PROPOSAL
Oleh:
KHARISMASA HAKIKI
NIM: 10.03.2.149.0231
37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indikator kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara menurut WHO
(World Health Organization) bisa di lihat dari angka kematian ibu selama masa
perinatal, intranatal, dan postnatal. Hal ini sesuai dengan visi yang di tetapkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pemerintah Indonesia. Visi Indonesia Sehat 2015
mempunyai 8 sasaran MDGs (Millenium Developmental Goals) yang salah
satunya yaitu mengurangi angka kematian ibu. Angka kematian ibu dapat
digunakan sebagai prediktor derajat kesehatan masyarakat dan gambaran kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Angka kematian ibu melahirkan di sebabkan
oleh beberapa faktor di antaranya karena perdarahan, eklampsia, dan infeksi.
Namun yang menjadi penyebab utama tingginya AKI (Angka Kematian Ibu)
adalah perdarahan post partum (DepKes RI, 2011).
Data dari laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium Indonesia tahun 2012, bahwa perdarahan post partum bertanggung
jawab atas 28 % Angka Kematian Ibu AKI di Indonesia. Sedangkan dari
hasil survey di Jawa Timur, perdarahan post partum bertanggung jawab atas 50%.
Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan survey awal yang di lakukan pada Bulan
Januari 2014 di RSUD Dr. R. Koesma Tuban, tahun 2013 terdapat 1162 kelahiran
pervaginam. Pada bulan januari 2014 ada 35 kelahiran pervaginam dan terdapat
sekitar 25 ibu yang mengalami perdarahan post partum. Hasil wawancara dari
petugas kesehatan, terhadap 5 ibu post partum pervaginam, 2 ibu post partum
TFU sudah tidak teraba sebelum hari ke 10 dan 3 ibu post partum TFU masih
teraba pada hari ke 10.
Perdarahan post partum dapat di sebabkan oleh berbagai hal salah satunya
yang paling sering adalah atonia uteri yang menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang melebar setelah persalinan tidak dapat
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Perdarahan ini
dapat mengganggu proses involusi uterus dimana kontraksi uterus tidak bisa
maksimal. Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram dan uterus normalnya tidak
teraba pada hari ke 10 (dalam Anggraini, 2010). Proses ini di mulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (dalam Ambarwati dan
Wulandari, 2008). Sehingga bila perdarahan ini terjadi secara tidak langsung akan
menyebabkan gangguan pada proses involusi uterus.
Salah satu cara mencegah perdarahan post partum bisa dengan cara
medikamentosa dan non medikamentosa. Cara non medikamentosa yaitu salah
satunya dengan melakukan pijat oksitosin (dalam Mardiyaningsih, 2010). Pijat ini
akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang dapat mengakibatkan
terjadinya kontraksi dan retraksi miometrium (otot lapisan tengah dari rahim)
yang bersifat proteolitis (mengerut, hancur sendiri) sehingga akan menekan
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus setelah proses
persalinan (dalam Yersi Aprilia, 2010). Penekanan pembuluh darah tersebut akan
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus, sehingga dapat membantu
mengurangi terjadinya perdarahan (dalam Varneys, 2003). Bila uterus
berkontraksi maka akan terjadi penurunan atau perubahan ukuran uterus yang
cepat ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks.
Segera setelah proses persalinan, puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga
perempat dari jalan atas diatara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke
tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu dua hari dan
kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak
dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.
Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban, pijat oksitosin tidak di lakukan karena
terlalu rumit padahal pijat oksitosin dapat membantu ibu untuk mempercepat
proses involusi uteri.
Berdasarkan pemaparan di atas, selanjutnya di lakukan penelitian untuk
mengetahui lebih dalam mengenai Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi
Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
1.2
Identifikasi Masalah
Visi Indonesia sehat 2015 mempunyai 8 sasaran MDGs (Millenium
Developmental Goals) yang salah satunya yaitu mengurangi Angka Kematian Ibu
(AKI). Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang melahirkan di sebabkan oleh
beberapa faktor di antaranya karena perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Namun
perdarahan post partum masih menjadi penyebab utama tingginya AKI (DepKes
RI, 2011). Berdasarkan survey awal yang di lakukan pada Bulan Januari 2014 di
RSUD Dr. R. Koesma Tuban, tahun 2013 terdapat 1162 kelahiran pervaginam.
Pada Bulan Januari 2014 ada 35 kelahiran pervaginam dan terdapat sekitar 25 ibu
yang mengalami perdarahan post partum. Hasil wawancara dari petugas
kesehatan, terhadap 5 ibu post partum pervaginam, 2 ibu post partum TFU sudah
tidak teraba sebelum hari ke 10 dan 3 ibu post partum TFU masih teraba pada
hari ke 10. Salah satu cara mempercepat involusi uteri bisa dengan cara non
medikamentosa yaitu salah satunya dengan melakukan pijat oksitosin (dalam
Mardiyaningsih, 2010). Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang
kontraksi otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah
persalinan (dalam Cuningham, 2006; Indiarti, 2009). Hal ini berarti bahwa involusi
uteri akan berlangsung lebih lambat bila uterus tidak dapat melakukan kontraksi
dan retraksi secara efektif (dalam Johnson, 2004). Involusi uterus merupakan
suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram dan uterus normalnya tidak teraba pada hari ke 10 (dalam
Anggraini, 2010).
1.3
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Mengetahui adanya Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uteri Pada
1.4.2
Tujuan Khusus
1) Mengetahui involusi uteri pada ibu post partum pervaginam yang di
lakukan pijat oksitosin.
2) Mengetahui involusi uteri pada ibu post partum pervaginam yang tidak
di lakukan pijat oksitosin.
3) Menganalisis pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uteri pada ibu
1.5
Ruang Lingkup
1.6.1
Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban di lakukan pada
Bulan April tahun 2014.
1.6.2
1.6.3
1.7
Keaslian Penelitian
Proposal skripsi ini adalah hasil karya asli dari penulis, yang diperoleh dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan judul yang akan penulis teliti dan dari
penelitian yang terdahulu yang judulnya hampir sama.
No
Judul
Variabel
MetPen
Keterangan:
Rithza Rinintya melakukan penelitian tentang Efektivitas Antara Pijat
Oksitosin Dan Breast Care Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Dengan
Sectio Caesarea Di RSUD Banyumas tahun 2013. Data berskala nominal dan
nominal Jenis penelitian yang digunakan adalah desain quasy eksperimental dengan
rancangan non randomized posttest tanpa control group design.
Sampel berjumlah 50 orang ibu post partum yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu 25
treatment pijat oksitosin dan 25 treatment breast care. Analisis statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik t test independent. Hasil
menunjukkan usia rata-rata ibu 20-35 tahun (84%), lulusan SMP (30%), IRT (82%),
multipara (27%) dan pertama SC (88%). Berdasarkan hasil analisis dengan uji
statistik t test independent didapatkan bahwa nilai t hitung 0.241 < t tabel 2.01
dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak yang menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pijat oksitosin dan breast care terhadap produksi
ASI pada ibu post partum dengan sectio caesarea di RSUD Banyumas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Nifas
2.1.1
kata puer yang artinya bayi dan parous yang berarti melahirkan. Yaitu masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar 6-8 minggu (dalam Sujiyatini,
2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (dalam Sitti Saleha, 2009).
Masa nifas atau post partum adalah masa waktu antara kelahiran plasenta
dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu
10
11
2.1.3
reaksi
basa/alkalis
yang
dapat
membuat
organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea
terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan bakteri. Lochea
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea dapat di
bagi berdasarkan waktu dan warnanya yaitu:
(1) Lochea rubra/merah (hari 1-3): warnanya biasanya merah berisi
darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, set-set decidua, verniks
caseosa, lanugo, dan mekoneum.
12
(2) Lochea sanguilenta (hari 3-7): berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir.
(3) Lochea serosa (hari 7-14): adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan
versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum
dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning atau
kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
(4) Lochea alba (setelah 2 minggu): warnanya lebih pucat, putih
kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati. Makin lama akan semakin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu
berikutnya.
(5) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk
(6) Lochea statis: lochea tidak lancar keluarnya
3) Laktasi atau pengeluaran Air Susu Ibu (ASI)
Pembentukan Air Susu Ibu (ASI) di pengaruhihormon prolaktin.
Selama
terbentukhormon
estrogen
maka
pembentukan
prolaktin
13
14
atonia
atau
subinvolusi.Untuk
itu,
penting
sekali
15
yangdapat
mengadakan
kontraksi
sedangkan
serviks
tidak
16
Palpasi
Serviks
Lembut/lunak
2 cm
200 gram
5,0 cm
1 cm
60 gram
2,5 cm
Menyempit
TFU
Setinggi
pusat
sympisis
pusat
Tidak
teraba
Normal
17
dan
gerak
tubuh
yang
kurang
menyebabkan penurunan fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa ingin atau
sulit BAB. Terkadang muncul wasir atau ambein pada ibu setelah
melahirkan, ini kemungkinan karena kesalahan cara mengejan saat
bersalin. Dengan memperbanyak asupan serat (buah atau sayur) dan senam
nifas akan mengurangi bahkan menghilangkan keluhan ambein ini.
Kerapkali di perlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak
tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum
melahirkan di berikan enema. Rasa sakit daerah perineum dapat
menghalangi keinginan ke belakang.
11) Perubahan sistem perkemihan
Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan BAK, selain
khawatir nyeri jahitan juga karena penyempitan saluran kencing akibat
penekanan kepala bayi saat proses melahirkan. Urine dalam jumlah yang
besar akan di hasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta di lahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan
air akan mengalami penurunan yang mencolok. Kedaan ini menyebabkan
diuresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu.
12) Perubahan sistem muskuluskeletal
Ambulasi pada umumnya di mulai 4-8 jam post partum. Ambulasi
dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
18
19
20
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
di mulai setelah plasenta lahir akibat otot-otot uterus (dalam Anggraini, 2010).
Tabel 2.2 Involusi Uteri
Involusi uterus
Tinggi fundus uteri
Setelah bayi lahir
Setinggi pusat
Pada akhir kala III
Pertengahan sympisis pusat
1-2 hari
1 jari di bawah pusat
3-4 hari
2 jari di bawah pusat
21
5-6 hari
Pertengahan sympisis pusat
7-8 hari
2-3 jari di atas sympisis
9 hari
1 jari di atas sympisis
10 hari
Tidak teraba
(Anggraini, 2010).
2.2.2 Proses Involusi Uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah kirakira2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia
kehamilan 16 minggu dengan berat 1.000 gram (dalam Anggraini, 2010).
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa
prenatal tergantung pada hiperflasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan
hipertropi yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa post partum
penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya proses autolysis
(dalam Anggraini, 2010).
Kontraksi dan retraksi menyebabkan uterus berbentuk globuler, ukuran
menyusut dengan cepat. Hal ini di refleksikan dengan perubahan lokasi uterus dan
abdomen kembali ke organ panggul (dalam Anggraini, 2010).
Perubahan ini dapat di ketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba di mana TFU nya (Tinggi Fundus Uteri). Pada saat bayi lahir, TFU
setinggi pusat, kemudian plasenta lahir TFU pertengahan sympisis pusat, 1 hari
TFU 1 jari di bawah pusat, 2 hari TFU 2 jari di bawah pusat, 3 hari TFU 3 jari di
bawah pusat, 4-5 TFU pertengahan sympisis pusat, 6-7 hari TFU 3 jari di atas
sympisis, 8 hari TFU 2 jari di atas sympisis, 9 hari TFU 1 jari di atas sympisis dan
10 hari tidak teraba (dalam Anggraini, 2010).
22
23
24
Segera setelah proses persalinan, puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga
perempat dari jalan atas di antara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke
tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari
setelah itu berangsur-angsur turun ke pelvik yang secara abdominal tidak dapat
terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari. Perubahan uterus ini berhubungan
erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi
perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini di alirkan
melalui pembuluh getah bening.
Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsiplasenta,
membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian zona spongiosa
pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan
sisa uterus). Decidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan
sebagai hasil invasi leukosit yaitu:
1) Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai
bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium.
2) Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan di perbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium.
Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari post
partum minggu ke tiga kecuali di tempat implantasi plasenta.
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan(suatu campuran darah yang di namakan lochea) yang biasanya
berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran lochea ini biasanya berakhir
dalam waktu 3 sampai 6 minggu (dalam Sujiyatini, 2010).
2.2.3 Bagian Bekas Implantasi Plasenta
25
26
27
pengecilan
otot
rahim
setelah
melahirkan
serta
28
29
30
31
stimulasi puting payudara dan pijat oksitosin. Kadar oksitosin ibu sangat rendah
dan tidak banyak berubah sebelum persalinan. Produksi hormon oksitosin oleh
hipofisis ibu secara drastis meningkat pada kala satu persalinan. Oksitosin juga di
sintesis oleh desidua dan mungkin bekerja secara lokal. Pada persalinan spontan,
sekresi oksitosin oleh janin tinggi dan di pindahkan menembus plasenta dengan
kadar yang setara dengan yang di gunakan untuk menginduksi aktivitas uterus
(dalam Huslein, 1985). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Jordan (2004)
bahwasanya oksitosin merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak
masuknya ion kalsium kedalam intrasel . Keluarnya hormon oksitosin akan
memperkuat ikatan aktin dan myosin sehingga kontraksi uterus semakin kuat dan
proses involusi uterus semakin bagus.
Jordan (2004) mengungkapkan bahwa oksitosin yang dihasilkan dari
hipofise posterior pada nucleus paraventrikel dan nucleus supra optic. Saraf ini
berjalan menuju neuro hipofise melalui tangkai hipofisis, dimana bagian akhir
dari tangkai ini merupakan suatu bulatan yang mengandung banyak granula
sekretrotik dan berada pada permukaan hipofise posterior dan bila ada rangsangan
akan mensekresikan oksitosin. Sementara oksitosin akan bekerja menimbulkan
kontraksi bila pada uterus telah ada reseptor oksitosin. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hamranani (2010) yang menyimpulkan bahwa oksitosin
digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus setelah melahirkan sebagai salah
satu tindakan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum.
2.3.2
Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pijat yang di lakukan pada daerah punggung
sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga akan mempercepat kerja saraf
32
belakang
ibu
dengan
33
Kerangka Konseptual
Ibu hamil
Melahirkan
Perubahan fisiologi masa
nifas:
Perubahan fisik
Involusi Uteri
Lochea
Pengeluaran ASI
Tindakan IMD
Endometrium
(reflek let-down)
Involusi tempat plasenta
3. Farmakologis
Perubahan ligamen dan
kerja
parasimpatis
saraf
Pemberian
serviks
injeksi oksitosin
Pengeluaran
oksitosin
Perubahan vulva, vagina
Uterus normal
dan perineum
(Anggraini, 2010 ;Mardiyaningsih,
2010 ;Maryunani,
Perubahan
sistem 2009)
pencernaan, perkemihan
Keterangan:
dan muskuluskeletal
Perubahan endokrin
Perubahan sistem
kardiovaskuler dan
hematologi
Hormon oksitosin
Faktor-faktor yang
mempengaruhi involusi
uteri:
Status gizi
Usia
Menyusui
Mobilisasi dini
Senam nifas
Komplikasi
persalinan
Anestesi
Lamanya persalinan
Paritas
pekerjaan
34
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara dari suatu
penelitian patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan di buktikan
dalam penelitian tersebut (dalam Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini H1: Ada Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi
Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan dan pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah (dalam Notoatmodjo, 2010).
36
Pada BAB ini akan di bahas secara rinci tentang desain penelitian,
kerangka kerja, populasi, sampel, besar sampel, sampling, variabel, definisi
operasional, alat atau instrumen, lokasi dan waktu penelitian, prosedur
atau
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah di tetapkan dan berperan sebagai pedoman peneliti pada
seluruh proses penelitian (dalam Nursalam, 2008).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasy
Experiment). Penelitian ini ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok
eksperimental. Tapi pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan teknik
acak.
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan Equivalent Time Sample
Design yaitu dengan cara sampel A di berikan perlakuan X dan sampel B tidak di
berikan perlakuan, keduanya kemudian di observasi dan dilakukan secara
berulang-ulang. (dalam Aziz A., 2007).
Subyek
K-A
K-B
Pra
O
O
Time 1
Perlakuan
I
Time 2
Pasca
O1-A
O1-B
Time 3
Keterangan :
K-A
: subyek (Ibu post partum pervaginam di RSUD Dr. R. Koesma
Tuban) perlakuan
37
K-B
Tuban) kontrol
: tidak diberi perlakuan
: observasi involusi uteri sebelum diberikan pijat oksitosin (kelompok
perlakuan)
I
: intervensi (pijat oksitosin)
O1 (A+B) : observasi involusi uteri sesudah diberikan pijat oksitosin (kelompok
perlakuan dan kontrol) (dalam Nursalam, 2010).
4.2.
4.3.
Pengolahan data
Editing ,coding, scoring, dan tabulasi
Post test
Mengukur Tinggi Fundus Uteri Ibu dengan lembar observasi
38
Analisa data
Menggunakan uji Mc Nemar
HasilPijat Oksitosin Terhadap Involusi
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh
Ada
pengaruh
atauPervaginam
tidak
Uteri Pada Ibu Post Partum
Di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban.
4.4.
Identifikasi Variabel
Variabel adalah karakteristik yang dimiliki oleh subjek (orang, benda,
situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (dalam
Nursalam, 2008).
4.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variable yang nilainya menentukan variabel
lain (dalam Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
pijat oksitosin.
4.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya di tentukan oleh
variabel lain (dalam Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah involusi uteri.
4.5.
Definisi operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
39
Variabel
Definisi
operasional
Variabel
Serangkaian
Independen: tindakan yang
Pijat
terdiri dari
Oksitosin
memijat kedua
sisi tulang
belakang
dengan
menggunakan
dua kepalan
tangan dengan
ibu jari
menunjuk ke
depan.
Memijat dari
leher sampai
tulang belikat
selama 2-3
menit yang
dilakukan
pada ibu post
partum
pervaginam
selama 7 hari.
Indikator
Kegiatan yang di lakukan
setiap hari dari hari
pertama sampai hari ke
tujuh.
Alat Ukur
Skala
Kode
40
Variabel
Dependen:
Involusi
Uteri
Kembalinya
Ukuran TFU :
fundus uterus 1 hari : 1 jari di bawah
pusat
pada ibu post
2 hari : 2 jari di bawah
partum
pusat
pervaginam
3 hari : 3 jari di bawah
yang di ukur
pusat
sampai jangka
waktu 7 hari. 4-5 hari : pertengahan
.
sympisis-pusat
6-7 hari : 3 jari di atas
sympisis
4.7. SamplingDesain
4.7.1 Populasi penelitian
Populasi adalah subyek (misal manusia, klien) yang memenuhi kriteria
yang telah di tetapkan (dalam Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu post partum pervaginam dari hari 1 sampai hari 7 yang di rawat
di RSUD Dr. R. Koesma Tuban berjumlah 23 orang.
4.7.2 Sampel penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat di pergunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling (dalam Nursalam, 2008). Sampel
dalam penelitian ini adalah ibu post partum pervaginamdi RSUD Dr. R. Koesma
Tuban sejumlah 22 orang.
Kriteria dari sampel itu sendiri adalah:
Kriteria Inklusi
Adalah karakteristik umum subyektif penelitian dari suatu populasi target
dan terjangkau yang akan di teliti (dalam Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah:
1) Ibu post partum yang di rawat di RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang
bersedia menjadi responden
41
4.8.2
42
kelompok
eksperimen di berikan pijat oksitosin dan kelompok kontrol tidak di berikan pijat
oksitosin kemudian hari ke tiga untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol di observasi TFU, kemudian hari ketiga kelompok eksperimen di berikan
pijat oksitosin dan kelompok kontrol tidak di berikan pijat oksitosin kemudian
hari ke empat untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di observasi
TFU begitu seterusnya sampai hari ke tujuh. Setelah itu hasil observasi dari hari
pertamasampai hari ke tujuh di bandingkan antara kelompok eksperimen dan
4.8.3
kelompok kontrol.
Analisa data
Langkah-langkah analisis dalam penelitian ini yaitu :
1) Editing
Memeriksa data (menjumlah dan melakukan koreksi) yang telah
dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, lembar observasi, kartu atau
buku register.
2) Coding
43
44
Descriptives Statistics
Crosstabs
4.9.
Etika penelitian
4.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut di berikan
45
Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dan dilaksanakan pada Bulan
48
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Retna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihama
Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 1995. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan Peter
Anugerah (penterjemah). 2005. Jakarta: EGC.
Cuningham. 2006. Obsietri Williams. Edisi 21.Volume 1. Jakarta: EGC.
Hamranani, S. 2010, Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu
post partum yang mengalami persalinan lama di rumah sakit wilayah
Kabupaten Klaten. Tesis UI: tidak dipublikasikan.
Hidayat, A.A. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Jordan. S. 2004. Obat yang Meningkatkan Kontraksilitas Uterus atau Oksitosin.
Dalam Ester. M. (Ed) Farmakologi Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Khairani, Leli. 2012. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada
Ibu Post Partum Di Ruang Post Partum Kelas Iii RSHS
Bandung.Sumedang:Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Ladewig, Patricia. 2006. Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
EGC
Mardiyaningsih, Eko. 2010. Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat
Oksitosin Terhadap Produksi ASI Ibu Post Seksio Sesarea Di Rumah Sakit
Wilayah Jawa Tengah.Tesis. Depok: FK UI
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum).
Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, (2008). Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Rinintya, Rithza. 2013. Efektivitas Antara Pijat Oksitosin Dan Breast Care
Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Dengan Sectio Caesarea Di
RSUD Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
49
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika
Sopiyudin M. 2009. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Ed 4. Jakarta:
Salemba Medika
Suhermi, Dkk. 2008 . Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya.
Sujiyatini, DKK. 2010. Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas ASKEB III. Yogyakarta:
Cyrillus Publisher
Sukarni, Icemi. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sulistyawati, A. 2009.Buku
Nifas.Yogyakarta :ANDI
Ajar
Asuhan
Kebidanan
Pada
Ibu