Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311067194

TANTANGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DALAM RANGKA


MEMBELAJARKAN MATEMATIKA DI ABAD KE-21 DAN MEMBANGUN KARAKTER
PESERTA DIDIK

Conference Paper · November 2016

CITATIONS READS

0 1,053

1 author:

Abdur Rahman Asari


Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia
59 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teaching for Critical Thiking View project

Mathematical Problem Solving View project

All content following this page was uploaded by Abdur Rahman Asari on 29 November 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TANTANGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
DALAM RANGKA MEMBELAJARKAN MATEMATIKA DI ABAD KE-21
DAN MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK

Abdur Rahman As’ari


Dosen pada Program Studi S2 dan S3 Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang
Email: abdur.rahman.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Kemajuan TIK di abad ke-21 telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada kondisi
pembelajaran serta hasil belajar yang ingin dicapai. Dua variabel tersebut merupakan faktor penting
dalam penentuan metode pembelajaran. Karena itu, agar pembelajaran matematika di abad ke-21 bisa
bermanfaat bagi Gen z, di dalam tulisan ini, penulis memaparkan kondisi pembelajaran terkini, hasil
belajar yang diharapkan dimiliki lulusan di abad ke-21, dan berbagai bentuk pembelajaran yang
kiranya cocok dengan kondisi dan hasil pembelajaran tersebut. Di bagian akhir, penulis mencoba
melihat prospek dari Pembelajaran Berbasis Proek (PjBL) sebagai bentuk pembelajaran untuk abad
ke-21.

Kata-kata Kunci: 4Cs, Abad ke-21, Pembelajaran Berbasis Proyek, TIK.

Guru memiliki beban dan tanggungjawab yang


berat dalam pendidikan anak. Guru adalah
penentu baik tidaknya proses dan hasil belajar
anak. Kalau pembelajaran di kelas itu diibaratkan
sebagai orkestra suatu pertunjukan seni, guru
adalah komposer, yaitu orang terpenting yang
mengatur, menata, mengolah, dan
memberdayakan semua elemen di kelas tersebut
agar proses belajar siswa berjalan dengan
harmoni, penuh cinta dan keindahan, serta
menghasilkan karya yang agung.

Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, Gambar 1. Hubungan Variabel Pembelajaran


Degeng (1989) menyatakan adanya dua variabel
penting yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) kondisi Masing-masing dari kondisi dan hasil
pembelajaran yang ada pada saat itu, dan (2) hasil pembelajaran ini bersifat dinamis. Ia bisa berubah
pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai. dan berkembang seiring dengan berubahnya masa.
Kondisi pembelajaran mencakup banyak hal Pembelajaran yang efektif untuk orang dari
antara kain karakteristik siswa, suasana kelas, generasi tertentu bisa jauh berbeda dengan
bahkan juga kondisi di sekitar siswa. Sementara pembelajaran yang efektif untuk orang dari
itu, hasil pembelajaran yang diharapkan adalah generasi yang berbeda. Karakteristik mereka
sesuatu yang dengan sengaja dikejar dan dicoba berbeda, lingkungannya juga berbeda, dan hasil
diwujudkan dalam diri siswa. Kondisi pembelajaran yang diharapkan juga ikut berbeda.
pembelajaran yang ada dan hasil pembelajaran Metode pembelajaran, dengan sendirinya,
yang diharapkan menentukan metode mengikuti dinamika tersebut. Karena itu, tidak
pembelajaran yang harus dilakukan, sebagaimana benar bila ada sautu metode pembelajaran yang
diilustrasikan pada gambar 1 berikut. bersifat tunggal (one fit all and forever).
Pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi

1
dan hasil pembelajarannya. Pembelajaran harus multimodel konektivitas, (2) tersedianya banyak
bersifat kontekstual, dalam arti menyesuaikan pilihan tanpa harus khawatir dengan biaya
dengan kondisi dan harapan. Dari waktu ke transportasi yang mahal dan memerlukan ruang
waktu, pembelajaran harus terus menerus tempat yang besar untuk menghadirkannya, (3)
disesuaikan. cakupan pasar yang lebih luas, dan (4) tersedianya
informasi dan ilmu pengetahuan yang bisa dikaji
KONDISI PEMBELAJARAN setiap saat diperlukan. Pendapatan domestik bruto
suatu negara pun bisa lebih ditingkatkan dengan
adanya kemajuan TIK tersebut. Di level yang
Kondisi pembelajaran yang dihadapi oleh guru
lebih rendah, perusahaan-perusahaan bisa lebih
pada abad ke-21 berbeda dengan kondisi
lancar usahanya, memiliki produktivitas kerja
pembelajaran pada abad-abad sebelumnya. Saat
yang tinggi, dan mendapatkan tenaga kerja yang
ini, guru dihadapkan dengan siswa yang hidupnya
sangat dipengaruhi oleh Teknologi Informasi dan lebih baik dengan cara yang cepat. Sedangkan di
level yang paling mikro, individu-individupun
Komputer (TIK). Sehari-hari para siswa ini boleh
memperoleh manfaat dari perkembangan TIK.
dibilang tidak pernah terpisah dari TIK. Televisi,
Komputer, Laptop, dan Smartphone hampir selalu
ada di sekitar mereka dan bahkan ada dalam Namun demikian, menurut Vitas-Bubanja &
genggaman mereka. Bahkan, kalau di sekolah Bubanja (2015), optimasi pemanfaatan TIK ini
diperkenankan membawa smartphone, mereka sangat bergantung kepada keterampilan yang
pun pasti membawanya ke sekolah. dimiliki. Keterampilan yang dimaksud bukan
hanya keterampilan menggunakan TIK,
melainkan juga keterampilan-keterampilan
Smartphone digunakan oleh mereka untuk
memenuhi hampir seluruh kebutuhan siswa, baik berpikir yang bisa menjadi kendali untuk
sekedar bermain, refreshing, berkomunikasi pemanfaatan TIK tersebut secara lebih baik dan
lebih bijak. Karena itu, keberadaan TIK saja
dengan teman, melakukan kegiatan bisnis yang
bukan jaminan akan memberikan kemajuan.
mendatangkan uang, atau untuk menjawab tugas
Sumber daya manusianya juga perlu mendapatkan
yang diberikan oleh guru di sekolah. Mulai dari
pendidikan yang baik.
bangun tidur sampai mau tidur lagi, smartphone
dan alat-alat TIK yang lain sepertinya menempel
saja pada diri anak. Ketergantungan yang berlebihan terhadap TIK,
bisa menjadikan seseorang banyak menghabiskan
waktu untuk hal yang sia-sia. Terlalu asyik terlibat
Akan tetapi, hal itu tidak hanya terjadi pada siswa.
dengan chatting whatsapps yang isinya hanya
Orang tua pun juga mengalami hal yang sama.
Hampir seluruh lapisan masyarakat sudah terkena canda gurau saja, bisa mengakibatkan seseorang
(mungkin tidak sadar) terlambat menyadari bahwa
dampak melimpah ruahnya TIK. Setiap insan,
ada hal penting yang terlewatkan dan tidak
bahkan anak baru berusia dua bulan pun, sudah
dimanfaatkan demi keuntungannya. Masih untung
bermain-main dengan smartphone. Hal yang
kalau hal yang terlewat tersebut tidak merugikan
dilihat menjelang dan segera setelah tidur adalah
smartphone. yang bersangkutan.

Siswa dengan lingkungan seperti ini, tentu


TIK memang telah menjalar dan merasuk ke
memiliki tata nilai khusus yang mungkin sekali
dalam seluruh sendi kehidupan manusia abad ke-
berbeda dengan orang-orang dari generasi
21. Perekonomian setiap orang, dan bahkan
perekonomian suatu bangsa pun, sangat sebelumnya. Kecenderungan akan TIK tentu
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Vidas- berpengaruh dalam gaya belajarnya. Karena itu,
manakala guru tidak mampu menyelenggarakan
Bubanja & Bubanja (2015) bahkan mengklaim
pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar
bahwa TIK dan Internet telah bertindak sebagai
mereka, kehadiran guru di tengah-tengah mereka
infrastruktur ekonomi yang mendasar. TIK telah
mungkin akan dinafikan. Mereka tidak
menjadi fondasi untuk setiap sektor ekonomi
Kramer dkk (2007). TIK, dikatakannya, telah menganggap perlu kehadiran guru tersebut. Sikap
memungkinkan: (1) produksi dengan biaya murah, dan persepsi mereka terhadap guru akan negatif,
dan menurut pendapat Marzano (1992), besar
efisien, transparans, akurat, dan memiliki
peluang mereka untuk tidak belajar.

2
Selain kemajuan TIK di atas, ada lagi hal yang perdagangan terlah sering dilakukan lintas batas.
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran Perusahaan-perusahaan dan bank-bank
yang dilakukan guru. Aspek tersebut adalah transnasional telah banyak dan sring melakukan
proses inovasi yang berlangsung makin lama bisnis lintas negara. Wilayah kerja mereka tidak
makin cepat. lagi dikungkung di dalam satu batas negara saja,
dan di abad ke-21, integrasi kegiatan ekonomi ini
TIK telah pula mengakibatkan cepatnya proses semakin nyata dan bahkan difasilitasi oleh
inovasi produksi. Satu jenis produksi baru saja kelompok-kelompok negara. Masyarakat
diluncurkan, dalam hitungan hari sudah datang Ekonomi ASEAN (MEA), misalnya, telah
pengganti atau pesaingnya. Dengan berbekal mengatur diri untuk menjadi satu kesatuan
inovasi pada salah satu aspek saja, dalam waktu ekonomi terintegrasi sehingga semua warga
yang dekat, produk baru telah disandingkan negara dari negara-negara di kawasan ASEAN
dengan produk lama. Ini mengakibatkan bebas melaksanakan kegiatan ekonomi di
kompetitor harus terus berpikir kreatif kawasan ASEAN. Sebagai dampaknya, orang
mengembangkan produk baru dengan keunggulan Indonesia tidak hanya bersaing dengan bangsanya
tertentu dari produk saingannya. sendiri saja, melainkan juga dengan seluruh warga
dari negara-negara di wilayah ASEAN.
Masyarakat, termasuk siswa, senantiasa di’iming- Kompetitor bangsa semakin banyak, dan itu
imingi’ dengan produk-produk tersebut. Banjir menuntut kreativitas.
promosi produk baru melanda setiap orang hampir
setiap waktu. Televisi, internet, bahkan leaflet Akan tetapi, keberadaan MEA ini juga berarti
yang menawarkan produksi baru selalu seringkali membuka peluang usaha bagi warga ASEAN
hadir di depan hidung setiap insan abad ke-21. tanpa harus mempertimbangkan wilayah
Orang dipaksa untuk melihat kelebihan-kelebihan geografis. Kemajuan TIK telah memungkinkan
baru yang ditawarkan. Karena itu, tidak jarang orang Indonesia berkolabasi dengan orang
ditemukan adanya orang yang sering sekali Thailand, Philipina, Myanwar dan warga negara
berganti produk. Hari ini dia menggunakan ASEAN lainnya melaksanakan kegiatan ekonomi
produk X, minggu depan ternyata dia sudah ganti demi keuntungan bersama. TIK telah
produk Y. Setiap perkembangan selalu diikuti memungkinkan kolaborasi tersebut berjalan
disesuaikan dengan pola pikir dan pola dengan baik tanpa harus mengeluarkan tenaga,
pandangnya. dan uang untuk bertemua di satu tempat. TIK
mereka bisa melaksanakan teleconference
membahas rencana kerja mereka ke depan, menata
Dalam dunia pendidikan, guru perlu
staffing yang diperlukan, mengatur
mempertimbangkan pola pikir dan pola pandang
yang dimiliki siswanya. Untuk bisa sukses dalam pelaksanaanya, dan melakukan pemantauan
terhadap kemajuan usaha mereka. Kehadiran
membelajarkan, guru harus masuk ke dalam dunia
secara fisik tidak lagi menjadi syarat utama untuk
anak, mengenali pola pikir dan pola pandangnya,
berkolaborasi.
dan memanfaatkan pemahaman tentang pola pikir
dan pola pandangnya itu untuk mengembangkan
anak lebih baik lagi. Pembelajaran yang dilakukan Oleh karena itu, menurut hemat penulis, syarat
guru harus dikembangkan atas dasar pengenalan untuk bisa berkolaborasi adalah penguasaan TIK
guru terhadap pola pikir dan pola pandang dan kemampuan komunikasi lisan atau tertulis
siswanya. Dengan itu, besar peluang siswa akan menggunakan TIK yang tersedia. Orang yang
memiliki sikap dan persepsi yang positif dan siap harus mampu berkomunikasi dengan baik agar
belajar seperti yang dikatakan oleh Marzano diperoleh kesamaan pemahaman dan kesamaan
(1992) terkait dengan attitude and perception langkah yang saling menguntungkan.
siswa.
KARAKTERISTIK SISWA
Terakhir, aspek lain dari kondisi pembelajaran
yang perlu mendapatkan perhatian adalah isyu Karakteristik siswa sebenarnya juga merupakan
boarderless country. Yeung (1998) menyatakan salah satu aspek dalam kondisi pembelajaran.
bahwa sejak akhir abad ke-20, globalisasi dalam Namun, penulis ingin memberikan penekanan
bidang ekonomi sudah mulai terjadi. Investasi dan khusus dalam hal ini. Karena itu, penulis

3
menetapkan satu pasal tersendiri tentang Engagement and Experience – suka melakukan
karakteristik siswa. diskoveri dan mengamati
Visual and Kinesthetic – tidak terlalu suka teks
Siswa yang sekarang belajar di jenjang SMP, pada Things that matter – suka bekerja untuk hal-hal
umumnya sudah masuk dalam kategori Gen Z, yang penting
yaitu siswa yang lahir dari tahun 2000 (Jone, dkk.,
tanpa tahun). Menurut Ivanova & Smrikarov Karena itu, setelah lulus SMA, tidak jarang
(2009), siswa dengan Gen Z ini adalah siswa yang ditemukan adanya siswa Gen Z ini yang delayed
terlahir dalam dunia digital (digital native), tidak enrollment (tidak langsung melanjutkan studinya
bisa hidup tanpa teknologi digital, dan hidup segera setelah lulus), attend part-time (studi tapi
dengan gadgets sudah tersedia serta hanya paruh waktu), work full time (bekerja penuh
mengelilinginya. McQueen (2015) selama 35 jam per minggu, sambil kuliah),
mengemukakan 7 (tujuh) ciri dari gen Z, yaitu: (1) financially indepent (mandiri dalam keuangan),
Tech Savvy (mahir teknologi), (2) Prematurely have dependents (memiliki anak atau keluarga
mature (matang sebelum waktunya), (3) Pampered asuh, tapi bukan istri/suami), single parents
(manja – diperlakukan sangat baik oleh orang (orang tua tunggal/tidak menikah), lack of a high-
tua), (4) empowered (terberdayakan – seperti school diploma (jarang berijazah).
miniatur orang dewasa saja – mau ngambil
keputusan saja harus minta pendapat anak), (5) Dilihat dari usia kelahiran anak SMP saat ini,
risk averse (takut resiko), (6) protected tampak bahwa siswa SMP saat ini adalah siswa
(terlindungi). dari Gen Z. Karakteristik siswa SMP di era global
ini, tampak jauh berbeda dengan karakteristik
Oblinger & Oblinger (2005) mengatakan bahwa peneliti ketika dulu menjadi siswa SMP, dan juga
siswa dengan Gen Z ini memiliki: (1) kemampuan karakteristik guru SMP yang sekarang ada ketika
membaca bayangan visual. Mereka dikatakan dulu masih bersekolah di jenjang SMP. Perbedaan
sebagai komunikator visual yang intuitif., (2) ini tentu menuntut perbedaan perlakuan. Larangan
visual-spatial skills, (3) inductive discovery, yakni penggunaan internet dan TIK hanya akan
mereka lebih suka menemukan sendiri daripada membuat siswa merasa terbelenggu dan tidak
diberitahu, (4) attentional deployment, yakni nyaman. Mereka tentu akan merasa dipenjara.
mampu berganti perhatian dengan cepat dari satu
tugas ke tugas yang lain, and mereka bisa memilih Pembelajaran yang bersifat klasikal, ceramah
untuk tidak memperhatian pada hal-hal yang tidak tampaknya juga tidak pas untuk mereka. Dengan
menarik perhatiannya, dan (5) fast response time, sifatnya yang mandiri, mereka tidak suka
yakni mampu merespons dengancepat dan diceramahi, dan diatur orang lain, termasuk guru.
sebaliknya juga mengharapkan respons balik Pembelajaran yang sifatnya kooperatif tampaknya
dengan cepat juga. lebih cocok untuk mereka, dan sajian media dalam
bentuk visual tampaknya juga lebih membantu
Lebih lanjut, Oblinger & Oblinger (2005) pemahaman mereka. Tugas yang mendorong
menyatakan bahwa anak dengan Gen Z ini mereka mencari dan menemukan sendiri konsep
memiliki ciri-ciri berikut: tampaknya lebih pas untuk siswa dengan Gen Z
ini. Karena itu, metode pembelajaran yang cocok
Digitally Literate – intuitive menggunakan ICT untuk mereka tentu bukan lagi ceramah.
dan menjelajah internet
Connected – selalu terkoneksi dan selalu on Guru harus memikirkan metode yang berbeda.
Immediate – cepat dalam merespon
Experiential – suka belajar sambil bekerja HASIL BELAJAR YANG DIHARAPKAN
(learning by doing)
Social – menghargai kegiatan yang menjalin dan
Belajar menguasai konten saja sudah tidak lagi
menguatkan hubungan memadai untuk bisa sukses di abad ke 21.
Teams – suka bekerja dan belajar dalam Penguaaan matematika yang hebat tidak terlalu
kelompok
lagi diperlukan mengingat semua ilmu
Structure – orientasi pada prestasi
matematika itu sudah tersedia di gadget mereka.

4
Hal penting yang perlu mereka kuasai adalah (1) Bagaimana bentuknya? Berikut dicoba diuraikan
kemampuan mengenali fenomena matematis, (2) beberapa hal terkait dengan pembelajaran berpikir
kemampuan mengidentifikasi topik matematika kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
apa yang ada dalam fenomena tersebut, (3)
kemampuan menemukan sumber belajar Pembelajaran Berpikir Kritis
matematis yang diperlukan, (4) kemampuan
menggunakan digital tools yang digunakan untuk Abrami dkk (2008) mengemukakan bahwa
memahami dan memecahkan masalah matematis pembelajaran berpikir kritis harus dilakukan
dalam fenomena tersebut, (5) kemampuan
secara eksplisit. Meskipun bisa dilakukan secara
memahami makna dari hasil penggunaan digital
implicit, berdasarkan hasil kajian analisis meta
tools tersebut, (6) kemampuan memanfaatkan
yang dilakukannya terhadap 117 penelitian
pemahamannya tersebut untuk mengambil
tentang berpikir kritis, dikatakannya bahwa
keputusan, dan (7) kemampuan mempertahankan pembelajaran berpikir kritis yang dilakukan secara
keputusan tersebut dengan argumen yang baik dan
eksplisit terbukti lebih efektif daripada yang
tata komunikasi yang meyakinkan. Hal di atas
implicit. Gurunya pun harus dipersiapkan secara
menuntut dimilikinya 4Cs yaitu critical thinking,
langsung atau melalui mengamati praktik
creative thinking, collaboration, dan
pembelajaran berpikir kritisnya. Hasil serupa
communication skills. diperoleh oleh Marin & Halpern (2011).

As’ari (2016); Devlin-Foltz & McInvaine, (2008);


Peneliti lain, yaitu Shim & Walczak (2012)
dan Partnership for 21st Century Skills, (2008)
menemukan fakta kemampuan berpikir kritis
mendorong penetapan 4Cs sebagai hasil belajar
siswa meningkat ketika mereka diberi pertanyaan
yang perlu dicapai oleh setiap siswa. Rupanya yang menantang. Akan tetapi, mereka
Kemdikbud (2016), melalui Permendikbud Non menemukan fakta yang bertentangan dengan
20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
temuan penelitian sebelumnya. Mereka melihat
Lulusan, menyepakati ini dengan menetapkan
bahwa presentasi dan diskusi menurunkan
bahwa lulusan setiap jenjang satuan pendidikan
kemampuan berpikir kritis siswa.
harus memiliki keterampilan berpikir dan
bertindak kreatif, produktif, mandiri, kritis,
kolaboratif, dan komunikatif. Pengembangan Duron dkk (2006) mengembangkan kerangka
4Cs di atas tampak menjadi sebagian dari target model pembelajaran untuk meningkatkan
pengembangan pendidikan di Indonesia. kemampuan berpikir kritis. Kerangka itu terdiri
Pemerintah Indonesia mengharapkan agar siswa dari lima langkah, yaitu: (1) determining learning
Indonesia tidak hanya menguasai materi pelajaran, objectives yang menentukan bagaimana perilaku
melainkan juga memiliki kemampuan berpikir dan berpikir kritis yang diharapkan muncul selama
bertindak yang kritis, kemampuan berpikir dan pembelajaran, (2) teach questioning, (3) practice
bertindak kreatif, kemampuan berkolaborasi, dan before you assess, (4) review, refine, improve, dan
kemampuan berkomunikasi. (5) provide feedback and assessment of learning.
Duron dkk lebih menekankan pembelajaran yang
dilandaskan kepada questioning, bukan kepada
BAGAIMANA KE DEPAN? explaining. Mereka mendorong siswa untuk
mempertanyakan (bukan sekedar bertanya).
Ke depan, pembelajaran matematika, bahkan juga Tetapi, mereka juga memberikan pembelajaran
pembelajaran mata pelajaran yang lain, harus langsung tentang bagaimana harus bertindak.
dirancang untuk mengembangkan 4Cs.
Pembelajaran harus membantu terbentuk dan Tampak bahwa pembelajaran berpikir kritis secara
berkembangnya kemampuan berpikir kritis,
eksplisit serta kegiatan quetioning merupakan hal
kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
penting dalam pembelajaran berpikir kritis. Untuk
Pembelajaran matematika tidak boleh hanya
itu, di dalam pembelajaran matematika, guru perlu
berhenti untuk keperluan ketuntasan belajar
mengenalkan konsep dan pentingnya berpikir
matematika saja. kritis kepada para siswa. Guru perlu menjelaskan
secara detail apa itu berpikir kritis, apa saja yang
harus ada dalam berpikir kritis, apa hal yang

5
utama dalam berpikir kritis, apa ciri dari orang Dengan membiasakan siswa menyelidiki
yang berpikir kritis, dan selanjutnya guru perlu kebenaran setiap klaim, siswa akan dibiasakan
juga memodelkannya di dalam kelas. Selanjutnya, berpikir kritis sebagai definisi dari Ennis di atas.
guru juga perlu membiasakan siswa untuk Peningkatan frekuensi latihan menganalisis klaim
mempertanyakan dahulu segala sesuatunya. Ini seperti ini diharapkan mampu menjadikan mereka
sesuai dengan konsep berpikir kritis (Ennis, 2011) memiliki disposisi atau kecenderungan bertindak
yang menyatakan bahwa adalah kegiatan berpikir yang kritis.
kritis difokuskan untuk keperluan pengambilan
keputusan. Berpikir kritis difokukskan untuk Pembelajaran Berpikir Kreatif
memutuskan apakah dia harus mempercayai
informasi/klaim yang diberikan kepadanya atau
Orang yang kreatif pasti memiliki banyak ide,
tidak. Berpikir kritis dimaksudkan sebagai alat
karena kemampuan menghasilkan sejumlah ide
penyaring agar segala perintah atau permintaan tentang suatu topik tertentu merupakan aspek dari
yang diberikan kepadanya senantiasa diperiksa
berpikir kreatif. Walau banyak ide tidak selalu
dulu kelogisannya.
bernilai penting, kemampuan menghasilkan
sejumlah ide ini merupakan langkah awal yang
Karena itu, di dalam pembelajaran matematika, penting bagi kreativitas. Kalau dalam bahasa
ada baiknya guru membiasakan diri untuk kurikulum di Indonesia, mungkin inilah yang
menyajikan klaim-klaim matematis, dan meminta disebut dengan produktif.
mereka memikirkannya dengan mendalam agar
diperoleh keputusan yang tepat terhadap klaim
Ide yang dihasilkan oleh orang yang kreatif
tersebut. Sebelum siswa menjawab, guru harus
biasanya unik dan berbeda dengan yang biasa
mendorong mereka untuk mempertanyakan dulu terjadi. Dalam hal ini, pengalaman dan daya
kebenaran dari setiap klaim yang ada. Guru perlu imajinasi merupakan faktor pendorongnya. Hal
memberikan perintah kepada siswa untuk
yang paling penting dari suatu ide kreatif, yaitu
menyelidiki kebenaran klaim berikut
hal yang paling membedakan antara seseorang
menggunakan kemampuan berpikir logisnya.
yang kreatif dengan yang tidakkreatif adalah
kebaruan ide. Orang yang kreatif cenderung
Berikut diberikan satu contoh penugasan yang memikirkan, melakukan, atau melihat sesuatu
menuntut siswa mempertanyakan kebenaran dari secara berbeda. Sudut pandang orang yang kreatif
klaim. kadang tidak pernah diduga oleh kebanyakan
orang, bahkan kadang dipandang sebagai sesuatu
Selidiki kebenaran dari klaim tersebut, dan yang aneh. Pikiran, tindakan, dan pandangannya
berikan alasan yang lengkap. asli, bukan sekedar meniru orang lain.

1. Jika A adalah himpunan selesaian dari Guru perlu mendorong agar siswa menjadi kreatif.
persamaan kuadrat Untuk itu, perlu penciptaan kondisi agar berpikir
maka kreatif tersebut bisa diwujudkan dengan baik.
2. Jika dan adalah bilangan bulat, maka Guru harus menemukan cara yang baik untuk
mendorong siswa berpikir kreatif dan
3. Ada martiks ordo 2 x 2 , demikian meningkatkan kreativitas siswa.
sehingga
4. Jika adalah ukuran panjang dari Menurut Stenberg & Williams (1996) ada
sisi-sisi segitiga sama kaki dengan sebanyak 25 cara yang bisa digunakan oleh
puncak di A, maka . seseorang untuk mengembangkan kreativitas
5. Diketahui segitiga adalah segitiga siswa. Sebagai prasyarat, dia mengemukakan
siku-siku, dengan sudut B adalah sudut perlunya model dari guru. Guru harus
siku-siku, BD adalah garis tinggi segitiga memodelkan kreativitas kalau ingin siswanya
ABC dari titik B. Jika diketahui bahwa kreatif. Di samping itu, guru harus membangun
, self-efficacy (sebut saja kepercayaan diri) pada
, maka ukuran keliling diri siswa bahwa mereka merasa mampu, bahwa
dari segitiga yaitu √ . mereka memiliki kreativitas.

6
Dikemukakan lebih lanjut bahwa ada empat Kalau diperhatikan dengan seksama, masing-
teknik dasar untuk membangun kreativitas masing bilangan tersebut boleh dipilih. Bilangan
tersebut. Teknik dasar itu adalah: (1) questioning 15 boleh dibuang karena salah satu alasannya
assumptions, (2) defining and redefining adalah ia merupakan satu-satunya dari empat
problems, (3) encouraging idea generation, and bilangan tersebut yang angka puluhannya 1, dan
(4) cross-fertilizing ideas. Mereka memberikan yang lain angka puluhannya 2. Tentu boleh saja
tips mengajar, dimana guru harus memberikan dibuat alasan yang lain, misalnya ia adalah satu-
ruang bagi siswa untuk berkreasi, bahwa siswa satunya bilangan dari empat bilangan yang
harus didorong dan dinilai kreativitasnya, dan membagi 45, yaitu angka keramat tahun
guru harus menghargai apapun kreativitas siswa, kemerdekaan Indonesia. Masih banyak lagi alasan
dan tidak ada yang salah dalam kreativitas yang bisa dibuat dan semuanya benar. Siswa
pemikirannya. dengan sendirinya dituntut untuk membuat alasan
baru yang berbeda dengan temannya.
Sebenarnya masih ada beberapa lagi yang bisa
dituliskan terkait dengan cara meningkatkan Bilangan 20 juga bisa dipilih dengan salah satu
kemampuan berpikir kreatif dan kreativitas ini. alasannya adalah karena 20 adalah satu-satunya
Namun, penulis menyerakan kepada pembaca bilangan genap. Bilangan 23 juga bisa dipilih
untuk mengkaji sendiri cara mengembangkan karena 23 adalah satu-satunya bilangan prima
kreativitas tersebut. Bagi penulis, questioning dalam kelompok itu. Bilangan 25 juga bisa dipilih
assumptions dimana kita sering mengajukan karena 25 adalah satu-satunya bilangan kuadrat
pertanyaan what if, what if not, sangat membantu sempurna dalam kelompok itu. Jadi, semua
siswa untuk berpikir alternatif, yang ujung- jawaban adalah benar. Yang diperlukan dalam hal
ujungnya akan membawa kepada kreativitas. ini adalah kemampuan berkreasi terutama dalam
Tentu saja, hal ini harus didukung oleh suasana membangun alasan. Sepanjang alasannya masuk
belajar yang memberikan peluang kepada siswa akal, maka jawabannya benar.
untuk mengemukakan ide kreatif mereka tanpa
takut dicela, disalahkan, dan decemoohkan. Dengan cara begitu, anak akan terbiasa untuk
memikirkan hal yang baru dan berbeda dari yang
Karena itu, guru matematika tidak boleh berhenti sudah ada, dan itu merupakan cikal bakal
dengan pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan kreativitas. Dengan demikian, guru harus terbuka
Minimal). Guru matematika perlu bekerja keras dan siap untuk menerima ide-ide aneh. Bagi guru,
demi mengembangkan kemampuan berpikir apapun pikiran anak tersebut, sepanjang bisa
kreatif dan meningkatkan kreativitas siswa. Untuk dijelaskan secara logis, maka guru harus
itu, pertanyaan yang bersifat multiple correct menerima dengan lapang dada. Guru hendaknya
answer perlu dibiasakan. tidak terlalu memfokuskan untuk membuat soal
dengan jawaban tunggal. Ajaklah siswa untuk
Sebagai contoh, perhatikan soal berikut. berpikir terbuka, luwes, tapi masuk akal.

Si Fulan meminta bantuan 4 orang temannya Pembelajaran Untuk Kemampuan Kolaborasi


untuk memilih salah satu dari empat bilangan
berikut untuk dibuang. Si Fulan mengatakan Pembelajaran yang mendorong siswa bekerja
bahwa bilangan yang dibuang itu adalah bersama, menyelesaikan masalah bersama
bilangan yang tidak cocok kalau dikumpulkan merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan
dengan tiga bilangan yang lain. Dia memiliki sifat kemampuan kolaborasi siswa. Dengan dasar
yang tidak sama dengan bilangan yang lainnya. bahwa “Dua kepala lebih baik daripada satu
kepala”, siswa perlu didorong untuk membentuk
Si Fulan menyebut bilangan-bilangan yang tim dan melakukan kerjasama. Dengan bekerja
dimaksud adalah 15, 20, 23, dan 25. sama, apa yang sebelumnya tidak pernah
terbayangkan bisa saja termunculkan. Sudut
Kalau Anda menjadi teman si Fulan, bilangan pandang yang berbeda dari anggota kelompok
bisa memberikan inspirasi bagi pemecahan
berapakah yang akan Anda buang? Mengapa?
masalah bersama. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan kemampuan kolaborasi,

7
pembelajaran yang menuntut kerjasama tim perlu tanpa arah yang jelas. Mereka harus memikirkan
semakin diterapkan. Siswa perlu dibentuk atau arah pekerjaan mereka, dan itu sepersetujuan
didorong untuk membentuk kelompok dan bekerja guru, dan dengan begitu guru bisa berharap
dengan anggota kelompok tersebut untuk kelompok bekerja dengan baik dan mencapai
memeahkan masalah. Salah satu dari model tujuan dengan baik pula.
pembelajaran yang tepat adalah pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran untuk Kemampuan Komunikasi

Menurut Reed (2014), pembelajaran kooperatif Morreale dkk (2000) mengemukakan sekumpulan
yang baik memang merupakan pembelajaran yang alasan tentang pentingnya mempelajari
baik, sepanjang anggota kelompok bisa bekerja komunikasi. Dalam konteks untuk perkembangan
sama dan saling membantu dalam menyelesaikan diri seseorang, dikatakan bahwa komunikasi itu
masalah. Akan tetapi, agar terjadi kerjasama yang membantu orang berhubungan baik dengan diri
baik, di dalam kelompok tersebut harus ada 5 hal, sendiri, orang lain, dan masyarakat. Komunikasi
yaitu: (1) positive interdependence, (2) individual juga memungkinkan tumbuh kembangnya berpikir
accountability, (3) promotive interaction, (4) kritis serta keterampilan memimpin. Dikaitkan
social skills, (5) group processing. Kalau dengan dunia kerja, kemampuan komunikasi
pembelajaran kooperatif bisa memenuhi semua membantu seseorang memberikan perintah,
ini, kemampuan kolaborasi siswa akan dengan meyakinkan orang lain, dan membangun
sendirinya tumbuh subur dan berkembang dengan kolaborasi. Dikaitkan dengan kebutuhan hidup
baik. Tanpa itu, pembelajaran kooperatif hanya bermasyarakat, kemampuan komunikasi
akan ada namanya saja. Sayangnya, tidak semua memungkinkan kita meningkatkan pemahaman
guru mampu dan mudah mengintegrasikan 5 hal lintas budaya, dan juga mempengaruhi keputusan
tersebut dalam pembelajaran. Karena itu, pengadilan. Terkait dengan karir, kemampuan
pembentukan kelompok yang tepat merupakan komunikasi bermanfaat untuk memperoleh
faktor yang sangat penting dalam penerapan pekerjaan dan jabatan tertentu. Kemampuan
pembelajaran kooperatif. komunikasi memungkinkan seseorang menanjak
karirnya lebih baik dari yang lain.
Untuk bisa membentuk kelompok yang baik, guru
harus mengenal dengan baik karakter, sikap, Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
kecenderungan, kesukaan, dan kepribadian siswa. ini, siswa harus diberi kesempatan untuk
Guru harus mengetahui kondisi siswanya, dan mempraktikkannya (learning by doing). Siswa
untuk itu, guru harus menyempatkan diri untuk harus berlatih berbicara, mendengarkan, menulis,
mengenali siswanya dengan baik dan dan membaca dengan baik. Untuk itu, modeling
memanfaatkan pemahaman tersebut untuk atau pemodelan sangat diperlukan. Guru perlu
membangun kelompok-kelompok belajar yang memodelkan atau menampilkan model
tepat. komunikasi yang baik.

Ketika kelompok sudah terbentuk, guru perlu Selanjutnya, guru perlu memberi kesempatan
meminta kelompok itu membuat kontrak belajar kepada siswa untuk melatih kemampuan
yang memuat hal berikut: (1) tujuan yang ingin komunikasinya. Guru perlu merekam praktik
dicapai oleh kelompok, (2) norma yang disepakati berkomunikasi yang dilakukan siswa dan
dalam kelompok, baik sebagai kelompok maupun mendorong siswa melakukan refleksi terhadap apa
sebagai anggota kelompok, (3) peran dari masing- yang telah dilakukan juga merupakan hal yang
masing individu, (4) strategi penanganan konflik penting, dan memberikan umpan balik yang
kalau ada ketidaksepakatan, (5) jadwal pertamuan, bermakna. Karena itu, praktik pembelajaran yang
lokasi, acara, (6) strategi komunikasi, apakah mendorong siswa aktif, dan reflektif yang dipandu
pakai email, telepon atau tatap muka, (7) oleh model yang baik oleh guru atau sumber
kebijakan dalam pengambilan keputusan: apakah belajar pilihan, merupakan hal yang penting
pakai konsensus, aturan mayoritas, atau yang lain, dalam membelajarkan kemampuan komunikasi.
dan (8) rencana proyek: deadline, tujuan,kegiatan,
dan lain-lainnya. Guru tidak boleh hanya
mempersilakan siswa bekerja dalam kelompok

8
POTENSI PEMBELAJARAN BERBASIS untuk mengembangkan berbagai sudut
PROYEK pandang dalam menjalankan PjBL. Karena
itu, yang dinilai adalah kemampuan 4Cs-nya,
Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) merupakan bukan produknya saja.
salah satu model pembelajaran yang memberikan
peluang untuk menguasai 4Cs (Bell 2010). Di Meskipun demikian, dikatakan banyak guru yang
dalam PjBL, siswa mendorong dirinya sendiri mengalami masalah dalam menjalankan PjBL
untuk mempelajari sesuatu dengan melakukan sehingga hasilnya tidak optimal. Guru perlu terus
inkuiri secara kolaboratif bersama teman- belajar, bukan hanya konsep PjBL-nya saja,
temannya (di bawah bimbingan guru) guna melainkan juga belajar bagaimana mengajak guru
meneliti dan menciptakan proyek yang mata pelajaran lain mengembangkan tugas PjBL
mencerminkan pengetahuannya. Dengan PjBL, terintegrasi yang dengan itu siswa belajar dengan
anak melakukan inkuiri sambil mengembangkan optimal. Yang penting, guru harus punya prinsip
kemampuan abad 21 (Hutchison, 2015). PjBL today should be better then yesterday, and
memberdayakan siswa untuk berkolaborasi tomorrow should be better than today. Tiada hari
dengan temannya, dengan bimbingan guru, tanpa inovasi.
meneliti permasalahan-permasalah riil,
mengemukakan solusi, dan merancang produk riil PENUTUP
dengan cara yang cermat. Dengan PjBL, mereka
belajar menguasai teknologi, menjadi
Perubahan kondisi dan hasil pembelajaran yang
komunikator yang baik, pemecah masalah yang
diharapkan seharusnya membuat guru yang
hebat. PjBL memungkinkan siswa memiliki
profesional tanggap bahwa mereka harus
kemampuan bekerjasama dengan orang lain, melakukan perubahan dalam pembelajarannya.
mengatasi konflik antar personal, mengambil Kajian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
keputusan yang mantab, serta berpraktik dan
yang dilakukan oleh guru profesional tidak lagi
memecahkan masalah kompleks (Musa dkk,
terbatas kepada pencapaian KKM, melainkan
2012) .
harus mampu mengembangkan 4Cs siswa. Setiap
pembelajaran harus diupayakan agar mampu
Semua itu akan terjadi manakala PjBL dijalankan membantu siswa memiliki kemampuan berpikir
sesuai dengan karakteristiknya. Beberapa kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatifnya.
karakterik dari PjBL, adalah: Sayangnya, semua itu belum banyak
dikembangkan di republik tercinta. Pelatihan-
1. Proyek yang dibahas dalam PjBL bukan pelatihan untuk mengembangkan pembelajaran
jawaban yang sudah diketahui jawabannya yang mampu meningkatkan kemampuan 4Cs
terlebih dahulu. Guru sekalipun tidak tahu masih belum begitu intens dilakukan di Indonesia.
apa yang akan terjadi.
2. Proyek yang dikembangkan haruslah Menunggu pelatihan yang diselenggarakan oleh
membangkitkan rasa ingin tahu yang tinggi pemerintah, bukanlah suatu tindakan yang bijak.
pada siswa. Siswa sangat interest dan Terlalu banyak guru yang harus ditangani oleh
penasaran dibuatnya. pemerintah. Kalau ingin semua guru dilatih
3. Mulai dari merancang proyeknya, mencari dengan baik dalam pembelajaran yang
sumber data untuk inspirasinya, sampai mengembangkan 4Cs, waktu yang diperlukan
menjalankan, memonitor, dan menilai hasil untuk melatih semua guru tentu sangat lama, dan
kerjanya adalah atas inisiatif dan dilakukan biaya yang diperlukanjuga sangat besar. Karena
oleh siswa sendiri (guru hanya bertugas itu, sebagai guru profesional, para guru harus
menjadi pemantik ide). Siswa harus mandiri secara mandiri mengembangkan diri agar mampu
dan mengambil peran sebagai pelaksana membelajarkan 4Cs kepada para siswa.
proyek dengan penuh tanggungjawab.
4. Produk bukanlah tujuan utama. Yang menjadi
Sebagai langkah awal, guru harus belajar: “apa
tujuan utama adalah dilakukannya kegiatan itu 4Cs?”, “bagaimana memanfaatkan
4Cs yaitu berpikir kritis,kreatif,kolaboratif, pembelajaran matematika untuk mengembangkan
dan komunikatif selama proses pengerjaan
4Cs?”, dan selanjutnya bekerjasama dengan guru
proyek tersebut. Karena itu, siswa didorong

9
lain untuk mengembangkan model pembelajaran Imperative for Change. Longview
berbasis proyek. Untuk itu, mengikuti kegiatan Foundation
ilmiah seperti seminar, konferensi, simposium
Duron, R., Limbach, B., & Waugh, W. 2006.
secara rutin perlu dilakukan oleh para guru.
Critical Thinking Framework for Any
Melanggan majalah dan jurnal ilmiah perlu juga
Discipline. International Journal of
dilakukan agar wawasan tentang pembelajaran
Teaching and Learning in Higher
terkini senantiasa up-to-date. Guru juga harus
Education 2006, Volume 17, Number 2,
aktif network (baik off line maupun online)
160-166 tersedia online di alamat
dengan sesama guru matematika bahkan juga
http://www.isetl.org/ijtlhe/
dengan guru-guru yang lain. Semua itu agar guru
menjadi semakin profesional dan siap Ennis, R.H. 2011. The nature of critical thinking:
membangun generasi muda yang berkarakter kuat an outline of critical thinking dispositions
dalam membangun bangsa. and abilities. Several times revision of a
presentation at the Six International
Terakhir. Setiap inovasi tidak akan pernah Conference on Thinking at MIT,
langsung sempurna. Ada tahap kesalahan yang Cambridge, MA, July 1994.
pasti dilalui, apalagi seperi diketahui bersama Hutchison, S. 2015. Project Based Learning:
bahwa manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Drawing on Best Practices in Project
Manusia tidaklah sempurna. Membuat kesalahan Management. Research Monograph #60
itu sudah pasti, dan yang penting jangan disengaja What Works? Research into Practice.
membuat kesalahan. Berinovasilah, tentu dengan Partnership between the Literacy and
dasar pemikiran yang mantap. Kalau boleh Numeracy Secretariat and the Ontario
menggunakan bahasa asing, make new mistakes, Association of Deans of Educfation
but don’t repeat the old mistakes. Jadikan hari ini
lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih Ivanova, A. & Smrikarov, A. 2009. The New
baik dari hari ini. Semoga bermanfaat. Generations of Students and the Future of
e-Learning in Higher Education.
REFERENSI Proceeding of the International
Conference on e-Learning and the
Knowledge Society, Berlin, University of
Abrami, P.C., Bernard, R.M., Borokhovski, E.,
Applied Sciences, 31 August – 01
Wade, A., Surkes, M.A., Tamim, R., &
September, 2009
Zhang, D. 2008. Instructional interventions
affecting critical thinking skills and Jone, V., Jo, J., & Martin, P. tanpa tahun. Future
dispositions: A stage 1 meta-analysis. Schools and How Technology Can Be Used
Reviewof Educational Research, 78(4), to Support Millennial and Generation-Z
1102-1134. Students. School of Information and
Communication Technology, Griffith
As’ari, A.R. 2016. Pengembangan Karakter
University, Australia
dalam Pembelajaran Matematika:
Prioritas Kramer, W.J., Jenkins, B., & Katz, R.S. 2007. The
dalam rangka Mengembangkan 4Cs. Role of The Information and
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Communications Technology Sector in
di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Expanding Economic Opportunity.
Maret 2016 Corporate Social Responsibility Initiative
Report No. 22. Cambridge, MA: Kennedy
Bell, S. 2010. Project Based Learning for the 21 st School of Government, Harvard
Century: Skills for the Future. The University.
Clearing House, Vol 83: Pp 39–43
Kemdikbud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan
Degeng, I.N.S. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi
dan Kebudayaan No 20 tahun 2016
Variabel. Jakarta : Direktorat Jenderal
tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Pendidikan Tinggi, Depdikbud.
Jakarta
Devlin-Foltz, B. & McInvaine, S. 2008. Teacher
Preparation for the Global Age: The

10
Marin, L.M., & Halpern, D.F. 2011. Pedagogy for Vidas-Bubanja, M. & Bubanja, I. 2015. ICT as
developing critical thinking in adolescents: Prerequisite for Economic Growth and
Explicit instruction produces greatest Competitiveness – Case Study Print Media
gains. Thinking Skills and Creativity, 6, 1- Industri. Journal of Engineering
13. Management and Competitiveness
(JEMC). Vol 5 No 1 pp. 21 – 28
Marzano, R. 1992. Different Kind of Classroom:
Teaching with Dimensions of Learning. Yeung, H.W. 1998. Capital, State, Space:
Alexandria, VA: ASCD Contesting the Borderless World.
Singapore: National University of
McQueen, M. 2015. Ready or Not … Here Come
Singapore.
Gen Z. New York,USA (online) http://
https://www.linkedin.com/pulse/ready-
here-come-gen-z-michael-mcqueen
diunduh 10 November 2016
Morreale, S.P., Osborn, M.M., & Pearson, J.C.
2000. Why Communication is Important:
A Rationale for the Centrality of the Study
of Communication. Journal of the
Association for Communication
Administration. Vol. 29. Pp. 1 – 25
Musa, F. Mufti, N., Abdul Latiff, R, & Mohamed
Amin, 2012. Project-Based Learning:
Inculcating Softskills in 21st Century
Workplace. Procedia – Social and
Behavioral Sciences, Vol , pp. 565 – 573
Oblinger, D.G. & Oblinger, J. L. 2005. Is it Age
or IT: First Steps Toward Understanding
the Net Generation. Dalam D.G. Oblinger
& J.L Oblinger (eds). Educating the Net
Generation. EDUCAUSE (online).
http://www.educause.edu/educatingthenetg
en/
Partnership for 21st Century Skills. 2008. 21st
century skills, education &
competitiveness:
a resounce and policy guide. Tuczon, AZ
Reed, Z.A. 2014. Collaborative Learning in the
Classroom. Paper submitted as Partial
Fulfillment of Master Teacher Program.
West Point, NY: United States Military
Academy.
Shim, W., & Walczak, K. 2012. The Impact of
Faculty Teaching Practices on the
Development of Students’ Critical
Thinking Skills. International Journal of
Teaching and Learning in Higher
Education, 24(1), 16-30.
Stenberg, R.J. & Williams, W.M. 1996. How to
Develop Student Creativity. Alexandria,
VA: ASCD

11

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai