Anda di halaman 1dari 9

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta

prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setingi-tingginya, baik fisik, amental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif
dan kuratif terhadap penyakit- penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum
(Sumakmur, 1981).

Menurut Dainur, kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan,


memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja
dengan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial yang maksimal, sehingga dapat
berproduksi secara maksimal pula (Dainur,1992).

Sedangkan definisi lain menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan
masyarakat di dalam suatu tempat (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan menjadi
pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dengan masyarakat di sekitar
perusahaan tersebut. Apabila didalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya
preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka dalam
kesehatan kerja, kedua hal tersebut menjadi ciri pokok (Notoatmojo, 1997)
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri
merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung
maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih
bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur
(manufacturing).

Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:

1. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.


2. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit,
televisi, dan radio.
3. Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obat-obatan, dan
pipa.
4. Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan
marmer

Tekstil adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk dengan
cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara pressing. Istilah tekstil dalam
pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah kain. Namun ada sedikit
perbedaan antara dua istilah ini, tekstil dapat digunakan untuk menyebut bahan apapun yang
terbuat dari tenunan benang, sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa
digunakan.

Proses Pembuatan

Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, terlebih dahulu kapas dikeluarkan dari gudang,
kemudian kapas yang masih dalam keadaan terbungkus dan terikat, di bawa ke Bill Store
untuk dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas kembali ke dalam bentuk semula dan
dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam. Kemudian kapas yang dibuat lap lalu
dikerjakan pada mesin carding, lap akan mengalami pembersihan, pemisahan, penarikan
dengan mesin pre drawing untuk dapat dibuat sliver, selanjutnya dikerjakan pada mesin yang
lebih rata seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan sliver ditarik diantara rol-rol.
Selanjutnya dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap yaitu 8 sliver dimasukkan
pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya searah panjang dan pendek terpisah maka lap
dikerjakan pada mesin lap pendek akan terkumpul menjadi kotoran, sedang serat panjang
dibuat silver yang terdiri serat panjang saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk
dijadikan benang carded dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat
benang-benang carded dengan No.30 S dan 40 S. Sliver hasil combing selanjutnya dikerjakan
pada mesin drawing (I dan II) untuk dibuat sliver yang baik karena sliver hasil combing
merupakan bahan baku untuk pembuatan benang halus dan ini diproses pada mesin speed
frame. Dengan sedikit ditarik dan dipilin akan menghasilkan sliver dengan ukuran lebih kecil
yang disebut roving. Roving ini hasil dari mesin speed frame dibuat benang tunggal
selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam bentuk cone (pada mesin cone winder) atau
benang double mesin quick traverse, hant dan lain-lain.
Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja Pada Industri Tekstil

Setiap industri memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja. Namun
demikian peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan meminimalkan
bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan seseorang baik
yang ada dalam lingkungan industry itu sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri.
Hal-hal yang menjadi permasalahan yang berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja
pada industri busana. Gudang resiko bahaya pada Packing dan Bahaya kebakaran

a. Pola/Potong, resiko bahaya adalah Jari tangan terpotong dan tersengat arus singat
b. Jahit, resiko bahaya adalah Jari terkena jarum, tersengat arus singkat, kebakaran
c. Pasang kancing, resiko bahaya adalah Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus singkat.
d. Setrika, resiko bahaya adalah Tersengat arus singkat, kebakaran serta Tergores dan bahaya
jatuhan

Keserasian Peralatan dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja

Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dan disesuaikan dengan
tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan atau
ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerja dengan pegawai yang menggunakan.
Ketidak serasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat menimbulkan
berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai
atau tenaga kerja. Permasalahan mengenai keserasian peralatan dan sarana kerja dengan
tenaga kerja pada industri busana dapat dilihat pada tabel.

Proses Produksi Faktor Ergonomi :

1. Pemotongan Kain – Ukuran Meja Kerja

• Kursi duduk

• Sikap dan sistem kerja

• Cara dan sistem keja


2. Mesin jahit, obras, bordir – Ukuran Meja Kerja

• Kursi duduk

• Sikap dan sistem kerja

• Cara dan sistem keja

3. Seterika – Ukuran Meja Kerja

• Kursi duduk

• Sikap/ cara kerja

• Kesesuaian sikap/sistem kerja

4. Packing – Kegiatan angkat junjung

• Sikap dan cara kerja

• Ruang gerak

Faktor penyebab ;

• Faktor Manusia

Permasalahan yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor manajerial, dan faktor tenaga
kerja. Permasalahannya dapat merupakan:

a. Manajemen:

– Pemahaman yang kurang tentang hiperkes dan keselamaatan kerja


– Tidak melaksanakan teknik-teknik hiperkes dan keselamatan kerja
– Tidak menyediakan alat proteksi/pelindung diri
• Tenaga kerja:

– Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan K3

– Tidak mengenakan alat proteksi yang telah disediakan

– Tidak memiliki naluri cara kerja sehat

– Tingkat pengetahuan terhadap perkembangan teknologi industri.

Faktor Lingkungan Kerja

di Perusahaan Industri Tekstil antara lain:

1) Penerangan yang kurang mengakibatkan kesalahan pewarnaan.


2) Iklim kerja mengakibatkan lelah kerja para pekerja.
3) Debu mengakibatkan gangguan pernafasan dan kerusakan mata.
4) Uap mengakibatkan suhu panas.
5) Formaldehyde mengakibatkan timbulnya limbah B3.

Dampak Penyakit yang timbul dari Bahaya Kecelakaan Kerja pada Industri Tekstil
Pemintalan Benang

Byssinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnyaterutama


debu kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini berkaitan erat dengan
pekerjaan blowing dan carding. Tetapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya.
bahkan dari permulaan proses (pembuangan biji kapas) sampai kepada proses akhir
(penenunan). Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada
blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Suma’mur. 1993).

Penyakit Akibat Kerja dan Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan


a) Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang mudah diakui.
b) Penyakit yang berhubungann dengan pekerjaan – work related disease
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit
yang mempunyai etiologi yang kompleks.

c) Penyakit yang mengenai populasi pekerja

Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja,
namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
d) Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.

Berdasarkan SK Presiden No.22 tahun 1993, disebutkan berbagai macam penyakit yang
timbul karena hubungan kerja yaitu :

1) Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut,yang


silikonsnya merupakan factor utama penyebab cacat dan kematian

2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam
keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas
vlas, henep, dan sisal (bissinosis).

4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan zat perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan

5) Aliveolitis alergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat dari penghirupan
debu organik.

6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.


7) Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit yang disebabkan faktor atau persenyawaanya yang beracun
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh: mangan, arsen, raksa, timbal, fluor,benzena, derivat
halogen,derivat nitro,dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.
Pencegahan dari bahaya dan dampak terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan
benang
Upaya-upaya pencegahan dalam keselamatan kerja dengan menggunakan APD.
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration,pesonal protective
equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan
bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik,
mekanik dan lainnya. Dalam hirarki bahaya (hazard) control atau pengendalian bahaya,
penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya,
sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih
dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau
paling tidak dikurangi.

Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah
sebagai berikut:

1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.


2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.
3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan pekerja.
4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapkan instruksi kerja
atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya.

5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan


menggunakan alat pelindung diri.

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri.

Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena
resiko dari bahaya.

1) Mata

a. Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil, gas,
uap dan radiasi.

b. APD: safety spectacles, safety glasses, goggle, faceshield, welding shield.


2) Telinga

a. Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.


b. APD: ear plug, ear muff, canal caps.

3) Kepala

a. Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda berputar.
b. APD: helmet, bump caps.

4) Pernapasan

a. Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).


b. APD: respirator, breathing apparatus

5) Tubuh

a. Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.


b. APD: ear plug, ear muff, canal caps.

6) Tangan dan Lengan.

a. Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik,
bahan kimia, infeksi kulit.

b. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.

7) Kaki

a. Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia
dan logam cair, aberasi.

b. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

Upaya-upaya untuk mencegah byssinosis adalah :

a. Pemeliharaan rumah tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas
sangat sedikit di udara.
b. Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara. Membersihkan
lantai dengan sapu tidak baik.
c. Ventilasi umum dengan sistim hisap.
d. Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala.
e. Rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya.

Penanggulangan lain :

1. Perlu lebih ditingkatkan lagi kualitas kerja dalam mengupayakan kesehatan dan
keselamatan kerja yang sudah ada.
2. Penataan ruangan harus lebih diperhatikan menjadi lebih baik, supaya para karyawan
lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya. Bengkel kerja utama industri jika
memungkinkan dipindahkan ke tempat yang khusus disediakan untuk kegiatan
industri, setidaknya diusahakan pembagian tempat pengolahan khusus yang bersekat
dan masing-masing disendirikan sehingga ruang gerak menjadi luas.
3. Untuk menghindari sakit akibat kerja pekerja perlu melakukan olahraga yang teratur,
dan setidaknya banyak bergerak dari pekerjaan yang biasa dilakukan, contoh apabila
biasanya duduk sesekali berdiri dan berjalan agar gerakan dan posisi kerja para
karyawan menjadi lebih bervariasi dan tidak monotonis.
4. 4. Sebaiknya untuk pembuangan atau penimbunan sementara limbah disediakan lahan
kosong tersendiri, atau setidaknya menempatkannya dalam karung, bak, atau lubang
khusus sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan dan dari segi tata ruang pun
menjadi lebih luas dan enak untuk dipandang.
5. Perusahaan (dalam hal ini industri kecil) yang belum mendapat tempat di organisasi
Pukesmas maka hendaknya dimasukkan secara struktural kedalam organisasi tersebut.
Sehingga industri ini akan lebih terayomi dalam hal pelayanan kesehatannya yang
paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), yang dalam hal ini
ditekankan pada ruang lingkup kedokteran industrinya. Misalnya petugas kesehatan
mengunjungi tempat-tempat industri secara rutin guna menilai kesehatan kerja di
perusahaan-perusahaan rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai