Anda di halaman 1dari 18

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PERAKTEK

4.1Sejarah Singkat Perusahaan


Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam, didirikan pada tanggal 2 oktober
1952 oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember. Pada
saat ini jumlah aset yang telah dimiliki oleh balai benih ikan rambigundam cukup
banyak, dengan luas area dimiliki yaitu 23.870 m2.
Berikut nama-nama pimpinan yang pernah memimpin di (BBI)
Ranbigundam sejak tahun 1952 sampai sekarang dapat dilihat pada table 3.1
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Nama-nama Pimpinan BBI sejak tahun 1952 sampai sekarang.
No Nama Periode Kepemimpinan
1 Suparno 1952-1958
2 Kandiri 1958-1960
3 M.Hasim 1960-1962
4 Sanusi 1962-1969
5 Koesnan 1969-1970
6 Sutikno 1970-1973
7 Sanusi 1973-1976
8 Ir. Kartoyo A.R 1976-1991
9 Moenari 1991-1998
10 Salim 1998-2012
11 Karsam Budi S, SP 2012-sekarang
Sumber : BBI Rambigundam (2017)

4.1.1Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur organisasi di Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam sesuai
pelaksanaan dan teknis pembinaan di BBI Rambigundam oleh Dinas Peternakan,
Perikanan dan Kelautan daerah tingkat II Jember tahun 2001 dapat dilihat pada
gambar 3.1 sebagai berikut :

12
13

Dinas Peternakan,
Perikanan, dan Kelautan
Kabupaten jember

Pimpinan BBI

Urusan Pelayanan
Administrasi

Urusan Produksi Urusan Distribusi

Gambar 4.1 Struktur OrganisasiBalaiBenihIkanRambigundam


Keterangan gambar struktur organisasi diatas adalah pembagian kerja
untuk masing – masing bagian sebagai berikut :
1. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember
a) Menyelenggarakan kegiatan di bidang kelautan dan perikanan tangkap.
b) Menyelenggarakan kegiatan di bidang budidaya perikanan.
c) Melaksanakan kegiatan ketatausahaan.
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember membawahi
Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam. Balai Benih Ikan (BBI) merupakan
tempat bimbingan langsung kepada Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) dalam
pengendalian mutu dan pengadaan benih ikan, Balai Benih Ikan mempunyai
tugas menyediakan benih dalam jumlah yang cukup dan bermutu baik benih
ikan. Dalam melaksanakan tugasnya sekaligus mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Penghasil induk atau calon induk yang bermutu untuk menunjang Usaha
Pembenihan Rakyat (UPR) dalam pengadaan dan pengendalian mutu benih.
b. Penghasil benih unggul untuk keperluan masyarakat sehingga produksi ikan
diharapkan meningkat.
14

c. Tempat pelaksanaan adopsi teknik pembenihan dan budidaya ikan


d. Tempat pelatihan bagi petugas lapangan sekaligus peragaan secara langsung.
e. Sebagai sumber pendapatan daerah
f. Berdasarkan tugas dan fungsi tersebut maka didalam Balai Benih Ikan (BBI)
harus berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sehingga dapat memenuhi
sasaran.
2. Pimpinan BBI
a. Memmpin, merencanakan, mengkoordinasi, dan melaporkan kegiatan yang
ada.
b. Menyusun rencana kerja dan rencana operasional tahunan Dinas Perikanan
Kabupaten menyangkut pengembangan budidaya ikan air tawar dan
pengelolaan perairan umum.
c. Memantau produksi, distribusi dan penyuluhan Dinas Perikanan Kabupaten
dalam membina dan mengembangkan Usaha Pembenihan Rakyat (UPR).
d. Menyusun laporan.
3. Urusan Pelayanan Administrasi
Urusan Pelayanan Administrasi melaksanakan tugas membuat laporan
produksi, pembenihan ikan dan mencatat laporan penjualan dan
pendistribusian ikan.
4. Urusan Produksi
Urusan Produksi melaksanakan tugas di bidang produksi yaitu berusaha untuk
menghasilkan benih ikan yang berkualitas bersifat unggul dengan cara sistem
budidaya yang baik.
5. Urusan Distribusi
Urusan distribusi melaksanakan tugas di bidang pendistribusian benih ikan
yaitu menyalurkan benih ikan dengan cara produksi langsung maupun tidak
langsung.
15

4.1.2 Kondisi Lingkungan


BBI Rambigundam berada di ketinggian ± 52 m di atas permukaan air
laut dan terletak di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember,
Provinsi Jawa Timur. BBI Rambigundam memiliki batas desa sebagai berikut :
1. Sebelah utara Desa Gugut dan Desa Glagah Wero
2. Sebelah selatan Desa Rambipuji dan Kaliwining
3. Sebelah barat Desa Pecoro
4. Sebelah timur Desa Jubung
Awalnya yang dibudidayakan di BBI Rambigundam hanya ikan Tombro,
Tawes, dan Nila, sedangkan Lele baru dibudidayakan pada tahun 1986, Gurami di
budidayakan pada tahun 1999. Jenis ikan yang dikelola atau dipijahkan sampai
saat ini antara lain : ikan Tombro, Nila, Koi, Gurami, Tawes, Lele, Bawal dan
Patin. Dari semua jenis indukan yang dimiliki diperoleh dari pembesaran yang
dilakukan sendiri oleh BBI Rambigundam dan ada beberapa jenis adalah bantuan
dari kementerian perikanan pusat.
4.1.3Manajemen Keuangan
Balai Benih Ikan Rambigundam Merupakan instansi Pemerintah yang
berada di bawah naungan dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten
Jember. Dalam mengelola BBI Rambigundam Jember, Pimpinan BBI
Rambigundam harus dapat menyetorkan pendapatan dari hasil penjualan benih
kepada Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Jember.
Manajemen keuangan yang di terapkan oleh Balai Benih Ikan
Rambigundam yaitu hasil penjualan setiap harinya dirinci dalam bentuk jurnal
yang ditutup setiap akhir bulan. Untuk menghitung laba rugi yang diperoleh yaitu
dengan cara Total Pendapatan Dikurangi Biaya Operasional. Laporan keuangan
yang dibuat oleh pimpinan Balai Benih Ikan Rambigundam saat ini yaitu berupa
laporan tahunan.
16

4.1.4Manajemen Produksi
Faktor yang paling menentukan dalam produksi ikan lele adalah BBI
rambigundam untuk memenuhi kebutuhan konsumen baik di daerah jember
maupun diluar daerah jember. Benih yang dihasilkan di BBI rambigundam sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas indukan, teknik
pemeliharaan, pakan yang diberikan, danpenanganan hama dan penyakit.
4.1.5Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen Sumberdaya Manusia adalah serangkaian aktivitas organisasi
yang diarahkan untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan tenaga
kerja yang efektik. Manajemen sumberdaya manusia diperlukan dalam konteks
lingkungan yang kompleks dan berubah. (Sunarto, 2007)
Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam dalam melaksanakan fungsi dan
tugasnya masih belum menerapkan pembagian tugas yang jelas sebagaimana
tertera dalam struktur organisasi Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam, hal itu
disebabkan karena keterbatasan sumberdaya manusia dan kualitas pendidikan
SDM. Sehingga dalam pelaksanaan kerja semua pegawi bisa merangkap beberapa
pekerjaan. Adapun Pegawai Balai Benih Ikan (BBI)
Rambigundamdapatdilihatsebagaiberikut :
Tabel 4.2 Nama-nama pegawai BBI
No Nama Pendidikan Jabatan
1 Karsam Budi S, SP S1 Pimpinan
2 Ahmad Suyud SMK Produksi
3 Iwan Haryanto SLTP Produksi dan Honorer
4 Slamet Sabari SD Produksi dan Honorer
5 Muhammad muhtar SD Produksi dan Honorer
6 Muhammad sohe SD Produksi dan Honorer
7 Febryn Reza SMK Produksi
8 Ali Mufti SMK Produksi
Sumber : BBI Rambigundam (2017)
17

4.2 Persiapan Kolam


Induk ikan lele dipelihara dalam kolam tanah berdinding beton 2 buah
masing-masing untuk induk betina dan jantan dengan ukuran 4 x 5 meter ,
kedalaman air 50 cm. Agar ikan tidak melompat maka pematang kolam diberi
sekat bambu. Sedangkan wadah inkubasi, penetasan telur, dan pemeliharaan larva
menggunakan bak fiberglass

4.3 Persiapan Induk


Dalam kegiatan ini yang akan digunakan adalah induk ikan lele dumbo (C.
gariepinus) di Balai Benih Ikan (BBI) Rambigundam Induk ikan tersebut telah
berumur 2 tahun dengan bobot 2,5 kg untuk induk betina dan 1 kg untuk induk
jantan.

4.4 Dosis Ovaprim


Pemijahan buatan dilakukan dengan penyuntikan ovaprim dan kelenjar
hypofisa. Penyuntikan secara intramuscular dilakukan 2 kali, untuk penyuntikan
pertama menggunakan ovaprim dengan dosis 0,2 ml/kg pada sisi kiri punggung
dan untuk penyuntikan kedua menggunakan kelenjar hypofisa ikan lele dengan
berat yang sama dengan recipient pada sisi kanan dengan interval waktu 6 jam.
Untuk menentukan dosis ovaprim yang akan disuntikkan pada induk
betina ikan lele, terlebih dahulu ditimbang mengetahui berat ikan. Berat induk
yang digunakan 2,5 kg, sehingga jumlah ovaprim yang digunakan adalah 0,5 ml
(2,5 kg x 0,2 ml).
18

4.5 Membuat Larutan Hypofisa


Alat dan bahan serta prosedur yang digunakan dalam membuat larutan
kelenjar hypofisa yaitu sebagai berikut:
a. Alat:
 Gunting
 Pinset -
 Kain/serbet
 Alat penggerus
 Talenan
 Pisau
 Sentrifugal
b. Bahan:
 Ikan donor matang gonad
 Aquabides
Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat larutan
hypofisa
c. Prosedur Kerja :
1) Ikan donor dan ikan recipient matang gonad terlebih dahulu ditimbang dan
selanjutya diletakkan diatas talenan.
2) Kemudian bagian kepala dan tubuh dipisahkan dengan cara dipotong,
bagian kepala kembali dipotong secara vertikal dari mulut.
3) Tulang keras yang membungkus kelenjar hipofisa dikeluarkan
menggunakan tang dengan hati-hati agar tidak merusak kelenjar hipofisa.
4) Apabila telah tampak kelenjar hipofisa berbentuk bulat kecil dengan warna
putih kekuningan, diangkat menggunakan pinset.
5) Kamudian dimasukkan kedalam alat penggerus dan dicampur dengan
aquabides sebanyak 0,5ml
19

6) Setelah itu kelenjar hipofisa dicampur hingga merata atau homogen


dengan aquabides.
7) Kemudian larutan disentrifuse selama 2-3 menit, setelah itu akan terbentuk
dua larutan yakni larutan yang agak keruh dibagian atas dan larutan yang
berisi endapan kotoran dibagian bawah. Larutan bagian atas disedot
menggunakan spuit.

4.6 Penyuntikan Induk


Penyuntikan hanya dilakukan pada induk betina, alat dan bahan serta
prosedur yang digunakan sebagai berikut:
Alat : Bahan :
Spuit/jarum suntik Ovaprim
Kain/serbet larutan kelenjar hipofisa
Sarung tangan ikan recipient matang gonad
Wadah/waskom
Prosedur Kerja :
1) Setelah mengetahui dosis-dosis penyuntikan yang dibutuhkan, ikan
recipient matang gonad disiapkan.
2) Untuk mengurangi perlawanan ikan, kita menggunakan sarung tangan dan
pada bagian kepala ikan ditutup dengan serbet atau kain yang berwarna
gelap.
3) Kemudian ovaprim/larutan kelenjar hipofisa disedot kedalam spuit sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan. Dalam jarum suntik tidak boleh
terdapat udara didalamnya, karena dapat menyebabkan perut ikan
kembung setelah penyuntikan.
4) Bagian tubuh yang disuntik adalah bagian punggung dengan kemiringan
45 derajat.
5) Setelah disuntik, jarum suntik diangkat sekitar 1 cm kamudian bagian
tubuh yang telah disuntik diurut sebanyak 5-10 kali dengan satu arah
kemudian spuit dilepas.
6) Ikan kembali dilepas kadalam wadah dan dibiarka selama 6 jam.
20

4.7 Stripping
Alat dan bahan serta prosedur kerja stripping induk betina yaitu sebagai
berkut:
a. Alat :
· Mangkuk stainless
· Serbet/kain
· Sarung tangan
b. Bahan
· Tissue
c. Prosedur Kerja :
1) Jarak waktu antara penyuntikan induk dengan stripping adalah 12 jam,
kemudian induk betina ikan lele siap untuk distripping.
2) Pertama induk harus ditenangkan dengan menutup bagian kepala
dengan kain berwarna gelap.
3) Kemudian disiapkan wadah untuk telur berupa mangkuk dan bagian
genital induk dibersihkan dengan menggunakan kain halus/tissue
4) Stripping dilakukan dengan mengurut bagian perut kearah lubang
genital hingga telur keluar, ciri-ciri telur yang baik adalah berwarna
hijau tua dan mengkilap
4.8 Pengambilan Sperma
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sperma serta prosedur
yang digunakan sebagai berikut :
Alat : Bahan :
Gunting Larutan fisiologis
Pinset Sperma induk jantan
Gelas ukur
Kain/serbet
21

Prosedur Kerja :
1) Induk jantan yang telah memenuhi kriteria matang gonad disiapkan.
2) Pada bagian kepala kembali ditutup untuk menguragi rasa stress pada
ikan yang akan diambil spermanya.
3) Langkah awal ialah menggunting bagian perut ikan dari lubang genital
sampai dibagian bawah insang.
4) Setelah itu tampak dua kantung sperma yang berwarna putih, dilepas
dari tubuh ikan.
5) Sperma yang telah terlepas dibilas dengan larutan infus hingga bersih
dari darah dan lendir
6) Kemudian sperma diencerkan dan dicempur dengan larutan NaCl dalam
gelas ukur sebanyak 20 cc.

4.8 Fertilisasi
Fertilisasai adalah pertemuan antara sel telur dan sperma. Alat dan bahan
serta prosedur yang digunakan dalam fertilisasi yaitu:
Alat : Bahan :
Mangkuk Sperma induk jantan
Gelas ukur Sel telur induk betina
Waskom Bulu ayam
Aerator
Prosedur Kerja :
1) Sel telur dan sperma dicampur dalam mangkuk.
2) Kemudian diaduk dengan bulu ayam secara perlahan selama kurang
lebih 3 menit
3) Apabila telah tercampur secara merata akan berwarna coklat, dan diberi
sedikit air untuk mengaktifkan sperma jantan.
4) Setelah itu telur siap untuk ditebar.
22

4.9 Perhitungan Telur


Telur yang diovulasikan dihitung dengan menggunakan metode sampling
berat (Grafimetri). Untuk menentukan fekunditas relatif, yaitu dengan mengambil
telur dan ditimbang 0,5 gram telur kemudian dihitung jumlah telurnya. Berat total
telur diketahui dari selisih berat total induk sebelum dan sesudah ovulasi.

4.10 Penetasan Telur


Alat dan bahan serta prosedur kerja yang digunakan dalam penetasan telur
sebagai berikut:
Alat : Bahan :
Bak fiberglass Telur yang telah terbuahi
Waskom
Waring
Hapa
Peralatan aerasi
Blower
Thermometer
Prosedur kerja:
1) Bak yang telah dibersihkan diisi dengan air
2) Kemudian dipasang hapa
3) setelah itu waring tempat melekatnya telur dibersihkan dan dipasang
4) Setelah itu telur ditebar menggunakan sendok makan
5) Telur yang telah ditebar diberi aerasi dan diukur kualitas airnya, telur
baru akan mulai menetas setelah berumur 20 jam dan menetas secara
keseluruhan pada umur 24-27 jam dengan suhu 29 °C pada pH 7,5
6) Telur yang tidak terbuahi akan berwarna putih, sedangkan yang baik
akan berwarna hijau transparan/bening
7) Telur yang telah menetas akan kedasar wadah, dan larva yang
berumur 24 jam akan berenang kepermukaan air yang menandakan
larva sudah butuh pakan karena makanan cadangannya sudah habis.
8) Setelah kuning telur habis, maka diberikan pakan artemia
23

4.11 Pemeliharaan larva


Pemeliharaan larva dilakukan pada bak yang sama dengan penetasan telur
sampai berumur 7 hari dihitung dari saat menetas. Selama pemeliharaan dilakukan
pendugaan populasi dengan motode sampling untuk menetukan sintasannya setiap
hari dan pada hari ketujuh dilakukan panen larva.

4.12 Kultur Artemia


Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha
pembenihan ikan dan udang, karena kandungan nutrisinya baik serta cara
penetasannya yang mudah dilakukan. alat dan bahan serta prosedur penetasannya
sebagai barikut:
Alat dan bahan
· Gallon air minum
· Blower
· seser
· Gayung
· Refraktometer
· Gelas ukur
· Cyste artemia
· Air
· Garam
· Larutan klorin
· Soda api
· Thiosulfat
24

Prosedur kerja
1) Timbang cyste artemia yang akan ditetaskan sebanyak 3 gram/liter
2) Hidrasi/rendam cyste artemia dengan air tawar dalam beaker glass selama
1-2 jam
3) Saring artemia dengan plankton net/seser halus lalu masukkan kedalam
beaker glass yang telah berisi larutan chlorine ± 20 mldan soda api, aerasi
kuat, tunggu hingga 5-15 menit, amati dan catat perubahan yang terjadi
coklat tua > abu-abu > orange (1).
4) Saring cyste artemia dengan menggunakan saringan halus, lalu bilas
dengan air tawar dan rendam dalam larutan thiosulfat hingga bau khlorin
benar-benar hilang
5) Wadah kultur diisi dengan air bersih dan ditambahkan garam hingga
salinitas 15 ppt (2)
6) Masukkan cyste artemia kedalam wadah penetasan dengan aerasi kuat (3).
7) Inkubasi artemia selama 18-14 jam (4)
8) Panen artemia naupli (5,6).

4.13 Pengukuran Kualitas Air


Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari dengan menggunakan alat
Horiba water quality Cecker , parameter yang diukur meliputi suhu, oksigen
terlarut dan pH.

4.14 Fekunditas
Fakunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan dari satu ekor induk dalam
sekali pemijahan. Fekunditas yang diperoleh dari kegiatan praktek pada 10 kali
sampling terlihat pada Tabel 1.
25

Tabel 1. Fekunditas rata-rata induk ikan lele selama praktek


Jumlah telur Rasio jumlah/berat
Sampling ke Berat telur (gram)
(Butir) telur
1 0.16 78 487.5
2 0.33 133 403.0
3 0.44 141 320.4
4 0.54 171 316.6
5 0.25 102 408.0
6 0.61 187 306.6
7 0.74 217 293.2
8 0.81 233 287.7
9 0.95 265 278.0
10 1.15 311 270.4
Jumlah Total 5.98 1838 3372.5
Rata-rata 0.6 183.8 337.25
Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah telur per gram adalah 337,25 (337
butir), dari hasil pengukuran berat total gonad (Selisih antara berat induk sebelum
dan sesudah ovulasi) yaitu 500 gram (2.500 g- 2000 g). Maka jumlah total telur
yang diovulasi yaitu 168.500 butir (337 butir x 500 g). Perhitungan rasio berat
gonad dan berat total induk sebesar 20% (500 g/2500 g).
Jumlah telur yang diperoleh lebih rendah dari hasil penelitian De Graat et
al (1996), bahwa telur ikan lele berwarna hijau tua dan relative transparan,
dimana setiap gram telur terdapat 600 butir, atau dalam kondisi normal berat telur
sekitar 15-20% dari berat badan. Sedangkan rasio bobot gonad relative sama yaitu
20%. Hal tersebut disebabkan oleh diameter telur yang lebih besar sehingga
jumlahnya lebih sedikit.
26

4.15 Daya Tetas Telur


Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil
beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Perhitungan daya tetas
telur dilakukan dengan metode lapang pandang yaitu menghitung jumlah telur
yang menetas dibagi jumlah total telur pada setiap 1 cm2. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak dengan 10 kali ulangan. Hasil perhitungan daya tetas telur
terlihat pada Tabel 2.
Dari Tabel 2, terlihat daya tetas telur yang dicapai hanya 69.1%.
Selanjutnya berdasarkan daya tetas telur tersebut, maka jumlah larva pada saat
menetas yaitu 116.434 ekor (69.1% x 168.500 Butir).
Tabel 2. Hasil perhitungan daya tetas telur ikan lele
Jumlah Telur (butir) Daya tetas
Sampling Ke
Menetas Tidak menetas Total (%)
1 25 5 30 83.3
2 21 10 31 67.7
3 9 5 14 64.3
4 18 2 20 90.0
5 12 5 17 70.6
6 14 10 24 58.3
7 13 10 23 56.5
8 7 3 10 70.0
9 5 4 9 55.6
10 15 5 20 75.0
Jumlah 139 59 198 691.4
Rata-rata 13.9 5.9 19.8 69.1
27

Daya tetas telur dipengaruhi oleh kerja enzimatik dan faktor lingkungan.
hal tersebut sesuai dengan pendapat Gusrina (2008), bahwa Penetasan telur terjadi
bila embrio telah menjadi lebih panjang dari pada lingkaran kuning dan telah
terbentuk sirip ekor. Penetasan terjadi dengan cara pelunakan chorion oleh suatu
enzim atau substansi kimia lainnya hasil sekresi kelenjar ekstoderm. Selain itu
penetasan juga disebabkan oleh gerakan-gerakan larva akibat peningkatan suhu,
intensitas cahaya dan pengurangan tekanan oksigen.

4.16 Sintasan Larva


Sintasan adalah jumlah larva pada periode akhir pemeliharaan dibagi
jumlah awal dan dinyatakan dalam persen (Efendie, 1979). Hasil pengukuran
sintasan larva dari hari saat menetas sampai hari ketujuh yaitu: 1 (96.4%),
2(90.5%), 3(79.8%),4 (50.4%), 5(46.7%), 6(42.5%), dan 7 (39.6 Gambar 18.
Terlihat sintasan larva cenderung menurun seiring bertambahnya waktu
pemeliharaan.Jumlah larva yang dipanen pada hari ke tujuh sebanyak 46.108 ekor
(39.6% dari 116.434 ekor), selanjutnya dipindahkan pada bak pendederan I.
Sintasan larva yang tinggi didapatkan pada hari pertama sampai hari ketiga hal
tersebut disebabkan oleh masih tersedianya cadangan makanan. Penurunan secara
drastis didapatkan pada hari ke empat dimana cadangan makanan telah habis
sehingga harus disuplai dari luar tubuh. Pada kondisi ini jenis, jumlah dan
frekwensi ketersediaan berpengaruh terhadap sintasannya.
Menurut Khairuman dan Amri (2008), bahwa keberhasilan produksi benih
ikan lele sangat ditentukan oleh penggunaan mekanisme peralatan, kepadatan,
pengelolaan pakan alami dan buatan, manipulasi lingkungan, pencegahan
penyakit, efisiensi dan efektifitas, tata letak dan konstruksi serta keahlian
pengelolanya.
28

4.17 Daya Tetas Cyste Artemia


Daya tetas cyste artemia dihitung dengan menggunakan metode
volumetric,yaitu dengan menghitung jumlah cyate artemia dan naupli artemia per
milliliter air dengan ketentuan kondisi harus homogen. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak 5 kali seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perhitungan daya tetas artemia
Kepadatan Cyste/Naupli artemia /ml
Sampling Ke Daya tetas (%)
Cyste Naupli artemia
1 105 76 72.4
2 89 68 76.4
3 120 79 65.8
4 96 84 87.5
5 117 88 75.2
Jumlah total 527 395 337.5
Rata-rata 105.4 79 75.5
Dari Tabel 3, terlihat bahwa kepadatan rata-rata cyste yaitu 105 butir/ml
(105,4), atau jumlah cyste artemia pada volume kultur 15 L (15.000 ml) yaitu
1,581,000 butir. Sedangkan jumlah naupli yang dipanen yaitu 79 ekor pada
volume 15.000 ml adalah 1,125,000 ekor. Dari jumlah tersebut didapatkan daya
tetas artemia sebesar 75.5% (1,125,000 ekor/1,581,000 butir cyste x 100%). Hasil
tersebut lebih rendah dari standar daya tetas yang tertera pada kemesannya sebesar
80%. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi kultur terutama pH, pencahayaan,
salinitas, suhu dan aerasi serta umur cyste tersebut.
29

4.18 Kualitas Air


Hasil pengkuran kualitas air media kultur larva ikan lele terlihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air selama praktek

Hari ke
Parameter
1 2 3 4 5 6 7

Suhu (ºC) 29,5 28,5 28,7 29,8 30.0 29.2 29.8


pH 7,2 7,0 7,0 6,9 6,9 7,1 7,0
Oksigen
4,0 6,3 4.6 5,2 5.3 4.8 4.5
(ppm)
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa kualitas air yang terukur masih dalam
kisaran yang optimal untuk mendukung pemijahan dan pemeliharaan larva ikan
lele.

Anda mungkin juga menyukai