Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

HIV/AIDS AKIBAT LSL (Lelaki Seks Lelaki)

Fasilitator : Erika Martining Wardhani, S. Kep., Ns., M. Ked.Trop

Oleh :

1. Zakiyyatus Sholikhah 1130016001


2. Firnanda Erindia 1130016002
3. Hariyono Setyawan 1130016059
4. Hilda Wulandari 1130016073
5. Risang Aji BambangJP 11300160

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HIV/AIDS dengan LSL”. Adapun
penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
HIV/AIDS
Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah penulis alami. Oleh
karena itu, terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan
penulis semata-mata. Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-
pihak yang terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan
ketulusan hati mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erika Martining Wardhani, S.
Kep., Ns., M. Ked.Trop selaku fasilitator yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari pengetahuan dan
pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih
baik dan bermanfaaat.

Surabaya, 21 Februari 2018


Penulis

ii
DAFTAR IS

iii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total,
multi-determined dan multi-dimensi oleh karena itu seksualitas bersifat
holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya salah
satunya LSL atau laki-laki sexs laki-laki secara umum adalah hubungan
sesama pria. (Scorviana. 2012)
Berdasarkan data dari Kemenkes (2012), akumulasi kasus AIDS
mayoritas penularannya melalui hubungan seks heteroseksual sebanyak
(71%), penasun (18,7%), lelaki seks lelaki (3,9%), dari ibu ke anak (2,7%),
darah donor dan produk darah lainnya (0,4%), dan tidak diketahui (3,3%).
Di Indonesia prevalensi LSL yang mengidap HIV pada tahun 2012
sebanyak 66,180%, (Republika.co.id), sedangkan di Jawa Timur LSL yang
menderita HIV sebanyak 11.951% (Republika.co.id)sedangkan di Surabaya
dilansir dalam halaman (Tribunnews.2016) sebanyak 5000 orang tafsiran
LSL yang terinfeksi HIV.
Perilaku seksual LSL merupakan factor beresiko terinfeksi HIV-
AIDS namun memerlukan waktu beberapa minggu untuk mendeteksinya
karena antibodi biasanya dapat dideteksi sekitar 3 – 8 minggu setelah
terinfeksi karena antibodinya belum terbentuk sehingga belum dapat
dideteksi, tapi penderita sudah bisa menularkan HIV pada orang lain lewat
cara-cara seksual, tranfusi dan pemakaian alat suntik yang terinfeksi.
(Smeltzer & Bare.2013)
Pencegahan merupakan upaya prioritas dalam penanggulangan
HIV/AIDS. Hal ini berkaitan erat dengan situasi penularan HIV/AIDS yang
ada di masyarakat. Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan
meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang HIV/AIDS
melalui berbagai upaya promosi kesehatan dengan pemberian informasi,
edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat

1
seperti penyuluhan dan kampanye, media elektronik, media cetak dan
sebagainya (Kemenkes, 2011)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1) Apa definisi HIV/AIDS ?
2) Apa factor penyebab HIV?AIDS ?
3) Apa definisi LSL ?
4) Apa etiologi LSL ?
5) Bagaimana karakteristik penderita HIV dengan LSL ?
6) Bagaimana patofisiologi HIV akibat LSL ?
7) Apa saja pemeriksaan penunjang pasien HIV akibat LSL ?
8) Bagaimana penatalaksanaan HIV akibat LSL ?
9) Bagaimana pencegahan HIV akibat LSL ?
10) Bagaimana asuhan keperawatan HIV akibat LSL ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1) Tujuan umum
Menambah pengetahuan bagi pembaca dan penulis pada umumnya
mengenai penyakit HIV/AIDS yang diakibatkan oleh LSL sehingga
dapat meminimalisir prevalensi HIV/AIDS akibat LSL di Indonesia
2) Tujuan khusus
a) Mengetahui definisi HIV/AIDS
b) Mengetahui factor penyebab HIV?AIDS
c) Mengetahui definisi LSL
d) Mengetahui etiologi LSL
e) Mengetahui karakteristik penderita HIV dengan LSL
f) Mengetahui patofisiologi HIV akibat LSL
g) Mengetahui pemeriksaan penunjang pasien HIV akibat LSL
h) Mengetahui penatalaksanaan HIV akibat LSL
i) Mengetahui pencegahan HIV akibat LSL
j) Mengetahui asuhan keperawatan HIV akibat LSL

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi HIV/AIDS
HIV AIDS adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
Seseorang yang terinfeksi virus HIV untuk jangka waktu tertentu (5-10
tahun) masih nampak sehat walafiat, namun barulah penyakit AIDS yang
sesungguhnya muncul. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
deficiency Syndrom, yaitu sekumpulan gejala-gejala yang didapat
dikarenakan menurunnya kekebalan tubuh seseorang.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak
system kekebalan tubuh manusia, yang berakibat turunnya atau hilangnya
daya tahan tubuhnya sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena
penyakit infeksi , kanker, dan lainnya dan sampai saat ini belum ditemukan
vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya (Scorviani. 2012)
2.2 Faktor Penyebab HIV
Virus HIV ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh seperti cairan
darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Beberapa cara
penularan HIV melaui :
1) Hubungan seks beresiko
2) Penggunaan jarum suntik yang pernah dipakai orang lain yang tertular
HIV
3) Tranfusi darah yang mengandung HIV
4) Hubungan prenatal yakni dari ibu hamil kepada janin atau bayi yang
disusuinya (Scorviani. 2012)
2.3 Definisi LSL
Pengertian homoseksual menurut kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) yaitu seseorang dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis
kelamin yang sama. Homoseksual berasal dari kata homo yang berarti sama
dan sexual yang berarti hubungan seksual atau berhubungan dengan
kelamin. Lebih lanjut dijelaskan homoseksual adalah ketertarikan seksual
dengan jenis kelamin yang sama. Ketertarikan seksual ini yang dimaksud

3
adalah orientasi seksual, yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan
perilaku seksual dengan laki-laki atau perempuan. Homoseksualitas bukan
hanya kontak sesuai antara seseorang dengan orang lain dengan jenis
kelamin yang sama tetapi juga menyangkut individu yang memiliki
kecenderungan psikologis, emosional, dan social terhadap seseorang
dengan jenis kelamin yang sama.
Menurut Soejono Soekarto, secara sosiologis homoseksual adalah
seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya
sebagai mitra seksual. Homoseksual sudah dikenal sejak lama, misalnya
pada masyarakat Yunani Kuno. Di Inggris baru pada akhir abad ke-17.
Homoseksual atau LSL (laki-laki berhubungan Seks dengan Laki-
laki) adalah rasa ketertarikan seksual atau perilaku antara individu berjenis
kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas
mengacu kepada pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman
seksual, kasih saying, atau ketertarikan romantic terutama secara ekslusif
pada orang dengan jenis kelamin sama. Istilah umum dalam dalam
homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk perempuan
pecinta sesame jenis dan gay untuk pria pecinta sesame jenis. Lesbian
tersebut adalah hubungan seksual antara perempuan dengan perempuan
sedangkan gay adalah hubungan antara laki-laki dengan laki-laki.
Homoseksual juga dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yakni :
1) Golongan yang secara aktif mencari mitra kencan ditempat-tempat
tertentu, seperti misalnya bar-bar homoseksual.
2) Golongan pasif, artinya yang menunggu.
3) Golongan situasional yang mungkin bersikap pasif atau melakukan
tindakan tindakan tertentu.
Penjelasan secara sosiologis mengenai homoseksual bertitik tolak
pada asumsi, bahwa tidak ada pembawaan lain pada dorongan seksual,
selain kebutuhan untuk menyalurkan ketegangan. Oleh karena itu, maka
baik tujuan maupun objek dorongan seksual diarahkan oleh faktor sosial.
Artinya arah penyaluran ketegangan dipelajari dari adat- istiadat lingkungan
sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau mungkin menghalangi sikap

4
dorongan-dorongan seksual tertentu. Atas dasar pandangan sosiologis
tersebut, maka untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya homoseksual dan prosesnya. Mengenai homoseksualitas maka
secara sosiologis agak sulit untuk mengungkapkan sebab-sebabnya secara
pasti, oleh karena itu walaupun secara sosiologis ada dugaan kuat bahwa hal
itu disebabkan oleh lingkungan sosial tersebut, juga banyak aspeknya.
(Scorviani.2012)
2.4 Etiologi LSL
1) Biologis
Kombinasi / rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak ,
hormon, dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya
homoseksual. beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat
dilihat dari :
a. Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari
susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan
satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada
pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah.
Kromosom y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromosom y, sebanyak
apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada
pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu
xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya
pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis
kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat
kelaminnya.
b. Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai
hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun
kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai
kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya,
maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria
mendekati karakteristik wanita.

5
c. Struktur Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay
females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan
dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal
dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu
tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight
females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight
males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.
d. Kelainan susunan syaraf
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan
susunan syaraf otak dapat mempengaruhi perilaku seks heteroseksual
maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh
radang atau patah tulang dasar tengkorak. Kaum homoseksual pada
umumnya merasa lebih nyaman menerima penjelasan bahwa faktor
biologis-lah yang mempengaruhi mereka dibandingkan menerima bahwa
faktor lingkunganlah yang mempengaruhi.
2) Lingkungan
Lingkungan diperkirakan turut mempengaruhi terbentuknya
homoseksual. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat mempengaruhi
terbentuknya homoseksual terdiri atas berikut:
a. Budaya / Adat-istiadat
Dalam budaya dan adat istiadat masyarakat tertentu terdapat ritual-
ritual yang mengandung unsur homoseksualitas, seperti dalam budaya suku
Etoro yaitu suku pedalaman Papua New Guinea, terdapat ritual keyakinan
dimana laki-laki muda harus memakan sperma dari pria yang lebih tua untuk
memperoleh status sebagai pria dewasa dan menjadi dewasa secara benar
serta bertumbuh menjadi pria kuat. Karena pada dasarnya budaya dan adat
istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit
banyak mempengaruhi pribadi masing-masing orang dalam kelompok
masyarakat tersebut, maka demikian pula budaya dan adat istiadat yang
mengandung unsur homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang.
b. Pola asuh

6
Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi
terbentuknya homoseksual. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada
identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Dan pengenalan
identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna
di balik sebutan pria atau perempuan tersebut, meliputi:
1. Kriteria penampilan fisik : pemakaian baju, penataan rambut, perawatan
tubuh Karakteristik fisik : perbedaan alat kelamin pria dan wanita; pria
pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibandingkan
dengan wanta, pria pada umumnya tertarik dengan kegiatan-kegiatan
yang mengandalkan tenaga / otot kasar sementara wanita pada
umumnya lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot
halus
2. Karakteristik sifat : pria pada umumnya lebih menggunakan logika /
pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih menggunakan
perasaan / emosi; pria pada umumnya lebih menyukai kegiatan-kegiatan
yang membangkitkan adrenalin, menuntut kekuatan dan kecepatan,
sementara wanita lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat halus,
menuntut kesabaran dan ketelitian
3. Karakteristik tuntutan dan harapan : Untuk masyarakat yang menganut
sistem paternalistik maka tuntutan bagi para pria adalah untuk menjadi
kepala keluarga dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup
keluarganya. Dengan demikian pria dituntut untuk menjadi figur yang
kuat, tegar, tegas, berani, dan siap melindungi yang lebih lemah.
Sementara untuk masyarakat yang menganut sistem maternalistik maka
berlaku sebaliknya bahwa wanita dituntut untuk menjadi kepala
keluarga.
c. Figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan
lawan jenis
Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-
tama akan melihat pada: orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin
sama dengannya: anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan anak perempuan
melihat pada ibunya; dan kemudian mereka juga melihat pada teman

7
bermain yang berjenis kelamin sama dengannya. Homoseksual terbentuk
ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi - apa, siapa,
dan bagaimana - menjadi dan menjalani peranan sesuai dengan identitas
seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita.
d. Kekerasan seksual / Penderaan seksual / Sexual abuse dan
Pengalaman traumatik
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak
bertanggung jawab terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Banyak
hal yang dapat membuat seseorang melakukan kekerasan seksual semacam
ini, antara lain:
a. Hasrat seksual / nafsu
b. Pelampiasan kemarahan / dendam
c. Ajang ngerjain orang, seperti: perploncoan dari senior kepada yunior,
nge-bully teman yang culun, dan sejenisnya
Pada dasarnya semua orang yang melakukan hubungan seksual
terhadap orang lain tanpa adanya persetujuan dari orang tersebut sudah
termasuk ke dalam kategori melakukan kekerasan seksual. Seperti apa
bentuk kekerasan seksual yang dilakukan sangat bervariasi. Mulai dari
memegang alat kelamin sesama jenis, menginjak-injak, memaksa untuk
melakukan sesuatu hal terhadap alat kelaminnya sendiri maupun alat
kelamin si pelaku, hingga menggunakan alat-alat tertentu sebagai media
dalam melakukan kekerasan seksual. (Smeltzer & Bare. 2013)
2.5 Karakteristik penderita HIV dengan LSL
1) Laki-laki yang secara eksklusif berhubungan seks dengan laki-laki lain
2) Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian
besarnya berhubungan seks dengan perempuan
3) Laki-laki yang berhubungan seks baik dengan laki-laki maupun
perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan
4) Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain untuk uang atau
karena mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan,
misalnya dipenjara, ketentaraan.

8
Dalam kelompok-kelompok ini, mungkin terdapat sub kelompok,seperti
peranan seksual tertentu yang dilakukan laki-laki saat berhubungan dengan
laki-laki lain:
1) Laki-laki yang secara eksklusif menjadi partner penetratif pada seks anal
2) Laki-laki yang secara eksklusif mejadi partner reseptif pada seks anal
3) Laki-laki yang menjadi keduanya, baik penetratif maupun reseptif
4) Laki-laki yang tidak melakukan seks anal tapi melakukan tindakan lain
seperti seks oral dan masturbasi bersama
5) Laki-laki yang melakukan peran lain dan melakukan tindakan lain pada
bagiantertentu dari hidupnya
2.6 Patofisiologi HIV akibat LSL
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV dalam penularannya
dapat melalui seks yang beresiko seperti LSL . Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50%
orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini
sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan
pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang
baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein
yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia,
terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya
disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV

9
menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T
penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang
sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV
kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam
darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu
meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus
berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko
tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit
CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah,
maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B
(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada
AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama
3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut
“periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti
berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer
antibodinya terhadap HIVtetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa
tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap
(merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi

10
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Kebanyakan orang pengidap HIV terlihat sehat dan tidak terlihat
tanda atau gejala dari infeksi. Untuk itu, diperlukan tes-tes darah sesuai
tahapan perkembangan penyakitnya, yaitu Tes HIV. Tes HIV adalah suatu
tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif
terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody
HIV di dalam sample darahnya. Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar
seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama
menyangkut resiko dari perilakunya selama ini. Tes HIV penting dilakukan,
bila seseorang dalam hidupnya pernah melakukan hal-hal berisiko tinggi
seperti disebutkan diatas, sehingga bisa lebih menjaga perilaku selanjutnya
demi kesehatan dirinya sendiri dan pasangannya, serta (calon) anak-
anaknya kelak.
Dalam tahapan VCT, konseling dilakukan dua kali yaitu sebelum
dan sesudah tes HIV. Pada tahap pre konseling dilakukan pemberian
informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahan dan
periode jendela. Kemudian konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat
ini klien harus jujur menceritakan kegiatan yang beresiko HIV/AIDS seperti
aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah menerima
produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra testing
memberikan pengetahuan tentang manfaat testing, pengambilan keputusan
untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang dihadapi.
Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada
saat melakukan tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah
ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu
tergantung metode tes darahnya. Dalam tes HIV, diagnosis didasarkan pada
antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Tes antibodi HIV dapat
dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot ataupun Rapid.
Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani
tahapan post konseling. Apabila hasil tes adalah negatif (tidak reaktif) klien

11
belum tentu tidak memiliki HIV karena bisa saja klien masih dalam periode
jendela, yaitu periode dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV
tapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Klien
dengan periode jendela ini sudah bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan
periode jendela itu tergantung pada penilaian resiko pada pre konseling.
Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena HIV maka dianjurkan untuk
melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama dengan
klien, konselor akan membantu merencanakan program perubahan perilaku.
Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka
dilakukan pemeriksaan kedua dan ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas
dan spesifisitas pada reagen yang digunakan. Apabila tetap reaktif klien
bebas mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga akan
menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya,
jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok
sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara
hidup sehat dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.
2.8 Pencegahan HIV akibat LSL
Dukungan dari lingkungan sekitar juga mempengaruhi seseorang
untuk melakukan tindakan pencegahan HIV dan AIDS. Dukungan sosial
adalah pemberian bantuan dalam berbagai bentuk baik verbal maupun non
verbal seperti perhatian, kasih saying, penilaian dan nasihat yang
berdampak positif bagi individu. Dukungan sosial didapatkan individe dari
hubungan dengan orang lain dalam suatu jaringan sosial yang dapat
diandalkannya (Khslid, 2011).
Dukungan sosial yang dapat diberikan seperti dukungan emosi,
persahabatan dan dukungan informasi. Dukungan-dukungan ini bertujuan
untuk menumbuhkan kenyamanan dan rasa percaya pada diriindividu
bahwa ia dihormati, dicintai dan merasa aman (Khalid, 2011).
2.9 Penatalaksanaan LSL
1) Konseling dan terapi
Bisa sembuh namun agak sulit jika penyebab LSL karena hormone,
kondisi neuropsikologis, atau biologis

12
2) Jika penyebab LSL karena ikut-ikutan, dapat ditreatmen oleh diri sendiri
dengan kehendak yang kuat

13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI HIV/AIDS AKIBAT LSL
1. Pengkajian
a. Identitas umum
Pada pengkajian tahap ini, data subjektif yang diambil meliputi :
Identitas pasien :
1) Nama 6) Alamat
2) Umur 7) Pekerjaan
3) Agama 8) Diagnosa Medis
4) Pendidikan 9) No.RM
5) Status pernikahan 10) Tanggal MRS -
Identitas Penanggung jawab
1) Nama
2) Umur
3) Agama
4) Pendidikan
5) Pekerjaan
6) Status pernikahan
7) Alamat
8) Hubungan dg klien

14
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama : Keluhan yang paling menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan
2) Lama keluhan : Berapa lama keluhan utama terjadi
3) Kualitas keluhan : Kaji apakah keluhan yang dirasakan pasien hilang
timbul/terus menerus/ditusuk-tusuk .
4) Faktor pencetus: Kronologi awal terjadinya keluhan , tanyakan
kepada pasien dengan pendekatan interpersonal mengenai riwayat
konsumsi barang-barang narkoba, tattoo, dan multi pasangan seksual
5) Faktor pemberat : Kaji dan tanyakan kepada pasien keluhan
utama semakin bertambah atau tidak jika berbuat aktivitas atau
lainnya
c. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat kesehatan saat ini
Semua keluhan yang dirasakan klien, lamanya keluhan dirasakan,
kualitas keluhan, dan factor pemberat keluhan.
2) Riwayat kesehatan terdahulu
1) Penyakit yang pernah dialami
a) Kecelakaan :
b) Pernah dirawat : Jika pernah penyakit apa yang
menyebabkan pasien dirawat
c) Operasi : SC atau jenis pembedahan lain
2) Penyakit : kaji apakah pasien pernah dirawat
dengan gejala penyakit seperti
demam berkeringat, sering lesu, nyeri
sendi, sakit kepala, diare, radang
kelenjar getah bening atau bercak
merah ditubuh (tahap infeksi HIV)
3) Alergi : kaji adanya alergi obat-obatan,
makanan, dan alergi suhu dingin /
debu
4) Kebiasaan
Jenis Frekuensi Lamanya
Merokok
Kopi
Alcohol
5) Obat-obatan
Kaji apakah pasien sedang menjalani suatu terapi pengobatan lain
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah ada keluarga ada yang menderita seperti ini, serta gali
informasi kepada keluarga mengenai perilaku seksual pasien sebelum
sakit ( homoseksual atau biseksual/ Penyalahgunaan obat terlarang atau
pasangan seksual multiple)
4) Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual, Seksual
Sebelum Sakit Selama Sakit
o Psiko: kaji kepribadian pasien o Psiko : kaji tingkah laku dan
kepribadian
o Sosio : apakah pasien sering o Sosio : kaji perilaku pasien
bergaul dengan orang-orang apakah pasien mengalami
yang beresiko atau tidak perilaku seperti meununjukkan
ketertarikan terhadap pria atau
\ gaya tubuh yang menggambarkan
seperti waria
o Spiritual : apakah pasien o Spiritual : apakah pasien
melaksanakan kewajiban melaksanakan kewajiban spiritual
spiritual sesuai dengan sesuai dengan keyakinan pasien
keyakinan pasien
o Seksual : Jangan mendesak o Seksual : Jangan mendesak klien
klien untuk membicarakan untuk membicarakan mengenai
mengenai seksualitas, biarkan seksualitas, biarkan terbuka untuk
terbuka untuk dibicarakan dibicarakan pada waktu yang akan
pada waktu yang akan datang datang
5) ADL (Activity Daily Life)
Pola nutrisi
Sebelum Sakit Selama Sakit
Porsi makan tiap hari Porsi makan tiap hari

Frekuensi minum dalam sehari Frekuensi minum dalam sehari


dan jenis minuman yang dan jenis minuman yang
dikonsumsi dikonsumsi

Pola eliminasi
Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi BAB per hari, Frekuensi BAB per hari,
konsistensi ,warna dan bau konsistensi , warna dan bau
Frekuensi BAK per hari, Frekuensi BAK per hari,
konsistensi ,warna dan bau. konsistensi , warna dan bau.

Pola personal hygiene


Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi mandi dalam sehari. Frekuensi mandi dalam sehari.
Frekuensi mencuci ranbut dalam Frekuensi mencuci ranbut
sehari. dalam sehari.
Pola istirahat dan tidur
Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi tidur siang Frekuensi tidur siang

Frekuensi tidur malam Frekuensi tidur malam


Pola aktivitas
Sebelum Sakit Selama Sakit
Bekerja atau tidak Bekerja atau tidak
6) Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Lemas/baik
Kesadaran :
(composmentis/apatis/delirium/somnolen/spoor/coma)
TTV : TD,N,Rr,S
GCS : E : …, M : …, V : …
7) Pemeriksaan fisik
Kepala
I : Kaji adanya oedema, ketombe, kutu
P : Kaji adanya massa dan nyeri tekan.
Mata
I : Kaji bentuk mata simetris atau tidak , bola mata juling
atau tidak, pupil isokor atau anisokor , konjungtiva
anemis / tidak, sclera ikterus atau tidak
P : Kaji adanya oedem palpebral
Hidung
I : Kaji kesimestrisan hidung , kaji adanya polip dan
secret
P : Kaji adanya nyeri tekan serta lesi.
Mulut
I : Kaji Mukosa bibir, kaji adanya stomatitis, karies gigi
dan kebersihan gigi dan kaji adanya candidiasis

Telinga
I : Kaji adanya serumen yang keluar dari telinga serta
lesi
P : Kaji adanya nyeri tekan
Leher
I : Kaji adanya massa dan lesi
P : Kaji adanya nyeri telan, pembesaran kelenjar thyroid
dan pembesaran vena jungularis.
Paru
I : Kaji adanya tanda – tanda inflamsi dan lesi.
P : Kaji adanya massa dan oedema.
A : Kaji adanya suara nafas tambahan seperti wheezing
dan ronchi , normalnya adalah vesikuler
P : Kaji adanya nyeri tekan
Kardiovaskular
I : Kaji adanya pembesaran jantung
P : Tentukan letak ICS
A : Kaji adanya suara jantung tambahan
P : Tentukan letak batas jantung

Abdomen
I : Kaji adanya lesi
P : Kaji adanya hepatomegali, limfadenopati dan tanda-
tanda acites
P : Kaji apakah terdapat bunyi tympani/hypertimpani
A : Hitung bising usus
Ekstremitas
Kanan Atas:
I : Kaji adanya oedem, kebersihan kuku dan adanya lesi
P : Kaji adanya nyeri tekan

Kiri Atas :
I : Kaji adanya oedem, kebersihan kuku dan adanya lesi
P : Kaji adanya nyeri tekan
Kanan Bawah :
I : Kaji adanya oedem, kebersihan kuku dan adanya lesi
P : Kaji adanya nyeri tekan
Kiri Bawah:
I : Kaji adanya oedem, kebersihan kuku dan adanya lesi
P : Kaji adanya nyeri tekan

Kaji kekuatan otot

-
Keterangan :
0: Lumpuh
1: Ada kontraksi
2: Melawan grafitasi
3: Melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
4: Melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
5: Melawan grafitasi dengan kekuatan penuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa NOC NIC
Gangguan identitas Setelah dilakukan 1. Diskusikan dengan
pribadi berhubungan intervensi selama 3x24 pasien cara yang
dengan perubahan peran jam diharapkan pasien dapat diterima
sosial yang ditandai memahami perlahan untuk memenuhi
dengan ketertarikan identitas dirinya kebutuhan seksual
terhadap sesama jenis 1. Menyatakan penguatan dalam situasi yang
atas identitas pribadi memiliki privasi
dari skala 1 (tidak 2. Atur pasienuntuk
pernah menunjukkan) mendapatkan
menjadi skala 4 (sering ruangan pribadi
menunjukkan) jika dikaji pasien
2. Menyatakan system nilai tersebut berada
sendiri dari skala 1 pada resiko tinggi
(tidak pernah melakukan perilaku
menunjukkan) menjadi seksual yang secara
skala 4 (sering sosial tidak dapat
menunjukkan) diterima
3. Menantang diri 3. Diskusikan dengan
mengenai keyakinan pasien mengapa
yang salah tentang diri tingkah laku
sendiri dari skala 1 seksual yang secara
(tidak pernah sosial tidak dapat
menunjukkan) menjadi dietrima
skala 4 (sering 4. Sediakan
menunjukkan) Pendidikan seksual
4. Menetapkan batas-batas yang tepat sesuai
pribadi dari skala 1 dengan tingkat
(tidak pernah perkembangan
menunjukkan) menjadi pasien
skala 4 (sering 5. Bantu keluarga
menunjukkan) terkait dengan
5. Menunjukkan perilaku pemahaman
verbal dan non-verbal mengenai
yang selaras mengenai pengelolaan
diri sendiri dari skala 1 perilaku seksual
(tidak pernah yang tidak dapat
menunjukkan) menjadi diterima
skala 4 (sering
menunjukkan)
Disfungsi seksual Setelah dilakukan 1. Identifikasi perilaku
berhubungan dengan intervensi selama 3x24jam seksual yang tidak
model peran tidak diharapkan pasien dapat diterima ,
adekuat yag ditandai memahami fungsi seksual dalam tatanan
dengan kepuasan seksual secara normal khusus dan populasi
diperoleh dari hubungan Outcome : pasien
sesama jenis Pengetahuan fungsi 2. Ungkapkan harapan
seksual secara eksplisit
1. Pengaruh sosial terkait dengan
terhadap perilaku perilaku seksual
seksual pribadi dari atau verbal yang
skala 2 (pengetahuan mungkin diarahkan
terbatas) menjadi skala pada orang lain atau
5 (pengetahuan sangat objek yang ada
banyak) dalam
2. Praktik seksual yang lingkungannya
aman pengetahuan dari 3. Diskusikan dengan
skala 2 (pengetahuan pasien mengenai
terbatas) menjadi skala konsekuensi dari
5 (pengetahuan sangat perilaku seksual
banyak) yang secara sosial
tidak dapat diterima
3. Risiko terkait dengan 4. Hindari mengatur
banyak pasangan teman sekamar yang
seksual memiliki riwayat
4. Menunkukkan perasaan seksual yang tidak
yang jelas tentang tepat
orientasi seksual dari 5. Komunikasikan ini
skala 1 (tidak pernah pada penyedia
menunjukkan) menajdi perawatan lain
skala 3 (kadang-kadang 6. Sediakan tingkat
menunjukkan) pengawasan yang
5. Mengintegrasikan tepat untuk
orientasi seksual dalam memonitor pasien
peran kehidupan dari
skala 1 (tidak pernah
menunjukkan) menajdi
skala 3 (kadang-kadang
menunjukkan)
6. Melaporkan hubungan
intim yang sehat dari
skala 1 (tidak pernah
menunjukkan) menajdi
skala 3 (kadang-kadang
menunjukkan)
7. Menggambarkan system
nilai seksual perorangan
dari skala 1 (tidak
pernah menunjukkan)
menajdi skala 3 (kadang-
kadang menunjukkan)
8. Menggunakan perilaku
koping yang sehat untuk
menyelesaikan masalah
identitas seksual dari
skala 1 (tidak pernah
menunjukkan) menajdi
skala 3 (kadang-kadang
menunjukkan)
Resiko infeksi ditandai Setelah dilakukan 1. kontrol infeksi :
dengan penurunan intervensi selama 3 x 24 inetraoperatif
respon imun tubuh jam diharapkan resiko 2. pengajaran sex
terhadap infeksi dapat aman
diminimalisisr 3. Pengajaran proses :
1. Mengenali factor resiko proses penyakit
individu terkait infeksi 4. Pengajaran
dari skala 2 (jarang seksualitas
menunjukkan) menjadi 5. Monitor TTV
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Mengidentifikasi factor
tanda dan gejala infeksi
jarang menunjukkan)
menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)
3. Mempertahankan
lingkungan yang bersih
jarang menunjukkan)
menjadi skala 1 (ssecara
konsisten menunjukkan)
4. Memonitor perubahan
status kesehatan jarang
menunjukkan) menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
Implementasi
Melaksanaan tindakan sesuai dengan yang diintervensikan sesuai dengan
standart operasional prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit , Saat melakukan
implementasi keperawatan, tindakan harus melakukan dokumentasi secara
mendetail dan jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankan dengan
baik waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau
beekrja sama dengan para tenaga pelaksana lainnya
Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan kondisi pasien
dan menilai sejauh mana masalah pasien dapat diatasi
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS HIV/AIDS AKIBAT LSL
Contoh Kasus :
Sdr. H adalah seorang tahanan disalah satu lapas di daerah Surabaya , Sdr.H
mengatakan dirinya menjalani hukuman tahanan selama 10 tahun, Sdr.H menjalani
hukuman dalam satu ruangan bersama 5 orang lain, saat dinyatakan bebas dari
tahanan Sdr.H menuju rumah sakit untuk memastikan kesehatannya sebelum
pulang ke rumah bertemu istri dan anaknya , Sdr.H mengaku bahwa selama 10
tahun di kurung dalam jeruji besi kebutuhan seksualnya tidak terpenuhi akhirnya
Sdr.H Bersama teman se tahanan melakukan anak sexs, oral sexs untuk memenuhi
kebutuhan seksualnya selama di tahanan , Sdr.H meminta petugas kesehatan
melakukan pemeriksaan kepada dirinya karena belakangan ini Sdr.H mengalami
keluhan diare tak kunjung sembuh sejak 2 bulan yang lalu.
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas umum
Pada pengkajian tahap ini, data subjektif yang diambil meliputi :
Identitas pasien :
Nama : Tn. H
Umur : 55th
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Asmara 07
Pekerjaan : Mantan karyawan swasta
Diagnosa Medis : HIV
No.RM : 123xxx
Tanggal MRS -
b. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan utama : klien mengatakan diare tak kunjung sembuh
2. Lama keluhan : 2 bulan
3. Kualitas keluhan : diare terus menerus tak kunjung sembuh .
4. Faktor pencetus : klien mengatakan bingung akan penyebab utama
yang membuatnya diare
5. Faktor pemberat : diare yang tak kunjung sembuh membuat tubuhnya
merasa lemah dan letih
c. Riwayat Kesehatan :
1. Riwayat kesehatan saat ini
Klien mengatakan mengalami diare selama 2 bulan yang tak
kunjung sembuh / terus-menerus , diare yang dialami membuat klien
menjadi lemas dan letih dan membuat nafsu makannya berkurang.
2. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Penyakit yang pernah dialami
d) Kecelakaan :
e) Pernah dirawat : klien mengatakan dirinya tidak
pernah dirawat
f) Operasi :-
2) Penyakit : klien mengatakan tidak pernah
mengalami keluhan diare lama
3) Alergi : klien mengatakan tidak mempunyai
riwayat alergi
4) Kebiasaan
Jenis Frekuensi Lamanya
Merokok
Kopi
Alcohol
5) Obat-obatan
Px mengatakan dirinya mengkonsumsi obat penghenti diare
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluargannya tidak mempunyai riwayat
penyakit menular seperti HIV, hepatitis dan penyakit menurun seperti
hipertensi
4. Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual, Seksual
Sebelum Sakit Selama Sakit
o Psiko: pasien mengatakan o Psiko : pasien mengatakan senang
sangat jenuh menjalani hidup bisa menyelesaikan hukumannya
di lapas tapi merasa sedih dan malu atas
penyakit yang dialami
o Sosio : px mengatakan selama o Sosio : hasil observasi perawat
di lapas dia berinteraksi hanya pasien terlihat menunjukkan
sesama teman se jeruji yang tanda-tanda waria
mayoritas laki-laki
o Spiritual : px mengatakan o Spiritual : px mengatakan selama
selama di lapas pasien tidak sakit pasien tidak pernah menjalani
pernah menjalani ibadah ibadah sesuai ajaran agamanya
sesuai ajaran agamanya
o Seksual : pasien mengatakan o Seksual : pasien mengatakan
sebelum dia tinggal dilapas dia selama sakit dia tidak berhubungan
melampiaskan hasrat seksual dengan siapapun
seksualnya hanya dengan
istrinya akan tetapi saat di
lapas pasien melampiaskannya
dengan teman sesama laki-laki
(oral dan anal sexs)
5. ADL (Activity Daily Life)
Pola nutrisi
Sebelum Sakit Selama Sakit
3x sehari dengan porsi penuh 2x sehari dengan porsi sedikit
Frekuensi minum air putih dalam Frekuensi minum air putih
sehari 1.5 L dalam sehari 1.5 L
Pola eliminasi
Sebelum Sakit Selama Sakit
Frekuensi BAB 1x/hari, Frekuensi BAB 5-8x/hari,
konsistensi padat ,warna kuning konsistensi cair, warna kuning
dan bau khas dan bau khas
Frekuensi BAK 7x per hari ,warna Frekuensi BAK 7x per hari
kuning dan bau khas. ,warna kuning dan bau khas..
Pola personal hygiene
Sebelum Sakit Selama Sakit
Mandi 3x sehari Mandi 1x sehari.
Mencuci rambut 1 minggu 1x Mencuci rambut 1 minggu 1x
Pola istirahat dan tidur
Sebelum Sakit Selama Sakit
Tidur siang 3jam/hari Tidur siang 4-5jam/hari

Tidur malam 8jam/hari Tidur malam 8jam/hari


Pola aktivitas
Sebelum Sakit Selama Sakit
Sebelum di tahan pasien bekerja Tidak bekerja
sebagai staff keuangan di salah
satu perusahaan swasta daerah x
6. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : composmentis
TTV : TD : 100/60 mmHg. N: 90x/mnt,Rr :
24x/mnt,S: 37.6oC
GCS : E : 4, M : 5, V : 6
7. Pemeriksaan fisik
Kepala
I : Oedema(-), ketombe(+), kutu(-)
P : Tidak ada massa dan nyeri tekan.
Mata
I : Bentuk mata simetris, pupil isokor, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterus
P : Tidak ada oedem palpebral
Hidung
I : Hidung simetris, tidak ada polip &secret
P : Tidak ada nyeri tekan serta lesi.
Mulut
I : Mukosa bibir kering, terdapat stomatitis, terdapat
kasies gigi, lidah terlihat kotor

Telinga
I : Tidak ada serumen dan lesi
P : Tidak ada nyeri tekan
Leher
I : Kaji adanya massa dan lesi
P : Tampak adanya nyeri tekan

Paru
I : Tidak ada tanda – tanda inflamsi dan lesi.
P : Tidak ada adanya massa dan oedema.
A : Suara nafas vesikuler
P : Tidak ada adanya nyeri tekan
Kardiovaskular
I : Tidak ada pembesaran jantung
P : ICS teraba di 4-6
A : Tidak ada suara jantung tambahan
P : Terletak di ICS 4-6

Abdomen
I : Tidak ada lesi
P : Limfadenopati (+)
P : Tympani
A : Bising usus 20x/menit
Ekstremitas
Kanan Atas:
I : Oedem(-), kuku kotor (-), lesi (-)
P : Tidak ada nyeri tekan, CRT kembali >3dtk
Kiri Atas :

I : Oedem(-), kuku kotor (-), lesi (-)


P : Tidak ada nyeri tekan
Kanan Bawah :
I : Oedem(-), kuku kotor (-), lesi (-)
P : Tidak ada nyeri tekan
Kiri Bawah:
I : Oedem(-), kuku kotor (-), lesi (-)
P : Tidak ada nyeri tekan

Kaji kekuatan otot


5555 5555
5555 5555
Keterangan :
0: Lumpuh
1: Ada kontraksi
2: Melawan grafitasi
3: Melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
4: Melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
5: Melawan grafitasi dengan kekuatan penuh
ANALISA DATA
Data Problem Etiologi
Ds : Klien mengatakan Diare b/d inflamasi Inflamasi gastrointestinal
mengalami diare selama gastrointestinal yang
2 bulan yang tak kunjung ditandai dengan BAB
sembuh / terus-menerus cair frekuensi 5-8x/hari
Do :
KU : Lemah
TTV :
 TD : 100/60 mmHg.
 N: 90x/mnt,
 Rr : 24x/mnt,
 S: 37.6oC
Bising usus 20x/menit
Ds : Kekurangan volume Kehilangan cairan aktif
Klien mengatakan lemas cairan b/d kehilangan
dan letih dan nafsu cairan aktif yang ditandai
makannya berkurang dengan CRT kembali >3
Do : detik, mukosa bibir
KU : Lemah kering , dan mata terlihat
TTV : cowong
 TD : 100/60 mmHg.
 N: 90x/mnt,
 Rr : 24x/mnt,
 S: 37.6oC
Mata cowong, mukosa
bibir kering, CRT
>3detik
Ds : Resiko harga diri rendah Penyakit yang diderita
Px mengatakan dirinya situasional yang ditandai
merasa sedih dan malu dengan penyakit yang
terhadap keluarganya
atas penyakit yang diderita dan harapan diri
dialami , yang tidak realistic
Do : raut muka px
terlihat sedih
Dx Kep NOC NIC
Diare b/d inflamasi Tujuan : Setelah Intervensi :
gastrointestinal yang dilakukan intervensi 1. Tentukan riwayat
ditandai dengan BAB keperawatan selama diare
cair frekuensi 5-8x/hari 2x24 jam diharapkan 2. Ambil tinja untuk
diare dapat teratasi pememeriksaan
dengan kriteria hasil kultur dan sensitifitas
sebagai berikut : bila diare berlanjut
Domain II : Fungsi 3. Evaluasi profil
Gastrointestinal pengobatan terhadap
Kelas K : Fungsi dan adanya efek samping
Nutrisi pada gastrointestinal
Outcomes : 4. Ajari pasien cara
(1015) Fungsi penggunaan obat anti
gastrointestinal diare acara tepat
1. (101503) Fungsi BAB 5. Evaluasi kandungan
dari skala 2 (banyak nutrisi dari makanan
terganggu) menjadi yang sudah di
skala 5 (tidak konsumsi
terganggu) sebelumnya
2. (101504) Warna 6. Beri makanan dalam
Feses dari skala 2 porsi kecil dan lebih
(banyak terganggu) sering serta
menjadi skala 5 (tidak tingkatkan porsi
terganggu) acara bertahap
3. (101505) Frekuensi 7. Anjurkan pasien
Feses dari skala 2 menghindari
(banyak terganggu) makanan pedas dan
menjadi skala 5 (tidak yang menimbulkan
terganggu) gas dalam perut
4. (101506) Jumilah 8. Anjurkan pasien
Feses dari skala 2 untuk mencoba untuk
(banyak terganggu) menghindari
menjadi skala 5 (tidak makanan yang
terganggu) mengandung laktosa
5. (101535) Diare dari 9. Identifikasi factor
skala 2 (berat) yang menyebabkan
menjadi skala 5 (tidak diare (misalnya,
ada) medikasi, bakteri dan
6. (101536) Konstipasi pemberian makanan
dari skala 2 (berat) lewat selang)
menjadi skala 5 (tidak
ada)
Kekurangan volume Tujuan :Setelah Intervensi :
1. Monitor status hidrasi
cairan b/d kehilangan dilakukan tindakan
( misal , membran
cairan aktif yang ditandai keperawatan selama mukosa lembab, nadi
adekuat dan tekanan
dengan CRT kembali >3 3x24 jam
darah
detik, mukosa bibir diharapakan masalah 2. Monitor tanda tanda
vital
kering , dan mata terlihat keperawatan dapat
3. Berikan terapi iv
cowong teratasi sesuai dengan yang di
butuhkan
Domain II : Kesehatan
4. Berikan cairan dengan
fisiologis tepat
5. Diskusikan asupan
Kelas G : Cairan dan
cairan selama 24 jam
elektronik
Outcome :
1. (060116)Turgor kulit
dari skala 2 (banyak
terganggu) menjadi
skala 5 (tidak
terganggu)
2. (060117)
Kelembaban
membran mukosa
dari skala 2 (banyak
terganggu) menjadi
skala 5 (tidak
terganggu)
3. (060113) Bola mata
cekung dan lembek
dari skala 2 (cukup
berat) menjadi 5
(tidak ada)
4. (060115) Kehausan
dari skala 2 (cukup
berat) menjadi 5
(tidak ada)
Resiko harga diri rendah Tujuan : Setelah Intervensi :
situasional yang ditandai dilakukan tindakan 1. Menilai pernyataan
dengan penyakit yang keperawatan selama pasien mengenai
diderita dan harapan diri 3x24 jam harga diri
yang tidak realistic diharapakan masalah 2. Tentukan
keperawatan dapat kepercayaan diri
teratasi sebagian pasien dalam hal
Domain II : Kesehatan penilaian diri
fisiologis 3. Bantu pasien untuk
Kelas M : Kesehatan menemukan
psikologis penerimaan diri
Outcome :
1. (120501) Verbrasi
penerimaan diri dari
skala 1 (tidak pernah
positif) menjadi skala
5 (konsisten positif)
2. (120507) Komunikasi
terubuka dari skala 1
(tidak pernah positif)
menjadi skala 5
(konsisten positif)
3. (120511) Tingkat
kepercayaan diri dari
skala 1 (tidak pernah
positif) menjadi skala
5 (konsisten positif)
4. (120515)Keinginan
untuk berhadapan
muka orang lain dari
skala 1 (tidak pernah
positif) menjadi skala
5 (konsisten positif)
5. (120519)Perasaan
tentang nilai diri dari
skala 1 (tidak pernah
positif) menjadi skala
5 (konsisten positif)
Implementasi
Melaksanaan tindakan sesuai dengan yang diintervensikan sesuai dengan
standart operasional prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit , Saat melakukan
implementasi keperawatan, tindakan harus melakukan dokumentasi secara
mendetail dan jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankan dengan
baik waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau
beekrja sama dengan para tenaga pelaksana lainnya
Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan kondisi pasien
dan menilai sejauh mana masalah pasien dapat diatasi
BAB 5
PEMBAHASAN JURNAL
Kementrian sosial Republik Indonesia ( Kemensos, 2011 ) mengungkapkan
HIV/AIDS adalah virus dan penyakit yang mematikan dalam tubuh manusia,
dimana saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Setiap orang yang
terinfeksi HIV/AIDS akan mengalami berbagai permasalahan besar, karena
mempunyai dampak yanag luas dan komplek baik masalah fisik, psikologis maupun
sosial. Kekebalan tubuh yang sangat lemah mengakibatkan ODHA rentan terhadap
penyakit infeksi antara lain infeksi sistem imunologi seperti infeksi opurtunistik
oleh virus, jamur maupun bakteri ( toxoplasmosis, candidiasis, herpes ), penurunan
sel darah putih CD4<200/mm3 dan limfanodenopati
Masalah psikologis juga merupakan hal yang tidak mudah bagi ODHA.
Umumnya ODHA meengalami stress dan depresi, perasaan tertekan dan merasa
tidak berguna, bahkan ada yang punya keinginan ingin bunuh diri. Seperti yang
diungkapan joerban ( 1999, dalam Astuti dan Budiyani 2010 ), hampir 99%
penderita HIV/AIDS mengalami stress berat, menemukan pasien HIV/AIDS yang
mengalami depresi berat, dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap penyakit
AIDS, banyak ODHA yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tertular
HIV/AIDS, sehiingga menimbulkan depresi dan kecenderungan bunuh diri pada
diri ODHA itu sendiri.
Selain harus menghadapi masalah fisik dan psikologis yang tidak mudah,
ODHA juga menghadapi masalah sosial stigma dan diskriminasi yang cukup
memprihatinkan. Stigma dan diskriminasi pada ODHA dapat terjadi dimana saja
dan kapan saja, hal ini terutama dikarenakan stigma negatif yang dilekatkan pada
ODHA. Misalnya sampah masyarakat, penyalahgunaan narkotika, dan
penyalahgunaan lokalisasi atau perilaku seksual menyimpang. ( Weber, 1993 dalam
Rachmawati 2013 ).
Dukunngan keluarga sangat dibutuhkan oleh ODHA sebagai sistem
pendukunga utama sehingga dapat mengembangkan respon koping yag efektif
untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stressor yang dihadapi terkait
penyakitnya baik fisik, psikologis maupun sosial ( laserman dan perkins, 2001
dalam kusuma 2011 ), dukungan keluarga meliputi dukungan finansial dukungan
informasi, dukungan dalam melakukan kegiatan rutin sehari hari, dukungan
kegiatan pengobatan dan perawatan, dan dukungan psikologis
Menurut kusuma ( 2011 ), adanya anggota keluarga yang terinfeksi
HIV/AIDS juga akan berdampak langsung pada keluarga antara lain beban
psikologis, dan ekonomi. Bahan menurut komisi penanggulangan AIDS nasional (
2006 ) sebagai ODHA tidak berani menyatakan diri kepada keluarga karena takut
kearga tidak dapat menerima keadaan ODHA sehingga tidak berhasil memperoleh
dukungan yang seharusnya mereka butuhan dari keluarga baik secara fisik
psikologis
Dukungan yang diterima ODHA dari keluarga
Dukungan yang diterima dari keluarga merupakan bentuk dukungan yang
diberikan keluarga dan telah dapat dirasakan atau diterima oleh partisipan dalam
mengahadapi berbagai masalah terkait penyakit HIV/AIDS. Dukungan keluarga
yang diterima partisipan juga merupakan bentuk dukungan dari keluarga yang
dirasakan partisipan dapat mengurangi stress akibat berbagai masalah fisik,
psikologis maupun sosial yang sering dihadapi ODHA. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Freiedman, Bowden, & Jones (2010), dukungan sosial dapat berfungsi
sebagai strategi pencegahan untuk mengurangi stress dan efek negatifnya seta
meningkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara langsung.
Dukungan emosional merupakan dukungan yang diberikan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarganya. Dalam penelitian ini
partisipan telah dapat merasakan dukungan yang diberikan oleh keluarga berupa
perhatian terhadap kondisi kesehatannya, keluarga memberikan dorongan
semangat, dan dukungan keluarga dirasakan sangat membantu peningkatan harapan
dan kualitas hidup partisipan.
BAB 6
PENUTUP
6.1 Simpulan
HIV AIDS adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus HIV ditularkan melalui
pertukaran cairan tubuh seperti cairan darah, cairan sperma, cairan vagina,
dan air susu ibu salah satunya adalah LSL/ homoseksual yaitu seseorang
dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama
Penyebab LSL diantaranya susunan kromosom,
ketidakseimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf, budaya,
pola asuh, figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan
lawan jenis, kekerasan seksual / penderaan seksual / sexual abuse dan
pengalaman traumatik
5.1 Saran
Diharapkan mahasiswa kesehatan khususnya pemakalah dapat
memahami penyebab terjadinya HIV/AID melalui perilaku yang
menyimpang yaitu LSL. Serta dapat memberikan manfaat bagi pembaca
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck. 2013. Nursing Intervention Clasification.Singapore:Elsevier
Herdman & Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta:EGC
Moorhead. 2013. Nursing outcomes Clasification.Singapore:Elsevier
Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS,
Jakarta : Salemba Medika
Scorviani.Verra. (2012). Mengungkap Tuntas 9 jenis PMS. Yogyakarta:Nuha
medika
Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai