Anda di halaman 1dari 20

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. Rm
 Umur : 60 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tanggal masuk : 29 Oktober 2014
 Nomor RM : 650534

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Keluhan Utama : Nyeri dada
 Riwayat penyakit sekarang : Nyeri dada dialami sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban berat pada
daerah substernal, tembus ke belakang, dan menjalar ke lengan kiri dengan
durasi ± 30 menit. Nyeri dada muncul pada saat beraktifitas, tidak
menghilang dengan istirahat dan pemberian obat di bawah lidah. Nyeri
dada disertai dengan keringat dingin. Riwayat nyeri dada sebelumnya
dialami sejak ± 1 tahun yang lalu, namun nyeri berkurang dengan istirahat
dan pemberian obat di bawah lidah. Nyeri dada dirasakan hilang timbul.
Riwayat pingsan tidak ada. Sesak tidak ada. Tidak mual dan muntah, tidak
ada nyeri ulu hati. Riwayat nyeri ulu hati tidak ada.
BAB : Biasa, kesan normal
BAK : Lancar, kesan cukup.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya ada sejak ± 1 tahun
yang lalu, berobat teratur dengan aspirin 80 mg dan nitrat 5 mg dan 10
mg.
2. Riwayat hipertensi ada sejak 7 tahun yang lalu dan tidak berobat
dengan teratur

1
3. Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
4. Riwayat dislipidemia tidak diketahui.

D. FAKTOR RISIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi : Perempuan 60 tahun. Riwayat nyeri dada
sebelumnya
b. Dapat dimodifikasi : Hipertensi, obesitas

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Sakit sedang/Overweight/Compos Mentis (GCS 15
E4M6V5)
a. Berat badan : 65 kg
b. Tinggi badan : 154 cm
c. Indeks massa tubuh: 27,42 kg/m2
2. Tanda vital
 Tekanan darah : 160/110 mmHg
 Nadi : 74 x/menit, regular
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5C (aksilla)
3. Kepala
 Mata : Anemis (-), ikterus (-)
 Bibir : Sianosis (-)
 Leher : DVS R+2 cmH2O (300)
4. Dada
 Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest
 Palpasi :Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus
kiri=kanan
- Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra

2
 Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki -/-, Wheezing -/-

5. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
 Perkusi : Pekak
Batas atas jantung : ICS II sinistra
Batas kanan jantung : IC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea aksilaris anterior
sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)
6. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan (-). Massa tumor (-). Hepar dan Lien tidak
teraba
 Perkusi : Timpani (+)
7. Ekstremitas
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada
Ekstremitas inferior kanan dan kiri :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada.
Edema pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-)

3
8. PEMERIKSAAN EKG

 Rhythm : Irama sinus


 P wave : 0,08 s
 Heart Rate : 70 x/min
 PR interval : 0,20 s
 Axis : Normoaxis
 QRS complex : 0,08 s
 ST Segment : isoelektrik
 T wave : T inverted pada I, AVL, V1-V6

Kesimpulan :
- Irama sinus normal rate
- Normoaksis
- Iskemik anterolateral

4
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

TEST RESULT NORMAL VALUE

WBC 4,6 x 103 /uL 4,0-10,0 x 103/l

RBC 3,86 x 106 /Ul 4,0-6,0 x 106/l

HGB 11,91mg/dl 13,0-17,0g/dl

HCT 34,71 % 40,0-54,0 %

GDS 99 mg/dl 140 mg/dl

Ureum 27 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 0,8 mg/dl M(<1,3);F(<1,1) mg/dl

PLT 182 x 103 /uL 150-500 x 103/l

CK 61.00 U/L L(<190) P (<167)

CK-MB 18,6 U/L < 25

Troponin T <0,02 <0,05 ng/ml

SGOT 17 mg/dl <38 U/l

SGPT 13 mg/dl <41 U/l

Total Cholesterol 253 mg/dl 200 mg/dl

HDL 63 mg/dl M(>55);F(>65) mg/dl

LDL 144 mg/dl <130 mg/dl

TG 147 mg/dl 200 mg/dl

5
Uric Acid 6,4 mg/dl 2,4-5,7 mg/dl

10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Foto Thoraks PA ( 30/10/2014)

- Corakan bronkovaskular dalam batas normal


- Tidak Nampak proses spesifik pada kedua paru
- COR: cardiovascular index sulit di nilai karena membesar, aorta dilatasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Cardiomegaly disertai dilatation aorta

11. DIAGNOSIS
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

6
12. PENGOBATAN
• Bed rest
• O2 2-4 LPM via Nasal Canule
• IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
• Nitrat : ISDN  Fasorbid 10 mg/8 jam/oral
• Anti-agregasi platelet :
Aspilet 80 mg / 24 jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
• Anti-coagulant : Fondaparinux 2,5mg/24 jam/Subkutan
• Anti hipertensi : ACE – I : Captopril 12,5 mg /8 jam/oral
• Statin : Simvastatin 20mg/24 jam/oral
• Anti-anxietas : Alprazolam 0.5 mg (bila perlu)
• Laksatif: Laxadine syr 0-0-2 C

Rencana pemeriksaan :
- EKG per hari
- Kontrol enzim jantung

7
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
1. Definisi

Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.2
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan
tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel
sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark (robbin)

2. Faktor Risiko

Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang masih dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,
aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino

8
pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.5

3. Patologi
Ruptur plak

Kejadian angina pektoris tak stabil diawali dengan terbentuknya


aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh
darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen,
sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran
darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.5
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan
injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi
memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja
sebagai vasodilator, anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5

9
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL
teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.
Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan
fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri.5
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan
obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi
klinis infark miokard..Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas
iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri
berbahaya.5

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan


miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,


fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang
berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam
laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran

10
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan
ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (< 20 menit) atau ireversibel (> 20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.5
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,
makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel
busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor
jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor
jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet
dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih
luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi
ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan
berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina


tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang

11
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh
darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.

Erosi Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya


proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos
dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

12
Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil

4. Gejala Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau
keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak
napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.

5. Diagnosis

13
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda
iskemik yaitu ST depresi atau inversi T.2

5.1. Anamnesis
1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
- Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
- Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,
diperas, dipelintir.
- Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan
kanan bawah.
- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan
keluhan dari:
- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)
dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas
karna hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.

14
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan
penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli
paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi
jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator
dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang
hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibat
gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri
dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest

5.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit
dengan ekstremitas pucat kadang disertai keringat dingin dan mual muntah.

5. 3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai sindroma koroner akut.
Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di
IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2

15
5.4. Biomarker kerusakan jantung 6
Alat diagnostik selanjutnya adalah pelepasan dan dan peningkatan
penanda biokimiawi serum pada cedera sel jantung. Penanda tersebut adalah
kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya Creatinin Kinase-MB, dan troponin :
cardiac specific troponin T (cTnT) dan cardiac specific troponin I (cTnI).
Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot
yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark
miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam
dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga
normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet
sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola
peningkatan dan penurunan.
Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) merupakan protein
regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang bersifat
spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Troponin akan meningkat 4 hingga
6 jam setelah cedera miokardium dan akan menetap hingga 10 hari setelah
peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik pada peningkatan CK yang
hanya sedikit. Sebaliknya, tidak adanya peningkatan CK cenderung
menyingkirkan adanya infark miokardium.

Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum)


Penanda Meningkat Memuncak Durasi
Creatinin Kinase 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
(CK)
Creatinin Kinase- 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
MB (CK-MB)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
troponin T (cTnT)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
Troponin I

16
6. Terapi 2,7
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal
berikut:
a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus
intrakoroner untuk mencegah serangan jantung
b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi
gangguan hemodinamik yang menyertai.
d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina
terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam
pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar
penderita tidak mengedan.
e. Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya
dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan
infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang
dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5
ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada
menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar
(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan
methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam
kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV
tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan
darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi
hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum
berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5mg)secara IV.

17
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan β-blocker. β-blocker short
acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan
teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang
memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti
atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem.
Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat,β-
blocker, dan CCB. β-blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya
diberikan sesudah kondisi stabil.

Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner


Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis
tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada
pasien AP tak stabil diikuti 75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada
heparin karena cara pembriannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan
dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari
tergantung preparat selama 5 hari.

Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi


Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan
obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia
diberi trasfusi darah, dan seterusnya.

Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark
miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan
untuk dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti
treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan
pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan
obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan
intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian
cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.

18
7. Prognosis 7
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang
paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1
poin, dengan total poin 0-7 :
- Umur ≥ 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner ≥ 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus,
perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner,
hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam
terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total
skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya
mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH)
dan kateter jantung dini.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 2005; 147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.
2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit edisi ke-6. Jakrta: EGC. 2010
7. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/
Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive
summary (J Am Coll Cardiol 2007;50:652–726; Circulation 2007;116:803–
877)

20

Anda mungkin juga menyukai