Pencemaran
kronis yang terjadi di Citarum disebabkan banyak hal, yang utama limbah industri.
Ads by AdAsia
You can close Ad in {5} s
Di Majalaya misalnya, tekstil menjadi komoditi utama. LSM Elemen Lingkungan (Elingan) yang
telah lama bergulat dengan persoalan di Citarum menyebut ada sekitar 200 pabrik tekstil
beroperasi di sana.
“Industri tekstil sudah terkenal di Majalaya sejak seabad yang lalu. Tapi saat itu masih
menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang tidak banyak menyebabkan pencemaran,”
kata Deni saat berbincang di tepi sungai Citarum di Majalaya.
Sungai Citarum berbusa akibat limbah pabrik (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
kumparan (kumparan.com) sempat menyusuri pabrik-pabrik di Majalaya yang bertepian
langsung dengan Sungai Citarum. Di sana industri begitu banyak. Namun di sisi lain, aturan jelas
mengenai dampaknya terhadap lingkungan sekitar termasuk soal pembuangan limbah pabrik
belum tegas.
“Sekarang ada UU nomor 32 tahun 2009. Dulu kan tidak ada buang limbah aturannya gimana-
gimana. Jadi mereka (pabrik) berkelit, aturan dengan industri duluan industri, kan gitu,” papar
Deni.
Di tengah-tengah perbincangan, aliran air dari tepi tiba-tiba secara perlahan berubah warna
menjadi pekat merah marun. Aliran itu datang dari sebuah lubang seperti gorong-gorong kecil
yang berada tepat di belakang sebuah pabrik.
“Itu-itu, warnanya jadi merah,” ujarnya sembari meminta kami untuk segera mengabadikan
momen tersebut.
https://kumparan.com/@kumparannews/aliran-limbah-industri-kemerahan-ke-sungai-citarum
Lahan pertanian di Rancaekek, Jawa Barat, banyak rusak parah karena ulah pabrik yang
membuang limbah sembarangan. Warga menderita karena kualitas padi buruk, harga jatuh dan
kesulitan mendapatkan air bersih.
Di tengah kesulitan warga ini, pemerintah daerah bukan mencari solusi memperbaiki lingkungan
malah menilai sawah tak produktif maka lebih baik menjadikan kawasan industri.Hal ini seperti
dilontarkan Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar, beberapa waktu lalu. Dia berwacana membuat
kawasan industri di Rancaekek, Bandung Timur. Dedi mengatakan, lahan pertanian Rancaekek
sudah kritis dan tak produktif.
Para petani Rancaekek pun protes dengan rencana itu, terlebih kerusakan lahan pertanian selama
ini dampak industri yang ada.
Nandang Supriyatna, warga Dusun Nyalindung, Desa Linggar Rancaekek mengatakan, sebaiknya
pemerintah fokus mengatasi pencemaran limbah tekstil daripada mewacanakan pembangunan
kawasan industri baru.
“Kami tidak setuju jual tanah ke pabrik. Masyarakat menggantungkan hidup dari sawah. Kalau
kerja di pabrik susah. Apalagi sudah tua. Yang masih muda saja harus nyogok dulu,” katanya.
Dia mencontohkan, keadaan saat ini, di pabrik tekstil PT Kahatex, pekerja justru mayoritas
pendatang. Limbah dibuang mencemari lahan pertanian hingga rusak parah. “Biasa satu tumbak
bisa menghasilkan 10 kg padi. Sekarang paling empat kg. Kualitas padi juga tak bagus,” kata
Darma, warga lain.
Darma memperlihatkan, padi dari sawah miliknya. Bulir padi tampak lebih kecil dan warna lebih
hitam. Tidak kuning cerah seperti kebanyakan padi. Hal ini, katanya, berimbas pada harga jual.
Padi kualitas bagus Rp700.00 per kuintal. Karena kualitas buruk, hanya Rp350.000 per kuintal.
“Rasa nasi kaya’ makan jagung atau sagon. Air disini juga jadi keruh. Kulit jadi gatal. Untuk
minum dan masak harus beli.”
Menurut penelitian Greenpeace Asia Tenggara dan Walhi Jabar 2012, sawah tercemar seluas 1.215
hektar, ditambah 727 hektar saat banjir. Hal ini menyebabkan produktivitas sawah menurun 1-1,5
ton per hektar tiap musim. Kerugian mencapai Rp3,65 miliar per tahun.
“Wacana pemerintah mengalihfungsikan dan membeli lahan produktif yang terpapar limbang B3
di Rancaekek merupakan langkah tidak tepat. Karena hanya akan mengalihkan dan menambah
masalah,” kata Ketua Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), Adi M Yadi.
Pawapeling mulai mengadvokasi warga Rancaekek sejak 2007. Mereka berusaha membantu
memulihkan kembali lahan pertanian warga.
Selama ini, pemerintah terkesan membiarkan masalah terjadi berlarut-larut. Seharusnya, ada upaya
penegakan hukum dan solusi permanen.
“Alihfungsi sawah menjadi kawasan industri bukan solusi. Ini tidak sesuai semangat pemerintah
ingin mewujudkan swasembada pangan.”
Pawapeling melakukan bio remediasi di sawah milik masyarakat yang terpapar limbah. Lahan
seluas 1.400 meter persegi di Desa Bojongloa jadi percontohan.
“Melalui bio remediasi, kami mencoba memulihkan kembali kontur tanah dari logam berat.
Sebelum cocok tanam, sebar kotoran hewan sapi dan kamping selama satu hari. Lalu ditraktor dan
diberi pupuk cair organik hasil olahan kita.”
Proyek percontohan sudah berjalan dua setengah bulan. Secara fisik dan kontur tanah ada
perubahan. Tanah yang keras, jadi lentur dan mulai subur. Ke depan, proyek ini akan disebarkan
ke tiga desa lain, yakni Sukamulya, Jelegong dan Linggar.
“Secara bertahap. Kita juga ukur kemampuan, jadi gak bisa serentak. Ini kegiatan sosial murni.
Kita juga siapkan punyuluhan dan pendampingan sampai petani bisa mandiri,” katanya.
Sawah hancur dan rusak parah terkena limbah dari pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha
Bio remediasi, katanya, jadi solusi mengatasi lahan sawah yang rusak. Ini jauh lebih ampuh
dibandingkan mengalihfungsikan sawah untuk industri.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan mengatakan, alihfungsi lahan pertanian di
Rancaekek menjadi kawasan industri hanya menguntungkan pengusaha besar.”Tanah dijual murah
ke perusahaan. Ini mengancam petani. Alihfungsi akan sebabkan perpindahan bajir ke daerah
lain.”
Dadan mengatakan, lahan pertanian di Rancaekek sebenarnya produktif, hanya tercemar limbah
industri. Untuk itu, harus dituntaskan penanganan pencemaran. “Bukan malah mewacanakan
alihfungsi kawasan.”
Seharusnya, katanya, upaya penegakan hukum berjalan. “Proses ganti rugi juga pemulihan
lingkungan. Hingga efek jera bagi perusahaan pencemar lingkungan.”
Dodo Sambodo, Asdep Pengaduan dan Penanganan Kasus Lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan mengatakan, pernyataan wagub tidak tepat.
“Wagub harusnya berikan kepercayaan struktural ke bawah. Karena ada mekanisme perencanaan
pembangunan daerah melalui musrembangda. Dari tiap desa berikan masukan. Jangan tiba-tiba
bilang tata ruang mau diubah.”
Alihfungsi lahan pertanian Rancaekek menjadi kawasan industri, katanya, akan berdampak
ancaman stok pangan di Jabar.
“Harusnya Wagub lihat contoh yang dilakulan Pawapeling. Lahan itu dengan proses bioremediasi
bisa diperbaiki.”
Solusi menyeluruh
Dodo mengatakan, mengatasi persoalan Rancaekek, tidak bisa dilihat dari sisi pencemaran.
Masalah dari hulu sampai ke hilir harus diperhatikan dan diselesaikan.
“Untuk kasus Kahatex, di KLHK ada perencanaan jangka panjang menengah. Kami bagi
perencanaan ini atas kesepakatan pusat dan daerah.”
Dia menolak anggapan jika penyelesaian pencemaran air Kahatex mandek. “Proses terus berjalan
meski lamban.”
Menurut dia, mempertemukan berbagai pihak antara pusat dan daerah tidak bisa cepat. “Ada
proses terus dibangun dan tidak mudah. Masalah pencemaran antara pusat dan daerah saja selalu
ada tumpang tindih wewenang.”
Saat ini, Kahatex sudah mau investasi perbaikan manajemen, seperti perbaikan alat dan
membangun IPAL.
“Sudah mulai dipasang. Nanti tidak ada lagi pencemaran. Tanggung jawab KLHK saat alat tidak
dipasang, ada upaya penegakan hukum dan administrasi.”
Bagian lain, menangani masyarakat terdampak, paparan pencemaran dan peroses perhitungan
ganti rugi.
“Sudah proses perdata yang terus berjalan. Ada tim khusus menangani ini. Mereka bikin hitung-
hitungan. Nanti ada kesepakatan ganti rugi,” katanya.
Bagian terakhir, kegiatan langsung berhubungan dengan masyarakat. “Ini paling susah. Seringkali
ada perbedaan pendapat dari masyarakat dalam melihat persoalan.”
“Dengan Pawapeling, meminta masyarakat bentuk kegiatan bersama seperti bioremediasi. Lalu
Walhi bantu advokasi. Semua harus berjalan beriringan.”
Sungai di Rancaekek yang penuh limbah keras dan cair. Foto: Indra Nugraha
http://www.mongabay.co.id/2015/04/14/sawah-tercemar-limbah-pabrik-beginilah-nasib-petani-
rancaekek/
http://www.tribunnews.com/regional/2016/02/27/polusi-limbah-pabrik-tekstil-diduga-bikin-
klenger-warga-desa-maracang
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/viewFile/1045/869
Berdasarkan data tahun 2010 mengenai kualitas air Citarum, dari 10 titik pantau mutu air yang
masuk kategori bahaya atau tercemar berat adalah di empat titik pantau Majalaya, Sapan, Cijeruk,
dan Dayeuhkolot. Salah satu parameter signifikan melewati batas ambang adalah kandungan
bahan kimia beracun dari limbah cair industri tekstil (yang memiliki proses pencelupan,
pemutihan, dan finishing). Selain limbah industri tekstil Sungai Citarum juga menjadi tempat
pembuangan limbah bagi industri peleburan besi, industri kertas, dan peternakan sapi. Sebanyak
400 ton limbah disalurkan ke Sungai Citarum per hari.
Oleh karena itu,melalui esai ini saya berpendapat bahwa sungai Citarum merupakan sumber
kehidupan dari banyak serta salah satu dari pusat pendapatan negara. Bagaimana mungkin Sungai
yang telah memberikan kehidupan bagi orang banyak dan juga pendaparan bagi negara merupakan
sungai terkotor di dunia? Hal ini jelas sangat mencoreng nama baik Indonesia. Hal ini disebabkan
karena limbah - limbah yang mengalir di Citarum. Limbah tersebut sangatlah berbahaya,itu
terbukti dengan banyaknya ikan yang mati di sungai Citarum.Ikan - ikan tersebut mati karena
mereka telah hidup di sungai yang telah tercemar oleh limbah yang berasal dari industri.
Limbah industri sangatlah berbahaya karena banyak kandungan zat -zat yang sangat berbahaya
bagi makhluk hidup. Karena adanya kandungan zat berbahaya ini juga menyebabkan air di Sungai
Citarum bukan lagi air bersih dan bahkan air yang dilarang untuk di konsumsi oleh makhluk
hidup.Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia,namun jika sumber air bersih
saja tercemar itu akan menimbulkan masalah besar bagi manusia. Jika manusia mengkonsumsi air
yang tercemar itu tidak akan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air bersih
melainkan akan menimbulkan masalah baru seperti penyakit - penyakit yang disebabkan oleh air
yang tercemar.
Maka dari itu pemerintah harus bertindak tegas kepada industri - industri agar tidak membuang
limbah mereka sembarangan di Sungai Citarum. Pemerintah harusnya memiliki peraturan dan juga
sanksi yang tegas bagi pelanggarnya.Sebaiknya pemerintah secepatnya melakukan pembenehan
pada Sungai Citarum agar sungai ini dapat berfungsi seperti dulu yaitu sebagai sumber kehidupan
banyak orang dan sumber pendapatan bagi negara. Sehingga gelar sebagai sungai terkotor akan
lepas,dan masyarakar sekitar dapat hidup sejahtera.
https://www.kompasiana.com/philipusvickyatmajayaep2015/565bc661c5afbd331a45b653/pence
maran-sungai-citarum-akibat-limbah-industri
Bandung: Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat masih menyelidiki dan
mengidentifikasi sejumlah perusahaan yang diduga mencemari sungai Citarum. Tercatat, ada 39
perusahaan yang telah diperiksa DLH.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Anang Sudarna, menuturkan puluhan
perusahaan yang diperiksa oleh pihaknya merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko
Widodo dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dalam rapat kabinet bulan lalu. Dalam rapat
itu, kata Anang, menyebutkan bahwa seluruh komponen harus bergerak dari persiapan perbaikan
ekosistem Citarum mulai di hulu dan penataan sungai termasuk sampah. Juga penegakan hukum.
BACA JUGA
"DLH Provinsi Jabar dan Kabupaten Bandung, TNI juga polisi sudah bergerak, 31 Industri yang
diduga melakukan pelanggaran, agar temuan tersebut bisa lebih akurat dan sesuai dengan prosedur
yang sudah diatur dalam perundang-undangan, maka pada tanggal 2 Februari ini, saya
memutuskan untuk melakukan sidak kembali, baik terhadap pada 31 perusahaan, maupun
perusahaan lainnya," ucap Anang, Senin 5 Februari 2018.
Menurutnya, inspeksi mendadak dilakukan sejak tanggal 2 hingga 3 Februari 2018, puluhan
perusahaan tersebut diduga melakukan pembuangan limbah di sungai Citarum. Dia melanjutkan,
ada 49 perusahaan di wilayah cekungan Bandung yang bakal disidak. Dugaan pencemaran, kata
dia, muncul berdasarkan pengamatan visual, bau, dan warna limbah, termepatur juga tingkat
keasaman (pH).
"Sebagian besar melakukan pelanggaran, ukurannya dari pH, bau dan warna. Sebagian perusahaan
yang dilakukan adalah tekstil," paparnya.
Anang menerangkan, pihaknya sudah mengambil sampel air dari perusahaan-perusahaan tersebut
dan tengah diuji laboratorium. Hasil laboratorium, diperkirakan keluar esok, Selasa 6 Februari
2018. Sidak, lanjut Anang, hanya dilakukan dalam tujuh zona yaitu empat zona di Kabupaten
Bandung dan tiga zona di Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kota Bandung. Zona satu
itu meliputi Majalaya dan sekitarnya. Zona dua, Bojongsoang dan Rancaekek. Zona tiga,
Dayeuhkolot dan empat Dayeuhkolot sampai Curug Jompong. Namun, sidak tidak dilakukan di
Kabupaten Sumedang.
"Kenapa tidak masuk ke Sumedang, kebetulan tim yang membawahi orangnya berasal dari
Kabupaten Bandung. Kalau masuk kesana sidak percuma," terangnya.
http://jabar.metrotvnews.com/peristiwa/8Kyvyd6N-39-perusahaan-terindikasi-mencemari-
sungai-citarum
Sudah dua pekan ini warga Desa X harus menahan bau bahan kimia yang diduga berasal dari
pabrik tekstil. Selain itu, warga juga mengeluhkan lahan pertanian banyak yang rusak karena ulah
pabrik yang membuang limbah sembarangan. Warga menderita karena kesulitan mendapatkan air
bersih dan kualitas padi buruk. Bulir padi tampak lebih kecil dan warna lebih hitam. Tidak kuning
cerah seperti kebanyakan padi. Hal ini, katanya, berimbas pada harga jual. Warga mendesak Badan
Lingkungan Hidup menindak perusahaan nakal yang menyebabkan limbah sehingga mencemari
wilayah tersebut. Menurutnya, inspeksi mendadak dilakukan, puluhan perusahaan tersebut diduga
melakukan pembuangan limbah di sungai. Hal itu terbukti dengan banyaknya ikan yang mati di
sungai. Ikan - ikan tersebut mati karena mereka telah hidup di sungai yang telah tercemar oleh
limbah yang berasal dari industri. Selain itu, ada indikasi tanah sekitar pabrik dan ratusan hektar
sawah tercemar logam berat dan bahan kimia beracun. Hal tersebut dilihat dari kadar logam berat
dalam tanaman kankung yang tumbuh disekitar lokasi yang mengandung logam berat berupa
cadmium (Cd), khromium (Cr), plumbum (Pb), arsen (As) dan seng (Zn). Pihak BLH
menerangkan, pihaknya sudah mengambil sampel air dari perusahaan-perusahaan tersebut dan
tengah diuji laboratorium. Hasil uji laboratorium sebagai berikut.
Parameter Sampel Air Sungai Kadar yang Diperbolehkan
Suhu 29,250C ±30C
pH 10 6-9
Warna Merah pekat -
Bau menyengat seperti -
bahan kimia