Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

BAHASA INDONESIA
CERPEN

I
S

Nama: Syifa Fadillah Azahra


kelas : XI IPA 1

Namaku Ayu, aku lahir di tanah Jawa. Tapi, sekarang aku menetap di Bali bersama
kedua orangtuaku. Kartika Sari dan I Wayan Durma mereka adalah orang yang telah
membesarkanku selama empat belas tahun ini. Aku seorang anak tunggal. Jadi, ketika aku
berada di rumah aku tak mempunyai lawan main. Pada kesempatan itulah aku
memanfaatkan waktuku untuk belajar dan membantu meringankan beban kedua
orangtuaku saat bekerja. Ayahku seorang pengrajin anyaman bambu, namun
pendapatannya tak seberapa. Ia mulai membuat anyaman bambu karyanya tergantung
pada konsumen yang memesan anyaman. Ibuku seorang pengrajin batik. Penghasilan
ibuku sedikit lebih besar dibandingkan dengan ayahku. Di wilayah Bali ini, banyak sekali
peminat batik, terutama batik Denpasar sebagai ciri khasnya. Pada kesempatan inilah
ibuku mulai memanfaatkan keadaan.

Aku memang suka membantu kedua orangtuaku, namun aku juga tak lupa dengan
tugas utamaku sebagai seorang pelajar untuk menuntut ilmu. Di waktu-waktu
senggangku, aku habiskan untuk menjawab soal-soal ataupun mengulang kembali
pelajaran yang baruku pelajari di sekolah. Maka tak heran jika aku selalu berprestasi di
sekolah karena kecerdasan dan keahlianku.

Aku anak yang lugu, aku tak mempunyai banyak teman. Teman sekolahku banyak
yang menjauhiku. Mereka enggan bermain denganku. Apa karena aku miskin? Entahlah,
aku tak mengerti apa yang mereka pikirkan tentang diriku. Mereka berani pertama kali
menemuiku ketika mereka membutuhkanku dan memanfaatkan kecerdasan dan
keahlianku. Aku tidak mempermasalahkan semua ini. Aku tak mau memiliki banyak
musuh. Hanya ada seorang gadis lugu berponi sama sepertiku yang ingin menjadi teman
baikku. Dia adalah Gloria, teman sebangkuku. Gloria seorang gadis yang baik, rajin dan
cerdas. Tapi sayangnya dia memiliki sifat yang ceroboh. Gloria sangat lihai dalam
menggerakkan tubuhnya saat menari. Jari-jemarinya sangat lentik. Maka tak heran jika
ia selalu menjuarai festival-festival tarian tradisional di Bali

Dimana ada Jingga disitu ada Mentari. Mereka adalah sepasang sahabat. Persahabatan
mereka sudah terjalin sejak kecil. Jingga yang periang dan cantik dengan Mentari yang
humoris namun menawan memang cocok saling bersahabat, bagai langit di sore hari.
Persahabatan mereka sangat menyenangkan. Mereka suka menari, menggambar, dan
melukis bersama. Hasil karyanya dipamerkan di sosial media masing-masing. Tak sedikit
orang yang kagum dengan karya seni mereka. Sungguh persahabatan yang indah.

Suatu hari, saat jam istirahat di kantin sekolah, Jingga dan Mentari sedang makan soto
ayam sambil berbincang-bincang. “Jingga, umm.. aku ada kabar menyedihkan nih,” kata
Mentari mengawali percakapan. “Kabar apa, Ri?” sahut Jingga ingin tau. Mentari pun
mulai menjelaskan, “Jadi gini, ayahku ada pekerjaan dan harus pergi ke luar negeri.
Ayahku tidak ingin meninggalkan keluarganya disini makanya aku, ibu, dan adikku harus
ikut kesana.” “Wah, enak dong!” jawab Jingga, “kamu bisa jalan-jalan keluar negeri, tapi
ke negara mana nih?” Mentari lanjut menjelaskan, “Ih gak enak tau, aku akan pergi ke
Inggris dan aku kesana bukan jalan-jalan tapi menetap. Aku gak tau akan berapa lama
tinggal disana. Aku takut gak bisa ketemu kamu lagi.” “Jangan khawatir, kan kita bisa
video call,” Jingga menenangkan. “Iya juga ya. Oh, iya, aku akan berangkat minggu
depan. Aku harap kita bisa menghabiskan waktu seminggu ini dengan baik. Hmm,
bagaimana kalau besok kita pergi ke taman kota? Disana kita bisa mengenang masa kecil
kita dulu,” jawab Mentari. “Wah, ide bagus tuh,” jawab Jingga antusias.

Sebenarnya Jingga sangat sedih akan ditinggal sahabatnya. Jingga membuat kenang-
kenangan agar Mentari selalu mengingatnya dimanapun. Jingga membuat gantungan
kunci berlukiskan pemandangan matahari tenggelam di sore hari, pemandangan kesukaan
Mentari. Jingga membuat gantungan kunci itu dengan penuh cinta. Ia akan memberikan
gantungan kuncinya kepada Mentari di hari saat Mentari pergi meninggalkannya ke
Inggris.

Hari itu pun tiba. Jingga pergi ke bandara untuk sebuah perpisahan. Jingga memberikan
gantungan kunci itu kepada Mentari dengan harapan persahabatan mereka tetap terjalin
walau harus berpisah. Mereka saling berpelukan, lalu Mentari dan keluarganya
meninggalkan Jingga sendiri di lobi bandara di tengah keramaian. Jingga meneteskan air
mata dan pulang dengan kesedihan.

Hari demi hari Jingga jalani sendiri. Sekarang tak ada lagi Mentari di sampingnya. Walau
begitu mereka tetap bersahabat dan membuat karya seni bersama. Meski tak ada Mentari
di sampingnya Jingga tidak kesepian. Mereka saling berkabar melalui media sosial dan
video call. Sampai suatu ketika alam sedang tidak bersahabat. Hujan deras serta badai
menyebabkan banjir besar di Inggris, di tempat Mentari tinggal. Jingga menonton berita
di televisi dengan perasaan khawatir akan kondisi Mentari dan keluarganya di sana. Ia
terus berdoa untuk keselamatan sahabatnya.

Sudah 5 hari sejak bencana alam itu terjadi, tidak ada kabar apapun dari Mentari
maupun keluarganya. Jingga sangat khawatir dengan keadaan Mentari. Ia selalu
menelepon Mentari atau keluarganya namun tidak dijawab. Hari yang dijalani Jingga
penuh dengan perasaan gelisah dan sehingga pikirannya kacau.

Pada suatu sore, Jingga menghabiskan waktunya dengan menikmati teh hangat di teras
rumah sambil menatap langit senja yang indah. Tiba-tiba teleponnya berdering. Ternyata
itu telepon dari Tante Lina, ibunya Mentari. Dengan perasaan gembira Jingga langsung
menjawab panggilan itu, “Halo tante, apa kabar? Apakah keadaan Mentari disana baik-
baik saja?” Tante Lina pun menjawab, “Halo Jingga, Tante, Om, dan adiknya Mentari
disini baik-baik saja…” “Keadaan Mentari bagaimana Tante?” Jingga langsung
memotong pembicaraan. “Saat banjir besar akan datang kami semua sedang makan
malam bersama di rumah. Saat mendengar peringatan bencana dari petugas sekitar, kami
langsung membawa barang penting dan segera menuju tempat evakuasi. Kami semua
bergegas pergi ke tempat evakuasi, namun Mentari kembali ke rumah untuk mengambil
gantungan kunci pemberianmu, Jingga,” Tante Lina menahan isak tangisnya, “namun
sayang, Mentari keluar rumah tepat saat banjir menerjang. Mentari tenggelam karena
airnya sangat tinggi dan deras. Nyawanya tidak sempat diselamatkan oleh petugas sekitar.
Saat itu Tante, Om, dan adiknya Mentari sudah sampai di tempat evakuasi, kami tidak tau
kalau Mentari kembali untuk mengambil gantungan kunci itu. Kami melihat gantungan
kunci itu hanyut dan beberapa jam setelah hujan mereda petugas evakuasi membawa
jenazah mentari kepada kami, ia mengatakan bahwa Mentari sudah tiada…”

Tepat saat itu Jingga mematikan teleponnya, entah apa penjelasan dari Tante Lina
selanjutnya. Tubuh Jingga lemas tak berdaya. Ia meneteskan air mata sambil
menyebutkan nama Mentari, “Mentari, kenapa? Kenapa kamu pergi secepat ini?” Jingga
terus menangis. Malam ini Jingga tidak bisa tidur. Sosok Mentari lah yang ada di
benaknya. Ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Apa aku bisa bertahan tanpamu? Engkau
Penyemangatku, sekarang dengan kepergianmu semua semangatku telah hilang Mentari.”
Jingga yang sangat kelelahan akhirnya bisa tertidur. Ia memimpikan Mentari.

Dalam mimpinya Mentari mengenakan gaun putih bersih dan berkata bahwa Jingga tidak
boleh putus asa dan harus tetap semangat menjalani hidupnya walau tanpa Mentari.
Mentari akan sedih jika Jingga selalu bersedih karenanya. Jingga kaget dan terbangun
dari tidurnya. Setelah mengingat kembali apa yang mentari katakan dalam mimpinya,
semangat Jingga kembali pulih. Jingga berjanji kepada dirinya dan Mentari bahwa ia tak
akan bersedih lagi atas kematian Mentari. Ia akan mengganti kesedihannya menjadi
semangat untuk menjalankan hidup yang lebih baik. Jingga yakin bahwa Mentari selalu
ada bersamanya.

10 tahun kemudian Jingga menjadi seorang pelukis sukses. Ia bisa sukses karena ia
semangat dan yakin bahwa Mentari selalu ada bersamanya. Jingga bisa terkenal berkat
keindahan karyanya. Dia memamerkan lukisan yang dibuatnya sendiri. Lukisan itu
adalah lukisan yang sama dengan yang ada di gantungan kunci Mentari. Lukisan
pemandangan matahari terbenam di tengah langit jingga. Hatinya penuh rasa senang dan
bersyukur.
Jingga percaya bahwa persahabatan bukan hanya sebuah nama dan hubungan, namun
persahabatan merupakan suatu keterikatan hati, perasaan dan cinta. Sahabatnya mungkin
tidak ada dengannya namun rasa dan cinta Mentari selalu ada untuknya. Bagaikan senja,
dimana langit jingga selalu ada bersama sang mentari.

Anda mungkin juga menyukai