Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PENGARUH DRIP OKSITOSIN TERHADAP PEMBUKAAN

SERVIKS PADA PERSALINAN DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK


DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN - BANDUNG

Wiryawan Permadi

Bagian/ UPF RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

ABSTRAK
Tujuan : Melakukan penilaian pembukaan serviks sebelum pemberian drip oksitosin labu I
dan labu II pada inersia uteri hipotonik.
Rancangan : Pre-post design
Tempat : Bagian/SMF Obsteri dan Ginekologi FKUP/RSHS - Bandung
Bahan dan cara kerja : Dilakukan penilaian pembukaan serviks terhadap 226 kasus
persalinan dengan inersia uteri hipotonik antara Januari 2005- Desember 2005. Penilaian
pembukaan serviks dilakukan sebelum pemberian drip oksitosin labu I dan sebelum
pemberian labu II.
Hasil : Dari 226 kasus yang mengalami inersia uteri hipotonik kemudian dilakukan
augmentasi drip oksitosin yang berhasil sebanyak 110 kasus dan yang gagal 116 kasus.
Sebelum pemberian drip oksitosin labu I dengan pembukaan serviks 3 sebanyak 37 kasus
semuanya gagal, sebanyak 90 kasus dengan pembukaan serviks < 7 yang berhasil 30 kasus
dan 60 kasus gagal. Sebelum pemberian drip oksitosin labu II dengan pembukaan serviks 7
sebanyak 63 kasus semuanya berhasil.
Dengan analisa regresi linier didapat pembukaan serviks 7 sebelum pemberian drip oksitosin
labu I keberhasilannya sangat besar.
Perbandingan pembukaan seviks antara primigravida dengan multigravida tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan : Dengan pembukaan serviks 3 sebelum pemberian drip oksitosin labu I atau
pembukaan serviks < 7 sebelum pemberian drip oksitosin labu II kemungkinan terjadinya
kegagalan pada persalinan dengan augmentasi sangat besar.
Kata kunci: pembukaan serviks, drip oksitosin.

EVALUATION OF OXITOCYN DRIP INFLUENCE TO CERVICAL DILATATION


IN HYPOTONIC UTERINE

1
INERTIA AT THE HASAN SADIKIN HOSPITAL - BANDUNG

Wiryawan Permadi
Departement of Obstetrics and Gynecology, Hasan Sadikin Hospital

Abstract
Objective: To evaluate cervical dilatation before first administration of oxytocin drip and
before the second administration of oxytocin drip in cases with hypotonic uterine inertia.
Design: Pre-post design.
Setting: Department of Obstetrics and Gynecology Hasan Sadikin Hospital Bandung.
Material and method: Assessment of cervical dilatation on one hundred and sixteen
hypotonic uterine inertia cases during the period of November 1996 through March 1997.
The assessment was performed before the first and the second administration of oxytocin
drip.
Result: From 116 cases with hypotonic uterine inertia augmented by oxytocin drip, 91
cases (78.4 %) gave good result and 25 cases (21.6 %) failed, 37 cases of cervical dilatation
3 before the first administration of oxytocin drip failed to progress. 90 cases with cervical
dilatation < 7 before second administraton of oxytocin drip , 30 was successful but 60 cases
was failed. All of the 63 cases which cervical dilatation 7 before second administraton of
oxytocin drip succeeded. With the linear regression analysis, the cervical dilatation 7 before
first administraton of oxytocin drip fully succeeded.
Conclusion: The failure to progress is more likely to occur if cervical dilatation before the
first administration of oxytocin is 3 or < 7 before the second administration of oxytocin
drip.
Keyword : Cervical dilatation, oxytocin drip

EVALUASI PENGARUH DRIP OKSITOSIN TERHADAP PEMBUKAAN


SERVIKS PADA PERSALINAN DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK
DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN - BANDUNG

2
Wiryawan Permadi
Bagian / UPF. Obstetri & Ginekologi RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian
Dalam obstetri modern, pimpinan persalinan tidak lagi menunggu akan tetapi
dilakukan secara aktif, sehingga setiap penyimpangan dalam proses persalinan segera dapat
dikoreksi. (1,2)
Berbagai cara dikenal dalam induksi persalinan, misalnya :”bougie”, laminaria,
dilapan, kateter foley, dan tahun 1930 baru dikenal drip oksitosin parenteral.(8)
OKSITOSIN
Oksitosin berefek bila terdapat reseptor oksitosin pada membran sel otot polos
sehingga merangsang pelepasan ion kalsium dari dalam sel yang akan menyebabkan
kontraksi uterus. Waktu paruh hormon oksitosin adalah 30 menit sampai 40 menit, dan
pengeluarannva dari plasma berlangsung cepat melalui ginjal dan hati, oleh sebab itu dalam
penggunaannva untuk induksi persalinan perlu diulang agar kadarnva dalam plasma dapat
dipertahankan (9)

Pengaruh oksitosin dalam kehamilan dan persalinan


Kadar oksitosin selama kehamilan tidak mengalami peningkatan. Selama hamil uterus
dilindungi dari pengaruh oksitosin oleh enzim oksitosinase yang bekerja sebagai penghancur
oksitosin. Pada saat persalinan pun kadar ini tidak berubah, yaitu dalam plasma sekitar 2 -
10 pg/ml dan sirkulasinva dalam darah sekitar 7ng/menit, kadarnya meningkat pada saat
kala 2(10). Keadaan pecah ketuban, pemeriksaan dalam, turunnya kepala janin, pembukaan
lengkap menimbulkan lonjakan kadar oksitosin. Hal ini disebabkan karena adanya
rangsangan pada serviks dan vagina yang diteruskan ke medula spinalis dan sistem
hipotalamoneurohipofise (refleks Fergusson)(11).

3
Gambar 1 Kadar oksitosin dan prostaglandin dalam cairan amnion pada persalinan(10)
Kepekaan uterus terhadap oksitosin ini pun baru meningkat secara tajam beberapa
saat sebelum persalinan. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
induksi oksitosin adalah perubahan kepekaan uterus tersebut dan juga sangat ditentukan
oleh kematangan serviks karena pemberian oksitosin pada saat induksi tidak mempunyai
pengaruh terhadap serviks (12).
Kepekaan uterus tiap individu sulit diduga dan kadar plasma oksitosin yang dapat
menimbulkan kontraksi yang efektif sangat bervariasi antara satu individu dengan individu
lainnya (13).
Penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan memiliki banyak variasi dalam dosis
awal, peningkatan dosis, interval peningkatan dosis dan dosis maksimalnya. S.Chua (1991)
memperoleh keberhasilan induksi 86,2% dengan menggunakan dosis awal 2,5 mU/menit
dan setiap 30 menit dinaikkan 2,5 mU/menit (14), Ray (1992) memakai dosis 3 mU/menit dan
(15)
dinaikkan 1 mU/menit setiap 20 menit, keberhasilan induksi 85,5% , sedangkan Atad
mendapatkan keberhasilan 82,7%, memulainya dengan dosis 1,5 mU/menit dan intervalnya
20 menit, dinaikkan 1,5 Mu/menit.(16)
Dari beberapa penelitian pemberian oksitosin dengan interval yang pendek
mengakibatkan terangsangnya enzim oksitosinase dan menyebabkan stimulasi yang
berlebihan oleh kadar oksitosin yang terakumulasi. Hal ini tidak dapat diterapi dengan
pemberian oksitosinase inhibitor, sehingga dapat mengakibatkan hiperstimulasi dan gawat
janin. Terakumulasinya oksitosin dapat merusak reseptor oksitosin sehingga otot rahim
justru menjadi tidak peka terhadap oksitosin (10).
Pada penggunaan drip oksitosin untuk induksi sudah dianjurkan untuk mengganakan
dosis rendah yang sesuai dengan dosis oksitosin endogen agar terjadinya efek samping
berkurang, juga karena keberhasilannya tidak jauh berbeda (8%).

4
Brodsky mengatakan bahwa sebaiknya untuk induksi digunakan oksitosin dengan
dosis yang rasional, yaitu sesuai dengan kadar oksitosin yang terdapat pada persalinan
spontan. Pemberian 1- 5 mU/menit sebagai dosis awal sudah cukup dan untuk
mempertahankan kadar tersebut diberikan 5 - 7 mU/menit.(17)
Efek samping pemberian oksitosin sintetis terhadap kardiovaskuler minimal,
terutama bila diberikan dengan cara drip per infus atau pemberian bolus intramuskuler.
Dari berbagai cara induksi ini hanya penggunaan oksitosin dengan dosis awal 0,5-2
mU/menit dan intervalnya 40-60 menit saja yang direkomendasikan oleh ACOG karena
terbukti paling aman, serta hasilnya tidak berbeda dengan dosis tinggi.(1)
Inertia uteri hipotonik adalah salah satu penyebab persalinan lama, terdapat beberapa
cara untuk mengatasi inertia uteri hipotonik diantaranya dengan pemberian drip oksitosin. (3)
Di RSHS dari 1972 persalinan pada tahun 2005 sebanyak 63 kasus memerlukan
induksi persalinan dan sebanyak 226 kasus memerlukan augmentasi persalinan. (4)
Sampai saat ini cara yang dipakai di RSHS Bandung untuk keperluan induksi dan
augmentasi adalah dengan drip oksitosin.
Pada tahun 2005 dari 1972 persalinan di RSHS ditemukan 289 kasus yang dilakukan
induksi dan augmentasi. Kejadian seksio sesarea karena kegagalan drip oksitosin sebesar
154 kasus.
Penulis ingin melakukan penelitian secara pre-post design terhadap pembukaan
serviks pada kasus inertia uteri hipotonik setelah pemberlian drip oksitosin satu labu dengan
menilai kembali pembukaan serviks, sehingga dapat diramalkan apakah pemberian drip
oksitosin akan berhasil atau tidak.

1.2. Identifikasi Masalah


Bagaimana nilai prognostik pembukaan serviks dalam meramalkan keberhasilan drip
oksitosin setelah pemberian satu labu.

1.3. Tujuan Penelitian


Melakukan penilaian pembukaan serviks sebelum dip oksitosin labu I dan sebelum
pemberian drip oksitosin labu II.

1.4. Kegunaan Penelitian


Dapat meramalkan keberhasilan pemberian oksitosin drip pada persalinan dengan inertia
uteri hipotonik.

5
1.5. Metoda dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan sebelum dan sesudah drip oksitosin labu I dengan menilai
pembukaan serviks pada persalinan yang mengalami inertia uteri hipotonik dengan
augmentasi drip oksitosin di Bagian Obstetri dan Ginekologi RS dr. Hasan Sadikin /
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung sejak 1 Januari 2005 s/d 31
Desember 2005.

1.6 Tata Kerja


Augmentasi drip oksitosin diberikan pada kasus inertia uteri hipotonik dengan dosis
5 IU oksitosin dalam cairan glukosa 5% 500 cc dimulai dengan 20 tetesan/menit dinaikkan
5 tetesan setiap 30 menit sampai dengan maksimum 60 tetesan/menit.
Penilaian dengan pembukaan serviks dilakukan sebelum pemberian drip oksitosin
labu I dan sebelum pemberian labu ke II.

Kriteria Inklusi
1. Kehamilan tunggal, aterm, presentasi belakang kepala
2. Jarak kehamilan sebelumnya kurang dari 5 tahan
3. Semua kehamilan yang mengalami inertia uteri hipotonik
4. Selama pemberian drip oksitosin tidak mengalami gawat janin.

Kriteria Ekskusi
1. Kehamilan Gemelli
2. Terdapat kelainan : hipertensi dalam kehamilan dan infeksi intra uterine.
3. Partus percobaan
4. Penilaian diakhiri bila terjadi ancaman robekan rahim.

HASIL PENELITIAN
Selama periode penelitian sejak 1 Januari 200 – 31 Desember 2005 telah terkumpul
sebanyak 226 persalinan yang mengalami inertia uteri hipotonik kemudian dilakukan
augmentasi drip oksitosin di Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUP/RSHS; 110 kasus

6
berhasil dan 116 kasus gagal sehingga diperlukan penanganan dengan seksio sesarea.
Persalinan menurut paritas, 119 kasus primigravida dan 107 kasus multigaravida.
Pada kasus primigravida 54 kasus berhasil (45,4%) dan 65 kasus gagal (54,6%),
sedangkan pada kasus multigravida 56 kasus berhasil (52,3%) dan 51 kasus gagal (47,7%).
Pembukaan serviks kelompok berhasil dan gagal, antara primigravida dan multigravida
disajikan pada tabel 1.
TABEL 1. Data pembukaan serviks sebelum dan sesudah drip oksitosin labu I menurut
keberhasilan dan paritas
Pembukaan serviks Perbandingan
pembukaan serviks
Kelompok Pengamatan
Primigravida Multigravida primigravida dengan
multigravida
Berhasil (n=54) (n=56)
Sebelum
X 3,68 3,68 t =0,05
SD 0,64 0,64 P=0,957
Rentang 3-5 3-5 (TB)
Sedudah
X 7,52 7,45
SD 0,57 0,68 t=0,60
Rentang 6-8 6-8 P=0,552
(TB)
Gagal (n=65) (n=51)
Sebelum
X 3,62 3,43 t=1,36
SD 0,74 0,70 P=0,177
Rentang 3-5 3-5 (TB)
Sedudah
X 5,54 5,51 t =0,22
SD 0,71 0,67 P=0,826
Rentang 5-7 5-7 (TB)
Keterangan t = Uji t, TB = tidak bermakna
Dari tabel 1 tampak bahwa pembukaan serviks antara primigravida dengan multigravida
secara statistik tidak bermakna, baik pengamatan sebelum pemberian oksitosin drip labu I
maupun sebelum pemberian oksitosin drip labu II. Untuk analisis lebih lanjut yaitu
perbandingan pembukaan serviks sebelum pemberian oksitosin drip I maupun sebelum
pemberian oksitosin drip labu II antara primigravida dengan multi gravida digabungkan.
Gambaran pembukaan serviks pada kedua kelompok (berhasil dan gagal) sebelum
pemberian oksitosin drip labu I dan sebelum pemberian oksitosin drip labu II seperti terlihat
pada tabel 2.

TABEL 2. Deskripsi pembukaan serviks sebelum pemberian drip labu I dan sebelum pemberian
oksitosin drip labu II

7
Kelompok Sebelum labu I Sebelum labu II Keterangan
Berhasil
X 3,68 7,48 t=35,43
SD 0,63 0,63 P< 0,001
Rentang 3-5 5-8 (SB)

Gagal:
X 3,53 5,52 t =27,69
SD 0,71 0,69 P< 0,001
Rentang 3-5 5-6 (SB)

Keterangan t = Uji t, t paired untuk data berpasangan


SB = sangat bermakna

Terdapat perbedaan pembukaan antara sebelum pemberian oksitosin drip labu I dan
sebelum pemberian oksitosin drip labu II bahwa pada kelompok berhasil dan kelompok
gagal terjadi peningkatan pembukaan; 3 menjadi 8 pada kelompok berhasil dan menjadi 6
pada kelompok gagal.
Berdasarkan komposisi pembukaan, datanya terlihat pada tabel 3.

TABEL 3. Komposisi pembukaan serviks sebelum pemberian drip labu I dan sebelum pemberian
oksitosin drip labu II
Sebelum labu II
Pembukaan serviks Jumlah
5 6 7 8
I. Berhasil
Sebelum labu I 3 1 3 17 24 45
4 - 2 26 27 55
5 - - 1 9 10
Jumlah 1 5 44 60 110
II. Gagal
Sebelum labu I 3 51 25 10 - 86
4 17 10 3 - 30
5 - - - - -
Jumlah 68 35 13 - 116

8
Dari tabel 3 tampak bahwa sebelum pemberian drip oksitosin labu I dengan
pembukaan serviks 3 sebanyak 131 kasus 86 gagal (65,6%) dan 45 berhasil (34,4%),
dengan pembukaan serviks 4 sebanyak 85 kasus ada 55 kasus yang berhasil (64,7%)dan 30
kasus gagal (35,3%), sedangkan dengan pembukaan serviks 5 sebanyak 10 kasus semuanya
berhasil.
Sebelum pemberian drip oksitosin labu II dengan pembukaan serviks 5 sebanyak 69
kasus hanya 1 kasus yang berhasil (1,5%) dan 68 kasus gagal (98,5%), dengan pembukaan
serviks 6 sebanyak 40 kasus ada 5 kasus yang berhasil (12,5%) dan 35 kasus gagal
(87,5%) sedangkan dengan pembukaan serviks 7 sebanyak 47 kasus 44 kasus berhasil
(93,6%) dan 13 kasus gagal (6,4%). Sedangkan dengan pembukaan serviks 8 ada 60 kasus
dan semuanya berhasil (100%).

Kesimpulan
1. Pembukaan serviks 3 cm sebelum pemberian drip oksitosin labu I atau pembukaan
serviks < 7 sebelum pemberian drip oksitosin labu II, kemungkinan terjadinya kegagalan
pada persalinan dengan augmentasi sangat besar
2. Dengan pembukaan serviks 7 setelah pemberian drip oksitosin labu I, kemungkinan
terjadinya keberhasilan pada persalinan dengan augmentasi sangat besar.

Saran
Dari data-data diatas, disarankan:
Pada pembukaan serviks kurang dari 7 sebelum pemberian drip oksitosin labu II
perlu dipertimbangkan untuk melahirkan anak dengan seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mackenzee IZ. Labour induction including pregnancy termination. In: James DK, Steer
PJ, Carl P. High risk pregnancy. 2nd edition. London: WB Saunders, 2003: 1079-101
2. Zeno JA.Peacmen AM, Adashek JA, Socol ML. Controlled of a program for the active
management of labor. N Eng J Med 1992 ; 326 : 450 - 4.
3. Cunningham F.G., Leveno K.J, Gant N.F, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D.
William’s Obstetric. New York: McGraw Hill, 2005: 535-45
4. Laporan tahunan 2005. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran. Bandung 2005: 4.
5. Krisnadi SR, Mose JC, Effendi JS. Pedoman Diagnosis dan terapi obstetri dan
ginekologi rumah sakit Dr. Hasan Sadikin. Bagian obstetri dan ginekologi fakultas
kedokteran universitas padjadjaran rumah sakit Dr Hasan sadikin Bandung 2005: 26-7

9
6. Hutabarat R. Penilaian penggunaan Bishop score pada induksi persalinan dengan
oxytocin drip di RS dr Hasan Sadikin periode 1973 - 1978, skripsi akhir bagian Obsteri
dan Ginekologi RSHS/FKUP Bandung.
7. Crowley P. Prolonged pregnancy. In: Chamberlain G., Steer P., editors. Turnbull’s
Obstetrics. 3rd ed. London : Churchill Livingstone, 2002: 563-79.
8. Jagani N, Schulman H, Fleischer A, Mitchell J, Randolph G. Role of the cervix in the
induction of labor. Obstet Gynecol1982; 59: 21-5.
9. Brindley BA, Sokol RJ. Induction and augmentation of labor: Basis and methods for
current practice. Obstet Gynecol Srv 1988; 43: 730-9.
10. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Williams Obstetrics. 19th ed.
Connecticut: Prentice-Hall International Inc. 1993: 323, 862-71
11. Goldyne ME. Prostaglandins & other eicosanoids. In: Katzung BG ed. Basic and
clinical pharmacology. 3rd ed. Norwalk: Prentice-Hall. 1984: 21121.
12. SeitchickJ, Amico J, Robinson AG, Castillo M. Oxytocin augmentation of dysfunctional
labor. IV.Oxytocin pharmacokinetics. Am J Obstet Gynecol 1920; 150: 225-8.
13. Chua S, Arulkumaran S, Kurup A, Anandakumar C, Tay D, Ratnam S. Does
prostaglandin advantage over oxytocin infusion for nulliparas with pre-labor rupture of
membranes at term ? Obstet Gynecol1991; 77: 664-6.
14. Ray AD, Garite TJ. Prostaglandin E2 for induction of labor in patient with premature
rupture of the membranes at term. Am J Obstet Gynecol 1992; 166:836-43.
15. Atad J, Hallak M. A randomized comparison of prostaglandin E2, oxytocin, and the
double-ballon device in inducing labor. Obstet Gynecol 1996; 87: 223-7
16. Brodsky PL, Pelzar EM. Rationale for the revision of oxytccin administration protocols.
JO GNN 1991; 20: 440-4.

10
PIT MANADO

EVALUASI PENILAIAN PEMBUKAAN SERVIKS


TERHADAP KEBERHASILAN DRIP OKSITOSIN PADA
PERSALINAN DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK DI
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN - BANDUNG

Daniel R.H., Wiryawan P

11
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVAERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2006

12

Anda mungkin juga menyukai