : osteum uteri terbuka, terdapat
penonjolan kanting dan didalamnya terisi cairan
ketuban, perdarahan berwana merah segar, ukuran
uterus sesuai dengan usia kehamilan, DJJ masih di
temukan.
- Abortus Inkomplit : Osteum uteri terbuka, dengan
terdapat sebagaian sisa konsepsi, perdatahan aktif,
ukuran uterus sesuai usia kehamilan.
- Abortus Komplit : osteum uteri tertutup, perdarahan
sedikit, ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan.
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan test kehamilan
- Pemeriksaan Hb
- Pemeriksaan USG
5. Dokter menegakan diagnosa berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter Memberikan Penatatalaksanaan
 Abortus Iminens terdiri dari :
- Istirahat tirah baring
- Tablet penambah darah
- Vitamin ibu hamil di teruskan
 Abortus Insipien :
- Observasi tanda-tanda Vital
- Pasien dengan UK<16 minggu dilakukan kuretase dan
bila Uk >16 minggu dilakukan infus oksitosin 40 IU
dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40
tetes per menit.
 Abotus Inkomplet :
- Observasi tanda-tanda vital.
- Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena
perdarahan pasang IV line bila perlu 2 jalur
- Segera berikan infus cairan NaCl fisiologis/ cairan
Ringer laktat
- Setelah syok teratasi rujuk ke fasilitas yang lebih tinggi
 Abortus Komplet
- Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila
menderita anemia perlu di berikan Sulfas Ferosus dan
dianjurkan supaya makanannya banyak protein,
vitamin dan mineral.
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa kode ICD-10 : 006.4 unspecified
abortion, incomplete, without complication
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan edukasi :
a. Memberikan dukungan emosional
yang perlu
b. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca keguguran
di- karena kesuburan dapat kembali kira kira 14 hari setelah
keguguran. Untuk mencegah kehamilan, alat Kontrasepsi
perhatikan
Dalam Rahim (AKDR) umumnya dapat dipasang secara
aman setelah aborsi spontan atau induksi.
c. Follow up dilakukan setelah 2 minggu
9. Unit 1. Poli Kebidanan
Terkait 2. Laboratorium
3. Apotik
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
ABSES FOLIKEL RAMBUT

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/273/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Abses folikel rambut adalah adanya nanah pada folikel rambut
yang biasanya didahului oleh adanya folikulitis
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana pasien folikel rambut
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Anamnesa : Keluhan utama berupa benjolan kemerahan di
langkah sekitar kulit berambut terasa gatal dan agak nyeri

Faktor Resiko :
Pemeriksaan :
Pemeriksaan fisik : lesi kulit berupa papuldan pustul kemerahan
pada daerah berambut

Diagnosa : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik

Klasifikasi:
Penatalaksanaan :
1. Menjaga kebersihan kulit
2. Antibiotika topikal : Bacitracin salep 3x1
3. Antibiotika sistematik : Amoxicilin 3x500 mg atau Eritromisin
4x250-500 mg atau Klindamisin 3x150-300 mg
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Farmasi
Terkait
10. Dokumen Rekam Medik
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
MASTITIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/274/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Masitis adalah peradangan pada satu atau lebih segmen


payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi yang
terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah
persalinan
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana mastitis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Lampu
2. Bisturi
3. Jam
Bahan :
1. Kasa steril
2. Sarung tangan steril
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir,alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan
pasien sebagai berikut:
 Nyeri dan bengkak pada daerah payudara, biasa pada
salah satu payudara
 Adanya demam > 380 C dan menggigil
 Paling sering terjadi di minggu ke 3 - 4 postpartum
 Milagia
 Adanya faktor risiko primipara dan stress, tehnik
menyusui yang tidak benar, penghisapan bayi yang
kurang kuat, pemakaian bra yang terlalu ketat , bentuk
mulut bayi yang abnormal, terdapat luka pada
payudara, riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui.
3. Dokter melakukan pemeriksaan Fisik :
o Pemeriksaan tanda vital : nadi meningkat (takikardi).
o Pemeriksaan payudara
a. payudara membengkak
b. lebih teraba hangat
c. kemerahan dengan batas tegas
d. adanya rasa nyeri
e. unilateral
f. dapat pula ditemukan luka pada payudara
4. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik
5. Dokter memberikan penatalaksanaan
a. Antibiotika : kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama
10-14 hari , Eritromisin 250 mg per oral 3 x 1 sehari
selama 10 hingga 14 hari
b. Analgetik parasetamol 3x500 mg per oral
6. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
7. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa/kode ICD 10 : N61 Inflammatory
disorders of breast
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi :
yang perlu 1. Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI dan
di- mendorong ibu untuk tetap menyusui,
perhatikan 2. Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang tidak sakit.
3. Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara yang sakit
jika belum kosong setelah bayi menyusui.
4. Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
5. Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk
menghindari infeksi yang tidak diinginkan.
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. UGD
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan tindakan medis
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
CRACKED NIPPLE

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/275/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Cracked Nipple adalah nyeri pada puting merupakan masalah


yang sering ditemukan pada ibu menyusui dan menjadi salah
satu penyebab ibu memilih untuk berhenti menyusui bayinya.
Diperkirakan sekitar 80-90% ibu menyusui mengalami nipple
pain dan 26% di antaranya mengalami lecet pada puting yang
biasa disebut dengan nipple crack.Kerusakan pada puting
mungkin terjadi karena trauma pada puting akibat cara
menyusui yang salah.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana mendiagnosa cracked nipple dan
memudahkan dalam penatalaksanaan cracked nipple
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- a. Anamnesis : Keluhan utama adanya nyeri pada puting susu
langkah dan nyeri bertambah jika menyusui bayi.
Penyebab:
Dapat disebabkan oleh teknik menyusui yang salah atau
perawatan yang tidak benar pada payudara. Infeksi monilia
dapat mengakibatkan lecet.
b. Pemeriksaan fisik
1. Nyeri pada daerah putting susu
2. Lecet pada daerah putting susu
c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang dalam kasus ini.
d. Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan Non-Medikamentosa :
1. Teknik menyusui yang benar
2. Puting harus kering
3. Mengoleskan colostrum atau ASI yang keluar di sekitar
puting susu dan membiarkan kering.
4. Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat
selama 24 jam
5. Lakukan pengompresan dengan kain basah dan hangat
selama 5 menit jika terjadi bendungan payudara.
Penatalaksanaan Medikamentosa :
1. Memberikan tablet Parasetamol tiap 4 – 6 jam untuk
menghilangkan nyeri.
2. Pemberian Lanolin dan vitamin E
3. Pengobatan terhadap monilia
Konseling dan Edukasi :
1. Tetap memberikan semangat pada ibu untuk tetap
menyusui jika nyeri
berkurang.
2. Jika masih tetap nyeri, sebagian ASI sebaiknya diperah.
3. Tidak melakukan pembersihan puting susu dengan
sabun atau zat iritatif lainnya.
4. Menggunakan bra dengan penyangga yang baik.
5. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusui sampai ke
kalang payudara dan susukan secara bergantian di
antara kedua payudara.
7. Diagram
Alir Pasien masuk ke ruang
pemeriksaan poli umum
dengan keluhan utama
nyeri pada putting susu
terutama saat menyusui

pemeriksaan fisik : lecet pada putting


susu dan nyeri putting susu pada palpasi

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa Medikamentosa Edukasi dan Konseling

Paracetamol 4-6 jam,


Teknik menyusui Lanolin dan vitamin E,
yang benar, Tetap beri
pengobatan terhadap
putting harus semangat untuk
monilia (anti jamur) menyusuibila
kering,
mengoleskan nyeri berkurang,
colostrum/ASI ke perah susu bila
putting susu dan putung masih
biarkan kering, nyeri, tidak
bila payudara memakai sabun
lecet istirahatkan atau zat iritatif
24 jam, kompres untuk
kain basah dan membersihkan
hangat selama 5 payudara, posisi
menit meyusui harus
benar

8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Rawat Jalan ( Poli Umum )
Terkait
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
INVERTED NIPPLE

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/276/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Inverted nipple adalah kondisi dimana puting, bukan menunjuk


ke arah luar, melainkan tertarik ke dalam payudara
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan diagnosa dan terapi kasus pada pasien inverted
nipple
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Keluhan: Putting susu datar atau tertarik ke dalam
langkah Penyebab dari inverted nipple :
- Kelainan sejak lahir
- Akibat menyusui
- Trauma
- Kanker payudara
- Infeksi atau inflamasi
- Weaver sindrom
- Tuberculosis
Penanganannya :
- Dengan pengurutan putting susu, posisi putting susu ini
akan menonjol keluar seperti keadaan normal.
- Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol,usaha
selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau
dengan pompa payudara (Breast Pump).
Jika dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil (ini
merupakan True Inverted Nipple) maka usaha koreksi
selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif)
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Poli KB
Terkait
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DIABETES MELITUS TIPE 1

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/277/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/5

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 1 adalah ganguan metabolik yang ditandai


oleh hiperglikemia akibat efek pada kerja insulin (resistensi
insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana diabetes miletus
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Penatalaksanaan
langkah Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi
gaya hidup dan pengobatan (algoritma pengelolaan DM tipe 2).

Farmakoterapi yang diberikan, yaitu:


Pemberian OHO, terdiri dari:
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal.
2. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.
3. Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.
4. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan
pertama.

Konseling dan Edukasi


Meliputi pemahaman tentang:
1. Pemyakit DM
2. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
3. Penyulit DM.
4. Intervensi farmakologis.
5. Hipoglikemia.
6. Masalah khusus yang di hadapi.
7. Cara mengembangkan system pendukung dan mengajarkan
keterampilan.
8. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
9. Pemberian obat jangka panjang dengan control.

Kriteria Rujukan
Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan
kesehatan yang memungkinkan dilakukan rujukan, rujukan
meliputi:
1. Rujukan kebagian mata
2. Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi
3. Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes
4. Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist)< spesialis
perilaku (psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari
pelayanan dasar
5. Konsultasi lain sesuai kebutuhan

Peralatan
1. Alat Pemeriksaan Gula Darah Sederhana
2. Alat pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
3. Skala Antropometri

Prognosis
Vitam: Dubia ad bonam
Fungsionam: Dubia ad malam
Sanationam: Dubia ad malam
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Anamnesis
yang perlu Keluhan:
di- 1. Polifagia
perhatikan 2. Poliuri
3. Polidipsi
4. Penurunan Berat Badan

Keluhan tidak khas DM:


1. Lemah
2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ektremitas)
3. Gatal
4. Mata kabur
5. Disfungsi ereksi pada pria
6. Pruritus vulvae pada wanita
7. Luka yang sulit sembuh

Faktor Risiko
1. Berat badan lebih dan obesitas (IMT lebih dari 23 kg/m2)
2. Riwayat DM dalam keluarga dekat
3. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB
lahir bayi lebih dari 4000 gram
4. Riwayat DM gestasional
5. Penggunaan steroid jangka panjang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Tanda patognomonis
Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya

Faktor predisposisi
1. Usia . 45 tahun
2. Diet tinggi kalori dan lemak
3. Aktifitas fisik yang kurang
4. Hipertensi (TD lebih dari 140/90MmHg)
5. Riwayat TGT atau GDPT
6. Penderita penyakit jantung coroner, tuberculosis,
hipertiroidisme
7. Dislipidemia

Pemeriksaan Penunjang
1. Gula Darah Puasa
2. Gula Darah 2 jam Post Prandial
3. HbA1c

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosa klinis
Kriteria diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa:
1. Gejala klasik DM (polyuria, polydipsia, polifagia) + glukosa
plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl (11.1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir.
2. Gejala klasik DM+ kadar glukosa plasma puasa lebih dari
126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8jam.
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTOG lebih dari 200
mg/dL (11.1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang
dilarutkan dalam air.
4. HbA1C
Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1c lebih dari
6,5% belum dapat digunakan secara nasional di Indonesia,
mengingat standarisasi pemeriksaan yang masih belum
baik.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau


DM, maka dapat di golongkan kedalam kelompok TGT atau
GDPT tergantung dari hasil yang di peroleh.

Kriteria gangguan toleransi glukosa:


1. GDPT ditegakan bila stelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl (5.6-6.9 mmol/L)
2. TGT ditegakan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar
glukosa plasma 140-199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75gram (7.8-11.1 mmol/L)
3. HbA1C 5.7-6.4%
Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1C lebih dari 6.5%
belum dapat digunakan secara nasional di Indonesia,
mengingat standarisasi pemeriksaan yang masih belum baik

Diagnosis Banding
Diabetes insipidus

Komplikasi
a. Akut:
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hyperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
b. Kronik:
1. Makroangiopati
2. Pembuluh darah jantung
3. Pembuluh darah perifer
4. Pembuluh darah otak
c. Mikroangiopati
1. Pembuluh darah kapiler retina
2. Pembuluh darah kapiler renal
d. Neuropati
e. Gabungan:
1. Kardiomiopati
2. Rentan infeksi
3. Kaki diabetic
4. Disfungsi ereksi
9. Unit 1. Unit BP Umum
Terkait 2. Unit BP Gigi
3. Unit Perawatan
4. Unit KIA – KB
5. MTBS
6. PONED
7. IGD
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DIABETES MELITUS TIPE 2

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/278/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2 adalah gangguan metabolik yang ditandai


oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi
insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana diabetes miletus tipe 2
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Petugas melakukan anamnesa
langkah a. Keluhan khas
- Polifagia
- Poliuri
- Polidipsi
- Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
b. Keluhan tidak khas DM :
- Lemah
- Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
- Gatal
- Mata kabur
- Disfungsi ereksi pada pria
- Pruritus vulvae pada wanita
- Luka yang sulit sembuh
c. Faktor risiko DM tipe 2:
a. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
b. Riwayat penyakit DM di keluarga
c. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau
sedang dalam terapi hipertensi)
d. Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke
(kardiovaskular)
e. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan / atau Trigliserida >
250 mg /dL atau sedang dalam pengobatan
dislipidemia
f. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram
atau pernah didiagnosis DM Gestasional
g. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary
syndrome)
h. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa tergangu) / TGT
(Toleransi
i. Glukosa Terganggu)
ii. Aktifitas jasmani yang kurang
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya
Faktor Predisposisi
a. Usia > 45 tahun
b. Diet tinggi kalori dan lemak
c. Aktifitas fisik yang kurang
d. Hipertensi ( TD ≥ 140/90 mmHg )
e. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT)
f. Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis,
hipertiroidisme ,Dislipidemia
3. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
a. Gula Darah Puasa
b. Gula Darah 2 jam Post Prandial
c. HbA1C
4. Petugas menegakkan diagnosa
a. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa
plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L). Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir. ATAU
b. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126
mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam ATAU c. Kadar glukosa plasma
2 jam pada tes toleransi glukosa terganggu (TTGO) > 200
mg/dL (11.1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram
yang dilarutkan dalam air. ATAU
c. HbA1C
Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1C ≥ 6.5 %
belum dapat digunakan secara nasional di Indonesia,
mengingat standarisasi pemeriksaan yang masih belum
baik.
5. Petugas memberikan terapi
 OHO ( obat hipoglikemia oral) dimulai dengan dosis kecil
dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.
 Glibenclamide 5 mg 15 –30 menit sebelum makan.
 Metformin 500 mg sebelum/pada saat/sesudah makan.
6. Petugas melakukan konseling dan edukasi meliputi
pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c. Penyulit DM.
d. Intervensi farmakologis.
e. Hipoglikemia.
f. Masalah khusus yang dihadapi.
g. Cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan keterampilan.
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur
setiap 2 minggu/1 bulan.
i. Perencanaan makan ( rujuk poli gizi)
7. Diagram
Melakukan
Alir Anamnesa
Melakukan
Pemeriksaan Fisik pemeriksaan
penunjang

Menegakkan diagnosa
klinis

Menegakkan diagnosa
banding

Menegakkan
komplikasi

Melakukan Melakukan terapi dan


konselling dan tindakan
edukasi

8. Hal-hal  Mengenali tanda – tanda hipoglikemia


yang perlu  Mengenali tanda-tanda Hiperglikemi
di-
perhatikan
9. Unit Semua unit
Terkait
10. Dokumen Buku Register
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
HIPOGLIKEMI

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/279/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60


mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa darah <80
mg/dL. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari
penyandang diabetes melitus dan geriatri.
Hipoglikemia dapat terjadi karena:
a. Kelebihan obat/ dosis obat, terutama insulin atau obat
hipoglikemia oral yaitu sulfonilurea.
b. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun; gagal
ginjal kronik pasca persalinan.
c. Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat.
d. Kegiatan jasmani berlebihan.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penanganan Hipoglikemia
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
 Alat tulis
 Formulir permintaan laborat
Bahan :
6. Langkah- Anamnesa Keluhan :
langkah Tanda dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi pada setiap
individu dari yang ringan sampai berat, sebagai berikut: rasa
gemetar, perasaan lapar, pusing, keringat dingin, jantung
berdebar, gelisah, terjadi penurunan kesadaran bahkan sampai
koma dengan atau tanpa kejang. Koma hipoglikemi dapat
mengakibatkan kerusakan sel otak permanen sampai meninggal.
Pada pasien atau keluarga perlu ditanyakan adanya riwayat
penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral, dosis
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis, waktu
makan terakhir, jumlah asupan makanan,aktivitas fisik yang
dilakukan.
Pemeriksaan Fisik
Pucat, diaphoresis/keringat dingin, tekanan darah menurun,
rekuensi
denyut jantung meningkat, penurunan kesadaran, defisit
neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu sisi tubuh)
sesaat.
Stadium permulaan (sadar):
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau
sirop/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti
gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah
sewaktu tiap 1-2 jam.
3. Injeksi Glukosa 40% iv 25 ml, harap gunakan rumus 1.2.3
yaitu :
Rumus 1 : diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60-90
mg/dl
Rumus 2 : diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30-60
mg/dl
Rumus 3 : diberikan 3 flash bila kadar gula darah <30 mg/dl
Satu flakon (25 ml) Dekstrosa 40% dapat menaikkan kadar
Glukosa kurang lebih 25-50 mg/dl
4. Glukosa darah diarahkan ke kadar glukosa puasa yaitu 120
mg/dl
Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto
maupun allo anamnesis. Pasien hipoglikemia dengan penurunan
kesadaran harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit
dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan infus
dekstrose 10% dengan tetesan 6 jam per kolf.
7. Diagram
Alir ANAMNESA

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSA

TERAPI

KONSELING DAN EDUKASI

8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit 1. UGD
Terkait 2. Poli umum
3. Poli KIA/KB
4. Pustu
5. Ponkesdes
10. Dokumen 1. Rekam medik
terkait 2. Register
3. Blanko resep
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/280/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Malnutrisi energi protein adalah salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak
di bawah umur 5 tahun serta pada ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan Riskesdas 2007, 13% balita menderita gizi kurang
dan 5,4% gizi buruk. Pada MEP ditemukan berbagai macam
keadaan patologis, tergantung pada berat ringannya kelainan.
Berdasarkan lama dan banyaknya kekurangan energi dan
protein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP derajar ringan-sedang
(gizi kurang) dan berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan
pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di
samping gejala klinis
didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada
gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor,
marasmus, dan marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian
pada penatalaksanaannya sama.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
memberikan panduan mengenai penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan, dan evaluasi malnutrisi energi protein
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Anamnesis :
langkah a. Keluhan pertumbuhan yang kurang, anak tampak kurus,
atau berat badannya kurang.
b. Keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering menderita
sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua
kaki, kadang hingga seluruh tubuh.
Pemeriksaan fisik
c. Pada MEP ringan, sering ditemukan gangguan
pertumbuhan:
 Anak tampak kurus;
 Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti;
 Berat badan tidak bertambah, bahkan turun;
 Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal;
 Maturasi tulang terlambat;
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan
normal/menurun.
 Total lipatan kulit normal atau berkurang;
 Anemia ringan;
 Aktivitas dan perhatian berkurang dibandingkan anak
sehat.
d. Pada MEP berat ditemukan:
Kwashiorkor
 Perubahan mental hingga apatis;
 Anemia;
 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah
dicabut/rontok;
 Gangguan sistem gastrointestinal;
 Pembesaran hati;
 Perubahan kulit (dermatosis);
 Atrofi otot.
e. Marasmus
 Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat
kurus;
 Perubahan mental, cengeng;
 Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput;
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit
berkurang;
 Otot atrofi sehingga konturtu yang terlihat jelas;
 Kadang-kadang terdapat bradikardi;
 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat
lainnya.
f. Marasmik-kwashiorkor:
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan.
Pemeriksaan klinis : Pemeriksaan klinis dilakukan dengan hasil
seperti disebutkan dalam gejala dan tanda MEP.
Pemeriksaan penunjang & atau khusus :
 Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin,
globulin), ferritin;
 Tes mantoux;
 Radiologi (dada, AP dan lateral);
 Elektrokardiografi.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit UGD
Terkait Rawat inap
Poliumum
Laboratorium
Pendaftaran
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DEFISIENSI VITAMIN
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/281/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Defisiensi vitamin adalah kekurangan


sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang
memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme yang
tidak dapat dihasilkan oleh tubuh.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
meningkatkan pelayanan dalam diagnosis dan tatalaksana
terhadap kasus defisiensi vitamin
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Vitamin adalah mikronutrisi yang penting dan dibutuhkan oleh
langkah tubuh dalam jumlah sedikit. vitamin yang larut dalam lemak
adalah vitamin a, d, e dan k, sedangkan vitamin yang larut
dalam air adalah vitamin b dan vitamin c
vitamin b terdiri dari :
 vitamin b1 (tiamin)
 vitamin b2 (riboflavin)
 vitamin b6 (piridoksin)
 asam pantotenat
 niasin
 biotin
 asam folat
 vitamin b12 (kobalamin).
1. Vitamin A
Fungsi :
menunjang pertumbuhan tulang dan kesehatan mata, kulit
dan gusi, membantu membran mucous (selaput yang
melindungi organ tubuh tertentu dan mengeluarkan lendir,
misal: di mata, di paru-paru, perut dan sebagainya) agar
tetap tahan terhadap iritasi dan infeksi.
Sumber :
Wortel, sayuran hijau, brokoli, susu, keju, ikan salmon,
aprikot, buah persik, dsb.
2. Vitamin B-kompleks
Fungsi :
Menunjang sistem saraf yang sehat, jaringan dan kullit;
membantu menghasilkan sel-sel darah merah dan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein agar
menghasilkan energi.
Sumber :
daging merah, ekstrak ragi, produk susu, telur, kacang,
pisang, biji-bijian, roti gandum, ikan nasi, serat dan
kentang.
3. Vitamin C
Fungsi :
menunjang kulit, tulang, dan sendi yang sehat.
meningkatkan absorbsi zat besi; membantu tubuh
mengatasi stress dan melawan infeksi.
Sumber :
buah jeruk, blackcurrant, lada hijau, brokoli, kol dan
kentang.
4. Vitamin D
Fungsi :
menunjang tulang dan gigi yang kuat, mengatur penyerapan
fosfor dan kalsium.
Sumber :
telur, produk susu, margarin, minyak ikan, sinar matahari
pagi juga meningkatkan kadar vitamin D.
5. Vitamin E
Fungsi :
menunjang sirkulasi darah yang sehat, sistem reproduksi
dan saraf, menguatkan otot, meningkatkan stamina dan
menurunkan tekanan darah.Sumber :
almond, zaitun, minyak bunga matahari, telur, produk susu,
sereal gandum, brokoli, wortel, seledri, apel, alpukat
6. Vitamin K
Fungsi :
menghasilkan zat penggumpal darah yang mencegah
pendarahan.
Sumber :
daging tanpa lemak, brokoli, bayam, tomat, kacang, bubur
gandum, alpukat, juga dihasilkan oleh bakteri yang ada di
dalam usus.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Non Rawat Inap, Pustu,
Terkait Poskesdes, Polindes
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DEFISIENSI MINERAL
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/282/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Defisiensi mineral adalah tidak terpenuhinya kebutuhan mineral


yang dibutuhkan oleh tubuh perhari untuk bekerja secara
optimal dan berlangsung lama. Dikarenakan malabsorbsi,
asupan yang kurang, atau ekskresi yang terlalu cepat. Seperti
kalsium, potassium, besi, seng, iodine, selenium, natrium,
magnesium
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
meningkatkan pelayanan dalam diagnosis dan tatalaksana
terhadap kasus defisiensi mineral
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- Kekurangan Natrium
langkah Ditandai dengan menurunnya kadar Plasma< 130 mEq/dl
Gejala : Sakit kepala, perburukan kesadaran, koma.
Penatalaksaanaan :
1. Atasi penyebab hiponatremi
2. Koreksi natrium 3% dosis 1ml/kgBB/jam
3. BB>50 kg koreksi 50 ml/jam= 500ml/10 jam (10 jam/kolf)
4. 35% NaCl 3% meningkatkan Na+ 0,6 mmol/jam

Rumus defisit natrium = 0,6xBB(kg)x(140-Na serum)


Koreksi diberikan jika hiponatremia akut atau kadar Na<125
mmol/L
Kekurangan Kalsium
Kekurangan asupan kalsium yang taksebanding dengan
pengeluaran kalsium di ginjal. Asupan kalsium <300 mg/hari
Gejala: nyeri tulang, fraktur patologis, spasme otot,
neuropsikogenik jika akut
Penatalaksanaan :
1. Hipokalsemi ringan (7,5-8,5 mg%) diberikan kalsium oral 500-
1000 mg tiap 6 jam
2. Kalsium serum < 7,5 mg% diberikan Ca glukonas 90mg/10 cc
larutkan dalam dextrosa 5% diberikan dalam waktu 5-10
menit

Kekurangan Iodium
Biasa disebut GAKI atau gangguan akibat kekurangan iodium
yang merupakan kurangnya asupan iodium perhari secara
kronis dapat menyebabkan hipotiroid.
Penatalaksanaan:
1. Pemberian KI 10 gram/hari setara dengan iodium 237
mg/hari dan hormon tiroid dalam jangka lama.
2. Operatif jika gondok sangat besar
3. Upaya preventif dengan mengkonsumsi garam beriodium dan
pemberian kapsul beriodium setahun sekali.

Kekurangan Zat Besi


Ditandai dengan timbulnya gejala anemia dan menurunnya
feritin serum pada pemeriksaan di fasilitas kesehatan lebih
lanjut.
Gejala : Letih, lesu, lemah, lelah, pusing dll
Penatalaksanaan :
1. Pemberian sulfas ferrous 3x200 mg, dan KIE tentang
menu makanan sehat serta efek samping pemberian sulfas
ferous.
2. Mencari faktor penyebab defisiensi besi bila ada.

Konseling dan Edukasi


Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan
menjaga kebersihan diri, pilihan asupan gizi seimbang dan
stamina tubuh.
7. Diagram
Anamnesa Identifikasi mineral yang defisit
Alir
Pemeriksaan fisik
Tatalaksana sesuai kebutuhan mineral
Pemeriksaan
penunjang
Rujuk jika ada faktor lain

8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Non Rawat Inap, Pustu,
Terkait Poskesdes, Polindes
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DISLIPIDEMIA
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/283/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/6

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai


dengan peningkatan maupun penurunan satu atau lebih fraksi
lipid dalam darah.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penanganan dislipidemia
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Petugas melakukan anamnesa
langkah Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor
risiko seperti konsumsi tinggi lemak, merokok, riwayat
keluarga dengan dislipidemia dan DM, kurang beraktivitas
fisik, konsumsi alkohol, riwayat diabetes sebelumnya. Pada
umumnya dislipidemia tidak bergejala dan biasanya
ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin
kesehatan (medical check-up).
Faktor Risiko :
a. Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
b. Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu
ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.
c. Kebiasaan merokok.
d. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat
antihipertensi).
e. Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl). Jika didapatkan
kolesterol HDL ≥60 mg/dl maka mengurangi satu faktor
risiko dari jumlah total.
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks
Massa Tubuh) dan tekanan darah. Cara pengukuran
IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m)
3. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol
HDL dan trigliserida plasma.
4. Petugas menegakkan diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Tabel klasifikasi berdasarkan NCEP (national Cholesterol
Education Program)
klasifikasi Kolesterol total LDL
Ideal < 200mg/dl < 130 mg/dl
Batas tinggi 200-239 mg/dl 130-150 mg/dl
Tinggi >240 mg/dl > 160 mg/dl

5. Petugas melakukan anamnesa


Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor
risiko seperti konsumsi tinggi lemak, merokok, riwayat
keluarga dengan dislipidemia dan DM, kurang beraktivitas
fisik, konsumsi alkohol, riwayat diabetes sebelumnya. Pada
umumnya dislipidemia tidak bergejala dan biasanya
ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin
kesehatan (medical check-up).
Faktor Risiko :
a. Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
b. Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu
ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.
c. Kebiasaan merokok.
d. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat
antihipertensi).
e. Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl). Jika didapatkan
kolesterol HDL ≥60 mg/dl maka mengurangi satu faktor
risiko dari jumlah total.
6. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks
Massa Tubuh) dan tekanan darah. Cara pengukuran
IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m)
7. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol
HDL dan trigliserida plasma.
8. Petugas menegakkan diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
9. Petugas memberikan terapi
a. Pilar utama pengelolaan dislipidemia melalui upaya non
farmakologis yang meliputi modifikasi diet, latihan
jasmani serta pengelolaan berat badan. Modifikasi diet
harus sehat, berimbang, beragam dan aman dengan
mengurangi asupan makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol.
b. Latihan fisik dilakukan selama 150 menit per minggu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pasien.
c. Evaluasi ulang dilakukan setelah 3 bulan modifikasi gaya
hidup sehat diterapkan. Bila kadar kolesterol LDL belum
mencapai target yang diinginkan, perlu ditambahkan
terapi farmakologi.
d. Bila kadar LDL>160mg/dl dengan 2 atau lebih faktor
risiko lainnya maka dapat diberikan statin dengan titrasi
dosis sampai tercapai dosis efektif terapi.
e. Apabila kadar trigliserida > 400mg/dl maka pengobatan
dimulai dengan golongan asam fibrat untuk menurunkan
trigliserida. Menurut kesepakatan kadar kolesterol LDL
merupakan sasaran utama pencegahan penyakit arteri
koroner sehingga ketika telah didapatkan kadar
trigliserida yang menurun namun kadar kolesterol LDL
belum mencapai sasaran maka HMG-CoA reductase
inhibitor akan dikombinasikan dengan asam fibrat. Selain
itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan
yang merupakan kombinasi lovastatin danasam nikotinik)
yang jauh lebih efektif dibandingkan dengan lovastatin
atau asam nikotinik sendiri dalam dosis tinggi.
f. Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer,
dimulai dengan statin atau sekuestran asam empedu atau
nicotic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6
minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan
dilanjutkan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi
target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin
atau kombinasi dengan yang lain
Obat Hipolipidemik diantaranya adalah:
a) Golongan Statin, sangat efektif dalam menurunkan
kol-LDL dan relatif aman. Obat ini bekerja
menghambat sintesis kolesterol di hati, dengan
demikian akan menurunkan kolesterol darah. Efek
samping golongan statin terjadi pada sekitar 2%
kasus, biasanya berupa nyeri muskuloskeletal,
nausea, vomitus, nyeri abdominal, konstipasi dan
flatulen. Makin tinggi dosis statin makin besar
kemungkinan terjadinya efek samping.
- Simvastatin 5-40 mg
- Lovastatin 10-80 mg
- Pravastatin 10-40 mg
- Fluvastatin 20-80 mg
- Atorvastatin 10-80 mg
b) Golongan Asam Fibrat, mempunyai efek
meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase,
menghambat produksi VLDL hati dan
meningkatkanaktivitas reseptor LDL. Golongan ini
terutama menurunkan trigliserida dan meningkatkan
kol-HDL dengan efek terhadap kol-total dan LDL
cukup. Efek samping jarang, yang tersering adalah
gangguan gastrointestinal, peningkatan transaminase,
dan reaksi alergi kulit, serta miopati.
- Gemfibrozil 2x600 mg/hari
- Fenofibrat 1x160 mg/hari.
c). Golongan Asam Nikotinat, memiliki efek yang
bermanfaat untuk semua kelainan fraksi lipid. Obat
ini menurunkan produksi VLDL di hepar yang
berakibat turunnya kol-LDL dan trigliserida serta
meningkatnya kol-HDL. Efek sampingnya cukup
besar, antara lain flusihing, gatal di kulit, gangguan
gastrointestinal, hiperglikemia, dan hiperurisemia.
Asam nikotinat lepas lambat seperti niaspan
mempunyai efek samping yang lebih rendah.
- Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg
s.d 1,5-3 g.
d). Golongan Resin Pengikat Asam Empedu, Golongan ini
mengikat asam empedu di dalam usus, menghambat
resirkulasi entero-hepatik asam empedu. Hal ini
berakibat peningkatan konversi kolesterol menjadi
asam empedu di hati sehingga kandungan kolesterol
dalam sel hati menurun. Akibatnya aktivitas reseptor
LDL dan sintesis kolesterol intrahepatik meningkat.
Total kolesterol dan kolesterol LDL menurun, tetapi
kolesterol HDL tetap atau naik sedikit. Pada penderita
hipertrigliserida, obat ini dapat menaikkan kadar
trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL. Obat ini
tergolong kuat dan efek samping yang ringan. Efek
sampingnya adalah keluhan gastrointestinal seperti
kembung, konstipasi, sakit perut dan perburukan
hemoroid.
- Kolestiramin 8-16 gram/hari
- Colestipol 10-20 gram/hari
- Colesevelam 6,5 gram/hari.
e). Golongan Penghambat Absorbsi Kolesterol, Ezetimibe
adalah obat pertama yang dipasarkan dari golongan
obat penghambat absorpsi kolesterol, secara selektif
menghambat absorpsi kolesterol dari lumen usus
halus ke enterosit. Obat ini tidak mempengaruhi
absorpsi trigliserida, asam lemak, asam empedu, atau
vitamin yang larut dalam lemak.
- Ezetimibe 1x10 mg/hari.
10. Petugas melakukan konseling dan edukasi
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal -
yang perlu
di-
perhatikan
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Poli KIA
3. Pustu
4. Polindes / Ponkesdes
10. Dokumen -
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
HIPERURICEMIA

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/284/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/2

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Hiperuricemia adalah kondisi kadar asam urat dalam darah


melebihi “normal” yaitu lebih dari 7,0 mg/dl. Hiperurisemia
dapat terjadi akibat meningkatnya produksi ataupun
menurunnya pembuangan asam urat, atau kombinasi dari
keduanya.
Gout adalah radang sendi yang diakibatkan deposisi Kristal
monosodium urat pada jaringan di sekitar sendi.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penanganan hiperuricemia
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Anamnesis
langkah a. Bengkak dan nyeri sendi yang mendadak, biasanya timbul
pada malam hari
b. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan
c. Demam, menggigil, dan nyeri badan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak sehat atau kesakitan akibat nyeri sendi
b. Arthritis monoartikuler dapat ditemukan, biasanya
melibatkan sendi MTP-1 (metatarsophalangeal) atau sendi
tarsal lainnya
c. Sendi yang mengalami inflamasi tampak kemerahan dan
bengkak.
3. Penatalaksanaan
a. Mengatasi serangan akut dengan segera:
i. Analgesik (NSAID bila tidak terdapat kontraindikasi
terbanyak digunakan: indometasin 150-200 mg/hari
selama 2 3 hari).
ii. Colchicine (Efektif pada 24 jam pertama setelah
serangan nyeri sendi timbul. Dosis oral 0.5-0.6 mg per
hari dengan dosis maksimal 6 mg.
iii. Kortikosteroid sistemik (bila NSAID dan Colchicine
tidak berespon baik)
b. Obat-obat penurun asam urat
Agen penurun asam urat (tidak digunakan selama
serangan akut).Pemberian Allupurinol dimulai dari dosis
terendah, 100mg, kemudian bertahap dinaikkan bila
diperlukan, dengan dosis maksimal 800mg/hari. Target
terapi adalah kadar asam urat < 6mg/dl.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Faktor pencetus timbulnya serangan nyeri sendi:
yang perlu a. Trauma lokal
di- b. Diet tinggi purin
perhatikan c. Minum alkohol
d. Kelelahan fisik
e. Stress
f. Tindakan operasi
g. Penggunaan diuretik
h. Penggunaan obat yang dapat meningkatkan kadar asam
urat.
9. Unit Poli Umum, Poli Santun Lansia.
Terkait
10. Dokumen Rekam Medis dan SOP Hiperuricemia – GOUT
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
OBESITAS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/285/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki kelebihan


lemak (body fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko
kesehatan.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana obesitas
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
 Spygmomanometer
 Stetoskop
 Timbangan
 Pengukur Tinggi badan
 Pengukur Lingkar Pinggang
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokannya dengan data rekam medis.
2. Dokter melakukan anamnesa
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan
berat badan namun dengan adanya gejala dari risiko
kesehatan yang timbul.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik
a. Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)
Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/BMI)
menggunakan rumus Berat Badan (Kg)/Tinggi Badan
kuadrat (m2)
b. Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara
iga terbawah dengan krista iliaka, pengukuran dari
lateral dengan pita tanpa menekan jaringan lunak).
Risiko meningkat bila laki-laki >85 cm dan perempuan
>80cm.
c. Pengukuran tekanan darah
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya
hipertensi.
4. Dokter/petugas meminta pemeriksaan kadar gula darah,
profil lipid, dan asam urat.
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter memberikan penatalaksanaan
Non –Medikamentosa:
a. Penatalaksanaan dimulai dengan kesadaran pasien
bahwa kondisi sekarang adalah obesitas, dengan berbagai
risikonya dan berniat untuk menjalankan program
penurunan berat badan
b. Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang
akan dipilih (target rasional adalah penurunan 10% dari
BB sekarang)
c. Usulkan cara yang sesuai dengan faktor risiko yang
dimiliki pasien, dan jadwalkan pengukuran berkala
untuk menilai keberhasilan program
d. Penatalaksanaan ini meliputi perubahan pola makan
(makan dalam porsi kecil namun sering) dengan
mengurangi konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan
latihan fisik dan bergabung dengan kelompok yang
bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan
diskusi hal-hal yang dapat membantu dalam pencapaian
target penurunan berat badan ideal.
e. Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi
asupan kalori sebesar 300-500 kkal/hari dengan tujuan
untuk menurunkan berat badan sebesar ½-1 kg per
minggu.
f. Latihan fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan
secara bertahap intensitasnya. Pasien dapat memulai
dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 5
kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya
selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan,
anamnesa,pemeriksaan fisik,diagnose/kode ICD 10: E66.9
obesity unspecified.
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi:
yang perlu 1. Adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk
di- menurunkan berat badan hingga mencapai BB ideal sangat
perhatikan membantu keberhasilan terapi.
2. Menjaga agar berat badan tetap normal dan mengevaluasi
adanya penyakit penyerta.
3. Membatasi asupan energi dari lemak total dan gula.
Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta kacang-
kacangan, biji-bijian dan kacang-kacangan.
4. Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur (60 menit sehari
untuk anak-anak dan 150 menit per minggu untuk orang
dewasa)
Kriteria Rujukan:
1. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila
pasien merupakan obesitas dengan risiko tinggi dan
risiko absolut
2. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup
(diet yang telah diperbaiki, aktifitas fisik yang
meningkat dan perubahan perilaku) selama 3 bulan,
dan tidak memberikan respon terhadap penurunan
berat badan, maka pasien dirujuk ke spesialis penyakit
dalam untuk memperoleh obat-obatan penurun berat
badan
9. Unit 1. Poli umum
Terkait 2. Klinik gizi
3. Laboratorium
10. Dokumen Rekam medis
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
ANEMIA DEFISIENSI BESI

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/286/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Anemia Defisiensi Besi adalah penurunan jumlah massa eritrosit


sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer
Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO :
1. Laki-laki: >13 g/dL
2. Perempuan: >12 g/dL
3. Perempuan hamil: >11 g/dL
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana anemia defisiensi besi
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Spygnomanometer
2. Stetoskop
3. Jam tangan
4. Stetoskop
5. Thermometer
Bahan :
1. Infus set
2. Oksigen
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokan data dengan rekam medis.
2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan :
lemah, lesu, letih, lelah, penglihatan berkunang, pusing,
telinga berdenging, penurunan konsentrasi dan sesak
nafas,faktor risiko : Ibu hamil, remaja putri, status gizi
kurang, faktor ekonomi kurang, infeksi kronik, dan
vegetarian.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan menemukan:
- Gejala umum
Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut,
telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku.
- Gejala anemia defisiensi besi
Disfagia
Atrofi papil lidah
Stomatitis angularis
Koilonikia
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht),
leukosit, trombosit, jumlah eritrosit, morfologi darah tepi
(apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin, dan
urin rutin.
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Dokter memberikan penatalaksanaan :
Medikamentosa : sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg
mengandung 66 mg besi elemental)
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : 280 Iron
Deficiency Anemias
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan edukasi :
yang perlu 1. Memberikan pengertian kepada pasien dan
di- keluarga tentang perjalanan penyakit dan tata
perhatikan laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran
dan kepatuhan dalam berobat serta
meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Pasien diinformasikan mengenai efek samping
obat berupa mual, muntah, heartburn,
konstipasi, diare, serta BAB kehitaman.
3. Bila terdapat efek samping obat maka segera ke pelayanan
kesehatan.
Kriteria rujukan:
1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/dL.
2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera
dirujuk.
3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL).
4. Anemia karena penyebab yang tidak termasuk
kompetensi dokter layanan primer misalnya
anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia
megaloblastik.
5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau
distres pernafasan) pasien segera dirujuk.
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. UGD
3. Laboratorium
4. Apotik
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
LIMFADENITIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/287/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa


kelenjar getah bening. Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi
dari berbagai organisme, yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia
atau jamur
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana limfadenitis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Spygmomanometer
2. Stetoskop
3. Jam
4. Termometer
Bahan : -
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokan data dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan :
Pembengkakan kelenjar getah bening, demam, kehilangan
nafsu makan, nadi cepat, kelemahan, Nyeri tenggorok dan
batuk bila disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas dan Nyeri sendi bila disebabkan oleh penyakit kolagen
atau penyakit serum (serum sickness).
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan menemukan:
a) Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian
posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis. Sedangkan pada pembesaran KGB oleh
infeksi virus, umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan
kanan) dengan ukuran normal bila diameter 0,5 cm, dan
lipat paha bila diameternya >1,5 cm dikatakan abnormal).
b) Nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksi bakteri.
c) Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada
infeksi bakteri sebagai penyebabnya
d) Fluktuasi menandakan terjadinya abses.
e) Bila disebabkan keganasan tidak ditemukan tanda-tanda
peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat
digerakkan dari jaringan sekitarnya
f) Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar
berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat mendadak,
KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis,
dan dapat pecah
g) Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih
pada tonsil, bintik-bintik merah pada langit-langit
mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus
h) Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-
langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri Difteri
i) Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa
mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus
j) Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik
mengarahkan kepada Campak
k) Adanya bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak
hilang dengan penekanan), pucat, memar yang tidak jelas
penyebabnya, disertai pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukemia
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, LED, Mantoux
Test.
b) Laboratorium: Darah perifer lengkap
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Dokter memberikan penatalaksanaan :
Non Medikamentosa
a. Pencegahan dengan menjaga kesehatan dan kebersihan
badan bisa membantu mencegah terjadinya berbagai
infeksi.
b. Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah
bening yang terkena bisa dikompres hangat.
Medikamentosa
a. Antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari
pertama eritromisin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali
sehari.
b. Bila penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis
maka diberikan obat anti tuberculosis.
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : B70
Lymphadenitis Acute
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan edukasi :
yang perlu 1. Menjaga kesehatan dan kebersihan sehingga mencegah
di- terjadinya berbagai infeksi dan penularan.
perhatikan 2. Mendukung dengan memotivasi pasien dalam pengobatan.
Kriteria rujukan :
1. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dirujuk untuk
mencari penyebabnya (indikasi untuk dilaksanakan biopsi
kelenjar getah bening)
2. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau
bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau
diagnosis belum dapat ditegakkan.
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. UGD
3. Laboratorium
4. Apotik
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
3. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
DEMAM DENGUE DAN DEMAM
BERDARAH DENGUE
No. Dokumen : 445/PKM-
S DNG/SOP/UKP/288/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/6

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit


yang diakibatkan oleh virus demam berdarah
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana demam dengue dan demam berdarah
dengue
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Termometer
2. Spygmomanometer
3. Senter
4. Infus set
Bahan :
1. Abate
2. Infus RL / Infus RA
3. Masker
4. Oksigen
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokkannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis mengenai Demam tinggi,
mendadak, terus menerus selama hari.Manifestasi
perdarahan, seperti: bintik-bintik merah di kulit, mimisan,
gusi berdarah, muntah berdarah, atau buang air besar
berdarah.Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri
retroorbital. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah,
nyeri perut (biasanya di ulu hati atau di bawah tulang iga)
Kadang disertai juga dengan gejala lokal seperti nyeri
menelan, batuk, pilek. Pada kondisi syok, anak merasa
lemah, gelisah, atau mengalami penurunan kesadaran. Pada
bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang
3. Dokter melakukan Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonik untuk demam dengue
a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali untuk mengetahui terjadi kebocoran
plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites
g. Hematemesis atau melena
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap, yang menunjukkan:
a. Trombositopenia (≤ 100.000/µL)
b. Kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit (Hct) ≥ 20%
Ditemukan adanya efusi pleura, asites,
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
c. Leukopenia < 4000/µL
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter memberikan penatalaksanaan
Pada Pasien Dewasa tanpa syok:
a. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik
(Parasetamol 3 x 500-1000 mg)
b. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
c. Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara
serial
Pada Pasien Anak:
Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok :
a. Bila anak dapat minum berikan anak banyak minum
,dosis larutan per oral: 1 –2 liter/hari atau 1 sendok
makan tiap 5 menit, jenis larutan per oral: air putih, teh
manis, oralit, jus buah, air sirup, atau susu
b. Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan
kebutuhan untuk dehidrasi sedang. Berikan hanya
larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat (RL)
atau Ringer Asetat (RA), dengan dosis sesuai berat badan
sebagai berikut: Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam,
Berat badan 15 –40 kg : 5 ml/kgBB/jam, Berat badan
> 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
c. Bila anak tidak dapat minum, berikan cairan infus
kristaloid isotonik sesuai kebutuhan untuk dehidrasi
sedang sesuai dengan dosis yang telah dijelaskan di
atas. Lakukan pemantauan: tanda vital dan diuresis
setiap jam, laboratorium (DL) per 4-6 jam
d. Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai
keadaan klinis stabil. Bila terjadi perburukan klinis,
lakukan penatalaksanaan DBD dengan syok
e. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10 –
15 mg/kgBB/kali) per oral. Hindari Ibuprofen dan
Asetosal
f. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi

Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok :


a. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan
mengharuskan rujukan segera ke RS
b. Penatalaksanaan awal: Berikan oksigen 2 –4 liter/menit
melalui kanul hidung atau sungkup muka, Pasang akses
intravena ,Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA)
20 ml/kg secepatnya,Lakukan pemantauan klinis (tanda
vital, perfusi perifer, dan diuresis) setiap 30 menit.,Jika
setelah pemberian cairan inisial tidak terjadi perbaikan
klinis, ulangi pemberian infus larutan kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian larutan koloid 10
– 20 ml/kgBB/jam (maksimal 30 ml/kgBB/24 jam),Jika
nilai Hct dan Hb menurun namun tidak terjadi
perbaikan klinis, pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi. Segera rujuk,Jika terdapat perbaikan
klinis, kurangi jumlah cairan hingga 10 ml/kgBB/jam
dalam 2 –4 jam. Secara bertahap diturunkan tiap 4 –6
jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36 – 48 jam. Hindari pemberian cairan secara
berlebihan
c. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan,
anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa
kode ICD10 : A90 Dengue fever, A91 Dengue haemorrhagic
fever
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Tanda bahaya untuk mengantisipasi kemungkinan
yang perlu terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue.
di- Demam turun tetapi keadaan anak
perhatikan memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah persisten
Klinis Letargi, gelisah
Perdarahaan mukosa
Pembesaran hati
Akumulasi cairan
Oliguria
Peningkatan kadar hematokrit bersamaan
dengan
Laboratorium
penurunan cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi
2. KIE pada pasien dewasa:
a. Prinsip konseling pada demam berdarah dengue
adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata
laksananya, sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak
ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD,
terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan
perjalanan alamiah penyakit
b. Modifikasi gaya hidup
c. Melakukan kegiatan 3M (menguras, mengubur,
menutup)
d. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan
olahraga secara rutin
3. Kriteria Rujukan pada pasien dewasa:
a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15
ml/kg/jam kondisi belum membaik
c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim,
seperti kejang, penurunan kesadaran
4. KIE Demam Berdarah Dengue pada pasien anak:
a. Penjelasan mengenai diagnosis, komplikasi,
prognosis, dan rencana tatalaksana
b. Penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya (warning
signs) yang perlu diwaspadai dan kapan
c. Harus segera ke layanan kesehatan
d. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang hilang pada
anak
e. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu
diberikan
f. Penjelasan mengenai cara minum obat
g. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara-cara
pencegahan yang berkaitan dengan perbaikan higiene
personal, perbaikan sanitasi lingkungan, terutama
metode 4M plus seminggu sekali yang terdiri atas:
Menguras wadah air, seperti bak mandi, tempayan,
ember, vas bunga, tempat minum burung, dan
penampung air kulkas agar telur dan jentik Aedes
aegypti mati, Menutup rapat semua wadah air agar
nyamuk Aedes aegypti tidak dapat masuk dan bertelur,
Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas
yang dapat menampung air hujan agar tidak menjadi
sarang dan tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti,
Memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat
nyamuk Aedes aegypti berkembang biak, Tidak
menggantung baju, menghindari gigitan nyamuk,
membubuhkan bubuk abate, dan memelihara ikan
5. Rencana tindak lanjut Demam berdarah dengue (DBD)
tanpa syok pada pasien anak: Pemantauan klinis (tanda
vital, perfusi perifer,diuresis) dilakukan setiap satu jam,
Pemantauan laboratorium (Ht, Hb, trombosit) dilakukan
setiap 4-6 jam, minimal 1 kali setiap hari
6. Rencana tindak lanjut Demam berdarah dengue (DBD)
dengan syok pada pasien anak: Dokter di pelayanan
kesehatan primer merujuk pasien ke RS jika kondisi pasien
stabil
7. Kriteria Rujukan Demam Berdarah Dengue pada anak:
a. DBD dengan syok (terdapat kegagalan sirkulasi)
b. Bila anak tidak dapat minum dengan adekuat, asupan
sulit, walaupun tidak ada kegagalan sirkulasi
c. Bila keluarga tidak mampu melakukan perawatan di
rumah dengan adekuat.
9. Unit 5. Poli Umum
Terkait 6. UGD
7. Laboratorium
8. Apotik
10. Dokumen 3. Rekam Medis
terkait 4. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
MALARIA

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/289/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/4

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Malaria adalah penyakit infeksi akut maupun kronik yang


disebabkan oleh parasit plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukan bentuk aseksual dalam darah
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana malaria
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Spygnomanometer
2. Stetoskop
3. Jam
4. Termometer
Bahan :
1. Oksigen dan kelengkapannya,
2. Infus set
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir alamat pasien ( minimal dua data) dan
mencocokan dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa mencari keluhan utama
demam, dingin dan berkeringat dan keluhan lain seperti
sakit kepala, nyeri otot dan persendin, nafsu makan
menurun, sakit perut, mual, muntah dan diare. Dokter
menanyakan faktor risiko yaitu riwayat menderita malaria
sebelumnya tinggal di daerah yang endemis malaria, pernah
berkunjung 1-4 minggu di daerah endemik malaria, riwayat
mendapat transfusi darah
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik ditemukan kulit terlihat
memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat dapat
sampai di atas 400C dan kulit kering, pasien dapat juga
terlihat pucat, nadi teraba cepat, pernapasan cepat
(takipneu) .Pada periode dingin dan berkeringat, kulit teraba
dingin dan berkeringat, nadi teraba cepat dan lemah, pada
kondisi tertentu bisa ditemukan penurunan kesadaran.
Kepala: konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis,
dan pada malaria serebral dapat ditemukan kaku kuduk.
Toraks: terlihat pernapasan cepat. Abdomen: teraba
pembesaran hepar dan limpa, dapat juga ditemukan asites.
Ginjal: bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman,
oligouri atau anuria.
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang : pemeriksaan
hapusan darah tebal dan tipis dan Rapid Diagnostik Test
untuk malaria
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa
,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
6. Dokter memberikan penatalaksanaan
i. Pengobatan Malaria Falsiparum:
a. Lini Pertama:
- Fixed Dose Combination(FDC) yang terdiri dari
Dihydroartemisin 40 mg (DHA) + Piperakuin 320mg
(DHP)
- Dewasa BB sampai 59 kg : DHP 3 tablet/satu kali
perhari selama 3 hari (oral) dan Primakuin 2 tablet
sekali sehari satu kali pemberian
- Untuk BB > 60 kg diberikan 4 tablet DHP satu kali
sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali
sehari satu kali pemberian.
- Dosis DHA = 2- 4 mg/kgBB (dosis tunggal),
Piperakuin = 16- 32 mg/kgBB (dosis tunggal),
Primakuin = 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
b. Lini Kedua:
- Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin. Dosis
kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari),
- Doksisiklin = 3,5 mg/kgBB per hari (dewasa,
2x/hari selama7 hari) , 2,2 mg/kgBB/hari ( 8-14
tahun, 2x/hari selama 7 hari) , Tetrasiklin = 4-5
mg/kgBB/kali (4x/hari selama 7 hari)
ii. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
a. Lini Pertama
- Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin
(DHP),diberikan peroral satu kali per hari selama 3
hari, p r i m a k u i n = 0 , 2 5 mg/kgBB/hari (selama
14 hari).
b. Lini Kedua
- Kina + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali
(3x/hari selama 7 hari), Primakuin = 0,25 mg/kgBB
(selama 14 hari).
iii. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis
primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
iv. Pengobatan Malaria malariae
DHP 1/hari selama 3 hari dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya dan dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan Primakuin.
v. Pengobatan infeksi campuran antara Malaria
falsiparum dengan Malaria vivax/ Malaria ovale
DHP 1kali/hari selama 3 hari serta primakuin dosis
0,25mg/kgbb/14 hari
vi. Pengobatan malaria pada ibu hamil
- Trimester pertama
Kina tablet 3x 10mg/ kg BB + Klindamycin
10mg/kgBB selama 7 hari.
- Trimester kedua dan ketiga
DHP tablet selama 3 hari
- Pencegahan/profilaksis
Doksisiklin 1 kapsul 100 mg/hari diminum 2 hari
sebelum pergi hingga 4 minggu setelah
keluar/pulang dari daerah endemis
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan
8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : B54 Unspecified
malaria
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi :
yang perlu Pada kasus malaria berat disampaikan kepada keluarga
di- mengenai prognosis penyakitnya. Pencegahan malaria dapat
perhatikan dilakukan dengan :
a. Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen
b. Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
c. Mengobati pasien hingga sembuh misalnya
dengan pengawasan minum obat
Kriteria Rujukan :
Malaria dengan komplikasi , Malaria berat, namun pasien harus
terlebih dahulu diberi dosis awal Artemisinin atau Artesunat per
Intra Muskular atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB.
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Rawat Inap
3. Apotik
4. UGD
5. Laboratorium
10. Dokumen 1. Rekam medis
terkait 2. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
LEPTOSPIROSIS

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/290/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia


di sebabkan oleh mikroorganisme leptospira interogans dan
memiliki manifistasi yang luas
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana leptospirosis
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat :
1. Lampu
2. Bisturi
3. Jam
Bahan :
1. Kasa steril
2. Sarung tangan steril
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama,tanggal lahir,alamat pasien (minimal dua data) dan
mencocokannya dengan data rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan
pasien sebagai berikut:
 Adanya demam > 380 C dan menggigil
 Sakit kepala
 Anoreksia
 Milagia yang hebat pada betis,paha dan pinggang di
sertai nyeri tekan
 Mual,muntah,diare dannyeri abdomen,fotofobia
 Penurunan kesadaran
3. Dokter melakukan pemeriksaan Fisik :
a. Febris
b. Icterus
c. Nyeri pada otot
d. Ruam kulit
e. Limfadenopati
f. Hapatomegali dan Splenomegali
g. Edema
h. Bradikardi relative
i. Konjungtiva suffusion
j. Gangguan perdarahan berupa
petekie,purpura,epistaksis dan perdarahan gusi
k. Kaku kudus sebagai tanda meningitis
4. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik
5. Dokter memberikan penatalaksanaan
a. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk
mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi,hipotensi,perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis
b. Antibiotik:doksisiklin
8. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga
pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan,
efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
9. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa/kode ICD 10 : N61 Inflammatory
disorders of breast
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi :
yang perlu 1. Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI dan
di- mendorong ibu untuk tetap menyusui,
perhatikan 2. Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang tidak sakit.
3. Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara yang sakit
jika belum kosong setelah bayi menyusui.
4. Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
5. Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk
menghindari infeksi yang tidak diinginkan.
9. Unit 1.Poli Umum
Terkait 2.UGD
3.Rawat Inap
10. Dokumen 1.Rekam Medis
terkait 2.Persetujuan tindakan medis
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
REAKSI ANAFILAKTIK

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/291/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Reaksi anafilaktik merupakan sindrom klinis akibat reaksi


imunologis yang bersifat sistemik, cepat, hebat yang dapat
menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi, pencernaan dan
kulit
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan penatalaksanaan reaksi anafilaktik terutama saat
terjadi syok anafilaktik
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : -
6. Langkah- 1. Melakukan anamnesa
langkah Adanya gejala respirasi dapat dimulai dari bersin, hidung
tersumbat atau batuk saja yang kemudian diikuti dengan
sesak nafas. Gejala pada kulit yang paling sering ditemukan
berupa gatal, kulit kemerahan. Gejala gastrointestinal berupa
kram, mual, muntah, sampai diare
2. Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi nafas meningkat, sianosis,
hipotensi, takikardi, edema periorbital, mata berair, hiperemi
konjungtiva. Gejala prodormal kulit yang menonjol berupa
urtikaria dan eritema
3. Penegakan diagnosis
 Kriteria pertama adalah onset akut dari penyakit
(beberapa menit hingga beberapa jam) dengan terlibatnya
kulit, jaringan mukosa atau kedua duanya (misalnya
bintik merah seluruh tubuh, pruritus kemerahan,
pembengkakan bibir, lidah, uvula) dan salah satu dari
respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
bronkospasme, stridor, wheezing) dan penurunan tekanan
darah atau gejala berkaitan dengan disfungsi organ
sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia)
 Kriteria kedua adalah dua atau lebih gejala berikut yang
terjadi secara mendadak setelah terpapar alergen yang
spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
beberapa jam) yaitu keterlibatan jaringan mukosa,
respiratory compromise, penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan dan gejala gastrointestinal yang
persisten
 Kriteria ketiga yaitu penurunan tekanan darah setelah
terpapar alergen beberapa menit hingga beberapa jam.
Pada bayi dan anak-anak , tekanan darah sistolik yang
rendah atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari
30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah
kurang dari 90mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 30% tekanan darah awal
4. Penatalaksanaan
 Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai
diangkat (diganjal dengan kursi)
 Pemberian oksigen 3-5 L/menit
 Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan secara
intramuskuler dan diulangi 5-10 menit. Jika respon
intramuskuler kurang efektif dapat diberikan secara
intravena setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan ke dalam
10 ml larutan NaCl fisiologis dan diberikan secara
perlahan
 Pemasangan infus RL atau NaCl 0,9% cepat hingga
tekanan darah kembali optimal dan stabil
 Bila bronkospasme dengan adrenalin belum berkurang.
Dapat diberikan 250mg aminofilin secara intravena
perlahan, bila perlu dapat dilanjutkan 250mg di drip ke
dalam infus
 Difenhidramin Hcl 5-20 mg IV dan deksametason 5-10mg
IV
 Bila terjadi henti jantung melakukan resusitasi
kardiopulmoner
5. Mencari penyebab anafilaktik, mencatatnya di rekam media,
memberitahukan kepada pasien dan keluarga
6. Jika kasus ringan melakukan observasi 6 jam, jika terjadi
perbaikan pasien di pulangkan
7. Jika kasus berat atau tidak ada perbaikan maka merujuk
pasien ke Rumah Sakit
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal Konseling dan Edukasi :
yang perlu 1. Memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI dan
di- mendorong ibu untuk tetap menyusui,
perhatikan 2. Menyusui dapat dimulai dengan payudara yang tidak sakit.
3. Pompa payudara dapat di lakukan pada payudara yang sakit
jika belum kosong setelah bayi menyusui.
4. Ibu dapat melakukan kompres dingin untuk mengurangi
bengkak dan nyeri.
5. Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk
menghindari infeksi yang tidak diinginkan.
9. Unit Klinik Umum, Klinik Gigi dan Mulut, Klinik KIA, UGD
Terkait
10. Dokumen Rekam Medis, SOP Resusitasi kardiopulmoner
terkait
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan
REFLUKS GASTROESOFAGEAL

No. Dokumen : 445/PKM-


S DNG/SOP/UKP/252/04/2019
O No. Revisi : 00
P Tanggal Terbit : 23/04/2019
Halaman : 1/3

UPTD
KLAUDIA PAU
PUSKESMAS
NIP.197908182005012020
DANGA

1. Pengertian Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme


refluks melalui sfingter esofagus
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
melakukan tatalaksana refluks gastroesofageal
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Danga Nomor :
445/PKM-DNG/SK/UKP/053/04/2019 Tentang Standar
Layanan Klinis
4. Referensi Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
5. Prosedur Alat : -
Bahan : Kuesioner GERD
6. Langkah- 1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan
langkah nama, tanggal lahir, alamat pasien dan mencocokan data
dengan rekam medis
2. Dokter melakukan anamnesis dengan menanyakan keluhan
Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan
dapat menjalar ke leher disertai muntah, atau timbul rasa
asam di mulut. Keluhan sering muncul pada malam hari.
3. Dokter melakukan pengisian kuesioner GERD
4. Dokter melakukan diagnosis berdasarkan anamnesa dan
quesioner GERD dan PPI test. Bila PPI test memberikan
respon positif , maka diagnosis definitif GERD dapat
disimpulkan.
5. Dokter melakukan penatalaksanaan yaitu :
 Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan
Proton Pump Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.
Bila terdapat perbaikan gejala yang signifikan (50-75%)
maka diagnosis dapat ditegakkan sebagai GERD. PPI
dosis tinggi berupa omeprazol 2x20 mg/hari.
 Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat
diteruskan sampai 4 minggu dan boleh ditambah dengan
prokinetik seperti domperidon 3x10 mg.
 Pada kondisi tidak tersedianya PPI, maka penggunaan
H2 Blocker 2x/hari: simetidin 400-800 mg atau ranitidin
150 mg.
6. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis,
pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan.
7. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis/kode ICD 10 : K21.9 Gastro-
oesophageal refluks disease without oesophagitis
7. Diagram -
Alir
8. Hal-hal 1. Konseling dan edukasi :
yang perlu Edukasi untuk melakukan modifikasi gaya hidup yaitu
di- dengan mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak
perhatikan mengkonsumsi zat yang mengiritasi lambung seperti kafein,
aspirin, dan alkohol. Posisi tidur sebaiknya dengan kepala
yang lebih tinggi. Tidur minimal setelah 2 sampai 4 jam
setelah makanan, makan dengan porsi kecil dan kurangi
makanan yang berlemak 2/3
2. Kriteria rujukan :
- Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
- Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh
kembali
- Adanya alarm symptom: Berat badan menurun,
Hematemesis melena, Disfagia (sulit menelan), Odinofagia
(sakit menelan)
- Anemia
9. Unit 1. Poli Umum
Terkait 2. Apotek
3. Rawat Inap
10. Dokumen 1. Rekam Medis
terkait 2. Persetujuan Tindakan Medis
3. Surat rujukan
11. Rekaman Tanggal Mulai
No. Yang Diubah Isi Perubahan
Historis Diberlakukan
Perubahan

Anda mungkin juga menyukai