PENDAHULUAN
1.2. DATA
Sebagian data hasil Pemilu 2004 Para Caleg Selebritis :
Peringkat Peringkat
Daerah No. Perolehan Perolehan
No. Nama Partai
Pemilihan Urut dalam dalam
Partai Dapil
Guruh
1 PDI-P Jatim 6 1 1 1
Soekarno
P.
2 Nurul Arifin Jabar 6 3 1 1
Golkar
Ruhut P.
4 Jabar 1 2 1 3
Sitompul Golkar
P.
Angelina
5 Demokra Jateng 6 1 1 3
Sondakh
t
P.
8 Adji Masaid Demokra Jatim 2 1 1 5
t
Pepeng
13 PKS Jatim 10 1 1 28
Subardi
3
14 Rieke Pitaloka PKB Jabar 4 1 1 32
P.
21 Rae Sita Supit Jabar 5 11 9 53
Golkar
Slamet R.
23 PNBK Jabar 2 1 1 58
Djarot
Hengki
26 PPP Jateng 6 2 1 85
Tornado
Muchsin
27 PDK DKI 2 3 2 103
Alatas
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan antara
anggotanya.
2. Menurut Andrew Heywood; politik adalah kegiatan suatu bangsa yang
bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-
peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas
dari gejala konflik dan kerja sama.
Celebrity Politics" mulai dikenal dalam terminologi Ilmu politik setelah
para bintang film, pemain sinetron, komedian, dan penyanyi terjun ke dunia
politik , bukan sebagai penghibur panggung kampanye atau pengumpul suara.
Tapi, mereka, serius mengejar kursi jabatan publik seperti anggota DPR, bupati,
walikota, gubernur atau bahkan presiden.
Pengalaman di Amerika Serikat dan Filipina membuktikan bahwa film dan
televisi telah menjadi pembuat raja ("kingmaker") yang memungkinkan Arnold
Swarchzenegger menjadi Gubernur California dan Joseph Estrada menjadi
Presiden Filipina.
Darrell West, penulis buku "Celebrity Politics", berpendapat bahwa artis
dan pelawak tergiur terjun ke jabatan publik akibat perkembangan media,
khususnya televisi, dan demokrasi. Fenomena selebriti berpolitik bukan barang
baru lagi di Indonesia, entah itu menjadi alat politik atau benar-benar terjun ke
dunia Politik. Selebriti menjadi alat politik jamak kita jumpai di masa Orde Baru,
dimana GOLKAR menggunakan sejumlah selebriti sebagai pendulang suara
ketika melakukan kampanye. Bahkan secara terang-terangan menggunakan
organisasi profesi artis semacam PARFI dan PAPMI sebagai salah satu kendaraan
politik. Setelah era reformasi, fenomena ini justru semakin menguat. Sebagaimana
ditulis Eep Saefuloh Fatah yang dimuat di Kompas, 22 Januari 2008, pada pemilu
2004 dari sekitar 30 selebriti yang memperebutkan kursi Legislatif, enam selebriti
berhasil menjadi anggota legislatif.
Tidak hanya kursi legislatif yang menjadi incaran para selebriti. Arena
pertarungan politik mereka justru meluas, yakni memperebutkan jabatan Kepala
Daerah. Tentu kita masih ingat dengan “perjuangan” Marissa Haque mencalonkan
diri sebagai Calon Gubernur Banten meski akhirnya kalah melawan incumbent.
6
Dan terakhir Rano Karno memperoleh kemenangan suara dalam pemilihan Wakil
Bupati Banten.
Terdapat dua jenis “politisi selebriti” menurut John Street - sebagaimana dikutip
oleh Eep- yaitu:
1. Para pejabat publik yang berlatar belakang belakang dunia hiburan, bisnis
pertunjukkan ataupun olahraga.
2. Para selebriti yang menggunakan “panggung” keartisan untuk menyuarakan
“kepentingan” politik.
Untuk jenis yang pertama ada Ronald Reagen dan Arnold Schwarzenegger di
Amerika Serikat sebagai contoh. Di Indonesia sendiri terdapat nama-nama
semacam Adjie Massaid dan Rano Karno dan lain sebagainya.
Sebagaimana para politikus yang bertarung di arena politik demi
kepentingan kekuasaan, para selebriti pun ternyata perlu berpolitik untuk
mencapai puncak ketenaran dan sebisa mungkin mempertahankannya. Dalam
berpolitik ada dua cara yang biasa dilakukan oleh para selebriti yaitu Good Policy
dan Bad Policy.
Cara pertama dapat diartikan berpolitik dengan menunjukkan profesionalitas
sesuai profesi. Sangat jarang menemukan selebriti di Indonesia yang
menggunakan good policy untuk meraih kepopulerannya. Sebaliknya adalah
banyak selebriti yang dikenal oleh masyarakat bukan karena karya-karyanya tapi
lebih kepada tingkah laku negatif. Misalnya melakukan perselingkuhan, kawin
cerai atau terjerat narkoba.
Ironisnya, bad policy nampaknya lebih menjadi pilihan bagi banyak
selebriti kita, terutama selebriti yang tiba-tiba terkenal karena sering tampil di
acara gossip. Hal inilah yang menjadikan kata selebriti mengalami pergeseran
makna. Siapapun yang pernah muncul dalam tayangan infotaintment otomatis
akan mendapatkan gelar selebriti. Tidak peduli apakah orang tersebut memang
sudah dikenal karena karyanya atau belum.
7
BAB III
PEMBAHASAN
12
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Pemilihan umum secara langsung memberikan angin segar bagi mereka
yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Salah satu profesi yang diuntungkan
adalah kaum artis yang wajahnya seringkali menghiasi layar televisi. Sehingga
mereka pun berbondong-bondong alih profesi dari yang sebelumnya seorang artis
menjadi politisi.
Hubungan antara artis dan partai politik menjadi saling menguntungkan
satu sama lain. Popularitas sang artis dijadikan sebagai magnet untuk menarik
masa agar turut memilih partai yang dianaungi artis tersebut. Sebagai
ganjarannya, artis diberikan kesempatan untuk tampil menjadi wakil rakyat
maupun calon kepala daerah. Simbiosis mutualisme jenis baru yang mulai jamak
berlaku dalam kancah politik di negeri ini.
Secara kelembagaan, fungsi partai politik adalah menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat. Selain itu turut berfungsi sebagai pengkaderan
anggota dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Partai politik juga
mempunyai kedudukan yang sangat besar sebagai satu-satunya kendaraan untuk
melanggengkan jalan menuju singgasana anggota dewan dan kepala daerah.
Kehadiran artis dalam dinamika politik Indonesia menjadi implikasi yang
tidak terpisahkan dari sistem pemilihan langsung serta keterbukaan informasi dan
perkembangan media. Bahkan pemanfaatan artis sebagai caleg dalam Pemilu
2009 lalu dinilai sebagai upaya vote getter menjadi bagian struktur politik partai,
walaupun banyak elit partai yang akhirnya kecolongan dengan revisi UU 10/2008
tentang Pemilu pada pasal 214 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara
terbanyak. Saat itu banyak elit partai berada di nomor urut puncak dan artis
ditempatkan di nomor urut bawah sebagai pendulang suara partai, namun ternyata
sang artis dengan popularitasnya berhasil mengungguli suara elit partai.
13
4.2. SARAN
Adapun saran yang dapat saya berikan adalah agar kita sebagai masyarakat
yang memilih wakil rakyak tidak hanya melihat pada kepopuleran seseorang saja
akan tetapi juga lebih melihat pada kemampuan yang di miliki oleh wakil rakyat
dalam membawa aspirasi masyarakat.
14