PELAYANAN TB DOTS
1. DEFINISI
a. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
b. DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), merupakan pengobatan penderita TB
yang dilakukan dalam jangka pendek, dan dilakukan dengan pengawasan langsung terhadap
penderita TB.
c. TB01 : Kartu pengobatan pasien TB, merupakan kartu status atau kartu rekam medis
pasien TB. Disimpan di unit DOTS.
d. TB02 : Kartu Identitas pasien TB, merupakan kartu kontrol pengobatan TB, disimpan
oleh pasien.
e. TB03 : Buku Register TB Kabupaten atau Kota. Merupakan buku besar pengobatan TB
yang mencatat seluruh perjalanan pengobatan pasien TB, disimpan di Unit DOTS.
f. TB04 : Buku Register Laboratorium TB. Mencatat semua pemeriksaan dahak (BTA)
yang dilakukan di laboratorium Tarutung tidak menyediakan pelayanan HIV/AIDS untuk
pelayanan. Disimpan di Laboratorium.
g. TB05 : Merupakan formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak
h. TB06 : Merupakan buku daftar suspek TB yang diperiksa dahak SPS. Disimpan di Unit
DOTS.
i. TB09 : Formulir rujukan atau pindah pasien TB.
j. TB10 : Formulir hasil akhir pengobatan pasien TB pindahan.
k. TB 12 : Formulir pengiriman sediaan untuk cross check.
2. RUANG LINGKUP
A. Lingkup Area
1. Pelaksana panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
1
c. Staf Bidan
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Pelayann TB DOTS
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Gawat darurat
c. Instalasi Intensive Care Unit
d. Instalasi laboratorium
e. Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
1. Ruang Perawatan Dewasa I
2. Ruang Perawatan Dewasa II
3. Ruang Perawatan Bedah dan Anak
4. Ruang Perawatan Kebidanan dan Penyakit Kandungan
5. Ruang Paviliyun I
6. Ruang Paviliyun II
7. Ruang Paviliyun III
2
3. TATALAKSANA
Untuk anak-anak di mana batuk bukanlah gejala dominan untuk infeksi TB, berikut
adalah hal-hal yang dapat dipakai untuk menjaring suspek TB anak:
a. Kontak erat dengan penderita TB BTA positif.
b. Reaksi cepat BCG ( timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3 (tiga) – 7 (tujuh)
hari setelah imunisasi BCG.
c. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 (satu)
bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi.
d. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (singkirkan dulu
kemungkinan infeksi saluran kencing, Malaria, demam typhoid, dan lain-lain).
e. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.
3
f. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilla, inguinal).
g. Skrofuloderma.
a. Tes tuberculin positif (> 10 mm)
b. Konjungtivitis fliktenularis.
Pemeriksaan atau follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada keluarga
TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB
atau pengobatan pencegahan.
Semua suspek TB yang dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis dicatat di buku
TB06 (Unit DOTS) dan TB04 (Laboratorium).
Untuk rawat Inap, suspek TB dan seluruh pasien yang didiagnosis TB dilaporkan oleh
kepala ruang kepada unit DOTS (koordinator IRJ)
2. Diagnosis
a. Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosa TB Paru Dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosa utama .
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasi. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak digunakan juga untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 (tiga)
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak sewaktu pagi-sewaktu (SPS).
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
4
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur pagi, Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
laboratorium.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Permintaan pemeriksaan dahak BTA SPS menggunakan formulir TB05 dan dicatat di
TB04 (laboratorium) dan TB06 (unit DOTS). Apabila tidak tersedia formulir TB05,
dapat menggunakan lembar permintaan laboratorium rumah sakit dan akan dipindah ke
formulir TB05 oleh petugas laboratorium.
Semua suspek TB Paru dilakukan pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
dengan kemungkinan hasil :
a. Semua spesimen atau 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen hasilnya BTA positif : TB
b. Hanya 1 (satu) dari 3 (tiga) spesimen dahak hasilnya BTA positif, maka pada kasus
ini diperlukan foto toraks atau biakan kuman TB untuk mendukung diagnosis TB
atau bukan TB
c. Semua spesimen hasilnya BTA negatif, maka diberikan antibiotika non OAT non
Quinolon selama 2 minggu.
Apabila ada perbaikan gejala maka bukan kasus TB, jika tidak ada perbaikan maka
dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS.
a. 1 saja dari 3 spesimen dahak SPS ulangan hasilnya BTA positif : TB.
b. Ketiga spesimen dahak SPS tetap negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya termasuk foto thoraks. Dengan mempertimbangkan hasil
pemeriksaan penunjang dokter akan mennetukan TB atau bukan TB.
Jika suspek TB menolak melakukan pemeriksaan BTA SPS, perlu dikaji ulang alas an
penolakan. Sering kali pasien menolak pemeriksaan dahak karena alasan di bawah ini :
a. faktor biaya : sarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak BTA SPS di
puskesmas terdekat (dari rumah pasien). Jika pasien setuju, beri surat pengantar ke
puskesmas dan kalau memungkinkan kontak petugas TB puskesmas tujuan.
b. Sulit mengeluarkan dahak : sarankan pasien untk banyak minum, KIE cara
berdahak yang efektif (tarik dan keluarkan nafas dalam beberapa kali, batukkan
dahak sekuatnya, dan keluarkan dahak yang telah dibatukkan dengan cara di-hoek-
5
kan ke pot spulum, kalau dirasa perlu dapat diberikan mukolitik untuk
mempermudah pengeluaran dahak. Jika dengan cara tersebut masih kesulitan,
diijinkan untuk melakukan pemeriksaan dahak pagi semua.
Alur Diagnosa TB Paru
6
3. Diagnosis TB Anak.
Diagnosis TB pada anak adalah hal yang sulit sehingga sering terajdi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak yang dapat mengeluarkan dahak, penegakakan
disgnosis TB anak juga harus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis SPS. Sedangkan pada anak
yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, digunakan criteria lain
berupa system skor.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
dilakukan pembobotan dengan system skor. Pasien denga skor lebih atau sama dengan 6 (enam)
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor
kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas lambung, patologi
anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT scan , dan lain-lain.
7
Pembesaran > 1 cm,
kelenjar jumlah > 1,
limfe koli, tidak nyeri
aksila,
inguinal
Pembengka Ada
kan pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut, falang
Foto toraks Normal/tidak Kesan TB
jelas
Jumlah
batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya seperti asma,
sinusitis dan lain-lain
Interpretasi :
> 6 (enam) : dapat di tata laksana sebagai pasien TB
< 6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakuka pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi.
8
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena Tuberkulosis Paru,
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, Tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
3. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,dan lain-lain.
9
a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b. TB ektra paru berat misalnya meningitis, ilier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan :
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien ekstra paru.
2. Bila seorang pasien denagn TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
3. Pasien yang didiagnosa TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat dicatat
sebagai kasus TB Paru BTA negatif.
10
4. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti :
1. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
2. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya.
3. Kembali diobati dengan BTA negatif
11
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-2) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
12
IV Kasus kronik atau MDR Rujuk ke fasilitas yang memiliki
(BTA masih positif pelayanan DOTS plus
setelah pengobatan
ulang yang diawasi)
Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan. Dibawah ini adalah Panduan Dosis OAT KDT :
Untuk pasien yang berumur 60 th ke atas dosis maksimal streptomisin adalah 500 mg
tanpa memperhatikan berat badan.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml (1ml = 250 mg)
13
Dosis KDT sisipan
Berat badan (kg) Tahap Intensif tiap hari – selama 28 hari RHZE
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT
14
evaluasi dengan system scoring didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid
(INH) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
Catatan :
a. Bila isoniazid dikombinsaikan dengan rifampicin, dosisnya tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
b. Rifampisin tidka boleh diracik dalam satu puyer bersama OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
c. Rifampisin diabsorpsi baik melalui GIT pada saat perut kosong (satu jam sebelum
makan)
d. Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan koordinator Rawat Jalan atau koordinator
DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari rawat jalan maupun rawat inap harus I
acc koordinator rawat jalan atau koordinator DOTS>
Seebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan edukasi mengenai
hal-hal di bawah ini :
1. Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah kotamadya Malang, rujuk
ke UPK terdekat, kecuali ada pertimbnagan khusus (bekerja di wilayah kota madya
Malang atau karyawan Rumah Sakit Panti Nirmala atau perjanjian kerja sama perusahaan
hanya dengan RS Panti Nirmala). Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa alas an
merujuk adalah untuk memperkecil kemungkinan DO.
2. Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan, dan
bagaiman gejala TB.
3. Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral + injeksi),
frekuensi kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan selam pengobatan. Jika
pasien dan atau kelaurga merasa berat dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama
masa pengobatan, rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
4. Pengaturan nutrisi.
5. Efek samping obat yang mungkin timbul.
6. Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau merasa sehat,
perlu dijelaskan pula resiko jika putus berobat.
15
b. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
1. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomycin. Streptomicyn tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanen ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobtaan santa penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Ibu dan bayi tidak
perlu dipidahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB Pengguna Kontrasepsi
Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, sehingga dapat menurunkan
efektivitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB yang mendapat pengobatan
sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tata laksana pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS adalah sama dengan pasien TB
lainnya. Prinsip pengobatan TB HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Penggunaan suntikan streptomicyn harus memperhatikan prinsip-prinsip universal
precaution. Pengobatan TB-HIV sebaiknya dilakukan dalam 1 UPK untuk menjaga
kepatuhan pengobatan.
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian Oat pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik
ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan di mana
pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan Streptomicyn dan Etambutol
maksimal selam 3 (tiga) bulan sampai hepatitisnya menyembuhkan dan dilanjutkan
denagn Rifampicin dan Isoniasid selama 6 (enam) bulan.
16
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Apabila terdapat peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 3 (tiga) kali normal, OAT
tidka diberikan, dan bila telah dalam pengobatan harus dihentikan.
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT kurang dari 3 (tiga) kali pengobatan dapat
dilaksanakan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati pirrazinamide
tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat digunakan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid, Rifampicin, dan Pirazinamid dapat diekskresi melalui empedu dan dapat
dicerna menjadi senyawa-senyawa non toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan
dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Strepromycin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh Karen aitu hindari penggunannya pada
pasien dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan
gagal ginjal adalah 2HRZ.4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes MEllitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin dapat mengurangi efektivitas obat
oralk anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat oal anti diabetes perlu
ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Hati-hati pemberian Etambutol
karena dapat memperberat kejadian Retinopathy diabetika.
17
Efek Samping Penyebab Tata Laksana
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT *(keterangan di bawah table)
Tuli Streptomycin Streptomycin dihentikan
Gangguan keseimbangan berat Streptomycin Streptomycin dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera
(permulaan ikterus karena obat) dilakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renhatan (syok) Rifampicin Hentikan Rimpaficin
* Jika seorang pasien dalam pengobatan TB mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Brikan anti histamine sambil menerusan OAT dengan
pengawasan. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, tetapi pada sebagian pasien
malahan terjadi suatu kemerahan kulit berat. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT,
tunggu sampai kemerahan kulit hilang.
c. Tugas PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
18
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga psien TB yang mempunyai gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.
19
Sebulan sebelum Positif Gagal, ganti dengan OAT
Akhir Pengobatan kategori 2 (dua) mulai dari
awal. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR.
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
Positif Gagal, ganti dengan OAT
(AP)
kategori 2 (dua) mulai dari
awal. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
20
Pasien baru BTA Akhir Tahap Positif Dilanjutkan dengan OAT
positif (Kategori 1) Intensif sisipan selama 1 (satu) bulan.
Jika setelah sisipan BTA tetap
positif :
1. tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif OAT dilanjutkan
Positif Gagal, ganti dengan OAT
Akhir Pengobatan
kategori 2 (dua) mulai dari
awal. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR.
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
Positif Gagal, ganti dengan OAT
(AP)
kategori 2 (dua) mulai dari
awal. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
21
Positif Beri sisipan 1 (satu) bulan.
Jika setelah sisipan BTA tetap
positif :
1.Tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif Teruskan pengobatan
Positif Pengobatan dihentikan, rujuk
khir Pengobatan
ke layanan TB MDR
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
Positif Pengobatan dihentikan, rujuk
(AP)
ke layanan TB MDR
22
a. Periksa 3 kali Bila hasil BTA negatif Pengobatan dihentikan, pasien
dahak (SPS) atau TB ekstra paru diobservasi.bila gejala semakin
b. Diskusikan dan parah perlu dilakukan pemeriksaan
cari masalah kembali (SPS dan atau biakan)
Bila 1 (satu) atau lebih a. Kategori 1 : mulai kategori 2
c. Hentikan
hasil BTA positif (dua)
pengobatan sambil
b. Kategori 2 : rujuk, kasus TB
menunggu hasil
resitan obat.
pemeriksaan
dahak.
23
Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up
sebelumnya negatif.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi
persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan Karena sebab apapun.
4. Pindah
Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat)
Paisen yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
24
4. DOKUMENTASI
A. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dilakukan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan kepada sekretaris DOTS
Hal – hal yang perlu dilaporkan meliputi :
1. Pencatatan hasil psien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan
follow up sebelumnya negatif.
2. Pencatatan hasil pasien yang menyelesaiakan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Pencatatan pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
4. Catatan pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Catatana pasien yang Default (Putus berobat)
6. Catan pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
7. Catatan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. PENUTUP
Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan DOTS ( Directly Observed Treatment
Shortcourse ). Sesuai prosedur di Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung , tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan panduan ini.
Tim penyusun banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi kesempurnaan panduan ini di kesempatan berikutnya. Semoga
25
panduan ini berguna bagi Tim MDGs Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung pada khususnya juga
untuk para pembaca pada umumnya.
Ditetapkan di : Tarutung
Pada Tanggal :
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARUTUNG
26