Anda di halaman 1dari 41

PERANAN ORANG TUA TERHADAP AKHLAK ANAK

DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
pada Program Studi Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Cirebon

FUTICHA TURISQOH
NIM : 05. 01.0296

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


CIREBON
2009 M /1430 H
PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Peranan Orangtua Terhadap Akhlak Anak dalam


Perspektif Pendidikan Islam” telah diuji dalam sidang munaqosah di STAI Cirebon
pada hari Selasa, tanggal 15 Desember 2009 M.
Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam di Jurusan tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Cirebon, 15 Desember 2009
Oleh
FUTICHA TURISQOH
NIM : 05.01.0296

Ketua Sekretaris
Merangkap Anggota Merangkap Anggota

Drs. Effendi S. Umar, M. Ag Drs. Sholehudin, MBA

Penguji I Penguji II

Drs. H. Mukhlisin Muzarie, M. Ag A. Busyaeri, M. PdI

PERSETUJUAN

Peranan Orangtua Terhadap Akhlak Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam

Oleh
Futicha Turisqoh
NIM : 05.01.0296
Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Effendi S. Umar, M. Ag Dra. Hj. Popon Kuraisin, MA

Ketua STAIC Ketua Jurusan

Drs. H. Mukhlisin Muzarie, M. Ag Dra. Hj. Popon Kuraisin, MA

NOTA DINAS

Kepada Yth.
Ketua Jurusan Tarbiyah
STAI Cirebon
Di Cirebon

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah melakukukan bimbingan, telaah, arahan dan koreksi terhadap skripsi dari:
Nama : Futicha Turisqoh
NIM : 05.01.0296
Judul : “Peranan Orangtua Terhadap Akhlak Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam”
Kami berpendapat bahwa skripsi tersebut di atas sudah dapat diajukan kepada
pimpinan Jurusan Tarbiyah STAI Cirebon untuk dimunaqosahkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Cirebon, 15 Desember 2009
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Effendi S. Umar, M. Ag Dra. Hj. Popon Kuraesin, MA

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Peranan Orangtua Tehadap
Akhlak Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam” serta seluruh isinya adalah benar-benar
karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau kutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan saya ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan
kepada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila di kemudian hari ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan, atau ada klaim terhadap keaslian skripsi saya
ini.

Cirebon, 15 Deseber 2009


Yang membuat pernyataan

Futicha Turisqoh
NIM: 05.01.0296

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Gumayun Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal tanggal 28
Februari 1974 dengan nama Futicha Turisqoh. Penulis adalah anak pertama dari pasangan
Bapak Abdul Mu’id dan Ibu Nur ‘Aini. Beralamat di Jalan Abimanyu RT 07 RW 03 No. 31
Desa Gumayun Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal 52451.
Pendidikan:
1. SDN Gumayun 01 Kecamatan Dukuhwaru tahun 1986
2. SMPN 01 Slawi tahun 1989
3. SMAN 01 Slawi tahun 1992
4. STAIC Program D2 PGTK/RA tahun 2007
5. Tahun 2007 melanjutkan ke STAIC Jurusan Tarbiyah Program S1 Pendidikan Agama Isalam
6. Menyelesaikan Program Strata I (S1) pada Jurusan Tarbiyah STAI Cirebon tahun 2009
dengan judul skripsi “Peranan Orangtua Terhadap Akhlak Anak dalam Perspektif Pendidikan
Islam”.

IKHTISAR

FUTICHA TURISQOH, Peranan Orang Tua Terhadap Akhlak Anak


Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Pendidikan dalam keluarga merupakan tahap awal dalam upaya pembentukan
kepribadian tersebut, karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, dan di
keluargalah anak mendapat bimbingan dan pembinaan dari segala macam fungsi jiwanya,
sehingga orang tua sebagai pondasi bagi anak-anaknya dalam menjalankan hidup dan
kehidupannya sehari-hari, sehingga diharapkan terbentuk sikap mental anak yang sesuai
dengan tuntutan syari’at Islam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh titik terang mengenai pendidikan
Islam dalam keluarga dalam perkembangan anak. Perumusan masalah di atas bertujuan untuk
mengetahui tentang peranan orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap anak, perspektif
pendidikan Islam tentang akhlak anak, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
akhlak anak.
Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa perhatian dan tanggung jawab orang
tua tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik saja tetapi lebih jauh dari itu bahwa pendidikan
Islam memandang pemenuhan ruhaniah lebih diutamakan dan ini diawali dengan peranan
orang tua dalam mendidik anak melalui bimbingan, kesuritauladanan dan pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu penelitian yang bersifat
kepustakaan (library research). Data dikumpulkan berdasarkan inventarisasi buku-buku
sumber yang ada relevansinya dengan teknik pembahasan skripsi yang penulis ketengahkan
yang sebagian besar penulis ambil dari situs internet. Kemudian data yang terkumpul
dianalisa dengan menggunakan kesimpulan yang bersifat induktif dan deduktif.
Kesimpulan penelitian ini adalah : 1). Peranan orang tua dalam pendidikan akhlak
anak adalah dengan cara memberikan contoh peneladanan, arahan, serta perintah berakhlak
yang baik yaitu dengan memberikan contoh bagaimana bertutur kata dan bersikap. 2)
Perspektif pendidikan Islam tentang akhlak anak didasarkan pada sabda Rasulullah SAW
yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan pendidikan orang
tualah yang menentukan akhlak anak selanjutnya. 3). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan akhlak anak adalah: kondisi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah
memberikan taufik, hidayah dan pertolongan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw beserta
keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari semua
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :
1. Drs. H. Mukhlisin Muzarie, M. Ag., Ketua STA1 Cirebon
2. Dra. Hj. Popon Kuraisin, MA, Ketua Program Studi PA1 STAI Cirebon.
3. Drs. H. Effendi S. Umar,.M. Ag, Dosen Pembimbing I
4. Dra. Hj. Poppon Kuraisin, MA., Dosen Pembimbing II.
5. Drs. H. Ismail, M. Pd, Korwil Tegal yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis dalam membantu pembuatan skripsi ini.
6. Keluarga dan rekan kerja serta pihak-pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan yang telah diperbuat Bapak / Ibu /
saudara / i. Amiin.
Kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih terhadap
perkembangan dan kemajuan civitas akademika STAI Cirebon dan bermanfaat bagi penulis
khususnya serta pembaca pada umumnya.

Cirebon, 15 Desember 2009


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
PENGESAHAN………………………………………………………… ii
PERSETUJUAN……………………………………………………….. iii
NOTA DINAS…………………………………………………………. iv
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI………………………………. v
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………. vi
IKHTISAR…………………………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR………………………………………………… viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………. 1
B. Perumusan Masalah………………………………………… 3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………… 4
D. Kerangka Pemikiran………………………………………… 4
E. Langkah-Langkah Penelitian………………………………. 8
BAB II PERANAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN AKHLAK
ANAK……………………………………………………… 9
A. Pengertian Orangtua……………………………………….. 9
B. Pengertian Anak…………………………………………… 10
C. Pendidikan Akhlak………………………………………… 12
D. Peran Orangtua……………………………………………. 18
BAB III PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM…………………… 24
A. Pengertian Perspektif……………………………………… 24
B. Perspektif Pendidikan Islam tentang Akhlak Anak………. ... 26
C. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam……………………….. 29
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN AKHLAK
ANAK………………………………………….. 38
Mencermati Pengaruh Lingkungan……………………….. 38
A. Kondisi Lingkungan Keluarga……………………….. 39
B. Kondisi Lingkungan Sekolah…………………………. 41
C. Kondisi Lingkungan Masyarakat…………………….. 42
BAB V PENUTUP………………………………………………… 51
A. Kesimpulan ……………………………………………...............51
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 53

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam menghormati kepada kaum wanita dan pria dalam mencapai derajat hidup, yaitu
dengan melalui pendidikan. Islam sangat mewajibkan setiap umatnya baik laki-laki maupun
perempuan untuk menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Berkenaan dengan tanggung jawab
ini pendidikan agama di sekolah berarti suatu usaha yang sadar akan dilakukan oleh guru
untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama.
Menurut Zuhairini, pendidikan agama Islam adalah “usaha-usaha secara sistematis
dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam”.
Sementara D. Marimba mendefinisikan : “Pendidikan agama Islam bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian yang utama menurut ukuran Islam”.
Pendidikan agama didefinisikan sebagai usaha yang diarahkan kepada pembentukan
anak yang sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut H.M Arifin bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengarahkan kepribadian serta kemampuan anak didik dalam pendidikan
formal atau non formal.
Mengingat pentingnya keselamatan anak dalam keluarga, maka keselamatannya harus
didahulukan daripada keselamatan masyarakat, karena keselamatan masyarakat pada
hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga sebagaimana dalam Al-Qur’an surat 26
(Asy Syuaraa) ayat 214 :
َ‫ِيرتَكَ ْاْل َ ْق َر ِبين‬
َ ‫َوأَنذ ِْر َعش‬
Artinya: “Dan berilah peringatakan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
Secara mendasar, pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua. Hal itu
merupakan rahmat yang telah diamanatkan Allah SWT, kepada setiap orang tua dan mereka
tidak bisa menghindari tanggung jawab itu, karena telah menjadi amanat Allah yang
dibebankan kepada kita.
Dalam hal ini Al-Ghazali berpendapat bahwa : “Melatih anak-anak adalah suatu hal
yang sangat penting sekali, karena anak sebagai amanat bagi orangtuanya. Hati anak suci
bagaikan mutiara cemerlang, bersih dari segala pikiran serta gambaran, ia dapat menerima
segala yang diukirkan atasnya. Maka apabila ia dibiasakan kearah kebenaran dan diajarkan
kebenaran, jadilah ia baik dan berbahagia di dunia akhirat. Sedangkan ayah ibu serta pendidik
turut mendapatkan bagian pahala, tetapi apabila ia dibiasakan jauh atau dibiarkan dengan
kejelekan, maka celaka dan rusaklah ia dan para pendidik mendapat dosa. Untuk itu wajiblah
orang tua mengajarkan anak dari perbuatan dosa dengan mendidik dan mengajak berakhlak
baik dan menjaganya dari teman-teman yang jahat dan tidak boleh membiasakan anak dalam
bersenang-senang”.
Pendapat diatas menunjukkan betapa besarnya peran orang tua dalam memberikan
pendidikan Islam pada anak-anaknya. Adapun yang menjadi pokok masalahnya adalah
bagaimana peranan orang tua terhadap akhlak anak dalam perspektif pendidikan
Islam,terutama dalam menghadapi faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak anak.

B.Perumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini dibagi ke dalam tiga bagian :
1. Identifikasi Penelitian
a. Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian ini adalah psikologi pendidikan anak.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan, yaitu tentang peranan
orang tua terhadap akhlak anak dalam perspektif pendidikan Islam.
c. Jenis Masalah
Jenis masalah dalam penelitian ini adalah ketidakjelasan tentang peran orng tua dalam
mendidik anak, yaitu bagaimana usaha orang tua dalam membimbing dan mendidik anak-
anaknya agar berkepribadian, baik bagi dirinya, keluarga dan lingkungan sekitarnya.
2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang dibahas, maka penulis memberikan
batasan masalah. Penulis memfokuskan masalahnya dengan menitikberatkan orang tua dalam
mendidik anak. Pembentukan kepribadian anak dalam suatu keluarga dimulai dari masa
kanak-kanak sampai menginjak dewasa, karena pada usia dini anak mulai tertarik untuk
melakukan dan meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang tuanya. Orang tua memiliki
tanggung jawab terhadap pendidikan akhlak anak menurut perspektif pendidikan Islam.

3. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana peranan orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap anak?
b. Bagaimana perspektif pendidikan Islam tentang akhlak anak?
c. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak anak?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh titik terang mengenai pendidikan
Islam dalam keluarga dalam perkembangan anak. Perumusan masalah di atas bertujuan untuk
memperoleh mengetahui tentang :
1. Peranan orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap anak
2. Perspektif pendidikan Islam tentang akhlak anak
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak anak

D. Kerangka Pemikiran
Dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan, disebutkan bahwa “Pendidikan ialah bantuan
yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya
untuk mencapai tingkat dewasa”. Di sini yang menonjolkan adalah pemberian bantuan secara
sengaja atau secara sadar kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut dapat mencapai
tingkat kedewasaan.
Jika pendidikan itu ditinjau dari sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa:
“Hakekat pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk
pendidikan formil dan nonformil”.
Menurut Drs. Abu Ahmadi dalam bukunya Sejarah Pendidikan, disebutkan bahwa
“Pendidikan adalah semua kegiatan orang dewasa yang mempunyai nilai paedagogis bagi
anak”.
Sedangkan menurut Drs. M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, disebutkan bahwa “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulan dnegan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaannya”.
Pendidikan pada intinya mendidik anak dengan sebaik-baiknya,mungkin menuju
perbaikan sikap kedewasaan baik jasmani maupun ruhaninya yang berjalan seumur hidup.
Peranan orang tua terhadap putri-putrinya merupakan pendidikan daar yang tidak
dapat diabaikan sama sekali, karena orang tualah yang selalu di sampingnya sejak anak
dilahirkan, terutama ibunya yang memberi makan dan minum, memelihara serta bercampur
gaul dengan anaknya. Hal itu tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 yang
berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu : penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, 2004 : 561)
Dapat disimpulkan bahwa peranan ibu dalam mendidik anak-anaknya adalah sumber
pemberi kasih sayang, pengasih dan pemelihara, tempat mencurahkan isi hati, mengatur
kehidupan rumah tangga.
Pendidikan dalam keluarga merupakan tahap awal dalam upaya pembentukan
kepribadian tersebut, karena lingkungan pertama bagi anak adalah keluarga dan dikeluargalah
anak mendapat bimbingan dan pembinaan dari segala macam fungsi jiwanya, sehingga orang
tua sebagai pondasi bagi anak-anaknya dalam menjalankan hidup dan kehidupannya sehari-
hari, sehingga diharapkan terbentuk sikap mental anak yang sesuai dengan tuntunan syariat
Islam.
Sebagaimana hadist Rasulullah :
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah SAW bersabda: setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu suci bersih, kedua orang tuanyalah yang membuatnya
menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (H.R. Bukhari Muslim). (Imam Az-Zabidi, 2002).
Menurut Ahmad Tafsir (1992 : 155) : “Tujuan pendidikan dalam keluarga adalah agar
anak berkembang secara maksimal yaitu meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya yaitu
jasmani, akal, dan ruhani”.
Tujuan ini adalah membantu lembaga pendidikan formal atau lembaga khusus dalam
mengungkapkan pribadi anak. Dalam mencapai tujuan ini yang bertindak sebagai pendidik
dalam pendidikan di keluarga adalah ayah dan ibu serta semua orang yang merasa
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak.
Oleh karenanya dalam pendidikan Islam, orang tua dituntut untuk melaksanakan
kebiasaan sebagai pola kehidupannya dalam mendidik anak-anaknya. Hal ini sangat penting
bagi pembentukan kepribadiannya, akhlak dan agama bagi anak karena kebiasaan keagamaan
orang tua akan memasukan unsur perbuatan positif dalam pembentukan kepribadian yang
sedang tumbuh dan berkembang itu.
Adapun kebijakan Islam yang sangat mendukung pembentukan pribadi anak adalah
Islam mengajarkan agar potensi fisik intelektual dan mental seorang anak ditumbuh
kembangkan dengan baik, sehingga kelak ia dapat menimba ilmu pengetahuan, memiliki
moral dan keterampilan dengan sempurna.
Demikian pula dalam pemikiran Islam, bahwa perhatian dan tanggung jawab orang
tua tida hanya memenuhi kebutuhan fisik saja, tetapi lebih spesifiknya pendidikan Islam
memandang bahwa pemenuhan ruhaniah lebih diutamakan dan ini diwali dengan peranan
orang tua dalam mendidik anak melalui bimbingan kesuritauladanan dan pendidikan.

E. Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Data Sekunder

Data yang akan dihimpun dalam skripsi ini adalah sumber-sumber tertulis yang menerankan
tentang peranan orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga menurut Islam.
Secara garis besar yaitu data primer dan data sekunder.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kepustakaan.
3. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data teoritik.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penentuan teknik pengumpulan data, penulis mengambil sumber-sumber dari studi pustaka
dengan cara menelaah bacaan dari buku-buku sebagai literatur yang mendukung dengan
penelitian skripsi ini sebagai landasan teoritik.
5. Teknik Analisis Data
a. Metode Induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa konkrit, kemudian
peristiwa dan fakta konkrit itu ditarik generalisasi yang sifatnya umum.
b. Teknik Dedukatif, yaitu berangkat dari suatu pengetahuan yang umum dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang umum itu kita tarik menjadi suatu kejadian yang sifatnya khusus.

BAB II
PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AKHLAK ANAK

A. Pengertian Orang Tua


Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan
hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga.
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing
anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluaga, karena
orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Bila ditinjau berdasarkan Unang-Undang no. 10 tahun 1972, keluarga terdiri atas
ayah, ibu dan anak karena ikatan darah maupun hukum.
Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai tempat atau lembaga
pengasuhan yang paling dapat memberi kasih sayang, kegiatan menyusui, efektif dan
ekonomis. Di dalam keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung
yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya di kemudian hari melalui latihan fisik, sosial,
mental, emosional dan spiritual.

B. Pengertian Anak
Dalam agama Islam definisi “anak” sangat jelas batasannya. Yakni manusia yang
belum mencapai akil baligh (dewasa). Laki-laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi
basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi. Jika tanda-tanda puber tersebut sudah
tampak, berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikategorikan “anak-anak” yang bebas
dari pembebanan kewajiban.
Justru sejak itulah anak-anak memulai kehidupannya sebagai pribadi yang memikul
tanggung jawab. Termasuk ketika ia telah matang dan memilih untuk menyalurkan kebutuhan
biologisnya dengan pernikahan, maka hal itu tidak boleh dilarang.
Namun menurut TEMPO Interaktif, Jakarta : Masalah pembatasan usia dalam
pendefinisian “anak” hingga kini belum juga terselesaikan. Selama ini, setiap instansi
memiliki definisi batas usia anak yang berbeda, tergantung kepentingan masing-masing.
Khofifah Indar Parawangsa mencontohkan bahwa Departemen Tenaga Kerja
menetapkan batasan usia anak-anak di bawah usia 15 tahun.Sedangkan Departemen Agama,
sesuai dengan UU Perkawinan yang menyatakan bahwa usia layak untuk menikah adalah 17
tahun, membatasi usia anak hingga 16 tahun.Sementara Departemen Kehakiman sendiri
memberikan dua macam batasan usia anak. Di bawah 18 tahun untuk kasus-kasus pidana dan
di bawah 21 tahun untuk kasus-kasus perdata. Di sisi lain Departemen Dalam Negeri
membatasi usia anak di bawah 17 tahun. Sebab, pada usia 17, seseorang bisa memperoleh
KTP.
Sementara batasan umur untuk seorang anak menurut Ilmu Psikologis adalah terdiri
dari :
- bayi usia 0-2 tahun
- batita usia 3 tahun
- balita usia 4-5 tahun
- anak kecil usia 6-12 tahun
- remaja 13-16 tahun
- remaja dewasa (pemuda/i) usia 17-21 tahun
- orang dewasa usia 22 tahun ke atas atau ketika dia telah menikah walaupun belum berusia 22
tahun.
Tetapi jika maksudnya “seorang anak”, maka batasannya adalah ketika dia
berhadapan dengan orang tuanya dia tetap disebut “seorang anak”.
Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa
nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Menurut UU no.20
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan WHO yang dikatakan masuk usia anak adalah
sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998
memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin)
hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan
psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya.
Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia
dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap.

C. Pendidikan Akhlak
Menurut bahasa “akhlak” artinya tindak-tanduk atau kebiasaan-kebiasaan. Sedangkan
menurut istilah “akhlak” adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang
dapat melahirkan sesuatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa pikiran
(Imam Al-Ghazali)
Artinya : “Sesuatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan
seseorang dengan mudah”.
Persamaan dan perbedaan akhlak, etika, dan budi pekerti. Menurut bahasa “akhlak”
sama dengan adab, sopan-santun, tata krama, budi pekerti dan etika.
“Akhlak” secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan
bentuk jamak dari kata “khuluk”, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah
laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al-Ghazali, dan Ahmad Amin
menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat
memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
“Muslim yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”. (HR
Tirmidzi dan Ahmad).
Hadis ini mengungkapkan hal yang sangat penting dalam Islam, yaitu akhlak. Selain
masalah tauhid dan syari’at, akhlak memiliki porsi pembahasan yang sangat luas.
Secara etimologi akhlak terambil dari akar kata khuluk yang berarti tabiat, muru’ah,
kebiasaan, fitrah atau naluri.
Sedangkan secara syar’I, seperti diungkapkan Imam Al-Ghazali, akhlak adalah
sesuatu yang menggambarkan perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang
darinya keluar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya.
Metode Pembinaan Anak dalam Perspektif Islam :
Minimal ada 6 (enam) metode pembinaan akhlak dalam perspektif Islam, metode
yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis, serta pendapat pakar pendidikan Islam :
1. Metode Uswah (teladan)
Teladan adalah sesuatu yang pantas untuk diikuti, karena mengandung nilai-nilai
kemanusiaan. Manusia teladan yang harus dicontohdan diteladani adalah Rasulullah SAW,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Ahzab ayat 21 :
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik
bagimu…..” (Departemen Agama, 1980 : 670)
Rasulullah adalah orang pertama yang menjadi panutan bagi umat Islam untuk
diteladani akhlak eliau. Ini menggambarkan bahwa dalam suatu keluarga yang dijadikan
panutan bagi anaknya adalah orang tua.

2. Metode Ta’widiyah (pembiasaan)


Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah “biasa”. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, “biasa” artinya lazim atau umum, seperti sedia kala,sudah merupakan hal
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad Mursyi dalam bukunya “Seni Mendidik Anak”, menyampaikan nasihat
Imam Al-Ghazali : “Seorang anak adalah amanah (titipan) bagi orang tuanya, hatinya sangat
bersih bagaikan mutiara, jika dibiasakan dan diajarkan sesuatu kebaikan, maka ia akan
tumbuh dewasa dengan tetap melakukan kebaikan tersebut, sehingga ia mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.”
Dalam ilmu jiwa perkembangan, dikenal teori konvergensi, di mana pribadi dapat
dibentuk oleh lingkungannya, dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan, untuk mengembangkan potensi dasartersebut, adalah
melalui kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, kebiasaan yang baik dapat menempa pribadi
yang berakhlak mulia.
Aplikasi metode pembiasaan tersebut, diantaranya adalah, terbiasa dalam keadaan
berwudhu’, terbiasa tidur tidak terlalu malam dan bangun tidak kesiangan, terbiasa membaca
Al-Qur’an dan Asma-ul husna shalat berjamaah di masjid/mushalla, terbiasa berpuasa sekali
sebulan, terbiasa makan dengan tangan kanan dan lain-lain. Pembiasaan yang baik adalah
metode yang ampuh untuk meningkatkan akhlak anak.

3. Metode Mau’izhah (nasehat)


Kata mau’izhah berasal dari kata wa’zhu, yang berarti nasehat yang terpuji,
memotivasi untuk melaksanakannya dengan perkataan yang lembut.
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 232 yang artinya : “Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian, yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian.”
Aplikasi metode nasehat, di antaranya adalah nasehat dengan argument logika,
nasehat tentang keuniversalan Islam, nasehat yang berwibawa, nasehat dari aspek hukum,
nasehat tentang ‘amar ma’ruf nahi mungkar”, nasehat tentang amal ibadah dan lain-lain.
Namun yang paling penting, orang tua harus mengamalkan terlebih dahulu apa yang
dinasehatkan tersebut, kalau tidak demikian, maka nasehat hanya akan menjadi lips-service.

4. Metode Qishshah (ceritera)


Qishshah dalam pendidikan mengandung arti , suatu cara dalam menyampaikan
ajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik
yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.
Dalam pendidikan Islam, ceritera yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist
merupakan metode pendidikan yang sangat penting, alasannya, ceritera dalam al-Qur’an dan
hadist selalu memikat, menyentuh perasaan dan mendidik perasaan keimanan. Contoh: surah
Yusuf, surah Bani Isra’il dan lain-lain.
Aplikasi metode qishshah ini, di antaranya adalah memperdengarkan casset, video,
dan ceritera-ceritera tertulis atau bergambar.Orang tua harus membuka kesempatan bagi anak
untuk bertanya, setelah itu menjelaskan tentang hikmah qishshah dalam meningkatkan akhlak
mulia.

5. Metode Amtsal (perumpamaan)


Metode perumpamaan adalah metode yang banyak dipergunakan dalam al-Qur’an dan
hadist untuk mewujudkan akhlak mulia. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat
17: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api.”
Dalam beberapa literatur Islam, ditemukan banyak sekali perumpamaan, seperti
mengumpamakan orang yang lemah laksana kupu-kupu,orang yang tinggi seperti
jerapah,orang yang berani seperti singa, orang gemuk seperti gajah, orang kurus seperti
tongkat, orang ikut-ikutan seperti beo dan lain-lain. Disarankan untuk mencari perumpamaan
yang baik, ketika berbicara dengan anak, karena perumpamaan itu akan melekat pada
pikirannya dan sulit untuk dilupakan.
Aplikasi metode perumpamaan, di antaranya adalah yang diajarkan bersifat abstrak,
membandingkan dua masalah yang selevel dan orang tua tidak boleh salah dalam
membandingkan, karena akan membingungkan anak.
Metode perumpamaan ini akan dapat memberi pemahaman yang mendalam, terhadap
hal-hal yang sulit dicerna oleh perasaan. Apabila perasaan sudah disentuh, akan terwujudlah
anak yang memiliki akhlak mulia dengan penuh kesadaran.

6. Metode Tsawab (ganjaran)


Armai Arief dalam bukunya, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
menjelaskan pengertian tsawab itu, sebagai : “hadiah, hukuman”. Metode ini juga penting
dalam pembinaan akhlak, karena hadiah dan hukuman sama artinya dengan reward and
punishment dalam pendidikan Barat. Hadiah bisa menjadi dorongan spiritual dalam bersikap
baik, sedangkan hukuman dapat menjadi remote control,dari perbuatan tidak terpuji.
Aplikasi metode ganjaran yang berbentuk hadiah, di antaranya adalah memanggil
dengan panggilan kesayangan, memberikan pujian, memberikan maaf atas kesalahan mereka,
mengeluarkan perkataan yang baik, bermain atau bercanda, menyambutnya dengan
ramah,meneleponnya kalau perlu dan lain-lain.
Aplikasi metode ganjaran yang berbentuk hukuman, di antaranya pandangan yang
sinis, memuji orang lain di hadapannya, tidak mempedulikannya, memberikan ancaman yang
positif dan menjewernya sebagai alternatif terakhir.
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi dari Abdullah bin Basr al-Mani, ia
berkata : “Aku telah diutus oleh ibuku, dengan membawa beberapa biji anggur untuk
disampaikan kepada Rasulullah, kemudian aku memakannya sebelum aku sampaikan kepada
beliau, dan ketika aku mendatangi Rasulullah, beliau menjewer telingaku sambil berseru :
Wahai penipu!”
Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia.
Makin sempurna tauhid seseorang, akan semakin baik pula akhlaknya.Sebaliknya,tatkala
seorang hamba memiliki akhlak buruk, berarti akan lemah pula tauhidnya.
Akhlak adalah tolak ukur kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah SAW bersabda,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”.(HR Tirmidzi
dan Ahmad)

D. Peran Orang Tua


Ahmad Tafsir berpendapat bahwa : “Orang tua adalah pendidikan utama dan pertama
dalam hal penanaman keimanan bagi anak, disebut pendidikan utama karena besar sekali
pengaruhnya. Disebut-sebut pendidikan pertama karena merekalah yang pertama yang
mendidik anaknya,. Di sekolah, pesantren, dan guru agama yang diundang adalah institusi
pendidikan dan orang yang sekedar membantu orang tua.”
Pada awalnya penciptaannya seorang anak lahir dalam keadaan suci dan bertauhid
murni,ia mempunyaifitrah untuk beragama. FirmanAllah :
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah dengan selurus-
lurusnya, sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah, yang Allah menciptakan
manusia atas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tua tidak
mengetahuinya.”
Pendidikan berawal dari rumah,di mana seorang anak tumbuh dari didikan orang
tuanya. Dan rumah yang didambakan setiap anak adalah rumah layaknya surga, yaitu suasana
yang penuh kasih sayang sehingga memberikan rasa aman kepada anak untuk bertumbuh
kembang. Sebagai tugas dan kewajiban orang tua adalah untuk membahagiakan anak di dunia
sampai akhirat.
Mengenai tugas dan kewajiban orang tua disebutkan oleh Drs. Amir Daen
Indrakusuma, bahwa : “Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah merupakan
peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak
sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.” (Drs.
Amir Daen Indrakusuma, 1973 : 109)
Penanaman pandangan hidup keagamaan sejak masa kanak-kanak adalah tindakan
yang tepat dilakukan oleh orang tua, karena masa kanak-kanak merupakan masa yang paling
baik untuk perkembangan jiwa anak menuju kedewasaan melalui penanaman nilai-nilai
keagamaan. Pada masa kanak-kanak tindakan orang tua yang terpenting adalah meresepkan
dasar-dasar hidup beragama, seperti dengan membiasakan anak mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan orang tuanya, agar anaknya tertanam untuk mencintai kegiatan yang dilakukan
orang tuanya. Hal ini akan bisa terlaksana apabila adanya hubungan yang harmonis antara
sesama anggota keluarga.
Hubungan dalam keluarga antara orang tua dengan anak didasarkan atas hubungan
alamiah, dilaksanakan dalam bentuk kasih sayang yang murni, rasa kasih sayang antara oang
tua dengan anaknya. Rasa kasih sayang yang demikian akan menjadi sumber kekuatan yang
mendorongnya untuk selalu memberikan bimbingan dan pertolongan terhadap kebutuhan
anak secara wajar.
Bimbingan dan pertolongan yang diberikan orang tua terhadap anak secara berlebihan
justru akan membahayakan perkembangan jiwa anak, seperti rasa canggung bila berhadapan
dengan orang lain,ragu-ragu dalam bertindak, membawa kepada sikap menggantungkan diri
kepada orang lain dan sikap negatif lainnya.
Untuk menghindari perkembangan jiwa yang tidak wajar,Islam mengajarkan
mengenai beberapa prinsip yang akan dilakukan orang tua dalam mendidik putra-putrinya.
Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Anak ketika baru lahir berada dalam keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan fitrah dengan
potensi-potensi untuk bertumbuh dan berkembang.
Hal ini mengundang bantuan dan pengaruh orang tua untuk mengarahkan dan
memanfaatkannya sesuai dengan perkembangan dan kesiapan anak untuk menerimanya
berlandaskan nilai-nilai dan norma-norma Islam.
2. Hubungan dan suasana kekeluargaan yang memberikan rasa aman dan cinta kasih kepada
anak.
Suasana rumah tangga yang baik ditandai oleh hubungan dan suasana kekeluargaan yang
harmonis, sehingga setiap anggotanya merasakan aman dan tentram yang diliputi oleh rasa
cinta kasih sayang.
Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Musthafa Fahmi : “Kebutuhan akan kasih sayang
adalah kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh anak, si anak memerlukan suatu perasaan bahwa
ada kasih sayang yang memberikan kehangatan baginya.” (Prof. Dr.Mushafa Fahmi,1974 :
56).
Perasaan aman dalam jiwa meliputi tiga syarat pokok, yaitu : kasih sayang,
penerimaan, dan kestabilan. Perasaan anak bahwa ia disayangi orang tuanya adalah sangat
penting bagi pertumbuhannya, baik dari segi emosi, biologi maupun mental anak.
Kasih sayang tidak dapat berperan baik dalam membuat anak merasa aman, kecuali
apabila anak merasa bahwa dirinya diterima dalam keluarga, ia mendapat tempat dalam
keluarga dan anak merasa orang tuanya telah berkorban untuk kebahagiaannya. Adapun
kestabilan keluaraga juga sangat penting bagi pencapaian rasa aman anak. Semakin harmonis
hubungan antar anggota keluarga maka pertumbuhan anak akan semakin stabil pula. Dan
sebaliknya apabila lingkungan keluarga itu goncang, tidak ada kesesuaian, miskin dari nilai-
nilai moral, maka pertumbuhan anak terhambat, jiwanya goncang dan tidak stabil.
3. Orang tua adalah pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya.
Syariat Islam telah menjadikan orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup
anak dengan dasar bahwa anak adalah amanah Tuhan untuk dipelihara dan akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan kelak.
4. Kewibawaan orang tua sebagai pendidik anaknya dirumah.
Orang tua yang memiliki kewibawaan adalah orang tua yang mengetahui norma dan
perilaku yang baik serta berusaha hidup sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini,
sehingga anak dapat mengidentifikasikan dirinya dengan pribadi orang tuanya. Tingkat
kewibawaan orang tua terhadap anak-anaknya sebanding dengan tingkat realisasi nilai dan
norma dalam pribadinya.
5. Orang tua sebagai teladan bagi anak-anaknya.
Orang tua dalam mendidik anak-anaknya tidak cukup hanya dengan nasehat-nasehat,
dalam arti memberikan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang baik saja, akan tetapi harus
dimulai dengan mendidik diri sendiri, yaitu dengan memberi contoh terlebih dahulu kepada
anak-anaknya. Sikap dan perilaku terpuji orang tua terhadap anaknya mencerminkan ia
mempunyai kepribadian luhur yang akan dijadikan contoh ideal bagi perilaku pribadinya
sehari-hari.
6. Penanaman budi pekerti yang baik dalam keluarga adalah tugas utama oang tua terhaap
anaknya.
Seseorang yang berbudi pekerti baik adalah seseorang yang perbuatan dan perilakunya
sesuai dengan nilai dan norma yang baik yang berlaku dalam masyarakat. Untuk tercapainya
keseimbangan antara norma dalam keluarga dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Sehubungan dengan hal itu, makaorang tua di rumah selalu menanamkan akhlak yang
baik agar anak hidup serasi dan bahagia dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya.
Sebagai ciri pokok seseorang yang berakhlak mulia adalah rasa tanggung jawab.
Tanggung jawab adalah mengetahui nilai dan norma, terutama hak dan kewajiban dan
berusaha hidup sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini. Akhlak baik yang ditopang oleh
pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat akan tercermin dalam bentuk amal kebaikan
yang dampaknya akan kelihatan dalam kehidupan pribadinya di lingkungan keluarga serta
dalam kehidupan masyarakat dan bangsanya.
Di tangan orang tualah (ibu apak), anak-anak akan menjadi amanat, kabar gembira,
musuh, cobaan, hiburan, fitnah dan perhiasan dunia atau menjadi baik atau buruk. Mereka
akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang luhur, dan
tingkah laku yang ditanamkan oleh orang tuanya. Allah berfirman dalam QS. Al-Anfal ayat
28 yang berbunyi :
Artinya : “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar”. (Departemen Agama RI, Al-
Qur’an dan Terjemahnya, 2004)

BAB III
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Perspektif
Kata “Perspektif” berasal dari bahasa Itali “Prospettiva” yang berarti “gambar
pemandangan”.
Perspektif adalah suatu sistem matematikal untuk memproyeksikan bidang tiga
dimensional ke dalam bidang dua dimensional, seperti kertas atau kanvas.
Konstruksi perspektif adalah sebuah dasar pendidikan seni dan besar artinya untuk
lingkup penggunaan yang sangat luas seperti arsitek, orang-orang teknik mesin, dan para
desainer.
Menurut Leonardo da Vinci, Perspektif adalah sesuatu yang alami yang menampilkan
yang datar menjadi relief dan yang relief menjadi datar.
Kata “perspektif” juga berasal dari bahasa Latin “perspicere” yang berarti “melihat
tembus”. Menggambar perspektif adalah menggambar suatu benda sesuai dengan pandangan
mata bila menjauh semakin kecil dan hilang dari pandangan mata.
Cara menggambar perspektif sendiri mengingatkan pada manusia yang melakukannya
pada hakikat tujuan hidup di dunia ini, sebagai manusia yang pada akhirnya akan mendekati
sebuah titik hilang yang dapat juga kita sebut “titik misterius”. Dari segi kemampuan
kekuatan membuat seseorang yang memahami gambar perspektif semakin sadar akan
keterbatasan dirinya dan betapa besar kekuasaan Allah SWT, bahwa manusia itu mempunyai
kekuatan yang terbatas, sesuai firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya segala daya upaya
kekuatan itu asalnya dari Allah SWT”.
Perspektif adalah sudut pandang, sudut pandang dalam melihat, menilai sesuatu.
Impactnya, tentu saja perspektif itu sangat tergantung oleh “siapa” yang melakukannya.
Tentu saja akan cenderung subyektif.
Dan sepertinya dalam hidup kita tidak bisa dipisahkan dari perspektif. Perspektif
tentang hidup, tentang diri sendiri, tentang orang lain. Perspektif individu ini lalu mengalami
generalisasi ketika sekelompok orang memiliki pandangan yang sama. Perspektiflah yang
mendasari opini. Dan opini punya pengaruh besar membentuk mindset, pola pikir. Dan
ujung-ujungnya mampu membentuk jati diri. Entah itu pribadi, sekelompok orang, bahkan
sampai ke level yang lebih besar.
Perspektif hampir sama dengan paradigma, tapi sebenarnya berbeda. Perspektif adalah
cara pandang untuk melihat sesuatu obyek. Sedangkan paradigm adalah suatu spirit dari
prinsip-prinsip yang dianut dalam suatu system. Dalam konteks kekinian, paradigma sangat
memungkinkan untuk diperspektifkan, tergantung cara pandang dan kedalaman informasi
yang dimiliki. Namun demikian, suatu paradigma yang diyakini baik belum tentu akan
diperspektifkan baik juga. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah upaya konsisten untuk
melakukan interaksi dan komunikasi yang logis, sehingga perbedaan perspektif tersebut
mencair.

B. Perspektif Pendidikan Islam tentang Akhlak Anak


Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya
didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa :
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a katanya : Rasululllah SAW bersabda : Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani,
yahudi atau majusi”. (HR.Bukhari). (Imam Az-Zabidi, 2002).
Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat
bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih.Teori ini dikenal
dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan
dalam keadaan bersih, ia akan menerima pengaruh dari luar lewat kebutuhan intuitif dan
mental anak-anaknya.
Dalam agama Islam melarang atau tidak menerima kalau orang tua terlalu
memusatkan perhatian mereka kepada salah satu bidang tertentu dengan mengabaikan bidang
yang lain, karena akan membawa dampak negatif terhadap bidang yang lain.
Untuk itu agar tercipta remaja muslim yang berakhlak mulia, maka peran keluarga
sangatlah penting untuk mewujudkannya. Dalam hal ini, suatu faktor penting yang
memegang peranan menentukan dalam kehidupan remaja yakni agama. Sebab agama adalah
latihan akhlak bagi jiwa manusia dan persoalan remaja, maka upaya mengatasinya dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak. Karena dalam pendidikan akhlak dititiberatkan pada
pembentukan mental remaja agar memiliki pribadi yang bermoral, budipekerti yang luhur dan
bersusila.
Dalam proses ini tersimpul indikator bahwa pendidikan akhlak merupakan penuntun
bagi remaja untuk memiliki sikap mental dan kepribadian sebaik yang ditujukan Al-Qur’an
dan hadist nabi Muhammad SAW. Pendidikan akhlak sangat tepat bagi remaja agar di dalam
perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan menyimpang ke arah negatif.
Berbicara mengenai pendidikan akhlak tidaklah mengenal tempat dan waktu. Untuk
itu pendidik, termasuk orang tua harus dapat dijadikan model remaja dalam segala tingkah
lakunya. Oleh karena itu orang tua sedapat mungkin menghilangkan perilaku negatif karena
akan ditiru anak-anaknya.
Untuk itu pendidikan Islam mewajibkan orang tua untuk berusaha secara kontinew
memperbaiki perasaan-perasaan dan karakter anak-anak mereka yang remaja. Juga
membiasakan mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan dan etika-etika sosial, agar hal itu
membantu mereka beradaptasi atau menyesuaikan diri berperilaku baik dengan anggota
masyarakat.
Akhlak merupakan cerminan dari iman yang mencakup dalam segala bentuk perilaku.
Pendidikan akhlak juga harus diberikan kepada anak-anak sejak dini agar mereka kelak
menjadi manusia yang diridhoi oleh Allah SWT dan dapat menghargai semua orang.
Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi
pekerti yang mulia (ahlakul karimah).
Dalam hal ini orang tua sangat berperan dalam memberikan pendidikan agama secara
menyeluruh. Selain itu, akhak anak-anak bergantung pada kebiasaan dan perilaku orang tua
dan saudara-saudaranya di rumah.
Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia ini, maka missi
(risalah) Rasulullah SAW itu sendiri keseluruhannya adalah untuk memperbaiki akhlak yang
mulia sebagaimana sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (Shahih Bukhari, 2004)
Tujuan tertinggi akhlak dalam perspektif pendidikan Islam adalah menciptakan
kebahagiaan di dunia dan akhirat, kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan
kebahagiaan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat.
Akhlak dalam perspektif pendidikan Islam selaras dengan tujuannya untuk mencapai
kebahagiaan akhirat yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berhubungan
dengan perseorangan dan masyarakat.
Menurut Al-Ghazali bahwa akhlak dalam hal ini berarti kelakuan-kelakuan yang
berarti juga ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan, etika, budi pekerti atau moral.
Dalam Islam akhlak itu bentuknya ditujukan kepada Allah, manusia dan makhluk-
makhluk lain.
Setidaknya ada 6 (enam) dimensi akhlak dalam perspektif pendidikan Islam, yaitu :
1. Akhlak kepada Allah SWT. Diaplikasikan dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri nikmat-
Nya, malu berbuat maksiat, selalu bertobat, bertawakkal, dan senantiasa mengharapkan
limpahan rahmat-Nya.
2. Akhlak kepada Rasulullah SAW. Diaplikasikan dengan cara mengenalnya lebih jauh,
kemudian berusaha mencintai dan mengikuti sunnah-sunnahnya, termasuk pula banyak
bershalawat, menerima seluruh ajaran beliau dan menghidupkan kembali sunnah-sunnah
yang beliau contohkan.
3. Akhlak terhadap Al-Qur’an. Diaplikasikan dengan membacanya penuh perhatian, tartil.
Kemudian berusaha untuk memahami, menghafal, dan mengamalkannya.
4. Akhlak kepada orang-orang di sekitar kita, mulai dari cara memperlakukan diri sendiri,
kemudian orang tua, kerabat, tetangga, hingga saudara seiman.
5. Akhlak kepada orang kafir. Caranya adalah dengan membenci kekafiran mereka. Namun kita
harus tetap berbuat adil kepada mereka. Agama memperbolehkan kita berbuat baik pada
mereka selama hal itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam atau untuk mengajak mereka
pada Islam.
6. Akhlak terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain. Caranya dengan berusaha menjaga
keseimbangan alam, menyayangi binatang, melestarikan tumbuh-tumbuhan, dan lainnya.

C. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam


a. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan,
tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang
harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku
individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman
masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai
seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al-Abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan Islam menjadi:
1. Pembinaan akhlak.
2. Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan di akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Ketrampilan bekerja dalam masyarakat.
Menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan Islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan Islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat
2. Menghambakan diri kepada Allah
3. Memperkuat ikatan ke-Islaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam.
4. Akhlak mulia.
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi
pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiliki visi dan misi
yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”.
Selain itu, sebenarnya konsep daar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan
menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari
tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah
dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis,harmonis dan lestari
sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al-Qur’an.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah
“Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang makmur,
demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.
Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan
hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-
keinginan lainnya.
Bila dilihat dari ayat-ayat al-Qur’an ataupun hadit yang mengisyaratkan tujuan hidup
manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan,
termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat
dipahami karena mereka menganut konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran
hanya kepada ampiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepa dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat
mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat, sebagaimana tercantum dalam
QS. Adz-Dzariat ayat 56 dan al-Imran ayat 102 :
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2004 : 524)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-
benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.” (Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2004 : 64)
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘almin, baik
dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat
disebut juga sebgai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui
pendidikan Islam. Sifatnya lebih praktis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak
sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini
dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses
pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan, Allah
telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh umat manusia melalui syari’at
Islam, termasuk tentang tujuan pendidikan Islam. Dalam QS. Al-An’aam ayat 162 berbunyi :
Artinya : “Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan
Terjemhnya, 2004)
Tujuan utama pendidikan Islam adalah mencari ridha Allah SWT (Adnin Armas).
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-individu yang baik, bermoral,
berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan
umat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan,
maka seyogyanyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi
kemanusiaan, membuat system yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik,
yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan.
Bagi al-Ghazali menimba pengetahuan tidaklah semata-mata untuk tujuan akhirat,
akan tetapi terdapat keseimbangan tujuan hidup termasuk kebahagiaan di dunia.
“Dan sesungguhnya engkau mengetahui bahwa hasil ilmu pengetahuan adalah
pendekatan diri pada Tuhan pencipta alam, menghubungkan diri dan berhampiran dengan
ketinggian malaikat, demikian itu adalah akhirat. Adapaun di dunia adalah kemuliaan,
kesabaran, pengaruh pemerintahan bagi pemimpin Negara dan penghormat menurut
kebiasaannya.”
Untuk mencapainya sebuah tujuan dalam pendidikan Islam, maka unsure dalam
pendidikan itu haruslah dirumuskan dengan baik. Program yang akan dijadikan rujukan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam tentunya harus sinergis dengan tujuan yang ingin
dicapai, berdasarkan nilai-nilai Islam, termasuk tujuan manusia diciptakan di muka bumi ini.

b. Fungsi Pendidikan Islam


Seperti diketahui bahwa pembinaan mental anak didik tidaklah dimulai dari sekolah,
akan tetapi dimulai dari rumah (keluarga), sejak si anak dilahirkan ke titik maksimal yang
dapat sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan dunia, mulailah ia menerima didikan-didikan
dan perlakuan-perlakuan. Mula-mula ibu bapaknya, kemudian dari anggota keluarga yang
lain (saudara) dan kemudian dari lingkungan masyarakatnya.
Hal demikian memberikan warna dan mempengaruhi dasar-dasar pembentukan
kepribadiannya. Pembinaan, pertumbuhan mental dan kepribadiannya itu kemudian akan
ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Orang tua harusnya memberikan pendidikan
agama pada anak-anaknya sejak kecil, bahkan sejak masih dalam kandungan, sebab didasari
atau tidak, hal ini akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak setelah
lahir terutama pada perkembangan dan pertumbuhan aspek kejiwaannya.
DR. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Kesehatan Mental” mengemukakan tentang
pentingnya fungsi pendidikan Islam baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan
masyarakat. Beliau mengatakan bahwa: “Pendidikan Islam mempunyai fungsi yang sangat
penting untuk pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental anak, karena
pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu aspek pertama yang
ditujukan kepada jiwa atau pembentuk kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada
pikiran yakni pengajaran agam Islam itu sendiri.”
Aspek pertama dari pendidikan Islam adalah yang ditujukan pada jiwa dan
pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui pendidikan agama Islam ini anak didik
diberikan keyakinan tentang adanya Allah swt.
Aspek kedua dari pendidikan Islam adalah yang ditujukan kepada aspek pikiran (
intelektualitas), yaitu pengajaran Islam itu sedirinya. Artinya, bahwa kepercayaan kepada
Allah swt, beserta seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna mana kala isi, makna yang
dikandung oleh setiap firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara
benar. Di sini anak didik tidak hanya sekadar diinformasikan secara perintah dan larangan,
akan tetapi justru pada pertanyan apa, mengapa dan bagaimana beserta argumentasinya yang
dapat diyakini dan diterima oleh akal.
Fungsi pendidikan Islam di sini dapat menjadi inspirasi dan pemberi kekuatan mental
yang akan menjadi bentuk moral yang mengawasi segala tingkah laku dan petunjuk jalan
hidupnya serta menjadi obat anti penyakit gangguan jiwa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam adalah:
1. Memperkenalkan dan mendidik anak didik agar menyakini ke-Esaan Allah swt, pencipta
semesta alam beserta seluruh isinya.
2. Memperkenalkan kepada anak didik mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang
(hukum halal dan haram).
3. Mendidik anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, baik ibadah yang menyangkut
hablum minallah maupun hablum minannas.
4. Mendidik anak agar mencintai Rasulullah SAW dan ahlul baitnya serta cinta membaca Al-
Qur’an.
5. Mendidik anak agar taat dan hormat kepada orang tua dan tidak merusak lingkungannya.
Dari uraian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan
Islam adalah sebuah protes yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang
seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan
eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur’an
dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah
proses pendidikan berakhir.
Fungsi pendidikan Islam secara mikro adalah proses penanaman nilai-nilai ilahiah
pada diri anak didik, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal
mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip religius. Secara makro pendidikan Islam berfungsi
sebagai sarana pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia
melakukan interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDIDIKAN AKHLAK ANAK

MENCERMATI PENGARUH LINGKUNGAN


Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan
perubahan sikap dan perilaku seseorang,terutama pada generasi muda dan anak-
anak.Bukankah kisah Si Pembunuh 99 nyawa manusia yang akhirnya lengkap membunuh
100 nyawa itu berawal dari pengaruh buruknya lingkungan ? Sehingga,nasihat salah seorang
ulama supaya membunuh tersebut bertaubat dengan tulus dan terlepas dari jeratan kelamnya
dosa,ialah agar ia meniggalkan lingkungan tempatnya bermukim dan pindah ke suatu tempat
yang dihuni orang-orang baik yang selalu beribadah kepada Allah.
Anak merupakan suatu anugerah,karunia dan nikmat Allah yang terbesar yang harus
dipelihara, tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu,sebagai orang tua,maka
wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasull-Nya,dan
menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan
lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqomah.
Keluarga adalah lingkungan pertama dan mempunyai peran penting dan pengaruh
yang besar dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi
tumbuh kembangnya anak,baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat berpengaruh dalam
membentuk aqidah, mental, spiritual dan kepribadian,serta pola pikir anak. Yang kita
tanamkan pada masa-masa tersebut akan terus membekas pada jiwa anak dan tidak akan
hilang atau berubah sesudahnya.
Adapun bagi seorang pendidik,ia harus menjauhkan anak didiknya dari hal-hal yang
membawanya kepada kebinasaan dan kegelinciran,serta mengangkat derajat mereka dari
derajat binatang menjadai derajat manusia yang mempunyai semangat untuk mengemban
amanat dan tugas agama.
Sebagai pendidik,seorang harus menjadikan kepribadian Rosul sebagai tauladan
dalam seluruh aspek kehidupan dan setiap proses pendidikan.Mengajak mereka untuk
mengikuti jejak salafush-solihin serta memberi motivasi anak didik agar selalu bersanding
dengan ulama dan orang-orang solih.
Seorang pendidik juga harus memahami dampak buruk yang disebabkan oleh
keteledoran dalam mendidik anak. Dan ia harus mewaspadai factor-faktor yang bisa
mempengaruhi proses pendidikan anak,yaitu lingkungan rumah,sekolah,media cetak dan
elektronik,teman bergaul,sahabat serta pembantu.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK


A. Kondisi Lingkungan Keluarga
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan merupakan
tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang anak.Anak yang hidup ditengah
keluarga yang harmonis, yang selalu melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sunah-sunah
Rosul SAW dan terjaga dari kemungkaran,maka ia akan tumbuh menjadi anak yang taat dan
pemberani.
Oleh karena itu setiap orang tua muslim harus memperhatikan kondisi rumahnya.
Ciptakan suasana yang Islami, tegakkan sunah,dan hindarkan dari kemungkaran. Mohonlah
pertolongan kepada Allah agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang bertauhid, berakhlak
dan beramal sesuai dengan sunah Rosul serta mengikuti jejak para salafush-sholihin.Nabi
Muhammad SAW bersabda :
(‫ان الشيطان ينفرمن البيت الذى تقرا فيه )سوره البقرة‬،‫التجعلوابيولكم مقابر‬
“Janganlah engkau jadikan rumahmu seperti kuburan,sesungguhnya setan akan lari
dari rumah yang dibacakan didalamnya surat Al-Baqoroh.”
Dalam hadist ini,terdapat anjuran untuk memperbaiki rumah supaya tidak seperti
kuburan dan menjadi sarang setan,sehingga anak-anak yang tumbuh didalamnya jauh dari
Islam,bahkan kemungkaran setiap saat terjadi di rumahnya dan percekcokan orang tuanya
mewarnai kehidupannya,maka tidak disangsikan anak akan tumbuh menjadi anak yang keras
dan kasar.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirinu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Departemen Agama RI, Al-
Qur’an dan Terjemahnya, 2004 : 561)

B. Kondisi Lingkungan Sekolah


Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat bertemunya ratusan anak dari
berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda, baik status sosial maupun agamanya. Di
sekolah inilah anak akan terwarnai oleh berbagai corak pendidikan, kepribadian dan
kebiasaan, yang dibawa masing-masing anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yag
berbeda-beda.
Begitu juga para pengajar berasal dari berbagai latar belakang pemikiran dan budaya
serta kepribadian. Bagaimanakah keadaan mereka? Apakah memiliki komitmen terhadap
aqidah yang lurus? Ataukah sebagai pengekor budaya dan pemikiran Barat yang rusak?
Ataukah para pengajar memiliki pemikiran dan keyakinan yang dibangun berdasarkan nilai
agama? Ataukah hanya sekedar pengajar yang menebarkan racun pemikiran dan budaya
busuk, sehingga menghancurkan anak-anak kita?
Seorang pengajar merupakan figur dan tokoh yang menjadi panutan anak-anak dalam
mengambil semua nilai dan pemikiran tanpa memilih antara yang baik dengan yang buruk.
Karena anak-anak memandang, guru adalah sosok yang di sanjung, didengar dan ditiru.
Sehingga pengaruh guru sangat besar terhadap kepribadian dan pemikiran anak.
Oleh sebab itu, seorang pengajar harus membekali diri dengan ilmu din (agama) yang
shahih sesuai dengan pemahaman Salafush-Shalih dan akhlak yang mulia, serta rasa sayang
kepada anak didik. Dan tidak kalah penting, dalam membentuk kepribadian anak di sekolah,
adalah kurikulum pendidikan. Apakah kurikulum tersebut berasal dari manhaj Islam,
sehingga dapat mendukung untuk menegakkan ajaran Allah, sunah Rasul dan ajaran
Salafush-Shalih? Ataukah hanya sekedar menegakkan nilai dan wawasan kebangsaan,
semangat nasionalisme dan kesukuan?

C. Kondisi Lingkungan Masyarakat


1. Teman dan Sahabat
Teman memiliki peran dan pengaruh besar dalam pendidikan, sebab teman mampu
membentuk prinsip dan pemahaman yang tidak bisa dilakukan kedua orang tua. Oleh sebab
itu, Al-Qur'an dan as-Sunnah sangat menaruh perhatian dalam masalah persahabatan.
Allah berfirman, yang artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang
yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Qs. Al-
Kahfi/18:28)
Allah berfirman memberitakan penyesalan orang kafir pada hari Kiamat, yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman
akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu
telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Qs. Al-
Furqon/25:28-29).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasannya Nabi Shallallahu'alaihi Wa Sallam
bersabda:
‫الرجل على دين خليثله فلينظراحدكم من يخالل‬
“Seseorang tergantung agama temannya. Maka hendaklah seorang diantara kalian
melihat teman bergaulnya.”
Dari Abu Musa al-Asy'ari, ia bersabda:
‫الما مثل الجلمس الصالح والجلمس السوءكخامل‬
‫المسك ونافح الكبرفحامل المسك اماان يحذيك‬
‫ونا فح‬،‫ِواما ان تبنا غ منه واما ان تجد منه ربحاطيبة‬
‫الكير اماان يحرف ثيا بك واماان تجد ربحا منتنة‬.
“Sesungguhnya, perumpanmaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual
minyak wangi dan pandai besi: adapun penjual minyak. Maka kamu kemungkinan dia
memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya: dan adapun
besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaian mu atau engkau menemukan bau anyir.”
Sahabat memberi pengaruh dan mewarnai perilaku temannya, seperti kata Imam
Syafi'i dalam syairnya:
“Saya mencintai orang-orang yang sholih walaupun aku tidak seperti mereka.
Semoga dengan mencintai mereka aku mendapatkan syafaatnya.
Aku membenci seseorang karena kemaksiataannya.
Meskipun kami dalam hal perbekalan hampir sama.”
Wahai para pendidik, pilihkan untuk anak-anakmu teman yang baik sebagaimana
engkau memilih untuk mereka makanan dan pakaian yang terbaik.
2. Pembantu dan Tetangga
Para pembantu memiliki peran cukup signifikan dalam pendidikan anak, karena
pembantu mempunyai waktu yang relatif lama tinggal bersama anak, terutama pada usia
balita. Sedangkan pada fase tersebut, anak sangat sensitif dari berbagai macam pengaruh.
Pada masa usia itu merupakan masa awal pembentukan pemikiran dan aqidah, serta
emosional. Begitu juga tetangga, mereka biasa membawa pengaruh , karena anak-anak kita
kadang harus bermain ke rumahnya.
Kita harus waspada dengan menjaga akhlak anak dari semua pengaruh yang bisa
merusak pendidikan anak. Bekali mereka dengan aqidah yang shahih dan mulia. Ajarkan
kepada mereka sirah Nabi Muhammad SAW dan perjalanan hidup para ulama. Tanamkan
kepada mereka kesabaran dalam menunaikan segala kewajiban yang diperintahkan Allah, dan
kesabaran dalam meninggalkan apa yang dilarang Allah. Jangan biarkan anak-anak kita
terpengaruh oleh tingkah laku dan perangai orang-orang yang rusak dan jahat, yang dengan
sengaja membuat strategi dan tipu daya untuk menghancurkan generasi umat Islam.

3. Jalanan
Jalanan tempat bermain dan lalu lalang anak-anak , terdapat banyak manusia dengan
berbagai macam perangai, pemikiran, latar belakang sosial dan pendidikan. Dengan beragam
latar belakang, mereka sangat membahayakan proses pendidikan anak, karena anak belum
memiliki filter untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk.
Di sela-sela bermain, anak-anak akan mengambil dan meniru perangai serta tingkah
laku temannya atau orang yang sedang lewat, sehingga terkadang mampu merubah pemikiran
lurus menjadi rusak, apalagi mereka mempunyai kebiasaan rusak, misalnya pemabuk dan
pecandu narkoba, maka mereka lebih cepat menebarkan kerusakan di tengah pergaulan anak-
anak dan remaja.

4. Media Elektronik dan Cetak


Kedua media ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan, tingkah laku dan
kepribadian anak. Kalau orang tua tidak berhati-hati dan waspada terhadap kedua media ini.
Tidak jarang anak-anak akan tumbuh sebagaimana yang diperoleh dari kedua media ini.
a. Radio dan Televisi
Dunia telah terbuka lebar bagi kita, dan dunia pun sudah di hadapan kita, bahkan di
depan mata kita melalui beragam chanel TV. Sarana-sarana informasi, baik melalui beragam
radio dan televisi memiliki pengaruh yang sangat berbahaya dalam merusak pendidikan anak.
Disisi lain, radio dan televisi sebagai sumber berita, wahana penebar wacana baru,
menimba ilmu pengetahuan dan menanamkan pola pikir pada anak. Namun kedua media itu
juga menjadi sarana efektif dan senjata pemusnah massal para musuh Islam untuk
menhancurkan nilai-nilai dasar Islam dan kepribadian Islami pada generasi muda, karena para
musuh selalu membuat rencana dan strategi untuk menghancurkan para pemuda Islam, baik
secara sembunyi maupun terang-terangan.
Dalam buku Protokolat, para pemuda Yahudi menyatakan, bila orang Yahudi hendak
memiliki Negara Yahudi Raya, maka mereka harus mampu merusak generasi muda. Oleh
karena itu, mereka sangat bersungguh-sungguh dalam menjerat generasi muda, terutama
anak-anak. Mereka berhasil menebarkan racun kepada generasi muda dan anak-anak melalui
tayangan film-film horor atau mistik yang mengandung unsur kekufuran dan kemusyrikan.
Tujuannya ialah untuk menanamkan keyakinan dan pemikiran yang rusak kepada para
pemuda dan anak-ana Misalnya, seperti halnya film-film yang berjudul atau bertema manusia
raksasa, satria baja hitam, Xena, Spiderman. Atau halnya film-film Nusantara yang kental
dengan nilai-nilai yang merusak moral dan lain-lain. Atau film dunia hewan, seperti Ninja
Hatori dan pokemon. Atau film peperangan antara makhluk luar angkasa dengan penduduk
bumi, atau manusia planet yang menampilkan orang-orang telanjang yang tidak menutup
aurat dan mengajak anak-anak untuk hidup penuh romantis atau berduaan antara wanita dan
laki-laki yang bukan mahram, atau melegalisasi perbuatan zina sehingga mereka melakukan
zina dengan mudah, gampang dan bukan suatu aib, serta tidak perlu dihukum, bahkan dalam
pandangan mereka orang yang mampu merebut wanita dari tangan orang lain dianggapnya
sebagai pahlawan. Lebih parah lagi, film-film sejenis itu banyak ditayangkan dan cukup
banyak diminati oleh kalangan muda dan dewasa. Acara televisi seperti itu sangat berbahaya.
Ia dapat menghancurkan kepribadian dan akhlak anak, serta merobohkan sendi-sendi aqidah
yang telah tertanam kokoh, sehingga para pemuda menjadi generasi yang lebih lemah, tidak
memiliki kepribadian.
Ada seorang dokter yang kini aktif di salah satu yayasan. Di salah satu stasiun
televisi, dia bercerita bahwa dirinya mulai mencoba merokok sejak kelas 4 SD, kemudian
minum-minuman keras, menghisap ganja, dan itu terus berlangsung hingga saat kuliah di
kedokteran dengan kadar semakin besar. Yang menarik di sini, ternyata yang menjadi
motivasi sang dokter ini melakukan hal itu, karena ia ingin meniru gaya yang ditampilkan di
film koboi, bahwa seorang tokoh koboi kelihatan gagah berani dengan menenggak minuman
keras. Sang dokter juga mengatakan, selama melakukan hal itu tidak ada yang memberi
pengajaran ataupun mengingatkannya. Oleh karena itu, orang tua harus berhati-hati dan
waspada terhadap bahaya televisi.

b. Internet
Dari hari ke hari, semakin nampak jurang pemisah antara peradaban Barat dan fitrah
manusia. Setiap orang yang menggunakan hati kecil dan pendengarannya dengan baik, pasti
ia akan menyaksikan, betapa budaya Barat telah merobek dan mencabik-cabik nilai
kemanusiaan, seperti dalam hal internet. Media ini telah menyumbangkan dampak negatif,
sebab bahaya yang ditimbulkan dari internet cukup banyak jika tidak hati-hati dalam
membuka situs internet, terutama bagi anak yang suka ingin tahu hal-hal yang dianggap tabu.
Bahkan media ini sudah mengesampingkan nilai kemuliaan dan kesucian dalam kamus
kehidupan manusia. Misalnya, ada suatu situs khusus yang menampilkan berbagai gambar
porno, sehingga dapat menjerat setiap pemuda dengan berbagai macam perbuatan keji dan
kotor. Akibat yang ditimbulkan ialah kehancuran, inilah perang pemikiran yang paling
dahsyat dan berbahaya yang dicanangkan Yahudi untuk menghancurkan nilai Islam dan
generasi muslim. Banyak Negara-negara Eropa dan Arab merasa sangat terganggu dan
mengalami berbagai kenyataan pahit akibat kehadiran media internet ini.
Wahai para pendidik,terutama orang tua, jagalah anak-anakmu dari bahaya racun
media tersebut. Jangan sampai hanya karena tidak ingin anak kita ketinggalan zaman,
membuat orang tua lupa akan rambu-rambu yang ada dalam mendidik anak.

c. Telepon
Manfaat Telepon pada zaman sekarang ini tidak diragukan lagi, dan bahkan telepon
telah mampu menjadikan waktu semakin efektif, informasi semakin cepat dan berbagai
macam usaha ataupun pekerjaan mampu diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat.
Dalam beberapa detik saja, anda mampu menjangkau seluruh belahan dunia. Namun sangat
disayangkan, ternyata kenikmatan tersebut berubah menjadi petaka dan bencana yang
menghancurkan sebagian rumah tangga umat Islam.
Telepon jika tidak digunakan sesuai dengan manfaatnya, maka tidak jarang justru
akan menimbulkan bencana yang besar bagi keluarga muslim. Seringkali kejahatan menimpa
keluarga muslim berawal dari telepon, baik berupa penipuan, pembunuhan, maupun
perzinaan. Dan yang sering terjadi, baik pada remaja maupun orang dewasa, yaitu hubungan
yang diharamkan bermula dari telepon. Karena dengan telepon , kapan saja terjalin dengan
mudah, apalagi sekarang, alat ini semakin canggih dan biayanyapun semakin murah.
Ada sebuah kisah nyata,seorang gadis belia menyerahkan kehormatannya kepada
seorang laki-laki yang haram untuknya karena telepon. Awalnya, dari saling berbicara
kemudian mengikat janji untuk bertemu, dan akhirnya perbuatan keji terjadi.
Akhirnya, siapakah yang menanggung derita? Banyak juga terjadi, seorang ibu rumah
tangga atau kepala rumah tangga berselingkuh berawal dari telepon.
Oleh karena itu, kita harus waspada terhadap bahaya yang ditimbulkan pesawat ini. Gunakan
telepon dengan semestinya. Hindari penggunanaan yang tidak penting , di samping
menghemat biaya juga terhindar dari bahaya. Dan yang perlu diwaspadai, telepon dengan
lawan jenis, baik seorang murid dengan gurunya, atau tolib dengan ustadnya, apalagi di
antara para remaja putra maupun putri, karena setan tidak membiarkan kalian selamat dari
jeratannya.

d. Majalah dan Cerpen Anak


Majalah dan buku-buku cerita sangat berperan penting dalam membentuk pola pikir
dan ideologi anak. Sementara itu, majalah anak yang beredar di negeri kita, baik majalah
anak-anak maupun majalah remaja, isinya sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Yang banyak
ditonjolkan adalah syahwat dan hidup konsumtif. Ironisnya, media ini banyak dijadikan
sebagai rujukan oleh anak-anak dan para remaja kita.
Pengaruh majalah tersebut sangat besar dalam mempengaruhi generasi muda,
sehingga banyak kita temui gaya hidup dan pola pikir mereka meniru dengan yang mereka
dapatkan dari majalah yang kebanyakan pijakanya diambil dari budaya orang-orang kafir.
Padahal Al-qur’an yang mulia, banyak memuat cerita-cerita, seperti kisah tentang sapi
Bani Isro’il, kisah tentang Ashabul-Kahfi dan pemilik kebun dalam surat al-kahfi,kisah
pertarungan antara kekuatan hak dan batil, dan kisah-kisah umat-umat zaman dahulu yang
diberi sanksi oleh Allah akibat pelanggaran mereka terhadap perintah-Nya, serta seluruh
kisah-kisah para nabi dan rosul. Disamping itu, masih banyak kisah-kisah yang benar dari as-
Sunnah untuk menanamkan keteladanan para sahabat dan umat sebelumnya.
Oleh sebab itu, majalah dan buku-buku cerita memiliki peran yang sangat urgen,
memilki pengaruh sangat signifikan dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku serta
pendidikan anak.Anak-anak sangat gemar dan tertari dengan berbagai kisah, karena kisah
mengandung daya tarik, hiburan, lelucon, kepahlwanan, amanah, dan kesatriaan.

e. Komik dan Novel


Komik banyak digandrungi oleh anak-anak remaja bahkan orang dewasa. Namun
bacaan ini sekarang banyak memuat gambar-gambar yang tidak sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhan anak. Begitu pula novel, rata-rata berisi percintaan, dongeng palsu, cerita
legendaries, penuh dengan muatan syirik dan kekufuran, serta cerita romantika picisan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peranan orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap anak adalah dengan cara memberikan
contoh peneladanan, arahan serta perintah berakhlak yang baik dengan memberikan contoh
bagaimana bertutur kata, bersikap sehingga anak dapat lebih menguasai hawa nafsunya serta
dapat mengendalikan diri sendiri dari sifat egois. Selain itu juga memberikan pemahaman
tentang fungsi dan manfaat dari berakhlak baik tersebut.
2. Perspektif pendidikan Islam tentang akhlak anak didasarkan pada sabda Rasulullah SAW
yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dan pendidikan orang
tua-lah yang menentukan akhlak anak selanjutnya, baik atau buruk. Dalam Islam akhlak itu
bentuknya ditujukan kepada Allah SWT, manusia dan makhluk-makhluk lain. Dan tujuan
tertinggi akhlak anak dalam Islam adalah menciptakan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak anak adalah :
a. Kondisi lingkungan keluarga, di mana peran orang tua-lah yang lebih dominan dalam
memberi pengaruh kepada anak-anaknya.
b. Kondisi lingkungan sekolah, di mana peran guru sebagai orang tua kedua bagi anak sangat
menentukan perkembangan pendidikan akhlak anak.
c. Kondisi lingkungan masyarakat yang meliputi : teman dan sahabat, pembantu dan tetangga,
jalanan, media elektronik dan cetak, juga sangat berpengaruh bagi pendidikan akhlak anak.
Dan karena faktor lingkungan dari luar rumah-lah yang sering menjadi alasan kegagalan
orang tua dalam mendidik akhlak anak.

DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1982/1983, Jakarta


Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Pustaka Amani, 2004, Jakarta
Zabidi, Imam, Ringkasan Hadist Shahih Muslim, Pustaka Amani, 2002, Jakarta
Zabidi, Imam, Ringkasan Hadist Shahih Bukhari, Pustaka Amani, 2002, Jakarta
Dimas, Rasyid, Muhammad, 20 Kesalahan dalam Mendidik Anak, Rabbani Press,
2002, Jakarta
Istadi, Irawati, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti, 2006
Munawar, Husin, Agil, Said, dkk, Agenda Generasi Intelektual, Permadani, 2002,
Jakarta
Ahyadi, Aziz, Abdul, Psikologi Agama, Sinar Baru,1998, Bandung
Tafsir Ahmad, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Remaja Rosdakarya, 1996, Bandung
Zuhaerini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel,1981, Surabaya
Ramayulis, Pendidikan Islam Dasar Rumah Tangga, Ilmu Kalam, 1987, Jakarta
Sahrodi, Jamali, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Untuk Mahasiswa STAI Cirebon, 2009,
Cirebon
Ulwan, Nasih, Abdullah, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Asy-Syifa, 1981, Bandung
Hasan, Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Pustaka Al-Husna, 1986, Jakarta
Daien, Amir, Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional, 1973, Surabaya
Singgih, Gunarsa, Psikologi Perkembangan,Gunung Mulia, 1990, Jakarta
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1987, Jakarta
Vembrianto, Sosiologi Pendidikan, Paramita, 1977, Yogyakarta
Muttahari, Murtadha, Manusia dan Agama, Mizan, 1984, Bandung
http://www.damandiri.or.id/file/muazarhabibiupibab2.pdf
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/07/27/menggugat-definisi-anak
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2001/03/06/brk.20010306-04.id.html
http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20080116230605AAOCCFb
http://anugerah.hendra.or.id/pasca-nikah/3-anak-anak/permasalahan-umum-kesehatan-anak-
usia-sekolah
http://mfebrianto.wordpress.com/2007/11/08/peran-orangtua-menunjang-keberhasilan-
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=11974
http://cahyaislam.wordpress.com/2009/05/07/mendidik-akidah-dan-akhlak-anak/
http://indra15.multiply.com/journal/item/22/Pengembangan-Kemampuan-Menggambar-
Perspektif
http://jeasz.wordpress.com/2008/02/08/peningkatan-pemahaman-logika-religius-melalui-
gambar-pers
http://b3.menlh.go.id/bulletin/article.php?article_id=16
http://www.edo.web.id/wp/2008/02/19/anomali-perspektif/
http://tafany.wordpress.com/2008/06/05/etika-moral-dan-akhlak/
http://id.wikipedia.org/wiki/akhlak
http://www.republika.co.id/berita/25260/Keutamaan-Akhlak
http://apri76.wordpress.com/2009/09/28/metode-pembinaan-akhlak-dalam-perspektif-islam/
http://em-ge.blogspot.com/2009/11/peranan-keluarga-terhadap-pendidikan.html
http://www.khairulumam.co.cc/?p=79
http://www.kampusislam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=551
http://www.mail-archive.com/milis-muslim@yahoogroups.com/msg00576.html
http://www.pkpa-indonesia.org/index.php?option=comcontent&view=article&id=127:peran-
orangtua-
http://mawardiumm.wordpress.com/2008/02/27/ilmu-pendidikan-islam/
http://blog.riwayat.net/2009/10/pentingnya-pendidikan-dalam-islam.html
http://downloads.ziddu.com/downloadfile/4798557/pendidikan-islam-dalam-
keluarga.pdf.html
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1340/fungsi-pendidikan
http://bukhari.or.id/home/index.php?option=com-content&view=article&id=132:pengaruh-
lingkungan-terhadap-pendidikan-anak&catid=21&itemid=333
http://persis106kopo.wordpress.com/2009/01/29/pengertian-akhlak/
http://www.almanhaj.or.id/content/2042/slash/0
http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/orang-tua-dan-pendidikan-moral-bagi-anak/

Anda mungkin juga menyukai