Anda di halaman 1dari 95

TATA TERTIB PELAKSANAAN SKILL LAB

TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM KETRAMPILAN BAGI


MAHASISWA
1. Mahasiswa harus sudah lengkap dan siap 15 menit sebelum
pelaksanaan praktikum.
2. Apabila ada yang tidak hadir, harus memperoleh ijin dari trainer
yang mengampu.
3. Apabila sakit harus menyertakan surat keterangan sakit dari
dokter (untuk dilampirkan pada daftar presensi mahasiswa).
Presentasi presensi yang boleh mengikuti ujian dengan
persyaratan kehadiran 100%.
4. Mahasiswa dengan presensi kehadiran <100% (ketentuan
minimal harus sudah mengikuti 3 topik secara lengkap) dengan
alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,
diperbolehkan mengikuti INHAL (sesuai ketentuan pelaksanaan
INHAL) pada blok tersebut.
5. Apabila melanggar ketentuan di point 4 maka diwajibkan
mengikuti INHAL pada blok yang sama di tahun berikutnya.
6. Mahasiswa yang tidak pernah mengikuti praktikum selama blok
berlangsung dengan alasan yang tidak jelas dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan, dinyatakan gugur blok.
7. Apabila terlambat lebih dari 15 menit tidak diperbolehkan
mengikuti praktikum.
8. Setiap mahasiswa wajib mengenakan jas praktikum dan name tag
selama pelaksanaan praktikum.
9. Mahasiswa harus sudah mempelajari topik ketrampilan yang akan
diajarkan sebelum pelaksanaan praktikum.
10. Perwakilan masing-masing kelompok mahasiswa berkoordinasi
dengan laboran skill lab dan bertanggungjawab terhadap alat-alat
praktikum yang sudah disediakan.
11. Masing-masing mahasiswa harus mempersiapkan buku panduan
praktikum, petunjuk pelaksanaan praktikum dan peralatan
individu sebaik-baiknya (sesuai petunjuk trainer) pada setiap
pertemuan di skill lab.
12. Sebelum pelaksanaan praktikum akan diadakan pre-test (secara
kolektif akan dilaksanakan sebelum pelaksanaan skill lab),
mahasiswa dilarang membaca buku panduan, bekerja sama atau
mencontek mahasiswa lain. Bagi mahasiswa yang tidak lulus pre-
testakan mengikuti remidi pre-test.
13. Pada pertemuan kedua akan diadakan evaluasi ketrampilan
masing-masing mahasiswa oleh trainer.
14. Tidak diperkenankan menggunakan Handphone atau alat
komunikasi lain selama pelaksanaan skill lab. Handphone atau alat
komunikasi lain harap dimatikan
15. Menjaga situasi kondusif selama kegiatan praktikum, tidak
membuat gaduh atau mengobrol antar mahasiswa yang
cenderung mengganggu jalannya praktikum.
16. Memperhatikan serta melaksanakan instruksi dan pelatihan yang
diberikan trainer.
17. Peminjaman ruangan dan alat-alat skill lab sebelumnya sudah
dikoordinasikan dengan laboran skill lab dengan ketentuan waktu
peminjaman masing-masing kelompok (minimal 3 orang) dalam
seminggu 1 x 2 jam selama jam kerja FK UNIMUS (07.00-16.00
WIB), di luar jadwal kegiatan skill lab rutin. Peminjaman ruangan
dan alat di luar waktu yang ditentukan dapat dilakukan dengan
pengawasan trainer / asisten Skill Lab.
18. Bila terdapat kerusakan dan/atau kehilangan alat skill lab pada
kegiatan no.13, maka kelompok yang bersangkutan wajib
mengganti/ memperbaiki alat tersebut.
19. Bila kerusakan dan atau kehilangan alat skill lab terjadi pada saat
kegiatan praktikum regular, maka kelompok yang bersangkutan
wajib mengganti/ memperbaiki alat tersebut sampai dapat
digunakan dan tidak mengganggu kegiatan praktikum.

TATA TERTIB PELAKSANAAN SKILL LAB BAGI TRAINER

1. Trainer harus sudah hadir ± 15 menit sebelum pelaksanaan skill


lab.
2. Trainer harus memahami topik ketrampilan yang akan diajarkan.
3. Trainer menyiapkan presensi dan lembar check list penilaian skill
lab.
4. Apabila ada mahasiswa yang tidak hadir, harus memperoleh ijin
dari trainer yang mengampu. Ditulis di daftar presensi, apabila
sakit harus menyertakan surat keterangan sakit dari dokter
(untuk dilampirkan pada lembar presensi mahasiswa).
5. Apabila ada mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 30 menit
tidak boleh mengikuti skill lab.
6. Melakukan koordinasi dengan laboran skill lab dalam mengatur
jadwal skill lab.
7. Melakukan koordinasi dengan laboran skill lab dalam pelaksanaan
skill lab, serta penggunaan alat-alat skill lab.
8. Mengadakan pre-test sebelum pelaksanaan skill lab dan
memberikan pemahaman, pelatihan, motivasi, pembelajaran dan
evaluasi kepada mahasiswa selama kegiatan skill lab berlangsung.
9. Mengisi lembar penilaian skill lab mahasiswa seobjektif mungkin
sesuai checklist yang tersedia dan mengisi seluruh kolom
penilaian mahasiswa.
10. Trainer wajib menyerahkan lembar check list penilaian skill lab
kepada koordinator skill lab pada hari itu juga.
11. Apabila trainer berhalangan hadir harus menghubungi
koordinator skill lab minimal 3 hari sebelum kegiatan skill lab.
Atau diperbolehkan mencari ganti trainer dengan persetujuan
koordinator skill lab.

TATA TERTIB PELAKSANAAN SKILL LAB BAGI LABORAN SKILL


LAB
1. Mengelola dan bertanggung jawab terhadap keutuhan sarana dan
prasarana skill lab antara lain ruangan dan alat-alat.
2. Malakukan koordinasi dengan mahasiswa mengenai peminjaman
sarana dan prasarana skill lab.
3. Melakukan koordinasi dengan mahasiswa dan trainer terhadap
pelaksanaan skill lab.
4. Mempersiapkan ruangan serta alat-alat minimal 30 menit
sebelum pelaksanaan skill lab.
TEKNIS PELAKSANAAN SKILL LAB

Dalam pelaksanaan skill lab, mahasiswa dibagi dalam rombongan


belajar (rombel), dimana setiap rombel terdiri dari 9-10 orang. Skill
lab dibimbing oleh dokter sebagai instruktur pembimbing yang
sebelumnya telah dilatih ketrampilannya melalui Training of Trainer
(ToT).
Alur kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
jalannya skill lab diatur oleh koordinator skill lab. Koordinator skill
lab membawahi laboran skill lab yang mempunyai anggota 1 atau
lebih laboran yang bertugas dalam pelaksanaan skill lab, perawatan
serta penggunaan sarana dan prasarana skill lab.
Pada setiap blok terdapat beberapa topik ketrampilan yang
harus dipelajari. Sebelum pelaksanaan skill lab dilakukan pre-test
pada 1 hari sebelumnya. Pre-test dilakukan secara kolektif oleh
koordinator skill lab bekerja sama dengan penanggung jawab blok.
Satu topik ketrampilan dilaksanakan sebanyak 2 x pertemuan (1
pertemuan = 2 tatap muka (TM)/2x60 menit).
Dalam pelaksanaannya dibagi lagi menjadi :
1. Pertemuan pertama
a) Skill lab diawali dengan melakukan feedback and reflection
terhadap mahasiswa dengan cara memberi kesempatan kepada
salah seorang mahasiswa untuk mencoba topik ketrampilan
yang akan dipelajari. Setelah itu memberi motivasi kepada
mahasiswa tentang pentingnya topik yang akan dipelajari.
1/4 x 2 jam TM = 30 menit
b) Memberi penjelasan dan contoh tentang topik ketrampilan yang
diajarkan
1/4 x 2 jam TM = 30 menit
c) Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mencoba
ketrampilan yang diajarkan
1/2 x 2 jam TM = 60 menit
d) Setiap selesai pertemuan pertama mahasiswa diberikan
kesempatan untuk mengulangi latihannya dalam kegiatan
belajar mandiri dan diberikan kewajiban untuk melakukan
refleksi diri dengan cara menuliskan kekurangan dan
kelemahan masing-masing individu dalam melakukan
ketrampilan yang telah diajarkan, ditulis di buku refleksi diri.
2. Pertemuan kedua
a) Kegiatan diawali dengan membacakan refleksi diri masing-
masing : ¼ x 2 jam TM = 30 menit.
b) Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperbaiki
hasil refleksi dirinya masing-masing. ¾ x 2 jam TM = 90 menit.
TATA TERTIB OSCE BAGI MAHASISWA
1. Terdaftar sebagai peserta OSCE, dengan persyaratan presensi
kehadiran praktikum 100% untuk pelaksanaan OSCE Blok.
2. Wajib menjunjung tinggi kejujuran, profesionalisme dan
kemandirian serta tidak melakukan kecurangan dalam bentuk
apapun / bekerjasama dengan orang lain.
3. Dilarang membawa alat komunikasi elektronik dalam bentuk
apapun.
4. Membawa alat tulis [ballpoint].
5. Wajib datang 30 menit (untuk OSCE blok) sebelum ujian di
mulai, jika hadir terlambat maka tidak diperkenankan mengikuti
ujian. Menggunakan patokan jam utama di ruang OSCE/Skill Lab.
6. Wajib membawa kartu peserta ujian/ kartu identitas
7. Mengisi daftar hadir peserta ujian.
8. Tidak membawa catatan ke lokasi OSCE
9. Semua barang peserta ujian dititipkan di tempat/loker yang telah
disediakan.
10. Mengenakan pakaian sopan dan rapi, sepatu, serta jas putih
untuk dokter.
11. Menjaga ketertiban, ketenangan dan kelancaran penyelanggaraan
OSCE.
12. Setiap peserta wajib mengenakan tanda pengenal/ Name Tag.
13. Mahasiswa yang memenuhi syarat untuk dapat mengikuti OSCE
(memenuhi presensi praktikum 100%), namun pada
pelaksanaannya melanggar ketentuan OSCE maka diwajibkan
mengikuti ujian pada blok yang sama di tahun berikutnya (ujian
ulang tahun depan).

* B e r l a k u u n t u k s e m u a
a n g k a t a n *
MODUL SKILL LAB BLOK 18

TOPIK 1 :
KETRAMPILAN KONSELING TERHADAP PASIEN
METODE CEA (Catharsis Education Action)

PERUBAHAN PERILAKU : KONSELING MODIFIKASI GAYA HIDUP

TOPIK 2 :
KETRAMPILAN KONSELING PADA SAAT BERHADAPAN DENGAN
KELUARGA
DENGAN METODE CEA (Catharsis Education Action)

TOPIK 3 :
PENULISAN RESEP

TOPIK 4 :
KETRAMPILAN DIAGNOSIS DAN KONSELING KECELAKAAN
AKIBAT KERJA (KAK) DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)
TOPIK I

KETRAMPILAN KONSELING TERHADAP PASIEN


METODE CEA (Catharsis Education Action)

A. TUJUAN UMUM
Pada akhir kegiatan skill lab siswa mampu melakukan
konseling dengan metode CEA (Catharsis Education Action)
pada pasien
B. TUJUAN KHUSUS
Pada akhir kegiatan skill lab, siswa akan dapat :
1. Menjelaskan manfaat dari metode CEA konseling
2. Menjelaskan langkah-langkah metode konseling CEA

PENGANTAR

Kita sering berfikir bahwa yang membuat pasien datang untuk


berkonsultasi kepada dokter adalah karena penyakit yang mereka
alami. Sudut pandang ini adalah salah, Karena, banyak pasien yang
sebenarnya sakit tetapi tidak mau berkonsultasi. Salah satu
penyesalan yang paling sering dihadapi dokter adalah bahwa pasien
tidak mau berkonsultasi penyakitnya lebih awal untuk mencegah
terjadinya suatu keadaan yang lebih buruk (komplikasi).
Pasien akan datang berkonsultasi ke dokter apabila dia sudah
merasakan kecemasan akan penyakit yang dideritanya. Ini memiliki
pengaruh sangat penting dalam sikap kita sebagai dokter untuk
menghadapi pasien seperti itu. Asumsi kita bahwa, pada sebagian
besar pasien rawat jalan yang datang ke Rumah Sakit atau praktek
dokter, biasanya bukan hanya dengan satu masalah tetapi dengan dua
penyakit fisik (biologis) dan sudah mengalami kecemasan akibat
penyakitnya (psikososial).
Mengingat semua ini, jika kita ingin benar-benar menjadi
holistik dan biopsikososial dalam pendekatan edukasi terhadap
pasien, perlu untuk mengatasi bukan hanya penyakit fisik tetapi juga
dampak emosional dari penyakit itu. Sir William Ossler dengan
ringkas ketika ia mengatakan bahwa “The good physician cures
sometimes, palliates often, but comforts always”, dimana Pasien
mencari nasihat medis yang baik, tetapi mereka juga mencari sesuatu
yang nyaman untuk dirinya – untuk mengurangi kecemasan akan
penyakitnya itulah yang akhirnya menyebabkan mereka konsultasi ke
dokter.
Pada metode konvensional saat ini hanya berfokus pada
patofisiologi dan farmakologi suatu penyakit sehingga dampak
emosional yang kita harapkan dari pasien sangat sedikit. Membahas
patofisiologi dan farmakologi dari suatu penyakit tidak selalu dapat
menghilangkan kecemasan pasien dan apabila pasien merasa tidak
puas mereka akan pergi dan mungkin akan datang kembali dengan
kondisi yang lebih buruk dari sebelumnya. Sehingga pasien mungkin
akan lebih merasa tertarik pada dokter yang bisa memberikan suatu
kenyamanan dengan mengurangi kecemasan akan penyakitnya.
Ada alasan praktis lain untuk menangani dampak emosional
dari penyakit. Sangat sering, pemikiran pasien kacau oleh emosi, dan
ketika pasien penuh kecemasan, akan merasa sulit untuk
mendengarkan upaya ilmiah dari dokter untuk mengajarkan ilmu
tentang penyakit mereka. Semakin besar kecemasan, semakin sedikit
kesempatan ada penjelasan seorang dokter untuk diingat dalam
pikiran pasien. Lebih baik untuk menangani kecemasan dan
memberikan jalan keluar terhadap pasien, kemudian kaitkan dengan
patofisiologi dan farmakologi, sehingga pasien akan lebih mendengar
dan mengingat yang disampaikan oleh dokter.
Dengan menggunakan ketrampilan mendengarkan, seorang
dokter memiliki kemampuan untuk menciptakan persepsi yang
menyebabkan kecemasan. Karena emosi itu berasal dari persepsi. Jika
persepsi pasien yang salah maka dokter dapat segera turun tangan
dengan memperbaiki persepsi, sehingga akan menenangkan
kecemasan dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Pasien
mungkin memiliki banyak kesalahan persepsi tentang penyakit
mereka, tetapi hanya beberapa dari mereka menyebabkan kecemasan
berlebih. Melalui penggunaan keterampilan mendengarkan secara
aktif, dokter secara akurat dapat mengidentifikasi kesalahan persepsi
yang paling kecemasan-merangsang-apa yang kita sebut sebagai ECM,
atau emosional Kritis kesalahan persepsi-dan berurusan dengan
mereka menjelang kesalahan persepsi lain untuk berguna dalam
konteks konsultasi di mana hanya 10 sampai 15 menit dapat
dialokasikan karena pasien lain yang menunggu untuk dilihat.

CATHARSIS atau PEMBERSIHAN


Semua di atas adalah alasan mengapa dalam model
"CEA","C"singkatan Chatarsis. Pertamatama harus dilakukan
penyucian emosi, Ada beberapa alasan mengenai emosi, beberapa
cara untuk membicarakan perasaan pasien mengenai kecemasan
yang dialami. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
keterampilan mendengarkan aktif untuk membawa emosi pasien
yang biasanya tersembunyi. Setelah perasaan telah diartikulasikan
dan memungkinkan, keterampilan mendengarkan aktif dapat
digunakan sebagai identitas ECM dibalik perasaan. Pelepasan
perasaan juga mengizinkan pasien untuk berpikir lebih jernih dan
membuatnya lebih mudah menerima langkah berikutnya dalam
model CEA yang dapat digunakan untuk mendidik.
Catatan, bagaimanapun bahwa mendidik pasien dalam model
ini tidak berarti memberinya kuliah standar tentang penyakitnya.
Kadang-kadang untuk memberikan pasien pengajaran dan
pembelajaran ilmiah mengenai penyakit dan pengobatannya, yang
akan lebih baik jika ada waktu, tetapi biasanya tidak ada. Pendidikan
harus karena itu pertama yang diarahkan pada mispecepsi yang
menyebabkan rasa sakit emosional yang paling besar. Waktu yang
terbatas, terutama jika ada pasien yang menunggu, dan fokus pada
ECM memberikan keuntungan besar pada pemasukan kita.
Penjelasan lebih lengkap dapat diberikan jika ada waktu
memungkinkan, atau dapat diberikan dalam kunjungan berikutnya.
Hal ini tidak selalu pada kenyataannya kontra-produktif untuk
membombardir pasien dengan informasi bahwa ia mungkin bahkan
tidak dapat menjawab untuk itu. Minimal, apa yang dibutuhkan
adalah untuk menghasilkan data yang cukup sehingga kecemasannya
akan mereda dan selanjutnya pasien akan bersedia untuk mematuhi
saran dokter.
Ada empat langkah dasar dalam menggunakan keterampilan
mendengarkan aktif untuk memperoleh informasi yang diperlukan
dan untuk mempromosikan emosi yang tersembunyi:
1. Apa yang anda pikirkan ketika gejala perasaan emosi datang
2. Bagaimana perasaan yang datang dan keluar ketika gagasan
masuk dalam pikran anda
3. Apa konsekuensi dari penyakit yang membuat perasaan anda
gelisah ...?Dalam kebanyakan kasus, jawaban atas pertanyaan
anda ada dalam ECM yang akan menjadikan fokus dalam
pendidikan kepada pasien selanjutnya.
4. Merangkum ECM dan hubungannya dengan emosi tersebut

EDUCATION atau EDUKASI

pada titik ini, dua hal akan terjadi kepada pasien. Pertama,
setelah pasien mengungkapkan perasaan akan penyakitnya dengan
jelas dan mengatur emosinya. Kedua, sejak dia terbuka akan
penyakitnya dan memiliki cukup ruang dalam pikirannya dimana
dokter mendengarkan dan memberitahu dia tentang penyakitnya. Ini
adalah saat emosional yang tepat untuk memberi edukasi.
Setelah mengidentifikasi ECM, tugas dokter menggunakan
metode CEA akan segera mengatasi permasalahan pasien. ECM adalah
persepsi yang salah yang menyebabkan gangguan emosi. Ini adalah
persepsi yang salah yang telah menciptakan kekuatan emosional
sehingga membawa pasien ke dokter. Oleh karena itu patut mendapat
prioritas. Misalnya, takut pasien adalah bahwa ia akan mati dari
penyakitnya, tetapi kenyataannya bahwa kematian adalah
kemungkinan yang jauh, maka pernyataan langsung untuk efek itu,
dilanjutkan dengan penjelasan sederhana mengapa kematian tidak
mungkin, akan memberikan bantuan efek emosional dalam waktu
singkat saat itu. Mengatasi ECM segera merupakan komunikasi
pasien, bahwa dokter telah mendengarkan dia dan memahami
keprihatinannya, dan "hubungan" emosional yang ini membawa ke
dalam hubungan dokter-pasien bisa sangat signifikan.
Asumsi yang dilakukan adalah bagaimana cara pasien
menginginkan pengobatan dengan ECM, terutama ketika melibatkan
tindakan operasi atau memberikan obat yang baik dengan efek
samping. Selanjutnya denngan mendengarkan bagaimana jalan keluar
penggunaan ECM dan ECM dapat diatasi dengan segera.
Mendengarkan, berbicara dan berhubungan dengan ECM dapat
mengguanakan pesan kepada pasien bahwa dokter mendengar dan
memahami keprihatinannya. Dan jaringan emosional yang ada sangat
penting untuk memotivasi pasien agar mematuhi pengobatan yang
berlangsung.

Dalam menjelaskan aspek biologi penyakit , beberapa petunjuk


berguna :
Pertama, Dokter harus mampu berbicara dengan klien
menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh klien dengan
terperinci sehingga tidak ada lagi terpaku bahasa ilmiah. Penjelasan
harus sesederhana mungkin agar bahasa yang digunakan dalam
pendidikan kepada pasien tercapai dengan baik. Secara keseluruhan,
istilah bahasa ilmiah harus dihindari kecuali pada pasien yang sudah
akrab dan pasien yang benar-benar paham akan penyakit yang
sedang ia derita saat ini.
Kedua, Penjelasan mengenai konsep yang komplit itu
merupakan suatu kekuatan yang tak dapat diremehkan. Misalnya
ketika orang-orang tahu bagaimana caranya meledakkan balon yang
diisi oleh banyak udara. Disini akan menjelaskan bagaimana
hubungan antara hipertensi dan perdarahan intrakranial yang dapat
dijadikan persamaan seperti halnya balon tadi. Sebagai dokter kita
tahu berbagai patofisiologi yang mengakibatkan komplikasi, namun
pasien juga harus mendapatkan motivasi dari pengobatan yang
dilakukan lalu akan mencapai tujuan yang baik.
Ketiga, Dalam memotivasi pasien juga harus menuruti rencana
pengobatannya, dan itu penting untuk memberikan bukti ilmiah
tetapi saat ini dokter tidak perlu khawatir untuk membicarakan dan
memberikan kesaksian. Misalnya, ia dapat memberitahu pasien
dengan penyakit kanker payudara yang takut untuk dioperasi dan
yang harus dilakukan dengan cara pembedahan pasca mastektomi/
kemoterapi lalu dapat memberanikan diri untuk bertemu dengan
pasien dan membicarakan mengenai kesaksian dari pembedahan
tersebut. Pendekatan dapat dilakukan dengan efektif dan sederhana
apabila dikutip dari 5 tahun untuk kelangsungan hidupnya.
Keempat, Persepsi yang salah menyebabkan kecemasan yang
tinggi dan hanya sedikit hubungannnya dengan patofisiologi dan
farmakologi.
Contoh: Seorang ibu yang membawa ke3 anak laki-lakinya ke klinik
dan mengatakan obat untuk anaknya karena berat badan anaknya
yang sangat berlebihan. Namun dari hasil evaluasi berat badan diatas
normal harus mendapatkan pendidikan kesehatan dan menenangkan
kecemasan ibu dari situasi yang dihadapinya. Tetapi setelah
mendengarkan penjelasan ibu tidak merasa ketakutan lagi tentang
keadaan anaknya, dan ibu mengatakan ia keturunan dari keluarga
yang obesitas.
Pendidikan yang dilakukan saat ini mengalami perbedaan, lalu saya
menyakinkan bahwa ia adalah seorang ibu yang baik dan ibu ini tidak
lalai pada kesehatan anaknya. Dalam situasi faktor psikologis seperti
ini tidak berhubungan dengan patofisiologi dan farmakologi tentang
kejadian obesitas namun ini merupakan faktor biologis yang
menjadikan perhatian dari faktor psikologis dan akan muncul
perasaan yang sensitif saat mendengarkannnya.
Akhirnya, kita harus berhati-hati untuk menenangkan
kecemasan: Sementara pasien yang sangat cemas membutuhkan
kenyamanan. Harus ada rasa cemas supaya pasien mematuhi protokol
pengobatan. Oleh karena itu kewajiban dokter pada saat yang sama
memastikan bahwa kecemasan untuk memberi energi positif
terhadap pasien untuk mengambil langkah-langkah yang tepat
terhadap kesehatan. Kadang-kadang, mungkin perlu untuk
meningkatkan kecemasan pasien, terutama di mana pasien
cenderung untuk meminimalkan gejala dan tidak cukup termotivasi
untuk mematuhi pengobatan. Dalam kasus tersebut, penggunaan
sistem keluarga mungkin cara lain yang bisa dilakukan, tapi itu adalah
topik panduan berikutnya .
Setelah mengurangi sakit pasien, dokter sekarang dapat
menetapkan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk
meringankan penyakit pasiennya. Selanjutnya meluangkan waktu
untuk menjelaskan emosionalnya dan tujuan pengobatan setelah ECM
ditangani. Sebaliknya pasien akan kembali ke ECM dan tidak akan
menyelesaikan pengobatan yang telah dijelaskan tersebut.
Jangan menjelaskan prinsip-prinsip berbasis bukti harus
digunakan dalam merekomendasikan pengobatan. Namun, seperti
yang dibahas sebelumnya, dokter juga harus tahu kapan harus
menggunakan analogi, anekdot, dan kesaksian untuk memotivasi
pasien untuk mematuhi .

RINGKASAN

Tidak semua pasien yang datang dengan penyakit kroniknya


beranggapan yang baik tentang penyakitnya namun ada juga yang
mispersepsi pada penyakit yanng dialami. pasien mengalami tentang
penyakit yang dideritanya maka mereka akan jarang sekali untuk
mengkonsultasikan penyakitnya tersebut. Satu hal yang menjadi
keluhan dokter ketika pasien tidak ingin berkonsul tentang penyakit
yang diderita padahal dengan pasien berkonsultasi maka dokter akan
dapat mendeteksi secara dini tentang penyakit yang dialami oleh
pasien karen emosi merupakan mispersepsi yang timbul.
Metode CEA adalah pendidikan, tindakan yang dilakukan dokter
untuk mendekati pasiennya agar mau berkonsultasi tentang masalah
penyakitnya. Pendidikan dilakukan untuk memberikan motivasi
untuk membantu dan memecahkan masalah pada penyakit yang di
derita oleh pasien.
LEMBAR KERJA PERTEMUAN 1 : KONSELING INDIVIDU METODE
CEA (CATHARSIS-EDUCATION-ACTION)
Role Play :
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan
teman anda. Buatlah pasangan 2 orang dan secara bergantian
berperan sebagai:
- Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik.
- Pasien yang dating dengan penyakit kronik
- Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai
observer yang mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan
Panduan untuk Peran Pasien:
- Pilihlah satu dari masalah kesehatan kronik di bawah ini. Anda
datang ke dokter dengan membawa kecemasan / kekhawatiran
/ketakutan yang berkaitan dengan kesalahpahaman tentang
penyakit kronik yang Anda derita. Pilihlah satu atau lebih
kesalahpahaman yang sesuai dengan penyakit kronik yang Anda
pilih. Anda bisa mengembangkan kesalahpahaman yang terjadi
berdasarkan hasil observasi atau pengalaman pribadi Anda.
Check List Konseling Individu Metode CEA
Nama :
NIM :
No. Aspek yang dinilai Parameter Nilai
I. Verbal Communication 0 1 2 3
A. Membina sambung
rasa
1. Memberikan salam  “Assalamu’alaikum,
dan membuat pasien silakan duduk…..”
merasa nyaman  Diawali dengan
bismillah....
 Silakan nanti
menceritakan
keluhannya / keluh
kesahnya / uneg-
unegnya
B. Catharsis 
Pengeluaran
emosi/perasaan
pasien atas keadaan
sakit yang
dialaminya, dapat
mengidentifikasi
adanya
kesalahpahaman
pasien tentang
keadaan sakitnya
yang menyebabkan
kecemasan
(emotional critical
misperception=ECM)
Empat langkah dasar
pertanyaan (3) &
merangkum (1)
2. “Apa yang Bapak/Ibu
pikirkan pada saat
Bapak/Ibu
merasakan sakitnya?”
3. “Apa yang Bapak/Ibu Catatan = emosi dasar
pikirkan pada waktu manusia : marah,
Bapak/Ibu berpikir sedih, takut, gembira
seperti itu?”
4. “Hal apa dari Catatan = pada
penyakit Bapak/Ibu kebanyakan kasus,
yang paling membuat jawaban pada
Bapak/Ibu merasa pertanyaan inilah
begitu?” muncul ECM yang
akan difokuskan pada
edukasi pasien
nantinya
5. Menyimpulkan ECM
dan perasaan-
perasaan yang
berhubungan dengan
ECM tersebut
C. Education Memberikan edukasi
kepada pasien dengan
mengkoreksi ECM
terlebih dahulu
kemudian memberi
penjelasan lainnya
tentang penyakit yang
diderita
6. Mengkoreksi ECM
pasien
Edukasi tentang
penyakit
7. a. Definisi Tekankan kronisitas
jika masalah
kesehatan tsb
membutuhkan
kepatuhan jangka
panjang
8. b. Etiologi Tekankan predisposisi
genetic versus
penularan infeksi dan
sebaliknya
9. c. Gejala & tanda Tekankan komplikasi
untuk meningkatkan
“stress” (penekanan)
jika persepsi pasien
meminimalkan
realitas
10. d. Terapi Tekankan ada terapi
dalam rangka untuk
menenangkan pasien
(meredakan
perasaan/kecemasan)
jika persepsi pasien
terlalu melebih-
lebihkan realitas
D. Action Menentukan tindakan
selanjutnya yang
berkaitan dengan
penatalaksanaan
pasien
11. Menerangkan
pengelolaan
penyakit
12. Perception checking Kualifikasi
pemahaman pasien
untuk hal-hal yang
penting dari penyakit
dan pengelolaannya
13. Feeling checking Klarifikasi perasaan
pasien terhadap
keadaan sakitnya
14. Membuat janji untuk
pertemuan
berikutnya jika
diperlukan
II. Non-verbal
communication
15. Aspek-aspek 
Menjaga tatapan
komunikasi non mata
verbal 
Ekspresi wajah
ramah, tersenyum

Postur tubuh
terbuka, menghadap
pasien dengan sudut
450

Artikulasi suara
jelas & intonasi
tepat

Penampilan bersih &
rapi
III. Empathy & Active
Listening Skills
16. Aspek-aspek dari  Refleksi isi
empati dan  Refleksi perasaan
ketrampilan
mendengar aktif
17. Penyampaian berita
buruk kepada pasien
Diakhiri dengan
hamdalah dan
memyampaikan hasil
pemeriksaan

Catatan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan, dengan kesalahan >50%
2 = Dilakukan dengan kesalahan ≤ 50%
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian : jumlah seluruh skor x 100%
Skor maksimal

PERUBAHAN PERILAKU :
KONSELING MODIFIKASI GAYA HIDUP

A. Tujuan Umum :
Pada akhir kegiatan skill lab , siswa akan mampu melakukan
konseling modifikasi gaya hidup
B. Tujuan Khusus :
Pada akhir kegiatan skill lab , siswa akan dapat :
1. Menjelaskan tahapan perubahan perilaku kesehatan
2. Menjelaskan pendekatan enam langkah untuk perubahan
perilaku
3. Menjelaskan tadder perubahan
4. Lakukan gaya hidup konseling modifikasi

PERUBAHAN PERILAKU
Jika kita untuk menemukan cara untuk memperluas manfaat
kesehatan dan mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab
dengan gaya hidup yang kondusif untuk kesehatan, profesi kesehatan
harus menemukan cara yang paling efektif untuk memperluas
manfaat kesehatan untuk semua .
Prochaska dan Diclemente mengidentifikasi adanya empat
tahap dalam proses perubahan perilaku kesehatan: (1)
precontemplation (ketika orang tidak tertarik mereka tidak berpikir
tentang perubahan); (2) contemplation (ketika adanya pertimbangan
serius akan membuat adanya perubahan perilaku); (3) action atau
tindakan (6 bulan setelah upaya keterbukaan untuk mengubah
perilaku yang sebaiknya dilakukan); dan (4) pemeliharaan (6 bulan
setelah perubahan perilaku sebaiknya dilakukan dan masalah
perilaku telah diperbaiki). Ini "tahap perubahan" model ini sangat
berguna ketika merancang intervensi promosi kesehatan bagi
populasi target tertentu. Ini memaksa praktisi untuk menggunakan
strategi yang paling efektif untuk memunculkan dan
mempertahankan perubahan perilaku tergantung pada tahap
perubahan seseorang.
Menurut Prochaska, mayoritas program pencegahan promosi
kesehatan/penyakit dirancang untuk minoritas kecil orang yang
berada pada tahap dengan kebiasaan buruknya. Dia memperkirakan
bahwa di antara orang-orang yang perokok pada tahun 1985, hampir
7A "/" tidak siap untuk mengambil tindakan. 1986 tahap mereka
adalah sebagai berikut: (1) tahap precontemplation 35%; (2) tahap
contemplation 34%; (3a) ready for action stage atau siap untuk
mengambil tindakan 15%; (3b) taking action stage atau tahap
mengambil tindakan 12%; (4) Maitenance atau pemeliharaan tahap
4% .
Dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
promosi kesehatan, praktisi harus tahu sesuatu tentang tahap-tahap
adopsi dan kurva difusi. Hal ini umumnya ada enam jenis
individu/kelompok ketika mempertimbangkan adopsi dari suatu
inovasi. Orang-orang dikategorikan dari innovator hingga orang-
orang yang terlambat/ketinggalan hinnga berada di ujung dari kurva
lonceng, dengan pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir,
dan pengadopsi akhir jatuh antara dua ekor dari kurva lonceng.
Hal ini juga penting bagi praktisi untuk mengetahui ada lima
tahap adopsi: kesadaran, ketertarikan, percobaan, keputusan, dan
adopsi untuk inovator, pengadopsi awal, Mayoritas awal, dan
mayoritas akhir.

ENAM LANGKAH PENDEKATAN UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

Banyak pengaruh telah membentuk perkembangan pendekatan


enam langkah untuk bernegosiasi tentang perubahan perilaku. Anda
dapat menggunakan langkah-langkah ini untuk menilai mana
negosiasi Anda dengan pasien yang efektif serta di mana dan
mengapa mereka tidak mau melakukan lagi atau mogok.
Langkah 1. Membangun kemitraan. mengembangkan empati,
memperjelas peran dan tanggung jawab dan
menggunakan keterampilan relasional efektif
Langkah 2. Negosiasi agenda; menggunakan pendekatan preventif
atau focus terhadap masalah dan menegosiasikan
agenda bersama
Langkah 3. Menilai resistensi dan motivasi: bertanya tentang
kesiapan pasien untuk mengubah, alasan mereka
untuk tetap sama (resistance) dan alasan mereka
untuk melakukan tugas (motivasi), dan seberapa
tingkat resistensi dan motivasi mereka.
Langkah 4. Meningkatkan saling pengertian: memahami dan
menangani bagaimana Anda dan perbedaan pasien
Anda dalam persepsi dan nilai-nilai tentang alasan
untuk tetap sama dan untuk mengubah; dengan kata
lain, mengurangi resistensi pasien, meningkatkan
motivasi mereka dan dengan demikian membantu
mereka untuk bertanggung jawab atas kesehatan
mereka
Langkah 5. Melaksanakan rencana untuk perubahan: negosiasi
rencana yang sesuai dengan pasien Anda berdasarkan
saling pengertian Anda; misalnya, berpikir tentang
perubahan, mempersiapkan untuk mengubah dan
mengambil langkah-langkah kecil atau lompatan
raksasa menuju perubahan.
Langkah 6. Setelah melalui: negosiasi tentang kebutuhan dan
waktu untuk pertemuan klinis berikutnya.

Anda dapat secara mutlak bergerak mundur dan kemudian


melanjutkan enam langkah berikutnya, terutama ketika berhadapan
dengan beberapa masalah dalam pertemuan klinis. jika perlu, Anda
secara terbuka dapat bernegosiasi dengan pasien tentang pergeseran
dari satu langkah ke langkah yang lain 'Jika Anda terjebak bekerja
dengan pasien yang istimewa (misalnya melaksanakan rencana, Anda
perlu kembali ke langkah sebelumnya dengan mengembangkan suatu
tindakan rencana.

TINGKATAN PERUBAHAN
Tingkatan perubahan menyajikan kerangka panduan untuk
bernegosiasi tentang perubahan perilaku. Enam langkah membentuk
anak tangga. Ruang antara anak tangga mewakili lima tahap
kesiapan pasien untuk mengubah, dimulai di bagian bawah dengan
pre-contemplation dan bergerak ke atas untuk ke tahap
Contemplation, persiapan, tindakan, dan akhirnya tahap
pemeliharaan. Kekambuhan terjadi ketika pasien menuruni anak
tangga. Anda dapat menggunakan kerangka kerja ini untuk
membantu pasien meningkatkan anak tangga ke setiap tingkatan
dengan kecepatan yang sesuai dengan mereka .
Pembahasan berikut menguraikan bagaimana pendekatan enam
langkah dan tahapan perubahan menggabungkan supaya
membentuk tingkatan perubahan yang akan membantu pendekatan
tiap individu pasien Anda .
Menggunakan langkah 1 dan 2. Membantu pasien mengenali
dan mengatasi masalah kesehatan dengan membangun kemitraan
yang efektif dan menegosiasikan agenda bersama untuk membantu
pasien bergerak dari tidak mau berpikir tentang perubahan perilaku
berisiko (contemplation).
Menggunakan langkah 3 dan 4. Membantu pasien untuk
bertanggung jawab atas kesehatan mereka dengan membantu
memindahkan pasien dari pemikiran tentang mempersiapkan untuk
perubahan (tahap persiapan) disini kita melakukan penilaian
motivasi, dengan membantu pasien berpikir lebih dalam tentang
alasan mereka untuk berubah dan tidak untuk mengubah, dan untuk
lebih memahami mereka: perlawanan (resistensi) dan perubahan
motivasi. Dengan meningkatkan saling pengertian tentang
kebutuhan mereka .
Untuk perubahan perilaku, berusaha untuk mengurangi pasien,
resistensi dan meningkatkan motivasi mereka sehingga mereka
bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka .
Menggunakan langkah 5 Membantu pasien mengubah perilaku
mereka, setelah saling pengertian, dengan membantu pasien
mempersiapkan perubahan perilaku mereka (aksi panggung).
Bernegosiasi dengan pasien tentang tujuan dan tanggal perubahan
dan membantu memilih serta melaksanakan rencana tindakan yang
tepat .
Menggunakan langkah-langkah 6. Membantu pasien
mempertahankan perubahan setelah pasien membuat perubahan,
dapat mengatur, menindaklanjuti janji dan membantu mereka
mengembangkan rencana darurat untuk mencegah kekambuhan
(tahap pemeliharaan) .
Setiap langkah mencakup berbagai strategi dan intervensi.
Pilihan ini dapat membantu mengembangkan pendekatan individu
dengan semua pasien sehingga mereka bertanggung jawab akan
kesehatan mereka sendiri.

TAHAP PERUBAHAN KEBIASAAN BERHUBUNGAN DENGAN


MEROKOK

upaya konseling merokok harus bertujuan untuk merubah


seorang perokok progresif melalui identifikasi 4 tahap perubahan
perilaku oleh Prochaska dan Diclemente. tahap ini telah disesuaikan
untuk digunakan dalam proses berhenti merokok sebagai berikut :
1. Precontemplation
perokok tidak termotivasi untuk berhenti merokok. Kemungkinan
karena alasan ketidaktahuan efek berbahaya, usaha yang gagal
untuk berhenti, terjadi sesuatu yang fatal, pendirian teguh, dll
Strategi: Menciptakan kesadaran tentang efek berbahaya dan
manfaat berhenti dari merokok. Membantu dalam menganalisis
alasan untuk upaya terakhir bila gagal dan mendorong untuk
mencoba lagi .
2. Contemplation
perokok termotivasi untuk berhenti merokok tapi belum
menetapkan kapan saat yang tepat untuk berhenti. Strategi:
Tekankan biaya dan manfaat berhenti merokok dalam hal yang
lebih nyata mis jumlah uang terbuang untuk membeli rokok,
menentukan jumlah sebenarnya dari rokok yang dihisap per hari,
pengujian karbon monoksida .
3. Action
perokok berencana untuk berhenti merokok dalam waktu 1 bulan
atau sudah berhenti selama kurang dari satu bulan. Strategi:
Ajarkan keterampilan khusus dalam berhenti merokok.
Memberikan penguatan positif dengan upaya dan mekanisme
tertentu.
4. Pemeliharaan
perokok berhenti merokok selama setidaknya satu bulan. Strategi:
Memberikan penguatan lanjutan dari mereka yang baru saja
berhenti merokok-status dan keterampilan pencegahan
kekambuhan mis mengantisipasi situasi yang mungkin kambuh
dan perencanaan respon seseorang terlebih dahulu .
5. Penghentian
Ini merupakan saat yang stabil di mana tidak ada godaan untuk
merokok di semua situasi masalah dan kepercayaan diri yang
maksimal dalam kemampuan untuk melawan kekambuhan di
semua situasi masalah.
Tahapan Identifikasi dalam merokok
1. Apakah Anda pernah berpikir tentang berhenti merokok ?
Tidak-tahap Precontemplator; ya- Setidaknya tahap Contemplator
2. Apakah Anda ingin berhenti merokok ?
Ya - Setidaknya tahap Contemplator
3. Apakah Anda berencana untuk berhenti merokok di bulan depan?
Tidak -Tahap Contemptator ; ya – tahap action
4. Berapa lama Anda berhenti merokok ?
Kurang dari 1 bulan-Action; Lebih dari sebulan-tahap
Pemeliharaan atau tahap maintenance

Untuk Pasien yang tidak mau berhenti merokok. Berikan


motivasi dukungan untuk berhenti. Aturannya semua pasien saat
memasuki suatu pelayanan kesehatan harus dinilai status
penggunaan tembakau mereka secara rutin. Dokter harus
menyarankan semua pengguna tembakau untuk berhenti dan
kemudian menilai kesediaan pasien untuk melakukan upaya berhenti.
Untuk pasien yang tidak siap untuk melakukan upaya berhenti pada
saat ini, dokter harus menggunakan intervensi singkat yang dirancang
untuk memberikan motivasi dukungan untuk berhenti.
LEMBAR KERJA PERTEMUAN 2 : PERUBAHAN PERILAKU :
KONSELING MODIFIKASI GAYA HIDUP

Role Play:
Lakukan roleplay dalam melakukan konseling modifikasi gaya hidup
dengan metode Behavior Change Model & The Ladder of Change
(Model Perubahan Perilaku & Tangga Perubahan) dengan teman
anda. Buatlah pasangan 2 orang dan secara bergantian berperan
sebagai:
Dokter yang akan melakukan konseling modifikasi gaya hidup kepada
pasien dengan faktor resiko atau perilaku gaya hidup yang tidak sehat
Catatan:
Fokus dari konseling BUKAN UNTUK MEYAKINKAN PASIEN untuk
mengubah perilakunya, tapi UNTUK MEMBANTU PASIEN BERGERAK
SEPANJANG STASE-STASE PERUBAHAN dengan :
l. Mengidentifikasi stase perubahan pasien
2. Ajak pasien ke dalam suatu proses untuk bergerak ke stase
benkutnya Pasien yang mempunyai factor risiko atau suatu perilaku
gaya hidup yang tidak sehat.

Catatan:
Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai
observer yang mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan
Check List Konseling Modifikasi Gaya hidup
Selamat Bekerja !

Panduan untuk Peran Pasien:


Pilihlah satu dari beberapa faklor risiko/ perilaku gaya hidup yang
tidak sehat di bawah ini. Anda datang ke dokter dengan rnembawa
beberapa perlawanan (resistance) dan/ motivasi dalam melakukan
perubahan perilaku gaya hidup. Pilihlah dari daftar perlawanan &
motivasi yang berkaitan dengan faktor risiko perilaku gaya hidup di
bawah ini. Anda juga bisa mengembangkan perlawanan & motivasi
tersebut berdasarkan hasil observasi atau pengalaman pribadi Anda.'
Checklist Konseling Modifikasi Perilaku Gaya Hidup
Nama :
NIM :
No. Aspek yang dinilai Parameter Nilai
I. Verbal Communication 0 1 2 3
A. Establishing Rapport Membina sambung rasa
1. Memberikan salam  “Assalamu’alaikum,
dan membuat silakan duduk…..”
pasien merasa  Diawali dengan
nyaman bismillah...
 Silakan nanti
menceritakan
keluhannya / keluh
kesahnya / uneg-
unegnya
B. Build a partnership & 
Membantu pasien
negotiate an agenda mengenali dan
(step 1 & 2) menangani suatu
masalah kesehatan

Membangun kemitraan
yg efektif dan
menegosiasikan suatu
agenda bersama untuk
membantu pasien
bergerak dari “tidak
berpikir tentang
perilaku berisiko”
(pre- contemplation)
menuju “berpikir
tentang perubahan
perilaku”
(contemplation)
2. Menilai kebiasaan 
“Berapa banyak
(merokok)pasien (rokok) yg (dihisap)
dalam sehari?”
3. Mengidentifikasi  “Apakah anda pernah
stase (perokok) berpikir untuk
berhenti
(merokok)/mengubah
kebiasaan (makan
banyak)?”
 Tidak = stase pre-
contemplation
 Ya = paling tidak pada
stase contemplation
Pre-contemplation  Kondisi pasien :
stage (Perokok) tidak
termotivasi untuk
berhenti (merokok)
 Kemungkinan
penyebab :
Tidak tahu/peduli
tentang dampak buruk
(merokok), upaya
berhenti (merokok)yg
gagal di masa lalu,
merasa tidak
berdaya/tidak bisa
mengendalikan
kebiasaan, dll.
 Tujuan :
Perokok akan mulai
berpikir untuk
berubah (melakukan
perubahan perilaku)
4. Intervensi  Strategi :
Ciptakan kesadaran
tentang dampak buruk
(merokok) & manfaat
berhenti (merokok)
(kesehatan, ekonomi,
produktivitas, social,
dll). Bantu dalam
menganalisis alasan
dari upaya yang gagal
di masa lalu dan
dorong untuk
mencoba lagi
 “Hal/tanda
peringatan apa yang
akan membuat Anda
berpikirbahwa
(merokok) adalah
suatu masalah?”
 “Apakah Anda sudah
pernah mencoba
untuk berhenti
sebelumnya?”
5. Mengidentifikasi “Apakah anda ingin
stase perokok berhenti (merokok)?”
Ya = paling tidak pada
stase contemplation
Contemplation stage  Kondisi pasien :
(Perokok) termotivasi
untuk berhenti
(merokok) tapi belum
menentukan kapan
berhentinya
 Tujuan :
(Perokok) akan
menilai/menimbang
manfaat dan kendala
untuk berubah
(melakukan
perubahan perilaku)
6. Intervensi  Strategi :
Tekankan pada
kerugian (merokok)
dan manfaat berhenti
(merokok) (bagi
kesehatan, financial,
produktivitas, social,
dll) dengan istilah
yang lebih nyata, misal
: jumlah (batang
rokok) yang dihisap
per hari, jumlah uang
yang dihabiskan untuk
membeli (rokok), dll….
 “Mengapa Anda
ingin mengubah
perilaku (merokok)
kali
ini?”(motivasi/manf
aat)
 “Apa alasan untuk
tidak mengubah
perilaku (merokok)
sebelumnya?”(perla
wanan/kendala)
 “Apa kendala untuk
mengubah perilaku
(merokok) kali ini?”
 “Apa yang akan
membantu Anda
pada aspek
tersebut?”
C. Assess  Membantu pasien
Motivation/Resistance mengendalikan
& Enhance Mutual kesehatannya
Understanding (Step 3  Membantu pasien
& 4) bergerak dari
“berpikir tentang
perubahan”
(contemplation)menuj
u “persiapan untuk
perubahan”
(preparation)
 Saat melakukan
penilaian yang
memotivasi, dokter
membantu pasien
berpikir lebih
mendalam tentang
alasan mereka untuk
mengubah atau tidak
mengubah perilaku,
dan untuk memahami
secara lebih baik
perlawanan dan
motivasi mereka.
 Saat berupaya
meningkatkan
pemahaman bersama
tentang kebutuhannya
untuk mengubah
perilaku, dokter
sedang mengurangi
perlawanan dan
meningkatkan
motivasi pasien
supaya mereka
memegang kendali
atas kesehatannya
7. Mengidentifikasi  “Apakah Anda
stase perokok berencana untuk
berhenti merokok
bulan depan?”
 Tidak = stase
contemplation atau
preparation
 Ya = stase action
Preparation stage Kondisi pasien :
Perokok bersiap untuk
melakukan perubahan
yg spesifik. Perokok
mungkin ber-
eksperimen dengan
perubahan-perubahan
kecil seiring dengan
makin menguatnya
kebulatan tekad untuk
berubah
8. Intervensi Strategi :
Tanyakan tentang
bentuk persiapan yang
akan dilakukan
9. Membuat janji untuk
pertemuan
berikutnya jika
diperlukan
II. Non-verbal
communication
10. Aspek-aspek 
Menjaga tatapan mata
komunikasi non 
Ekspresi wajah ramah,
verbal tersenyum

Postur tubuh terbuka,
menghadap pasien
dengan sudut 450

Artikulasi suara jelas
& intonasi tepat

Penampilan bersih &
rapi
III. Empathy & Active
Listening Skills
11. Aspek-aspek dari  Refleksi isi
empati dan  Refleksi perasaan
ketrampilan
mendengar aktif
Diakhiri dengan
hamdalah...dan
menyampaikan hasil
pemeriksaan

Catatan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan, dengan kesalahan >50%
2 = Dilakukan dengan kesalahan ≤ 50%
3 = Dilakukan dengan sempurna

Penilaian : jumlah seluruh skor x 100%


Skor maksimal
TOPIK 2
KETRAMPILAN KONSELING PADA SAAT BERHADAPAN DENGAN
KELUARGA
MENGGUNAKAN METODE CEA (Catharsis Education Action)

A. Tujuan Umum :
Pada akhir kegiatan skill lab, siswa akan dapat melakukan
konseling keluarga menggunakan metode CEA
B. Khusus Tujuan Instruksional :
Pada akhir kegiatan skill lab, siswa akan dapat :
1. Bedakan berbagai tingkat keterlibatan dokter dalam keluarga
2. Menjelaskan manfaat pertemuan keluarga
3. Menjelaskan langkah-langkah konseling keluarga
menggunakan metode CEA
4. Melakukan langkah-langkah konseling keluarga
menggunakan metode CEA

PENGANTAR

Salah satu prinsip utama dari spesialisasi kedokteran keluarga


adalah perawatan pasien idealnya terjadi dalam konteks keluarga.
Pendekatan dengan orientasi keluarga akan sangat berharga dalam
pengelolaan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes. Terdapat
beberapa penelitian bahwa intervensi keluarga lebih efektif daripada
pendekatan secara individual. Namun kita tahu sangat sedikit tentang
cara menggabungkan intervensi keluarga dalam prakteknya ketika
masing-masing keluarga memiliki kesibukan.

TINGKAT KETERLIBATAN DOKTER DENGAN KELUARGA


Meskipun tingkat intervensi berorientasi keluarga dalam setiap
pertemuan dokter-pasien yang diberikan harus dipengaruhi sebagian
oleh sifat masalah yang diajukan dan keinginan pasien untuk kegiatan
tersebut, asumsi filosofis obat keluarga khusus menyatakan bahwa
harus ada bukti orientasi keluarga di hampir setiap wawancara.
Doherty & Baird (1983) membuat kontribusi berharga untuk
literatur konseptual pada intervensi berorientasi keluarga dengan
mengidentifikasi tingkat keterlibatan keluarga dalam pertemuan
dokter-pasien. Tingkat ini melanjutkan berurutan:
Level 1 : penekanan minimal pada keluarga
Level 2 : Menyediakan informasi medis dan saran
Level 3 : Menggali perasaan dan memberikan dukungan
emosional
Level 4 : penilaian Keluarga dan konseling keluarga
Level 5 : Terapi Keluarga

Level 1, menganggap keluarga diperlukan hanya untuk alasan


hukum medis. Level 2, terutama terfokus pada biomedis. Hal ini dapat
dicapai ketika dokter mengkomunikasikan informasi medis yang
tepat, saran kepada anggota keluarga dan meminta informasi dari
anggota keluarga. Komunikasi yang efektif, bagaimanapun, tidak
hanya fokus pada pertemuan keluarga. Level 3, menggabungkan
urusan dengan perasaan anggota keluarga dan konsentrasi yang
terkait dengan kondisi pasien dan pengaruh kondisi pasien pada
keluarga. Level 4, memerlukan pemahaman tentang teori sistem
keluarga dan pemahaman keterampilan untuk menggunakan
intervensi singkat dengan keluarga untuk meningkatkan koping dan
fungsi keluarga. Level 5, memerlukan pelatihan khusus dan
pengawasan dalam berurusan dengan keluarga disfungsional.
Untuk tujuan kita, pengetahuan dan penggunaan keterampilan
mendengarkan aktif dalam pertemuan keluarga membantu kita untuk
memberikan informasi medis dan saran, tetapi di samping itu juga
membantu kita menanggapi kebutuhan emosional pasien dan anggota
keluarga (level 3)

KETIKA MEMANGGIL KELUARGA UNTUK BERDISKUSI

Tidak ada kriteria yang khusus ketika membawa keluarga dari


pasien bersama-sama menyelesaikan permasalahan dalam suatu
pertemuan itu akan menjadi baik, meskipun, untuk berdiskusi dengan
keluarga setiap kali dirasakan oleh dokter bahwa pertemuan tersebut
akan sangat membantu bagi pasien. Ini tergantung bukan pada
masalahnya, tetapi keterampilan dan minat dari seorang dokter.
Susan McDaniel , Thomas Campbell , dan David Seaburn (1989 )
diadaptasi protokol berikut dari karya-karya dan ide-ide dari Doherty
dan Baird :
1. Secara rutin mengadakan diskusi keluarga dalam situasi
berikut :
a. Rawat inap ( pada masuk dan keluar RS )
b. Pemeriksaan rutin kandungan dan perawatan anak
c. penyakit terminal dan kematian
d. penyakit kronis serius
2. Pertimbangkan mengadakan diskusi keluarga dalam situasi
berikut :
a. Keluarga yang individual
b. Kelainan somatisasi
c. Kecemasan atau depresi
d. penyalahgunaan zat
e. masalah orangtua-anak
f. permasalahan perkawinan dan kelainan seksual

PEDOMAN SAAT BERDISKUSI DENGAN KELUARGA


1. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien sedini mungkin.
Secara rutin menanyakan apakah ada anggota keluarga fome
dengan pasien dan mengundang mereka bagian dari kunjungan.
2. Berfikirlah positif dan kebutuhan anda sebenarnya untuk
bertemu keluarga. Mengharapkan mereka untuk datang dan
melakukan perbincangan. Jelaskan bahwa itu adalah prosedur
rutin.
3. Tekankan pentingnya keluarga sebagai sumber daya dalam
merawat pasien. Memberitahu keluarga bahwa anda memerlukan
bantuan dan pendapat mereka.
4. Stres, manfaat dari pertemuan keluarga. Mengakui bahwa
masalah ini mempengaruhi semua anggota keluarga.
5. Berikan instruksi khusus untuk pasien pada siapa yang diundang
dan bagaimana untuk mengundang anggota keluarga.
6. Hindari berikut :
a. Menjadi ambivalen dan tidak pasti tentang pentingnya
pertemuan keluarga.
b. Menerima kata pasien bahwa anggota keluarga tidak mau
datang.

KONSELING KELUARGA

Kami akan menentukan intervensi keluarga dengan berbagai


intervensi yang mencakup setidaknya dua anggota keluarga; biasanya
pasien dan salah satu anggota keluarga. Dengan intervensi yang kita
maksud pendidikan-psikis atau konseling keluarga
Kami mendasarkan pendekatan ini berorientasi keluarga
(model psychoeducational) yang umumnya berfokus untuk supaya
keluarga dalam mengatasi penyakit atau gangguannya lebih efektif.
Ini mengasumsikan bahwa keluarga adalah bagian dari kesehatan dan
melakukan yang terbaik untuk mengatasi penyakit.
Dua elemen kunci dari pendekatan adalah edukasi dan
dukungan psikologis. edukasi memerlukan penyediaan pedoman
khusus penyakit yang melibatkan empati , kesempatan untuk berbagi
perasaan, dan penilaian tentang bagaimana keluarga sedang
menghadapi, termasuk memperluas jaringan sosial keluarga.

LANGKAH-LANGKAH DALAM KELUARGA KONSELING

Sebuah tinjauan literatur mengungkapkan bahwa peningkatan


kepuasan pasien dan kepatuhan tercapai bila pasien lebih tegas ikut
serta dalam pengamatan klinis. Hal ini konsisten dengan sudut
pandang yang lebih mengutamakan pasien dengan memberikan
semangat ide, keprihatinan, dan harapan. Prinsip yang sama dapat
dilakukan ketika berhadapan dengan keluarga.
Berurusan dengan keluarga pasti lebih sulit daripada berurusan
dengan individu pasien karena ada lebih banyak orang untuk
mendengarkan dan menangani. Prinsip utama adalah untuk tetap
netral memberikan setiap anggota kesempatan untuk berbicara dan
didengar. pertanyaan penting harus diarahkan untuk setiap anggota
keluarga menyajikan pengalamannya dan perasaan harus
dikembalikan sebelum melanjutkan ke pertanyaan berikutnya. karena
sikap dari dokter-konselor dalam model konseling keluarga
dijelaskan di bawah ini adalah sikap umpan balik dari seorang
fasilitator direktif dengan seorang pendengar non-direktif dalam
model Rogerian. Sikap umpan balik ini terdapat pada seluruh tahapan
pertemuan.
A. Diskusikan Masalah Klinis, Ini termasuk:
1. Alasan untuk berkonsultasi
2. Riwayat kesehatan
3. Menilai kondisi kesehatan oleh pemeriksaan fisik jika sesuai
anggota keluarga yang hadir akan berfungsi sebagai sumber
untuk memferifikasi riwayat kesehatan
B. Tentukan Soal Clinical, Ini termasuk:
1. menyelidiki pemahaman kesehatan pasien dan keluarga
2. Identifikasi persepsi emosional kritis
contoh pertanyaan diarahkan untuk kedua anggota dari
keluarga pasien
a. Apa yang anda maksud dengan penyakitmu/cacat ?
b. Apa yang anda pahami yang dapat menyebabkan
penyakitmu ?
c. Apa yang Anda pikirkan yang telah menyebabkan
penyakitmu ?
3. menggali/mencerminkan perasaan
Hal ini penting untuk menunjukkan empati terutama pada
saat ini dan mencerminkan perasaan baik yang ditunjukkan
atau diucapkan oleh pasien .
contoh pertanyaan :
pasien :
a. Apa yang dilakukan penyakit ini terhadap anda ?
b. Apa yang tidak dapat Anda lakukan padahal Anda ingin
lakukan ?
c. Bagaimana perasaan Anda tentang penyakit Anda ?
d. Bagaimana keluarga Anda bereaksi terhadap Anda
karena sakit Anda ?
e. Bagaimana perasaan Anda tentang reaksi mereka ?
Anggota keluarga:
a. Bagaimana penyakit ini mempengaruhi Anda ?
b. Bagaimana perasaan Anda tentang penyakit ini ?

pasien dan anggota keluarga :


a. Apa yang anda pikirkan tentang efek samping atau
komplikasi penyakit ini ?
b. Apa yang Anda takuti tentang penyakit ini?
Apa hal terburuk yang bisa terjadi ?
C. Memperbaiki Mispercaption (Edukasi), Ini termasuk:
1. Definisi :Tekankan kronisitas jika masalah akan
memerlukan kepatuhan seumur hidup
2. Etiologi :Tekankan predisposisi genetik terhadap
transmisi infeksi dan sebaliknya
3. Tanda dan gejala : Tekankan komplikasi untuk
meningkat stres jika persepsi meminimalkan kenyataan
4. Pengobatan : Mungkin hanya menyebutkan ini secara
sepintas untuk memastikan pasien bahwa ada
pengobatan untuk meredakan perasaan cemas itu
persepsi dari masalah yang berlebihan dari kenyataan
D. Alamat Masalah Pasien ini (Perawatan / Action), Ini
termasuk:
1. Berbagi temuan dengan pasien dan keluarga
2. Libatkan pasien dan keluarga dalam rencana
pengelolaan sejauh yang tepat
3. Diskusikan pengobatan lanjut untuk memperbaiki
kesalahan persepsi yang tersisa
contoh pertanyaan :
Keduanya:
a. Apa jenis perawatan yang Anda pikir paling
bermanfaat ?
b. Apa hasil penting yang Anda harapkan dari
perawatan ini ?

Pasien :
a. Apa yang mungkin membuat penyembuhan sulit
untuk Anda ?
b. Apa yang Anda sukai dokter untuk lakukan untuk
Anda ?
E. Menetapkan Tujuan, Ini termasuk:
1. Meringkas diskusi
2. Timbal balik membutuhkan penjelasan
contoh pertanyaan :
pasien :
Apa yang ingin Anda keluarga Anda lakukan untuk
Anda ?
Keluarga
Apa yang ingin kamu dia lakukan untuk Anda ?
3. Kembali membuat perjanjian untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing. masing-masing dari kamu
akan menyatakan apa yang Anda bersedia lakukan
untuk satu sama lain dalam menanggapi kebutuhan
diungkapkan ?
4. Atur rencana perawatan untuk memasukkan tugas
pasien dan anggota keluarga dalam kaitannya dengan
kontrak perilaku ditetapkan di atas
F. Penutup dan Tindak Lanjut, Ini termasuk:
1. Meminta klarifikasi pertanyaan atau meminta
pembelajaran penting
2. Lakukan pengecekan perasaan
3. Mengatur tanggal dan waktu tertentu untuk
menindaklanjuti

RINGKASAN

Dasar-dasar filosofis dari praktek keluarga memerlukan dokter


keluarga untuk memiliki pendekatan yang berorientasi pada keluarga
untuk perawatan kesehatan. Ada berbagai tingkat keterlibatan dokter
dengan keluarga. Tingkat 1-4 memerlukan menyerukan pertemuan
keluarga dan penggunaan keterampilan mendengarkan aktif.
intervensi spesifik keluarga konseling yang dapat digunakan selama
pertemuan ini disebut keluarga psiko-pendidikan dan dapat
dilakukan selama ada minimal dua anggota keluarga yang hadir. Ada
langkah-langkah yang pasti : CATHARSIS (persepsi dan perasaan),
PENDIDIKAN (melalui koreksi dari kesalahan persepsi emosional
kritis), dan ACTION (melalui kontrak perilaku dengan keluarga
mengenai perawatan pasien dan keterlibatan keluarga di dalamnya).
keterampilan mendengarkan aktif diterapkan seluruh tahapan model
untuk memperbaiki kesalahan persepsi dan memberikan dukungan
emosional kepada semua anggota keluarga tanpa mengorbankan
netralitas.
KONSELING KELUARGA :
METODE CEA (CATHARSIS-EDUCATION-ACTION)

Rale Play:
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan
teman anda
Buatlah kelompok 3 orang dan secara bergantian berperan sebagai:
 Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik
beserta seorang anggota keluarganya.
 Pasien yang datang dengan penyakit kronik yang didampingi
seorang anggota keluarganya
 Anggota keluarga pasien yang mendampingi pasien berobat ke
dokter
 Mahasiswa yang berperan sebagai pasien yang bertindak sebagai
observer yang mengevaluasi dokter konselor dengan
menggunakan Check List Konseling Metode CEA
Selamat bekerja!

Panduan untuk Peran Pasien:


Pilihlah satu dari masalah kesehatan kronik di bawah ini. Anda dating
ke dokter dengan membawa kecemasan/ kekhawatiran/ ketakutan
yang berkaitan dengan kesalahpahaman tentang penyakit kronik yang
Anda derita. Pilihlah satu atau lebih kesalahpahaman yang sesuai
dengan penyakit kronik yang Anda pilih. Anda bisa mengembangkan
kesalahpahaman yang terjadi berdasarkan hasil observasi atau
pengalaman pribadi Anda.
Checklist Konseling Keluarga Metode CEA
Nama :
NIM :
No. Aspek yang dinilai Parameter Nilai
I. Verbal Communication 0 1 2 3
A. Membina sambung rasa
1. Memberikan salam  “Assalamu’alaikum,
dan membuat silakan duduk…..”
pasien merasa  Diawali dengan
nyaman bismillah....
 Silakan nanti
menceritakan
keluhannya / keluh
kesahnya / uneg-
unegnya
B. Catharsis 
Pengeluaran
emosi/perasaan pasien
atas keadaan sakit yang
dialaminya, dapat
mengidentifikasi
adanya
kesalahpahaman
pasien tentang keadaan
sakitnya yang
menyebabkan
kecemasan (emotional
critical
misperception=ECM)
2. Menggali Contoh pertanyaan yg
pemahaman pasien ditujukan kepada pasien
dan keluarga tentang (p) & anggota keluarga
kesehatan serta (k) :
mengidentifikasi 
Bagaimana anda
adanya ECM menyebut keadaan
sakit yang diderita ?

Bagaimana anda
memahami apa yg
menyebabkan keadaan
sakit yg diderita?
menurut anda apa
penyebab keadaan
sakit yg diderita?
Menggali dan Sangat penting untuk
merefleksikan menunjukkan empati
perasaan khususnya pada saat ini,
serta merefleksikan
perasaan baik yang
dinyatakan secara verbal
maupun yang
ditunjukkan (non verbal)
oleh pasien dan keluarga
3. Menggali dan Contoh pertanyaan
merefleksikan kepada pasien (p) :
perasaan  Apa dampak penyakit
bagi anda?
 Apa yang anda tidak
bisa lakukan lagi yg
sebenarnya anda ingin
lakukan?
 Bagaimana perasaan
anda atas penyakit yg
anda derita?
 Bagaimana keluarga
anda bereaksi kepada
anda akibat keadaan
sakit anda?
 Bagaimana perasaan
anda terhadap reaksi
mereka?
4. Menggali dan Contoh pertanyaan yang
merefleksikan ditujukan kepada
perasaan anggota keluarga (k):
 Bagaimana keadaan
sakitnya (pasien)
berdampak ke anda?
 Bagaimana paerasaan
anda terhadap keadaan
sakitnya (pasien)?
5. Menggali dan Contoh pertanyaan yang
merefleksikan ditujukan kepada pasien
perasaan (p) dan anggota keluarga
(k):
 Apa yg paling anda
takutkan tentang
penyakitnya?
 Apa kejadian paling
buruk yg mungkin
terjadi?
C. Education Memberikan edukasi
kepada pasien dengan
mengkoreksi ECM
terlebih dahulu
kemudian memberi
penjelasan lainnya
tentang penyakit yang
diderita
6. Mengkoreksi ECM
pasien
Edukasi tentang
penyakit
7. a. Definisi Tekankan kronisitas jika
masalah kesehatan tsb
membutuhkan
kepatuhan jangka
panjang
8. b. Etiologi Tekankan predisposisi
genetic versus penularan
infeksi dan sebaliknya
9. c. Gejala & tanda Tekankan komplikasi
untuk meningkatkan
“stress” (penekanan) jika
persepsi pasien
meminimalkan realitas
10. d. Terapi Tekankan ada terapi
dalam rangka untuk
menenangkan pasien
(meredakan
perasaan/kecemasan)
jika persepsi pasien
terlalu melebih-lebihkan
realitas
D. Action  Tangani masalah
pasien
 Menentukan tindakan
selanjutnya yang
berkaitan dengan
penatalaksanaan
pasien
11. Jelaskan temuan-
temuan yang
diperoleh kepada
pasien & anggota
keluarga
12. Libatkan pasien & Contoh pertanyaan
anggota keluarga kepada pasien (p) &
dalam perencanaan anggota keluarga (k):
pengelolaan  Jenis terapi apa yg
(management plan) menurut anda paling
sampai batas yang membantu?
tepat  Hasil penting apa yg
anda harapkan dari
terapi ini ?
13. Libatkan pasien & Contoh pertanyaan
anggota keluarga kepada pasien (p) :
dalam perencanaan  Apa yg membuat
pengelolaan penyembuhan sulit
(management plan) bagi anda?
sampai batas yang  Apa yg anda inginkan
tepat yg dilakukan dokter
(anda) untuk anda?
E. Goal setting Menentukan tujuan dan
tindakan yg akan
dilakukan
14. Meringkas diskusi
15. Memfasilitasi agar Contoh pertanyaan
pasien & anggota kepada pasien (p):
keluarga Apa yg anda inginkan
menyatakan untuk dilakukan oleh
kebutuhan bersama keluarga anda?
secara jelas
16. Memfasilitasi agar Contoh pertanyaan
pasien & anggota kepada pasien (k):
keluarga Apa yg anda inginkan
menyatakan darinya (pasien) untuk
kebutuhan bersama anda?
secara jelas
17. Memfasilitasi agar Contoh pertanyaan
pasien & anggota kepada pasien (p)dan
keluarga saling keluarga (k):
berjanji untuk Bisakah masing-masing
memenuhi anda menyatakan apa yg
kebutuhan masing- masing-masing bersedia
masing lakukan sebagai respon
atas kebutuhan yg sudah
dinyatakan?
18. Tentukan rencana
pengobatan yg
meliputi tugas-tugas
pasien & anggota
keluarga berkaitan
dengan janji
perilaku yg sudah
disepakati di atas
F. Closing dan Follow up Menutup diskusi &
menentukan pertemuan
berikutnya
19. Perception checking Kualifikasi pemahaman
pasien untuk hal-hal
yang penting dari
penyakit dan
pengelolaannya
20. Feeling checking Klarifikasi perasaan
pasien terhadap keadaan
sakitnya
21. Membuat janji untuk
pertemuan
berikutnya jika
diperlukan
II. Non-verbal
communication
22. Aspek-aspek 
Menjaga tatapan mata
komunikasi non 
Ekspresi wajah ramah,
verbal tersenyum

Postur tubuh terbuka,
menghadap pasien
dengan sudut 450

Artikulasi suara jelas &
intonasi tepat

Penampilan bersih &
rapi
III. Empathy & Active
Listening Skills
23. Aspek-aspek dari  Refleksi isi
empati dan  Refleksi perasaan
ketrampilan
mendengar aktif
Diakhiri dengan 
hamdalah dan
menyampaikan hasil
pemeriksaan...
TOPIK 3
PENULISAN RESEP RASIONAL

A. Tujuan Umum:
Pada akhir kegiatan skillslab diharapkan mahasiswa mampu
untuk menulis resep secara benar dan rasional
B. Tujuan Instruksional Khusus:
Pada akhir kegiatan skillslab, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Membedakan indikasi penggunaan masing-masing obat dari
resep dokter
2. Menghitung dosis untuk pasien menggunakan metode
perhitungan dosis yang tersedia
3. Melakukan pemilihan obat secara rasional untuk terapi
farmakologi kepada pasien
4. Menulis resep menggunakan bahasa/singkatan latin atau
bahasa ibu untuk menulis resep dengan baik dan benar

PENDAHULUAN

RESEP OBAT
Resep adalah pesanan/permintaan (tertulis) dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan, dan praktisi lain yang berizin, kepada Apoteker
Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan/membuat obat dan
menyerahkannya kepada penderita. Arti resep dari penjealasan diatas
adalah:
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan
sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep),
APA (penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang
menggunakan obat). Agar resep dapat disiapkan tepat dan relatif
cepat maka resep harus lengkap, jelas atau komunikatif.
2. Resep ditulis untuk tujuan pemesanan obat/pengobatan
penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan
proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resep harus
benar/rasional.
BAHASA DALAM RESEP
Dalam menulis resep, bahasa yang digunakan adalah bahasa
negeri sendiri atau bahasa latin. Umumnya menggunakan campuran
bahasa negeri sendiri dan bahasa latin. Bahasa latin sampai saat ini
masih digunakan dalam menulis resep khususnya pada bagian
signatura, karena bahasa latin mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain:
1. Bahasa latin merupakan bahasa yang statis/mati, dimana tidak
mengalami perkembangan/perubahan. Hal ini menjamin tidak
akan ada salah tafsir sepanjang zaman.
2. Bahasa latin merupakan bahasa dunia untuk ilmu kesehatan
sehingga apabila resep ditulis dengan bahasa latin oleh siapapun
dan dimanapun selalu akan dilayani secara tepat/dimengerti
oleh yang terkait (APA)
3. Nama obat yang ditulis dengan bahasa latin akan mengurangi
resiko tidak akan terjadi salah tafsir (salah obat)
4. Singkatan bahasa latin dapat merahasiakan sesuatu untuk
kepentingan penderita
Meskipun penulisan dalam bahasa latin memiliki banyak
keuntungan, namun penggunaan bahasa ibu (bahasa negeri sendiri)
dapat dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan untuk cara pemberian
spesifik atau tertentu yang dapat menyulitkan seorang penulis resep
untuk mengubah ke bahasa latin. Inti dari penulisan resep adalah,
terjalinnya komunikasi yang baik antara penulis resep (dokter) dan
penyedia resep (apoteker). Komunikasi yang baik akan menurunkan
tingkat kesalahan pemberian obat dan akhirnya meningkatkan
keberhasilan pengobatan.

PERESEPAN RASIONAL
Obat digunakan secara rasional bermakna bahwa pasien
mendapatkan pengobatan yang tepat sesuai kebutuhan, pada dosis
yang tepat sesuai kondisinya, selama jangka waktu yang dibutuhkan,
dengan biaya paling murah untuk dirinya atau komunitasnya (WHO,
2012).
Penggunaan obat tidak rasional terjadi pada seluruh bagian di
dunia, dengan banyak hal yang dapat menjadi faktor pencetusnya.
Hampir 50% pasien mendapatkan obat (baik resep ataupun
pengobatan sendiri) dengan tidak tepat. Ketidaktepatan dapat berupa
overuse, underuse, atau penggunasalahan obat. Contoh penggunaan
obat irrasional adalah polifarmasi, overuse antibiotik, penggunaan
dosis yang kurang, penggunaan obat injeksi meskipun tersedia
bentuk oral yang lebih tepat, pengobatan tidak sesuai
guideline/pedoman, dan pengobatan sendiri yang berlebihan.
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional apabila
memenuhi kriteria berikut (Kemenkes, 2011):
20. Tepat diagnosis
Apabila diagnosis tidak ditetapkan dengan benar, maka
pemilihan obat akan mengacu pada obat untuk diagnosa yang
keliru.
21. Tepat indikasi
Setiap obat mempunyai spektrum terapi spesifik. Misalnya
antibakteri hanya akan digunakan apabila ada indikasi infeksi
bakteri.
22. Tepat pemilihan obat
Keputusan melakukan terapi diambil setelah melakukan
diagnosis yang benar. Obat dipilih dapat menggunakan
guideline/pedoman pengobatan. Pemilihan obat harus
mempertimbangkan keamanan obat serta kondisi pasien.
23. Tepat dosis
Dosis yang diberikan diharapkan dapat menghasilkan kadar obat
pada jendela terapeutik obat.
24. Tepat cara pemberian
Cara pemberian termasuk pemilihan bentuk sediaan yang paling
sesuai dan waktu pemberian obat. Misalnya untuk obat yang
berinteraksi dengan makanan, dapat diberikan 1-2 jam sebelum
atau setelah makan tergantung sifat obat mengiritasi lambung
atau tidak.
25. Tepat interval pemberian
Tepat interval obat akan menyediakan kadar obat yang berada
pada jendela terapeutik. Interval pemberian obat sebaiknya tidak
merepotkan pasien untuk jadwal minum obat. Untuk obat
antibiotik, sehari adalah 24 jam sedangkan untuk sebagian besar,
sehari dinyatakan untuk 16 jam pengobatan.
26. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat tergantung pada jenis dan keparahan
penyakit serta kondisi pasien itu sendiri. Untuk obat-obat
antibiotik tertentu kesalahan pemberian durasi pengobatan akan
dapat menyebabkan kejadian resistensi antibiotik.
27. Waspada efek samping
Untuk obat dengan resiko efek samping tinggi, dapat diberikan
informasi sebelumnya kepada pasien. Misalnya efek samping
batuk yang timbul akibat pemakaian captopril.
28. Tepat penilaian kondisi pasien
Kondisi pasien akan terkait dengan ketepatan pemilihan obat.
Misalnya pada pasien asma, harus diwaspadai terjadinya
bronkoskonstriksi akibat penggunaan beta bloker. Pasien dengan
kehamilan, harus dipilihkan obat yang tidak menyebabkan
teratogen.
29. Obat harus efektif dan aman
Penggunaan obat dapat dipilihkan dari obat yang diproduksi oleh
pabrik yang telah memenuhi standar CPOB (Cara Pembuatan
Obat yang Baik).
30. Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar akan menunjang keberhasilan
terapi. Jadi selalu berikan informasi terkait penggunaan obat
kepada pasien.
31. Tepat tindak lanjut (follow-up)
Follow-up atau monitoring penting untuk menilai keberhasilan
terapi. Misalnya monitoring terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien TB (Tuberkulosis), monitoring timbulnya efek
samping obat, dan monitoring kondisi klinik pasien setelah
minum obat (sembuh/tidak).
32. Tepat penyerahan obat / dispensing
Dispenser (apoteker) juga mempunyai peranan penting dalam
keberhasilan terapi obat rasional. Peran tenaga kesehatan selain
dokter dapat memberikan masukan yang dapat menunjang
keberhasilan terapi.
Ciri-ciri penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan
menjadi seperti berikut:
1. Peresepan berlebihan (overprescribing)
Memberikan obat untuk indikasi yang tidak ada atau tidak
diperlukan. Misalnya penggunaan antibakteri pada kasus infeksi
virus.
2. Peresepan kurang (underprescribing)
Pemberian obat kurang dari yang seharusnya, termasuk dosis
dan cara pemberian. Misalnya tidak memberikan oralit pada
pasien pediatri yang diare.
3. Peresepan majemuk (multiple prescribing)
Memberikan beberapa untuk indikasi yang sama, dimana
pemberian satu jenis obat sudah cukup untuk mengobati
penyakit tersebut. Misalnya pemberian proton pump inhibitor
dan antasida pada pasien gastritis ringan.
4. Peresepan salah (incorrect prescribing)
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk
kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian
obat, atau memberikan kemungkinan resiko efek samping yang
lebih besar. Contoh memberikan primakuin kepada pasien
malaria dengan kehamilan, padahal terdapat obat antimalaria
yang lebih aman (klorokuin).

TATA CARA PENULISAN RESEP


Supaya proses pengobatan berhasil maka resepnya harus baik
dan benar/rasional. Resep yang baik (dapat dilayani secara tepat dan
relatif cepat) harus ditulis lengkap dan jelas. Sementara resep
rasional akan meningkatkan keberhasilan pengobatan, menghindari
polifarmasi, menurunkan resiko kejadian interaksi obat.
Resep yang lengkap menurut SK. Menkes RI
No.26/Menkes/Per/1981,BAB III,ps 10, memuat:
1. Nama, alamat, dan Nomor Surat Izin Praktek Dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimum

Ke enam bagian resep di atas, juga dapat dibedakan 4 (empat) bagian,


yaitu:
1. Inscriptio
Bahasa latin yang artinya alamat, isinya identitas dokter (nama,
no. Surat Izin Praktek, Alamat), tempat dan tanggal penulisan
resep, serta tanda R/ sebelah kiri (pembuka resep atau
invocatio).
2. Praescriptio
Bahasa Latin yang artinya perintah atau pesanan atau
merupakan inti resep, ialah bagian resep yang pokok, terdiri dari
nama obat, BSO (Bentuk Sediaan Obat), dan dosis obat
3. Signatura
Bahasa Latin yang artinya tanda, ialah tanda yang harus ditulis di
etiket obatnya, terdiri dari nama penderita dan petunjuk
mengenai penggunaan obat.
Instruksi: memilih obat harus sesuai petunjuk, “apabila tidak
sesuai, sebaiknya dihindari”. Petunjuk untuk pasien harus
mencakup pengingat tujuan pengobatan, dengan menuliskan
kalimat seperti “untuk menghilangkan sakit kepala”, atau “ untuk
meredakan gatal”.
Pengambilan Ulang (Itter): Penulis resep sebaiknya menuliskan
jumlah pengambilan ulang yang harus diambil oleh pasien.
Berikut ini beberapa catatan untuk menghindari ambigu dan
misinterpretasi dalam menulis resep:
 Hati-hati dalam menggunakan angka desimal untuk
menghindari kesalahan:
a) menghindari penggunaan angka desimal yang tidak perlu:
penulis resep akan menuliskan 5mL bukan 5.0ml untuk
menghindari kemungkinan kesalahan dari 5.0 ke 50mL
b) angka 0 selalu berada di awal dari angka desimal: contoh
menggunakan 0.5 bukannya .5 untuk menghindari salah
tafsir .5 menjadi 5.
c) Menghindari menuliskan angka nol dibelakang
angka desimal: mis 0.5 bukannya 0.50 untuk
menghindari salah tafsir dari 0.5 sebagai 50.
d) Menghindari penulisan angka desimal sama sekali:
penulisan 0.5 g akan lebih membingungkan daripada
ditulis 500 mg
 “ml” digunakan sebagai pengganti “cc” atau “cm2” meskipun
secara teknis setara
 Petunjuk ditulis secara keseluruhan dalam bahasa
inggris/indonesia (meskipun beberapa singkatan latin
tersedia)
 Kuantitas/jumlah ditulis langsung atau terlihat dari frekuensi
dan durasi pada petunjuk pemberian
 Apabila petunjuk yang diberikan “sesuai kebutuhan”, harus
tetap ditentukan jumlah yang diberikan
 Apabila memungkinkan, penggunaan petunjuk menggunakan
waktu yang spesifik ( 7 am, 3 pm, 11 pm) daripada
menggunakan frekuensi (3 kali sehari), dan terutama
hubungan dengan makanan untuk obat oral yang dikonsumsi
 Gunakan tinta permanen
 Menghindari instruksi yang tidak spesifik seperti “sesuai
kebutuhan”, batas dan indikator yang disediakan harus
spesifik, contoh : “setiap 3 jam apabila nyeri”
 Untuk pengulangan, waktu minimal antara pengulangan dan
jumlah pengulangan harus spesifik
 Memberikan indikasi untuk seluruh pemberian resep,
walaupun sudah jelas menurut penulis resep, sehingga
apoteker dapat mengidentifikasi kemungkinan kesalahan
pemberian obat.
 Menghindari ukuran yang tidak standar seperti :sendok teh”
atau “sendok makan”
 Menulis nomer dalam bentuk kata-kata dan angka
(“membuang #30 (tigapuluh)” seperti dalam draft bank atau
check
4. Subscriptio
Bahasa latin yang artinya tanda tangan atau paraf

Masing-masing bagian tersebut mempunyai kegunaan penting.


Oleh sebab itu, apabila resep tidak lengkap akan mengganggu
kelancaran penyediaan obat. Resep yang jelas adalah resep yang
tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan
sempurna atau lengkap.
Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat
perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir
sama, sedangkan isi dan khasiatnya berbeda

Contoh:
1. Daricon dengan Darvon
2. Digitoxin dengan Digoxin
3. Doriden dengan Doxidan

Nama obat harus ditulis lengkap/sempurna (sesuai yang


tercantum dalam label), karena keterangan tiap nama mempunyai arti
sendiri. Bila tidak lengkap akan mengakibatkan hal-hal yang
merugikan penderita bahkan membahayakan.

Contoh:
1. Adalat, Adalat oros, atau Adalat retard
2. Bactrim, Bactrim paed, atau Bactrim forte
3. Flagyl tab, flagyl supsensi, atau flagyl ovula

FUNGSI OBAT
Apabila dalam resep terdapat macam-macam obat, masing-
masing obat dapat berfungsi lain. Dapat dibedakan 4 (empat) fungsi
obat:
1. Remedia Cardinale
Adalah obat yang berfungsi menyembuhkan penyebab terjadinya
sakit. Obat ini disebut obat pokok/utama. Contoh antibiotik
untuk menyembuhkan infeksi.
2. Remedia Adjuvantia
Adalah obat tambahan yang membantu untuk kesembuhan,
biasanya obat-obat simptomatis. Misalnya antipiretik
(parasetamol) menghilangkan gejala panas, antalgin untuk
pusing.
3. Remedia Corrigensia (R.C)
Adalah obat yang berfungsi untuk memperbaiki obat yang
diberikan. Ada 4 macam:
a. R.C actionis adalah memperbaiki kerja R.Cardinale
Contoh:cx
a. Vitamin C untuk memperbaiki obat Ferro Sulfat
b. Vitamin B6 untuk INH
c. Natrium Bikarbonat untuk preparat Sulfa (Sulfadiazin)
b. R.C saporis adalah obat tambahan untuk memperbaiki rasa,
misalnya obat puyer yang pahit dapat ditambahkan sacharin
c. R.C odoris adalah obat tambahan yang berfungsi untuk
memperbaiki/menutupi bau yang tidak enak.
d. R.C Coloris dalam praktek jarang digunakan
4. Remedia Constituen
Adalah obat yang berfungsi sebagai pelarut. Contoh: pelarut,
aquadest untuk obat minum,. Sebagai pengisi/pembawa, contoh
sacharum lactis untuk pulveres, vaselin untuk salep, Oleum cacao
untuk suppositoria.

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)


Bentuk sediaan obat (BSO) merupakan salah satu faktor
penting dalam menentukan terapi yang rasional. Dalam penulisan
resep, obat harus ditulis dalam bentuk sediaannya. Berdasarkan
konsistensinya, BSO dibedakan BSO padat, setengah padat, dan cair.
Masing-masing (konsistensi) terdiri dari bermacam-macam BSO yang
mempunyai maksud/tujuan yang berbeda.
1. BSO konsistensi padat
Contoh bentuk sediaan padat oral adalah pulveres, tablet, dan
kapsul. Untuk bentuk sediaan padat non oral adalah suppositoria.
Secara umum absorpsi sediaan padat akan lebih rendah
dibandingkan sediaan oral bentuk cair.
2. BSO setengah padat
Contoh bentuk sediaan setengah padat adalah unguenta/salep,
cremores/krim, pasta, dan gel. Sediaan tersebut tersedia pada
obat penggunaan topikal untuk pengobatan lokal.
3. BSO konsistensi cair
Contoh bentuk sediaan cair oral adalah solutio, sirup, eliksir,
suspensi, emulsi. Bentuk sediaan cair lainnya antara lain
guttae/obat tetes, sediaan injeksi, enema, gargarisma, vaginal
douche, dan inhalasi aerosol.
TUGAS

Tulislah resep secara tepat untuk setiap kasus dibawah ini:

1. Seorang anak perempuan usia 3 tahun, BB 10kg, dibawa ibunya ke


dokter umum dengan keluhan BAB cair. Anak tersebut mengeluh
BAB cair sudah selama 2 hari, muntah 3x sejak pagi hari sampai
sekarang (saat diperiksa). Pada pemeriksaan fisik tidak ada
demam (suhu 36,8ᵒC). Tulis resep untuk rehidrasi oral dan
antimuntah domperidone untuk anak tersebut. Apakah antibiotik
perlu diberikan? Apabila perlu, berikan penjelasan dan tulislah
resepnya!

2. Seorang anak laki-laki usia 14 tahun, BB 40kg, dibawa


orangtuanya ke dokter umum dengan keluhan demam. Demam
sudah 3 hari, dengan batuk dan pilek. Setelah pemeriksaan dokter
pada pagi hari, anak tersebut mendapatkan resep Stimuno 3x1
cap/day, Primadol 3x1 tab/day, dan primperan 3x1 tab/day, pada
sore hari dia dibawa ke UGD Rumah sakit karena leher, dan
lidahnya terasa kaku setelah meminum obat. Tulis resep untuk
obat-obatan yang diberikan dokter pada pagi hari! Apakah ada
korelasi antara obat yang diresepkan oleh dokter di pagi hari
dengan gejala anak ketika dibawa ke UGD rumah sakit?

3. Seorang laki-laki berusia 67 tahun, menderita asma dan


hipertensi, rutin kontrol ke puskesmas untuk medical check up.
Ketika mengunjungi cucunya, dia mendapat serangan asma dan
obat-obatan yang secara teratur diminum sudah habis. Anaknya
membawanya ke klinik anda. Tulis resep untuk asma: aminofilin
200mg, methylprednisolon 4mg, CTM 2mg, gliseril guaikolat
50mg, yang dibuat serbuk dan dimasukkan kedalam kapsul, yang
akan diminum 3x1 cap/hari. Untuk hipertensi, tulis resep untuk
furosemid dan beta blocker.
4. Seorang perempuan 22 tahun, hamil 2 bulan mengeluh muntah
dan merasa sakit kepala pada pagi hari. Tulis resep untuk
antimuntah dan analgetik untuk pasien tersebut.

5. Seorang perempuan 47 tahun, berat badan lebih (overweight),


menderita non-insulin dependent diabetes mellitus dan
hipertensi moderate, dengan gangguan fungsi ginjal ringan. Tulis
resep untuk antidiabetik oral yang akan diminum sehari 1x
setelah makan, diuretik yang akan diminum1x sehari, dan ACE
Inhibitor 2x1 tab/hari

6. Seorang laki-laki 40 tahun, menderita asma bronkial. Dokter


memberikan resep untuknya teophyllin 3x125mg/hari. Karena
sangat sibuk dengan pekerrjaannya, dia sering lupa untuk minum
obatnya, karenanya dia sering terkena serangan asma. Tulis resep
dengan substansi obat yang sama yang dapat meningkatkan
kepatuhan pasien.

7. Seorang anak laki-laki 10 tahun, mengeluh nyeri pada liang


telinga setelah sebelumnya dibersihkan dengan cotton bud.
Tuliskan resep untuk antibiotik dan analgetik tetes telinga!

8. Seorang perempuan 19 tahun, datang ke dokter umum dengan


keluhan mata merah. Ketika dia bangun tidur pada pagi hari,
kelopak matanya terasa lengket. Dia juga merasa demam dan sakit
kepala. Tuliskan resep untuk obat topikal mata (instillation, krim,
dan oinment), dan antipiretik analgetik!

9. Seorang laki-laki 45 tahun, mengeluh merasa gatal-gatal pada


pergelangan tangan setelah menggunakan jam baru. Tuliskan
resep obat topikal untuk inflamasi kulit karena kontak dengan
jam yang terbuat dari logam!

10. Seorang laki-laki 19 tahun, mengeluh sakit tenggorokan, demam


dan sakit kepala. Tuliskan resep untuk obat kumur, obat hisap,
dan antipiretik analgetik!
11. Seorang anak perempuan 3 tahun, dibawa ibunya ke dokter
umum dengan keluhan demam dan kejang. Tulis resep diazepam
per rektal, dengan diberi petunjuk diberikan ketika anak kejang!

Kasus untuk diskusi peresepan rasional

1. Seorang anak, umur 2 tahun, berat badan 12 kg, datang dengan


demam, batuk dan pilek, nafsu makan turun dan sedikit lemah.
Pada pemeriksaan, faring hiperemis, tidak terdapat eksudat.
Oleh dokter pemeriksa diberi resep berikut:
R/ Amoksisilin 100 mg
Parasetamol 100 mg
Gliseril guaiakolat ¼ tab
CTM ¼ tab
Metilprednisolon ½ tab
mfl a pulv dtd no XIV
S 3 dd pulv I
R/ OBP 60 ml
S 3 dd I cth
R/ Vit C tab no. IX
S 3 dd ½
a. Jelaskan bagaimana kerasionalan peresepan tersebut di
atas?
b. Jika terdapat ketidakrasionalan, identifikasi bentuk
ketidakrasionalannya!
c. Bagaimana resep yang rasional untuk anak tersebut?

2. Seorang anak berumur 8 bulan, dengan berat badan 8 kg datang


dengan batuk sudah 1 minggu, pilek dan muntah bila batuk.
Suhu tubuh 37,5˚C. Pasien tersebut diberi obat sebagai berikut:
R/ Amoxycillin ¼ tablet
Parasetamol ¼ tablet
D M P ¼ tablet
C T M ¼ tablet
Prednison ¼ tablet
B C ½ tab
mfp dtd No. XV
S 3ddp I
R/ Syrup Metoclopramide No. I botol
S 3ddcth
a. Jelaskan bagaimana kerasionalan peresepan tersebut di
atas?
b. Jika terdapat ketidakrasionalan, identifikasi bentuk
ketidakrasionalannya!
c. Bagaimana resep yang rasional untuk anak tersebut?
Beberapa singkatan latin yang dipakai dalam menuliskan resep:

A a.c -ante coenam -sebelum makan


ad -ad -sampai
ad.lib -ad libitus;ad libitum -seperti yg dikehendaki
ad.us.int -ad usus internum -utk obat dalam
ad.us.ext -ad usus externum -utk obat luar

B Bis.d.d; 2.d.d -bis de die -2 kali sehari

C C -cochlear;cibarium -sendok makan (15cc)


C.P -cochlear pultis; -sendok bubur (8cc)
cochlear parvum
C.th -cochlear theae -sendok teh (5cc)
c. -cum -dengan
collut -collutio -obat cuci mulut
collyr -collyrium -obat cuci mata

D d. -da -berikan
dieb .alt. -diebus alternis -tiap 2 hari
dieb. tert. -diebus tertius -tiap 3 hari
div.i.paeq. -divide in partes -bagilah dalam bagian-
aequales bagian yang sama
d.t.d -da tales dosis -berikan dengan dosis
tersebut diatas
d.c -durante coenam -saat makan

E emuls -emulsum -emulsi


enem -enema -lavemen
et -et -dan

G garg -gargarisma -obat kumur


gutt;gtt -guttae -tetes

H h -hora -jam
h.m -hora matutina -pagi hari
h.d -hora decubitus -sebelum tidur
h.s -hora somni -sebelum tidur
haust -haustus -sekali minum

I inf -infusum -rebusan bahan nabati


suhu 90ᵒC-98ᵒC selama
¼ jam
Inj -injectio -untuk injeksi
Iter -iteretur -diulang
In.m.m -in manus medici -serahkan kepada dokter

J Jej -jejune -perut kosong

L l.a -lege artis -menurut aturan


lit.or -litus oris -obat oles mulut
liq -liquor -cairan

M m. -misce -campur
man. -mane -pagi
m.et.v. -mane et vespere -pagi dan sore
m.d.s -misce da signa -campur & berilah tanda
m.f -misce fac -campur dan buat
m.i. -mihi ipsi -untuk saya sendiri

O o.1/2h. - omni dimidio hora -tiap ½ jam


o.h -omni hora -tiap 1 jam
o.b.h -omni bihora -tiap 2 jam
o.d -oculus dextra -mata kanan
o.s -oculus sinistra -mata kiri
o.m -omni mane -tiap pagi
o.n -omni nocte -tiap malam
o.q.h -omni quarta hora -tiap 4 jam
-omni quinta hora -tiap 5 jam
o.u -oculi uterque -kedua mata

P p.c -post coenam -sesudah makan


p.r.n -pro re nata -bila perlu
pulv -pulveres -puder

Q q -quarta -empat
-quinta -lima
q.i.d -quarter in die -4 kali sehari
q.s -quantum satis - secukupnya

R R/ -recipe -ambilah

S s. -signa -tandailah
sin.confect -sine confectione -tdk dgn bungkus asli
solv -solve -larutkan
sol/solut -solutio -larutan
s.b.d.d -signa bis de die -tandailah 2 kali sehari
s.t.d.d.c -signa ter de die -tandailah 3 kali sehari

T t.i.d -ter in die -3 kali sehari


t.d.d -ter de die -3 Kali sehari

U u.c -usus cognitus -cara pemakaian sdh tahu


u.n -usus notus -cara pemakaian sdh tahu
u.e -usus externus -untuk pemakaian luar
u.i -usus internus -untuk pemakaian dalam

V vesp. -vespere -waktu sore


Checklist Penilaian Ketrampilan Menulis Resep :
NAMA MAHASISWA :
NIM :
No Aspek yang dinilai 0 1 2 3
1. Mampu merancang peresepan yang rasional
2. Menterjemahkan terapi obat rasional dalam bentuk
resep dengan menuliskan :
1. Nama
2. Alamat
3. Nomor izin praktek dokter
3. Menulis tanggal dan tempat penulisan resep
4. Menulis tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan
resep. Nama setiap obat atau komposisi obat
(invocatio)
5. Menulis aturan pemakaian obat yang tertulis
(signatura)
6. Menulis tanda tangan atau paraf dokter penulis
resep sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku (subscriptio)
7. Menulis identitas pasien : nama, umur dan berat
badan (pada pasien anak), alamat
8. Mampu menuliskan sediaan obat, dosis beserta
cara pemakaiannya dengan benar
(Skor dikalikan 3)
Jumlah

Catatan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan ≤ 50% benar
2 = Dilakukan > 50% benar
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian ketrampilan : (Σ skor seluruh aspek yg dinilai) x 100
Σ maksimal skor
TOPIK 4
KETERAMPILAN
DIAGNOSIS DAN KONSELING
KECELAKAAN AKIBAT KERJA (KAK) DAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA (PAK)

1. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan keputusan
klinis perihal kecelakaan dan penyakit akibat kerja, antara dokter
dengan pasien simulasi maupun role play dengan sesama
mahasiswa di Laboratorium Ketrampilan Komunikasi.
2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan perkenalan dan pembukaan diri,
meliputi :
a. memperkenalkan diri,
b. menjalin hubungan / membina sambung rasa,
c. membangun kepercayaan,
d. menunjukkan empati.
2. Mahasiswa dapat mendengar secara aktif, meliputi :
a. refleksi diri,
b. refleksi perasaan,
c. merangkum.
3. Mahasiswa dapat mendapatkan informasi, meliputi :
a. Awitan sakit
b. Faktor resiko penyebab sakit
c. Kronologi penyakit
4. Keputusan Klinis
Diagnosis penyakit atau kecelakaan akibat kerja
5. Tatalaksana
a. Menjelaskan rencana tatalaksana
b. Menulis resep
6. Edukasi
a. Menjelaskan jenis penyakit yang dideritas
oleh pasien kepada pasien maupun keluarga pasien
b. Menjelaskan hal-hal yang perlu dihindari
oleh pasien untuk menanggulangi kelanjutan penyakit
yang diderita
c. Menjelaskan kepentingan merujuk pasien
kepada spesialis, apabila diperlukan

PENDAHULUAN
Dalam bidang kesehatan kerja kita mengenal suatu pendekatan
pencegahan penyakit akibat kerja yang disebut hygiene industri atau
Hiperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja). Hiperkes adalah
lapangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang mengurusi
problematik kesehatan dan keselamatan pekerja secara menyeluruh.
Menyeluruh memiliki maksud bahwa setiap perusahaan melalui
organisasinya harus berperan proaktif dalam menyelenggarakan
usaha-usaha preventif untuk menyelesaikan segala problema
kesehatan dilingkungan kerja, mengidentifikasi dan mengendalikan
potensi bahaya yang ada selain untuk mencegah Penyakit Akibat
Kerja (PAK) serta memantau pelaksanaan program K3 lainnya.
Pentingnya sertifikasi kesehatan kerja atau hiperkes bagi dokter
perusahaan diatur pemerintah melalui PERMENAKERTRANS No. 01
tahun 1976 tentang Wajib Latih Hiperkes bagi dokter perusahaan
dan PERMENAKERTRANS No. 01 tahun 1979 tentang wajib Latih
Hiperkes bagi paramedis perusahaan.
Keterampilan yang wajib dimiliki oleh lulusan Fakultas Kedokteran
Unimus ini didasarkan pada Visi FK Unimus. Perumusan keterampilan
tersebut yang didasarkan pada kebutuhan pasar di daerah sehingga
FK Unimus membidik kedokteran okupasi untuk memnuhi
permintaan pasar tersebut.

A. Penyakit Akibat Kerja


Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit dalam bekerja akan berdampak
pada diri, keluarga, dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir penyakit akibat kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban yang terpapar penyakit akibat kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan memahami
penyakit akibat kerja ini adalah untuk memperoleh informasi dan
pengetahuan agar lebih mengerti tentang penyakit akibat kerja
dan dapat mengurangi korban yang terpapar penyakit akibat
kerja guna meningkatkan derajat kesehatan dan produktif
kerjakerja.
1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit
yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal
tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa
Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik
jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah
karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan
pekerjaan.( Hebbie Ilma Adzim, 2013)
2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di
tempat kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan
berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara,
vibrasi, penerangan
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan
beraneka ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di
tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari
dengan pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
- Iritasi pada mata / conjunctiva
- Penglihatan ganda
- Sakit kepala
- Daya akomodasi dan konvergensi turun
- Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat
kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem desain
pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
- Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam
penglihatan pekerja
- Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-
mesin, meja, kursi, dan tempat kerja
- Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam
garis penglihatan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu,
uap, gas, larutan, kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban
kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja,
tuntutan pekerjan
3. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
a. Faktor Fisik
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan
Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion,
dan Heat Stroke
3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat
menyebabkan katarak
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan
gangguan terhadap sel tubuh manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Disease, ganguan
metabolisme, Polineurutis
Pencegahan:
1) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang
cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan.
Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara
masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara
akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi,
korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan
kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika.
Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan
dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai
zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap
kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya
sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
(trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan
penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan
korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan
kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas
laboratorium.
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum
untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan
terhirupnya aerosol.
3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata,
sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan
benar.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat
melekat antara mata dan lensa.
5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan
benar.
c. Faktor Biologi
- Viral Diseases: rabies, hepatitis
- Fungal Diseases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis,
TBC, Tetanus
- Parasitic Diseases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable
bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten,
terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda
yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV
dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan
Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan
kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh
dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2
sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek
pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak
dengan bahan yang tercemar kuman patogen maupun
debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar
tentang kebersihan, epidemilogi, dan desinfeksi.
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan
pekerja untuk memastikan dalam keadaan sehat
badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja
dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek
yang benar (Good Laboratory Practice).
4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara
penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan,
sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.
6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8) Kebersihan diri dari petugas.
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat
kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang
salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot,
deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan
kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja
terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan
kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the
Job.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang
ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya
barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran
pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat
menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
e. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe
kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan),
tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan,
kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya
berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang
dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency
dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu
pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat
monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan
dan bawahan atau sesama teman kerja.
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra
kerja di sektor formal ataupun informal
4. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Tujuan dan manfaat diagnosis okupasi/diagnosis penyakit


akibat kerja
Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis
penyakit akibat kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas
dan aspek legal. Dengan demikian tujuan melakukan diagnosis
akibat kerja adalah:
1. Dasar terapi
2. Membatasi kecacatan dan mencegahkematian
3. Melindungi pekerjalain
4. Memenuhi hakpekerja
Dengan melakukan diagnosis okupasi/ diagnosis penyakit akibat
kerja, maka hal ini akan berkontribusi terhadap:
1. Pengendalian pajanan berrisiko padasumbernya
2. Identifikasi risiko pajanan baru secaradini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit
dan/atau cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya
kejadian penyakit atau kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yanglain
6. Pemenuhan hak kompensasipekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan
denganpenyakit

Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi dalam Penentuan Penyakit


Akibat Kerja
Agar diagnosis penyakit akibat kerja dapat ditegakkan, diperlukan
perhatian khusus dan ketrampilan investigasi dari seorang dokter.
Tanpa adanya kewaspadaan dan kecurigaan dari seorang dokter,
bahwa penyebab suatu penyakit ada di tempat kerja, maka
diagnosis penyakit akibat kerja sering terlewatkan. Langkah
sistematis dan terarah dalam menegakkan diagnosis tersebut
dinamakan 7 langkah diagnosis okupasi.
Secara sistematis dapat dibuat skema sebagai berikut:
Langkah 1: Langkah 7:
Diagnosis klinis Tentukan
diagnosis
PAK/Diperberat
pekerjaan/Buka
n PAK/tambah
Langkah 2: Data
Pajanan di
Langkah 6:
lingkungan Adakah faktor
kerja
lain diluar
pekerjaan

Langkah 3:
Hubungan
antara pajanan Langkah 5:
dengan Adakah faktor
Diagnosis klinis individu yang
berperan

Langkah 4:
Apakah pajanan
yang dialami
cukup besar

Gambar 1. Langkah diagnosis okupasi

Langkah 1. Menentukan diagnosis klinis


Sebagai langkah pertama penegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja adalah
menegakkan diaghnosis klinis penyakit. Diagnosis Okupasi/ Diagnosis
Penyakit Akibat Kerja tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan simptom
atau gejala yang dikeluhkan pasien, karena dasar dari penegakkan diagnosis
penyakit akibat kerja adalah Evidence Based, dimana penelitian yang ada
menunjukkan bahwa antara suatu pajanan dengan suatu penyakit ada
hubungan spesifik. Artinya suatu pajanan hanya menyebabkan satu atau
beberapa penyakit tertentu, sesuai hasil penelitian yang ada. Upaya diagnosis
klinis mungkin memerlukan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
penunjang lainnya dan sering perlu melibatkan dokter spesialis yang terkait
dengan penyakit pasien.
Langkah 2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam
pekerjaan
Suatu penyakit akibat kerja, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan
yang dialami di pekerjaan yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan
oleh pajanan-pajanan pada pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu. Selain itu
beberapa pajanan bisa saja menyebabkan satu penyakit, sehingga seorang
dokter harus mendapatkan informasi mengenai semua pajanan yang dialami
dan pernah dialami oleh pasiennya, untuk dapat mengidentifikasi pajanan
atau pekerjaan mana yang penting dan mungkin berpengaruh untuk
diinvestigasi lebih lanjut.
Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang
lengkap, yang mencakup:
- Deskripsi semua pekerjaan secarakronologis
- Periode waktu melakukan masing-masingpekerjaan
- Apa yangdiproduksi
- Bahan yang digunakan
- Carabekerja
Informasi tersebut akan semakin bernilai, bila ditunjang dengan data yang
objektif, seperti MSDS (Material Safety Data Sheet) dari bahan yang
digunakan, catatan perusahaan mengenai penempatan kerja dsb.
Langkah 3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan
penyakit Melakukan identifikasi pajanan mana saja yang berhubungan
dengan penyakit yang dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil
penelitian epidemiologis yang pernah dilakukan (evidence based).
Identifikasi ada tidaknya hubungan antara pajanan dan penyakit dapat
dilakukan dengan mengkaji referensi/literatur yang ada. Bila belum ada
bukti bahwa suatu pajanan ada hubungan dengan suatu penyakit, maka
diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan. Bila belum ada hasil
penelitian yang menujukkan adanya suatu hubungan antara pajanan dan
penyakit tertentu, tetapi dari pengalaman sangat dicurigai adanya suatu
hubungan, maka itu baru dapat dijadikan dasar untuk melakukan
penelitianawal.
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu
timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan
oleh bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau
penyakit. Contoh lain adalah pada Asma Bronkhiale. Bila didapatkan, bahwa
serangan asma lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang
pada hari libu, masa cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat
mendukung ke diagnosis Asma Akibat Kerja. Sehingga anamnesis mengenai
hubungan gejala dengan pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti.
Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja mengenai penyakit akan mempermudah
menentukan, bahwa penyakit terjadi sesudah terpajan, namun tidak adanya
hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan
berarti tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja.
Langkah 4. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat
menyebabkan penyakit tertentu, perlu dimengerti patofosiologi dari
penyakit tersebut dan bukti epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan
dapat dinilai secara kualitatif, yaitu dengan menanyakan kepada pasien
mengenai cara kerja, proses kerja dan bagaimana lingkungan kerja. Penting
juga melakukan pengamatan dan memperhitungkan masa kerja, yaitu berapa
lama pekerja tersebut sudah terpajan. Penilaian secara kuantitatif dapat
menggunakan data pengukuran lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut,
yang telah dilakukan secara periodik oleh perusahaan atau data monitoring
biologis yang ada. Bila tidak ada, bisa dilakukan pengukuran pada saat akan
dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja dan bila tidak ada perubahan
dalam proses dan cara kerja secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut,
dapat diasumsikan bahwa selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh
pajanan dalam jumlah yang sama. Hasil pengukuran yang didapat perlu
dinilai apakah melebihi Nilai Ambang Batas, atau termasuk terpajan tinggi
atau tidak. Pemakaian alat pelindung perlu juga dinilai apakah dapat
mengurangi pajanan yang dialami secara berarti atau tidak, yaitu bila jenis
alat pelindung diri sesuai, dipakai secara benar dan konsisten.
Langkah 5. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang
berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor
pekerjaan, pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai
seberapa besar faktor individu itu berperan, sehingga dapat dimengerti
mengapa yang terkena adalah individu pekerja tersebut dan bukan seluruh
pekerja ditempat yang sama. Faktor individu yang mungkin berperan adalah
riwayat atopi atau alergi, riwayat dalam keluarga, higiene perorangan dsb.
Adanya faktor individu yang berperan tidak berarti diagnosis penyakit akibat
kerja menjadi batal namun diperlukan untuk menilai seberapa besar faktor
individu ikut berperan.
Langkah 6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain diluar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat
menyebabkan penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor
pekerjaan, misalnya rokok, pajanan yang dialami dirumah, adanya hobi, dan
sebagainya. Bila ternyata faktor pekerjaan tidak ada yang berhubungan
dengan penyakit, ada kemungkinan faktor penyebab diluar pekerjaan yang
lebih berperanan. Namun adanya kebiasaan tertentu dari pekerja, misalnya
merokok, tidak bisa meniadakan faktor penyebab di pekerjaan. .
Langkah 7. Menentukan Diagnosis Okupasi / Diagnosis Penyakit Akibat
Kerja Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah
terdahulu. Berdasarkan bukti-bukti dan referensi mutakhir yang ada, buat
keputusan apakah penyakit yang diderita adalah penyakit akibat kerja atau
tidak. Diagnosis sebagai penyakit akibat kerja dapat dibuat bila dari langkah-
langkah diatas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab-
akibat antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan
merupakan faktor yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak
dapat diabaikan, meskipun ada faktor individu atau faktor lain yang ikut
berperan terhadap timbulnyapenyakit.
Tabel dibawah ini merupakan table kosong yang harus diisi oleh dokter pada
saat dokter melakukan langkah-langkah diagnosis okupasi. Setiap kolom
merupakan langkah diagnosis okupasi yang dilakukan untuk satu diagnosis
klinis yang ditemukan. Bila didapatkan lebih dari satu diagnosis klinis, maka
harus dilakukan 7 langkah diagnosis okupasi untuk setiap diagnosis klinis
tersebut.
Tabel 1. Tujuh langkah diagnosis okupasi setiap diagnosis
klinis yang ditemukan
Langkah Diagnosis 1 Diagnosis 2 Diagnosis 3

1 DiagnosisKlinis
Dasar diagnosis
(anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang,body
map,brief survey)
2 Pajanan di tempatkerja
Fisik
Kimia
Biologi
Ergonomi
(sesuai brief survey)
Psikososial
3 Evidence Based (sebutkan
secara teoritis)
pajanan di tempat kerja yang
menyebabkan diagnosis klinis di
langkah 1 (satu)

Dasar teorinya apa?


4 Apa pajanan cukup
menimbulkan diagnosis klinis?

masa kerja
jumlah jam terpajan per hari
Pemakaian APD
Konsentrasi/dosis pajanan
Lainnya ....
Kesimpulan jumlah pajanan dan
dasar perhitungannya
5 Apa ada faktor individu yang
berpengaruh thd timbulnya
diagnosis klinis? Bila
ada,sebutkan.
6 Apa terpajan bahaya potensial
yang sama spt di langkah 3 di
luar tempat kerja?Bila
ada,sebutkan
7 DiagnosisOkupasi
Apa diagnosis klinis ini termasuk
penyakit akibat kerja?
Bukan penyakit akibat kerja
(diperberat oleh pekerjaan atau
bukan sama sekali PAK)
Butuh pemeriksaan lebihlanjut)?

Diagnosis Okupasi/Diagnosis Penyakit Akibat Kerja tidak dapat ditegakkan,


bila dari referensi tidak ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan
penyakit, pajanan yang dialami tidak cukup besar untuk dapat menyebabkan
penyakit tersebut (secara kuantitatif maupun kualitatif, secara kumulatif dari
masa kerja).
PERDOKI (Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia) membuat
pembagian dari hasil akhir suatu Diagnosis Okupasi menjadi:
1) Penyakit Akibat Kerja : disini termasuk Occupational Diseases dan Work
RelatedDiseases
2) Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan: ada unsur pajanan di
lingkungan kerja dan juga di luar lingkungan kerja dan atau faktor
individu pekerja
3) Bukan Penyakit Akibat Kerja; hanya ada unsur pajanan di luar lingkungan
kerja dan faktor individu pekerja
4) Masih memerlukan data tambahan, artinya belum final dan masih
memerlukan pemeriksaan tambahan untuk dapat menentukan hasilakhir
5. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
- Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
- Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih
lanjut
- Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
seperti berikut ini:
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotio
- Perilaku kesehatan
- Faktor bahaya di tempat kerja
- Perilaku kerja yang baik
- Olahraga
- Gizi
b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
- Pengendalian melalui perundang-undangan
- Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
- Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
- Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
- Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
- Pemeriksaan kesehatan berkala
- Pemeriksaan lingkungan secara berkala
- Surveilans
- Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
- Pengendalian segera ditempat kerja
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan
secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa
menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan
kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja
bersifat berat dan mengakibatkan cacat.
Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan
dikontrol.
b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat
diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.
Ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam deteksi dini yaitu:
a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui
analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase
pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar
hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai
melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya
elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan
sebagainya.
Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap
pelarut-pelarut organik.

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu
pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan
pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan
lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata
dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi
gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang
waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada
medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis
lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini
juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang
memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja,
sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga
kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang
pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi
tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena
lingkungan kerja tercemar debu.

B. Daftar Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja


1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan
parut (silicosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan
silikotuberkolosisyangsilikosisnyamerupakanfaktorutamapenyebab
cacat ataukematian.
2. Penyakit paru dan saluranpernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logamkeras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan
(bronkhopulmoner)yangdisebabkanolehdebukapas,vlas,henepdansi
sal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan olehpenyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitisallergikayangdisebabkanolehfaktordari luar sebagai akibat
penghirupan debuorganik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh beriliumatau persenyawaannya
yangberacun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmiumatau persenyawaannya
yangberacun.
8. Penyakit yang disebabkan fosforatau persenyawaannya
yangberacun.

9. Penyakit yang disebabkan oleh kromatau persenyawaannya


yangberacun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh manganatau persenyawaan-nya
yangberacun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsenatau persenyawaan-nya
yangberacun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksaatau persenyawaan-nya
yangberacun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbalatau persenyawaan-nya
yangberacun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluoratau persenyawaan-nya
yangberacun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbondisulfida beracun.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogendari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yangberacun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzenaatau homolognya
yangberacun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitrodan amina dari benzena
atau homolognya yangberacun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserinatau ester asam
nitratlainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikolatau keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida,
hidrogensulfida,atauderivatnyayangberacun,amoniakseng,brasodan
nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkanoleh kebisingan.

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-


kelainanotot,urat,tulangpersendian,pembuluhdarahtepiatau
syaraftepi.
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaandalam udara yang
berkenaanlebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasielektro magnetik dan radiasi
yangmengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkanoleh penyebab fisik,
kimiawi ataubiologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkanoleh ter, pic,
bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk
atau residu dari zattersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkanoleh asbes.
29. Penyakitinfeksiyangdisebabkanolehvirus,bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko
kontaminasikhusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggiatau rendah atau radiasi
atau kelembaban udaratinggi.
31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahanobat.
REFERENSI
AS/NZS 4801. (2001). Occupational Health And Safety Management Systems.
Australian Standard. (1990). Australian Standard AS 1885.1-1990: Workplace
Injury and Disease Recording Standard.
Barry S. Levy, David H. Wegman. Occupational Health : Recognizing and
Preventing Work Related Disease. Edisi ke-3, 2006
De Vuyst P, Gevenois PA. (2002). Occupational Disesase. Eds WB Saunders,
London
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2008). Pedoman Tata Laksana Penyakit
Akibat Kerja bagi Petugas Kesehatan. Departemen Kesehatan
Endroyo, B. dan Tugino (2007). Analisa Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan
Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan. Nomor 2 vol 21-
31
Heinrich, HW., Petersen, DC., Roos, NR., Hazlett, S., 1980. Industrial Accident
Prevention: A Safety Management Approach. NY: McGraw-Hill
Hinze, Jimmie. (1997). Construction Safety. NJ: Prentice-Hall.
Husni, Lalu. (2003). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo Perkasa
OHSAS 18001. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98
tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
Silalahi, B. dan Silalahi, R. (1995). Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja. Pustaka Binaman Pressindo
Week, J. Gregory R. Wagner, Kathleen M. Rest, Barry S. Levy. (2005). A public
Health Approach to Preventing Occupational Disesase and Injuries in
Preventing Occupational Disease and Injuries. Edisi ke-2, APHA,
Washington
KEPPRES 22/1993. Penyakit yang timbul karena hubungankerja.

LEMBAR KERJA PERTEMUAN : KETRAMPILAN DIAGNOSIS PAK


Keterampilan dengan pendekatan Peyton’s:
a. “Demonstrasi”: trainer menunjukkan keterampilan diagnosis dan
konseling PAK/KAK metode CEA tanpa ada penjelasan langkah-
langkahnya
b. “Dekonstruksi”: trainer menunjukkan keterampilan diagnosis dan
konseling PAK/KAK metode CEA beserta penjelasan langkah-langkahnya
c. “Mahasiswa membaca, trainer melakukan”: mahasiswa menjelaskan
langkah demi langkah secara rinci, bersamaan dengan trainer yang
melakukan prosedur
d. “Performance”: mahasiswa melakukan prosedur dengan menjelaskan
langkah demi langkah yang mereka kerjakan
e. “Feedback”: mahasiswa yang telah melakukan performa diberi komentar
oleh teman kelompok dan trainer (apa yang sudah baik dilakukan oleh
mahasiswa, apa yang kurang baik dari keterampilan yang dilakukan
mahasiswa, rencana tindak lanjut untuk perbaikan)
Lakukan role-play dalam melakukan diagnosis dan konseling PAK/KAK
metode CEA dengan teman anda. Buatlah pasangan 2 orang dan secara
bergantian berperan sebagai:
- Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik.
- Pasien yang datang dengan penyakit/kecelakaan akibat kerja
- Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer
yang mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan
Panduan untuk Peran Pasien:
- Pilihlah satu dari masalah kesehatan akibat kerja di bawah ini. Anda
datang ke dokter dengan membawa
kecemasan/kekhawatiran/ketakutan yang berkaitan dengan
kesalahpahaman tentang penyakit/kecelakaan akibat kerjayang Anda
derita. Mintalah penjelasan tentang masalah kesehatan Anda dan
tatalaksana dari masalah kesehatan Anda.
- Kasus:
a. Nyeri pinggang,
Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke klinik dokter umum dengan
keluhan nyeri pinggang. Keluhan dirasakan sudah satu bulan, nyeri
terasa apabila duduk terlalu lama dan berkurang saat tidur tengkurap.
Pasien mengaku bekerja sebagai tukang jahit di perusahaan konveksi,
pasien mengaku merasa tidak nyaman dengan kursi dan meja jahit yang
baru. Pasien mengaku aktivitas lebih banyak duduk selama bekerja,
pasien sudah bekerja selama 16 tahun. Hasil pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, laju nafas 16 kali per menit,
denyut nadi 78 kali permenit, suhu tubuh 36.8 0C. Hasil pemeriksaan
lasegue tidak ditemukan kelainan.
b. Kebas
Seorang perempuan berusia 42 tahun datang ke klinik dokter umum
dengan keluhan tangan kiri sering kebas. Keluhan dirasakan sudah dua
bulan. Pasien mengaku bekerja di perusahaan Garmen. Pasien sudah
bekerja selama 10 tahun. Hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan
tekanan darah 130/70 mmHg, laju nafas 18 kali per menit, denyut nadi
98 kali permenit, suhu tubuh 36.6 0C. Hasil pemeriksaan Phalen, pasien
merasa kesemutan muncul pada detik ke 20.
Check list Ketrampilan Diagnosis dan Konseling PAK/KAK
Skor
Aspek yang dinilai
0 1 2 3
1 Pengenalan dan pembukaan diri
Mengucapkan basmalah, memberikan salam dan
membuat pasien merasa nyaman
2 Mendapatkan informasi
 Awitan sakit
 Faktor resiko penyebab sakit terkait pekerjaan
 Kronologi penyakit
 Masa kerja (tahun)
 Lama bekerja per hari, per minggu
 Kepatuhan penggunaan APD
 Konsentrasi pajanan
Lakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan masalah
3
kesehatan pasien
4 Keputusan Klinis
a. Menentukan diagnosis klinis
b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama
ini
c. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup
besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
d. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin
dapat mempengaruhi
e. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan
penyebab penyakit
f. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan
oleh pekerjaannya
5 Tatalaksana
 Menjelaskan rencana tatalaksana
6 Edukasi
 Menjelaskan jenis penyakit yang diderita oleh pasien
kepada pasien maupun keluarga pasien
 Menjelaskan hal-hal yang perlu dihindari oleh pasien
untuk menanggulangi kelanjutan penyakit yang diderita
 Menjelaskan kepentingan merujuk pasien kepada
spesialis, apabila diperlukan
Mengucapkan alhamdulillah setelah melakukan
7
konseling

Catatan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan ≤ 50% benar
2 = Dilakukan > 50% benar
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian ketrampilan : (Σ skor seluruh aspek yg dinilai) x 100
Σ maksimal skor

Anda mungkin juga menyukai