Anda di halaman 1dari 7

Jakarta - Eliyah Firmansyah, 16 tahun nekad kabur dari

rumahnya di Sambas, Kalimantan Barat ke Jakarta dengan


menaiki kapal laut. Tujuannya hanya satu, pergi mencari
ibunya yang telah berpisah dengannya selama 14 tahun.

Namun sesampainya di Jakarta, satu tasnya yang berisi uang


Rp 800 ribu, peta DKI Jakarta, telepon genggam, akta
kelahiran, ijazah dan pakaian malah digasak pencopet.
Kejadian tersebut terjadi saat ia sedang tertidur di Terminal
Kalideres, Jakarta Barat. Hingga ia akhirnya terpaksa hidup
menggelandang tanpa uang sepeserpun.

“Dua hari di Jakarta, satu tas ransel saya dicopet saat saya
tidur di halte bis. Tetapi niat saya tinggi, mencari ibu,” kata
dia saat ditemui di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra
Utama 2 Plumpang, Jakarta Utara.
Eliyah berangkat ke Jakarta meninggalkan ayahnya di
Kalimantan Barat. Sebelumnya ayahnya mengatakan, ibunya
berasal dari Kecamatan Tanah Tinggi, Kota Tangerang,
Banten. Namun ia tidak tahu di kelurahan mana ibunya
tinggal.

Dua hari dua malam remaja laki-laki itu berada di kapal laut
menuju Jakarta. Ia berangkat dari Pelabuhan Pontianak pada
Senin 20 November 2017 pukul 22.00 WIB dan tiba di
Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu, 22 November 2017
pukul 03.00 WIB. Saat pertama kali menginjakkan kaki di
Jakarta, hanya satu hal yang ia pikirkan, menuju Tanah
Tinggi, Tangerang agar bisa segera bertemu dengan sang ibu.

Saat pertama kali berada di Tanjung Priok ia langsung


menanyakan arah ke Tanah Tinggi kepada orang-orang. Ia
mengaku bingung harus menaiki angkutan umum yang mana.
Sehingga dengan bantuan selembar peta DKI Jakarta, Eliyah
berjalan kaki dari Tanjung Priok ke Tangerang.
“Di kampung saya jalannya naik turun. Di sini jalannya datar.
Jalan dari Priok ke Tangerang enak-enak saja,” ujarnya.

Dalam perjalanan dari Tanjung Priok ke Tangerang, Eliyah


kagum dengan pemandangan gedung-gedung pencakar langit
di Jakarta Barat. Ia merasa bangga karena di antara
teman-teman sekolahnya dialah yang pertama kali
menginjakkan kaki di ibu kota.

Hingga akhirnya pada hari kedua di ibu kota Eliyah sudah


berada di Kalideres, Jakarta Barat. Di sanalah tasnya pindah
ke tangan pencopet. Uang sakunya beserta peta Jakarta yang
menjadi petunjuk jalan, hilang. Yang tersisa hanyalah satu tas
kecil berisikan beberapa helai baju dan tiga buku yakni buku
berjudul Kisah 25 Nabi, Al Quran, dan Pengantar Islam.
“Saya tanya-tanya orang. Kalideres katanya tidak jauh dari
Tangerang. Di situ saya mulai semangat bertemu ibu
meskipun barang-barang saya hilang,” ujarnya.

Karena uang sakunya sebesar Rp 800 ribu raib dicuri


pencopet, Eliyah akhirnya memutar otak untuk bisa bertahan
hidup. Terkadang ia datang ke warung-warung makan yang
ramai pelanggan. Menurutnya, jika ramai pelanggan, pemilik
warung akan bersedia membagikan rezekinya kepada orang
yang membutuhkan.

Saking laparnya, Eliyah pun mengaku sempat berbohong ke


beberapa penjual warung makan. Untuk memperoleh belas
kasihan, ia pernah berkata kepada penjual warteg bahwa uang
sakunya tertinggal di kendaraan umum. Tidak jarang Eliyah
juga harus melahap makanan sisa milik orang lain yang tidak
habis dimakan.
“Saya pesan makanan yang paling murah di sana, tempe dan
nasi. Kemudian saya pura-pura periksa tas saya terus kaget
dompet saya ketinggalan di bus,” jelasnya.

Eliyah kemudian kembali menyusuri Jalan Daan Mogot


Jakarta Barat setelah kecopetan di Terminal Kalideres.
“Begitu sampai di perbatasan Banten dan Jakarta, senangnya
luar biasa. Sampai-sampai rasa lapar hilang,” kata dia.

Saat berada di perbatasan Jakarta-Banten, Eliyah baru


mengetahui jarak ke Tanah Tinggi tidak terlalu jauh.
Sesampainya di Kecamatan Tanah Tinggi Eliyah kemudian
bertanya kepada warga di sana tentang keberadaan ibunya,
Siti Qomaroh. Namun ternyata orang dengan nama itu di sana
tidak hanya satu. Ia mengaku bertemu dengan tujuh orang
yang bernama Siti Qomaroh di Tanah Tinggi.
Ia pun blusukan dari pemukiman padat pendudukan hingga
elit. Di pemukiman padat penduduk, ia mengaku sempat
bertemu dengan seorang ibu yang sedang menyusui anaknya
di rumah. Namun Eliyah yakin ibu tersebut bukanlah Siti
Qomaroh yang ia cari karena dari kartu identitasnya, ia
berasal dari Cipanas, Jawa Barat dengan logat sunda yang
kental.

“Saat saya berkunjung di perumahan mewah saya ragu,


kira-kira mau tidak mereka menerima saya,” ujarnya.

Selama kunjungan dari rumah ke rumah di Tanah Tinggi,


orang-orang prihatin dengan keadaan Eliyah. Beberapa
keluarga bahkan bersedia menampung Eliyah di rumahnya.
Namun ia menolak karena tujuannya ke Jakarta bukan
menumpang dengan orang lain, tetapi mencari ibunya.
“Bahkan saya sampai menangis terharu saking baiknya
mereka mau menerima saya,” katanya.

Selama di Tanah Tinggi, Eliyah akhirnya tinggal dari masjid


ke masjid untuk tidur dan mandi. Di masjid ia juga kerap
menyempatkan diri untuk beribadah dan berdoa agar bisa
cepat bertemu dengan ibunya. Meskipun sedikit sekali
ingatannya tentang ibu karena ia ditinggal sejak umur dua
tahun.

Anda mungkin juga menyukai